PUTUSAN
Nomor 296/B/PK/PJK/2012

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
PT. AFG, tempat kedudukan di Plaza AB Lt. 2 Zone C, Jalan AF Kav. 59, Jakarta Selatan;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

melawan:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan FG Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, Pj. Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Pelaksana, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan FG Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-731/PJ./2010 tanggal 11 Agustus 2010;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor 22313/PP/ M.VI/15/2010, tanggal 24 Februari 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding telah menerima Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1325/WPJ.07/BD.05/2008 tentang Keberatan Pemohon Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan Badan tertanggal 7 Oktober 2008 yang dikeluarkan oleh Terbanding, dengan menetapkan menolak permohonan Pemohon Banding dalam Suratnya Nomor 004/GML/l/2008 tanggal 4 Januari 2008 dan mempertahankan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan Badan Nomor 00157/406/05/058/07 tanggal 9 Oktober 2007 Tahun Pajak 2005, dengan rincian sebagai berikut:

Uraian Semula
(Rp)
Ditambah/Dikurangi
(Rp)
Menjadi
(Rp)
Penghasilan Netto 61.069.518.382,00 0,00 61.069.518.382,00
Kompensasi kerugian 0
0,00 0,00
Penghasilan Kena Pajak 61.069.518.382,00 0,00 61.069.518.382,00
PPh Terutang 18.303.355.400,00 0,00 18.303.355.400,00
Kredit Pajak 20.375.055.274,00 0,00 20.375.055.274,00
PPh Kurang (lebih) Bayar (2.071.699.874,00) 0,00 (2.071.699.874,00)
Sanksi Administrasi 0
0,00 0,00
Jumlah PPh Ymh (lebih) dibayar (2.071.699.874,00) 0,00 (2.071.699.874,00)

Bahwa berdasarkan uraian di atas Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding untuk koreksi positif biaya bunga (bunga atas pinjaman ke relate parties) sebesar Rp17.290.362.449,00. Maka dengan Keputusan tersebut Pemohon Banding mengajukan Banding kepada Pengadilan Pajak atas Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1325/WPJ.07/BD.05/2008 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan Badan yang dikeluarkan oleh Terbanding tanggal 7 Oktober 2008;
Latar Belakang Pengajuan Banding;
bahwa Pemohon Banding telah menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Nomor 00157/406/05/058/07 tertanggal 9 Oktober 2007 yang diterbitkan oleh Terbanding mengenai PPh Badan Tahun Pajak 2005, berikut Pemohon Banding sajikan persandingan perhitungan PPh Lebih Bayar berdasarkan SPT 1771 Pemohon Banding dengan SKPLB yang diterbitkan oleh Terbanding sebagai berikut:

No Uraian Pemohon Banding Terbanding Selisih


(Rp) (Rp) (Rp)
1
Peredaran Usaha 221.303.628.861,00 221.303.628.861,00 0
2
Harga Pokok Penjualan 112.629.683.771,00 112.629.683.771,00 0
3
Laba Bruto (1-2) 108.673.945.090,00 108.673.945.090,00 0
4
Penghasilan Bruto dari Luar Usaha (27.037.683.054,00) (9.747.320.605,00) (17.290.362.449,00)
5
Jumlah Penghasilan Bruto 81.636.262.036,00 98.926.624.485,00 (17.290.362.449,00)
6
Pengurang Penghasilan Bruto 37.857.106.103,00 37.857.106.103,00 0
7
Penghasilan Neto Dalam Negeri 43.779.155.933,00 61.069.518.382,00
8
Penghasilan Neto Luar Negeri 0
0
0

Jumlah Penghasilan Neto 43.779.155.933,00 61.069.518.382,00 (17.290.362.449,00)
10
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 0
0
0
11
Kompensasi Kerugian 0
0
0
12
Penghasilan Kena Pajak 43.779.155.933,00 61.069.518.382,00 (17.290.362.449,00)
13
Pajak Penghasilan Terutang 13.116.246.500,00 18.303.355.400,00 (5.187.108.900,00)
14
Pajak Penghasilan yang dipotong/



dipungut pihak lain 0
0
0
15
Pajak Penghasilan yang lebih bayar 03.116.246.500,00 (18.303.355.400,00) 5.187.108.900,00
16
Pajak Penghasilan dibayar sendiri: 20.375.055.274,00 20.375.055.274,00 0

a. Pajak Penghasilan Pasal 25


17
Pajak Penghasilan yang lebih bayar 7.258.808.774,00 2.071.699.874,00 5.187.108.900,00
18
Sanksi Administrasi 0
0
0
19
Pajak Penghasilan yang lebih bayar 19 7.258.808.774,00 2.071.699.874,00 5.187.108.900,00

Bahwa berdasarkan table di atas, perkenankan Pemohon Banding mengajukan Banding terhadap pos yang terdapat di dalam Pos Penghasilan Bruto dari Luar Usaha yaitu Koreksi Positif Biaya Bunga Pinjaman sebesar Rp17.290.362.449,00 dengan perincian sebagai berikut:

Uraian Lap. Audit Koreksi Fiskal SPT Terbanding Koreksi

Rp Rp Rp Rp Rp
Bunga Pinj. Related Parties 20.064.560.138,00 0,00 20.064.560.138,00 0,00 20.064.560.138,00
Bunga Pinj. Bank 1.888.129.889,00 964.639.400,00 923.490.489,00 923.490.489,00 0,00
Jumlah 21.952.690.027,00
964.639.400,00 20.988.050.627,00 923.490.489,00 20.064.560.138,00
Kapitalisasi
(2.774.197.689,00) 0,00 (2.774.197.689,00) 0,00 2.774.197.689,00
Biaya Bunga Tahun ini 19.178.492.338,00 964.639.400,00 18.213.852.938,00 923.490.489,00 17.290.362.449,00

Bahwa Terbanding melakukan koreksi positif sebesar Rp17.290.362.449,00 adalah koreksi atas biaya bunga pinjaman karena diindikasikan pembebanan biaya bunga tersebut kepada related parties sebagai upaya Pemohon Banding untuk memperkecil nilai Penghasilan Kena Pajak;
Dasar dilakukan koreksi dalam pemeriksaan/keberatan:
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang PPh bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurang serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa;
Bahwa dalam penjelasan disebutkan bahwa: maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya;
Bahwa dalam hal demikