Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 191/B/PK/PJK/2012
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
berkedudukan di Jl. Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta, dalam
hal ini memberi kuasa kepada:
- ABC, Direktur Keberatan dan Banding;
- DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan Banding;
- GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat Keberatan
dan Banding;
- JKL, Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding;
Kesemuanya berkantor di Jl. Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta
berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-51/PJ./2010 tanggal 9 Februari
2010;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. QQQ,
tempat kedudukan Jalan WWW Nomor X-D, Gambir, Jakarta Pusat;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan
peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor
Putusan 20491/PP/M.XI/16/2009, Tanggal 5 November 2009 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding telah menerima surat Keputusan Terbanding Nomor
1746/WPJ.06/BD.06/2007 tanggal 30 Nopember 2007 tentang Keputusan
Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Tahun pajak 2004 yang diterbitkan
sehubungan dengan Permohonan Keberatan yang Pemohon Banding ajukan atas
SKPKB Pajak Pertambahan Nilai, Masa Januari s/d Desember 2004 Nomor:
00062/207/04/029/06 tanggal 23 Nopember 2006 dengan rincian keputusan
sebagai berikut :
URAIAN |
Pajak yang
kurang Dibayar
(Rp) |
Sanksi Administrasi |
Jumlah yang
harus dibayar
(Rp) |
Bunga
(Rp) |
Denda
(Rp) |
Kenaikan
(Rp) |
Semula |
138.846.984 |
28.160.012 |
|
70.641.639 |
237.648.635 |
Dikurangi |
- |
- |
- |
- |
- |
Menjadi |
138.846.984 |
28.160.012 |
- |
70.641.639 |
237.648.635 |
Bahwa berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh pihak peneliti keberatan
Nomor: 1746/WP3.06/BD.06/2007 tertanggal 30 Nopember 2007 diketahui
bahwa pihak peneliti keberatan menolak semua argumen dan penjelasan
sebagaimana diutarakan dalam Permohonan Keberatan Pemohon Banding
dengan pertimbangan bahwa tidak terdapat cukup alasan untuk menerima
keberatan atas SKPKB Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00062/207/04/029106
tanggal 23 Nopember 2006 masa pajak Januari s/d. Desember 2004;
Bahwa sehubungan dengan hal itu, dengan ini Pemohon Banding mengajukan
Banding terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor :
1746/WPJ.06/BD.06/2007 tanggal 30 Nopember 2007 tersebut di atas kepada
Pengadilan Pajak, dengan uraian sebagai berikut :
Koreksi Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp. 237.648.635,00;
Bahwa Pemeriksa melakukan koreksi Rp. 237.648.635,00 dengan rincian
sebagai berikut :
Dasar Pengenaan
Pajak atas PPN sebesar |
Rp.
37.791.241.909,00 |
|
PPN keluaran |
Rp.
3.779.124.191,00 |
|
PPN disetor dimuka
dalam Masa Pajak yang sama |
Rp.
89.846.415,00 |
|
PPn Masukan |
Rp.
3.412.239.857,00 |
|
Kompensasi
Kelebihan PPN bulan Ialu |
|
Rp.
208.832.573,00 |
PPN Kurang (lebih)
dibayar |
Rp.
68.205.345,00 |
|
Kelebihan PPN yang
telah dikompensasi |
Rp.
70.641.638,00 |
|
PPN Kurang Bayar |
|
Rp.
138.846.984,00 |
Sanksi
adiministrasi |
|
Rp.
98.801.651,00 |
PPN yang masih
harus dibayar |
|
Rp.
237.648.635,00 |
Alasan Pemeriksa
Bahwa Terbanding melakukan koreksi :
1 Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar Rp.1.346.416.663,00
Penyerahan BKP dan JKP yang belum dilaporkan;
2. Pajak Masukan PPN sebesar Rp.4.205.318,00
Bahwa Koreksi PPN Masukan karena ada Faktur Pajak yang tidak sesuai
dengan ketentuan Pasal 13 Ayat (5) UU PPN, yaitu tidak memuat nomor
seri faktur pajak.
Faktur tersebut tertanggal 30 Oktober 2004, dengan nilai DPP sebesar Rp
42.053.181,00;
Argumentasi dan Penjelasan Pemohon Banding;
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju koreksi yang dilakukan oleh
pemeriksa atas jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar
sebesar Rp. 237.648.635,00;
Menurut Pemohon Banding :
1. |
Dasar
pengenaan pajak PPN sebesar Rp.1.346.416.663,00
Bahwa jumlah
ini merupakan pendapatan insentif leasing, sama halnya seperti bonus
atau hadiah, yang bukan merupakan obyek Pajak Pertambahan Nilai,
melainkan obyek PPh yang sudah tercermin didalam laporan laba/rugi
fiskal Pemohon Banding melalui pendapatan lain-lain, sehingga pajak
atas pendapatan insentif tersebut sudah Pemohon Banding bayarkan
melalui PPh Psl 25/29; |
2. |
Pajak
Keluaran PPN sebesar Rp. 134.641.666,00
Bahwa tidak ada
selisih Pajak Keluaran karena seluruh peredaran usaha telah Pemohon
Banding laporkan sebagaimana adanya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku; |
3. |
Pajak
Masukan PPN sebesar Rp.4.205.318,00
Bahwa Pemohon Banding
telah menyampaikan faktur pajak yang telah memuat nomor seri faktur
pajak tertanggal 30 Oktober 2004, dengan nilai DPP sebesar
Rp.42.053.181,00, sedangkan Pajak Pertambahan Nilai tersebut menurut
Pemohon Banding tidak seharusnya dilakukan koreksi dengan penjelasan
sebagai berikut:
Dasar
pengenaan pajak atas PPN sebesar |
Rp.
36.444.825.246,00 |
PPN
keluaran |
Rp.
3.644.482.525,00 |
PPN
disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama |
(Rp.
89.846.415,00) |
PPN
masukan |
Rp.
3.416.445.175,00 |
Kompensasi
Kelebihan PPN bulan lalu |
Rp.
208.832.573,00 |
PPN
kurang (lebih) Bayar |
(Rp.
70.641.638,00) |
Jumlah Pajak yang masih harus dibayar |
Bahwa mengacu pada argumen dan penjelasan di atas, berdasarkan data
yang Pemohon Banding lampirkan dalam Surat Permohonan Keberatan Pemohon
Banding, Pemohon Banding berpendapat :
Pajak yang harus dibayar : Nihil
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan
20491/PP/M.XI/16/2009, Tanggal 5 November 2009 yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1746/WPJ.06/BD.06/2007
tanggal 30 Nopember 2007 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari
s.d Desember 2004 Nomor : 00062/207/04/029/06 tanggal 23 November 2006,
atas nama : PT. QQQ, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, Alamat Jl. WWW No.
X-D, Gambir – Jakarta Pusat 10130, dan pajaknya dihitung
kembali
menjadi sebagai berikut :
Dasar Pengenaan
Pajak ................................... |
Rp. |
36.585.662.409,00 |
Pajak Keluaran
................................................ |
|
|
- Tarif umum
................................................... |
Rp. |
3.658.566.240,00 |
Dikurangi
............................................. |
|
|
- PPN yang disetor
dimuka dalam masa pajak yang sama |
Rp. |
89.846.415,00 |
Jumlah pajak
keluaran yang dipungut sendiri . |
Rp. |
3.568.719.825,00 |
Jumlah Pajak yang
dapat diperhitungkan ........ |
Rp. |
3.621.072.430,00 |
PPN yang lebih
dibayar |
Rp. |
52.352.605,00 |
Kelebihan Pajak
yang sdh dikompensasikan |
Rp. |
70.641.638,00 |
Jumlah yang masih
harus dibayar |
Rp. |
18.289.033,00 |
Sanksi Administrasi
:
-Kenaikan Pasal 13 (3) KUP.............................. |
Rp. |
70.641.638,00 |
Jumlah yang masih
harus dibayar |
Rp. |
88.930.671,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan
20491/PP/M.XI/16/2009, Tanggal 5 November 2009, diberitahukan kepada
Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 18 November 2009, kemudian
terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-51/PJ./2010 tanggal 9 Februari
2010, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di
Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada Tanggal 17 Februari 2010,
dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 17 Februari 2010;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 3 Maret
2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 15
April 2010;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasanalasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
Koreksi Positif atas DPP PPN yang berasal dari Insentif Leasing dan
Dealer sebesar Rp1.205.579.500,00
1 |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan
pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain
berbunyi sebagai berikut :
Halaman 22 Alinea ke-7 :
"Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis dalam persidangan, diketahui
bahwa atas insentif tersebut, antara Pemohon Banding dan Leasing
Company dan Dealer tidak pernah membuat suatu perikatan/kontrak yang
dapat menimbulkan perbuatan hukum apabila salah satu pihak tidak
memenuhi perjanjian/kontrak tersebut (wanprestasi);"
Halaman 23 Alinea ke-6, ke-7 dan ke-8:
"Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas persidangan serta
keterangan Pemohon Banding dalam sidang, Majelis berkesimpulan bahwa
insentif yang diterima Pemohon Banding adalah bukan merupakan Jasa Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan bukan termasuk Jasa perdagangan
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Pajak Pertambahan Nilai
atas Jasa Perdagangan;"
"Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berpendapat, atas
pendapatan insentif yang diterima Pemohon Banding tersebut, adalah
bukan merupakan komisi penjualan, sehingga atas pendapatan insentif
Leasing & Dealer sebesar F01.205.579.500,00 adalah bukan objek
Pajak Pertambahan Nilai;"
"Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan
koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai
berupa Pendapatan Lain-lain sebesar Rp1.205.579.500,00 tidak dapat
dipertahankan;" |
2 |
Bahwa
berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang
tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.20491/PP/M.XI/16/2009 tanggal 5 Nopember 2009 tersebut di atas,
maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini
menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa
dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau
setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam
membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan
dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku dalam pengenaan
PPN atas Jasa Perdagangan sehingga hal tersebut nyata-nyata telah
melanggar asas kepastian hukum dalam bidangperpajakan di Indonesia; |
3 |
Bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP), menyebutkan
sebagai berikut :
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim." |
4 |
Bahwa
berdasarkan Pasal 1 angka 5, 6 dan 7, Pasal 4 huruf c dan
penjelasannya, dan Pasal 4A ayat (1) dan (3), Pasal 7 ayat (1), Pasal
11 ayat (1), dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (selanjutnya disebut UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan
PPnBM), menyatakan :
Pasal 1 angka 5, 6 dan 7
"5. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan;
6. Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini;
7. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa
Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6."
Pasal 4
"Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;"
Penjelasan Pasal 4 huruf c;
"Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi
baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum
dikukuhkan;
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
b Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan;
c penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya."
Pasal 4A
"(1) |
Jenis
barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan jenis jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; |
(3) |
Penetapan
jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok
jasa sebagai berikut:
- Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
- Jasa di bidang pelayanan sosial;
- Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
- Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa
guna usaha dengan hak opsi;
- Jasa di bidang keagamaan;
- Jasa di bidang pendidikan;
- Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah
dikenakan pajak tontonan;
- Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat
iklan;
- Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di
air;
- Jasa di bidang tenaga kerja;
- Jasa di bidang perhotelan;
- Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara umum."
|
Pasal 7 ayat (1) ;
"(1) |
Tarif
Pajak Pertambahan Nilai berjumlah 10% (sepuluh persen)." |
Pasal 11 ayat (1);
"Terutangnya pajak terjadi pada saat:
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak"
Pasal 12 ayat (1) ;
"Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf c terutang pajak di tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;" |
5 |
Bahwa
berdasarkan Pasal 1233, Pasal 1234 dan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata), menyatakan :
Pasal 1233 ;
"Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang."
Pasal 1234 ;
"Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu,
atau untuk tidak berbuat sesuatu.";
Pasal 1313;
"Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih." |
6 |
Bahwa
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 144 Tahun
2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (selanjutnya disebut PP Nomor 144 Tahun 2000),
menyatakan :
Pasal 5;
"Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
- Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
- Jasa di bidang pelayanan sosial;
- Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
- Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna
usaha dengan hak opsi;
- Jasa di bidang keagamaan;
- Jasa di bidang pendidikan;
- Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah
dikenakan Pajak Tontonan;
- Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
- Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
- Jasa di bidang tenaga kerja;
- Jasa di bidang perhotelan; dan
- Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum."
|
7 |
Bahwa
berdasarkan Pasal 13 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2000, menyebutkan :
Pasal 13 ayat (4) :
"Terutangnya pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat
mulai tersedianya fasilitas kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik
sebagian atau seluruhnya;"
Pasal 14 ayat (1) :
"Tempat pajak terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean adalah di tempat tunggal atau tempat kedudukan dan tempat
kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat Pengusaha dikukuhkan atau
seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;" |
8 |
Bahwa
berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996
tanggal 29 Maret 1996 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa
Pedagangan, menyatakan :
"1 |
Yang
dimaksud dengan Jasa Perdagangan adalah Jasa yang diberikan oleh
orang atau badan kepada pihak lain, karena menghubungkan pihak lain
tersebut kepada pembeli barang pihak lain itu atau menghubungkan pihak
lain tersebut kepada penjual barang yang akan dibeli pihak lain itu.
Jasa perdagangan dengan demikian dapat berupa jasa perantara, jasa
pemasaran, maupun jasa mencarikan penjual; |
2 |
Pengusaha
pemberi jasa perdagangan dan penerima jasa perdagangan dapat
berada didalam Daerah Pabean atau diluar Daerah Pabean. Dengan demikian
jasa perdagangan tersebut dapat terutang PPN atau tidak terutang PPN
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.1. |
Jasa
perdagangan dikenakan PPN dalam hal :
- Pengusaha jasa Perdagangan dan penjual
barang selaku penerima jasa perdagangan berada di dalam Daerah Pabean;
- Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli
barang selaku penerima jasa perdagangan berada di dalam Daerah Pabean;
- Pengusaha
jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean, sedang penjual barang
selaku penerima jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam
Daerah Pabean;
- Pengusaha jasa perdagangan berada diluar
Daerah
Pabean, sedang pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan dan
penjual barang berada di dalam Daerah Pabean;
- Pengusaha jasa
perdagangan dan penjual barang berada di luar Daerah Pabean, sedang
pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada di dalam Daerah
Pabean;
- Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli
barang berada di luar
Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan
berada di dalam Daerah Pabean."
|
|
|
9 |
Bahwa
berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
: Put.20491/PP/M.XI/16/2009 tanggal 5 Nopember 2009 serta berdasarkan
penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan
nyata-nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut :
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding)
adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang Perdagangan Besar Sepeda
Motor Merk Yamaha.
- Bahwa berdasarkan buku besar Termohon Peninjauan
Kembali
(semula Pemohon Banding), Pendapatan Lain-lain berasal dari insentif
leasing dan dealer. Pada persidangan terungkap bahwa insentif leasing
dan dealer diterima Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) berdasarkan transaksi pembelian yang dilakukan konsumen
terhadap sepeda motor yang dijual Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) melalui Leasing Company dan Dealer (vide Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put.20491/PP/M.X1/16/2009 tanggal 5 Nopember
2009, Halaman 22 Alinea ke-6).
|
10 |
Bahwa
ketidaksetujuan dan keberatan Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) dengan putusan Pengadilan Pajak, didasarkan dengan
dalil-dalil sebagai berikut :
1 |
Bahwa
berdasarkan Pasal 1233 KUH Perdata, perikatan lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang. Pasal 1313 KUH Perdata, Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi
perjanjian dalam pasal ini menurut KKK HS,SH,MS, adalah : 1. tidak
jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, 2. tidak
tampak asas konsensualisme, dan 3. bersifat dualisme. Tidak jelasnya
definisi ini disebabkan didalam rumusan tersebut hanya disebutkan
perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan
perjanjian;
Oleh karena itu, meskipun antara Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pihak Leasing Company dan
Dealer kontrak namun jelas terdapat perikatan antara keduanya
sebagaimana dimaksud Pasal 1233, Pasal 1313 KUH Perdata, karena
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengikatkan
diri dengan Leasing Company dan Dealer melalui perbuatannya untuk
mencari konsumen. Oleh karena itu, atas perbuatan hukum yang dilakukan
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) maka Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berhak atas insentif dari
Leasing Company dan Dealer meskipun jumlahnya tidak diketahui secara
pasti. Penggunaan kata "Perikatan" pada KUH Perdata karena mempunyai
makna yang lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang
bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu
perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum
(onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan
orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming);
Pasal
1 angka 5 UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM, jelas
menyatakan bahwa Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan
suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau
fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa
yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Dengan demikian, syarat
adanya suatu perikatan atau perbuatan hukum dari kegiatan yang
dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang
menyebabkan tersedianya konsumen bagi Leasing Company dan Dealer telah
terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 18 Tahun
2000; |
2 |
Bahwa
insentif leasing dan dealer yang diterima Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) dapat disimpulkan merupakan insentif
yang diterima dari perusahaan leasing karena Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) telah memberikan jasa berupa
menghubungkan konsumen yang akan membeli sepeda motor merk Yamaha
dengan pihak leasing company, yang secara substansi merupakan Jasa
perdagangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 SE-08/PJ.52/1996 tanggal
29 Maret 1996 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Pedagangan; |
3 |
Bahwa
Jasa Perdagangan berdasarkan Pasal 4A ayat (3) UU Nomor 18 Tahun
2000 tentang PPN dan PPnBM jo Pasal 5 PP Nomor 144 Tahun 2000, tidak
termasuk sebagai Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai. Oleh karena itu atas penyerahan jasa perdagangan tersebut
memenuhi ketentuan Pasal 4 huruf c UU UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang
PPN dan PPnBM dan penjelasannya; |
4 |
Bahwa
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bergerak
dalam bidang perdagangan besar Sepeda Motor Merk Yamaha, dan insentif
yang diterima dari Leasing Company dan Dealer dalam kaitannya dengan
penjualan sepeda motor merk Yamaha yang dilakukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Oleh karena itu penyerahan
jasa perdagangan yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Oleh karena
itu atas penyerahan jasa perdagangan tersebut memenuhi ketentuan Pasal
4 huruf c UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM dan
penjelasannya; |
5 |
Bahwa
atas penyerahan jasa perdagangan tersebut dilakukan di dalam
Daerah Pabean Indonesia, karena jasa perdagangan yang diberikan
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terjadi pada saat
tersedianya konsumen yang membeli sepeda motor merk Yamaha. Hal ini
telah sesuai Pasal 12 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan
PPnBM jo Pasal 13 PP 24 Tahun 2002, dan saat terjadinya itu berada di
dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu atas penyerahan jasa perdagangan
tersebut memenuhi ketentuan Pasal 4 huruf c UU UU Nomor 18 Tahun 2000
tentang PPN dan PPnBM dan penjelasannya; |
6 |
Bahwa
dengan demikian penyerahan jasa perdagangan yang dilakukan oleh
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Leasing
Company dan Dealer merupakan penyerahan jasa kena pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan
PPnBM dan karenanya terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf c UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan
PPnBM; |
|
11 |
Bahwa
untuk mendukung pendapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
beberapa pengertian sebagai referensi tentang arti perikatan, berkaitan
dengan pengertian perjanjian, berikut disampaikan :
Arti "Perikatan" menurut http://id.wikisource.org/wiki/Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan :
Buku Ketiga Perikatan;
Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata
"Perikatan" disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada
yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu
perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum
(onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan
orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming);
KKK HS,SH,MS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta : Sinar
Grafika, Cet. II, 2003, halaman. 160, mengemukakan teori yang membahas
tentang pengertian perjanjian yang merupakan teori lama, yaitu :
"Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: "Perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih."
Definisi perjanjian dalam pasal ini adalah: 1. tidak jelas, karena
setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, 2. tidak tampak asas
konsensualisme, dan 3. bersifat dualisme. Tidak jelasnya definisi ini
disebabkan didalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja,
sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian." |
12 |
Bahwa
dengan demikian telah terbukti secara jelas dan nyata-nyata bahwa atas
penyerahan jasa sebagai perantara antara konsumen dengan Leasing
Company dan Dealer didasarkan pada suatu perikatan atau perbuatan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 18 Tahun 2000
tentang PPN dan PPnBM dan termasuk dalam pengertian jasa perdagangan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Pajak Pertambahan
Nilai atas Jasa Perdagangan. Atas penyerahan jasa perdagangan tersebut
merupakan penyerahan jasa kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 6 UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM jo Pasal 5 PP 144
Tahun 2000, sehingga terutang PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf c UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM sebesar 10% sesuai
Pasal 7 ayat (1) Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM. Tidak
dikenakannya PPN atas insentif leasing dan dealer yang merupakan
pembayaran atas penyerahan jasa perdagangan yang dilakukan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut di atas dan Majelis
Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta yang terungkap
padapersidangan perkara a quo sehingga melanggar Pasal 78 UU PP. |
13 |
Bahwa
alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang
menyatakan dalam pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak bahwa
insentif leasing dan dealer bukan objek PPN sehingga tidak terutang PPN
merupakan alasan yang mengada-ada saja dan patut untuk diduga Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah dengan sengaja (dolus
determinativus) tidak membayar PPN atas penyerahan jasa perdagangan
kepada Leasing Company dan Dealer sehingga bertentangan dengan Pasal 1
angka 5 dan 6, Pasal 4 huruf c UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan
PPnBM, Pasal 5 PP 144 Tahun 2000 dan angka 1 Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang
Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan, serta Pasal
78Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak; |
14 |
Bahwa
dengan demikian, telah terbukti secara nyata-nyata tindakan yang
dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
tidak membayar PPN yang terutang atas penyerahan jasa pedagangan di
dalam daerah pabean telah melanggar ketentuan peraturan
perundang-undanganperpajakan yang berlaku; |
15 |
Bahwa
dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar
pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak
yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.20491/PP/M.XI/16/2009 tanggal 5 Nopember 2009 tersebut telah dibuat
dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah
nyatanyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding tersebut, bukti
yang valid, serta aturan perpajakan yang berlaku mengenai Koreksi
Positif atas DPP PPN yang berasal dari Insentif Leasing dan Dealer
sebesar Rp1.205.579.500,00. Hal tersebut nyata-nyata telah melanggar
ketentuan Pasal 1 angka 5 dan 6, Pasal 4 huruf c UU Nomor 18 Tahun 2000
tentang PPN dan PPnBM, Pasal 5 PP 144 Tahun 2000 dan angka 1 Surat
Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang
Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan., serta Pasal 78
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak. Maka
Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.20491/PP/M.XI/16/2009 tanggal 5
Nopember 2009 tersebut adalah cacat secara hukum dan harus dibatalkan
demi hukum; |
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tersebut tidak dapat dibenarkan,
karena pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan
sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: KEP-1746/WPJ.06/BD.06/2007 tanggal 30 Nopember
2007 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari s.d Desember 2004
Nomor : 00062/207/04/029/06 tanggal 23 November 2006, atas nama Pemohon
Banding sekaran Termohon Peninjauan Kembali dan pajaknya dihitung
kembali sehingga jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp.
88.930.671,00 adalah sudah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa dengan demikian tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang
nyatanyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagaimana ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang No.
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang dikalahkan,
dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan
kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,- (dua juta lima
ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Kamis, tanggal 27 Juni 2013, oleh SYV, S.H., M.Sc.,Ketua Muda
Pembinaan yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, Dr. H. KPO, S.H., M.S., dan QCL, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung
sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota
Majelis tersebut dan dibantu oleh TDG, S.H., Panitera Pengganti dengan
tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis:
ttd/.
Dr. H. KPO, S.H., M.S.,
ttd/.
QCL, S.H., M.H., |
Ketua
Majelis:
ttd/.
SYV, S.H., M.Sc., |
|
|
|
Panitera
Pengganti
ttd/.
TDG, S.H., |
Biaya-biaya
1. Meterai ……...................................
Rp 6.000,00
2. Redaksi ……..................................
Rp 5.000,00
3. Administrasi …................................ Rp2.489.000,00
Jumlah …............................................
Rp2.500.000,00 |
|
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
(URB, SH.)
Nip. XX0000XXX.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.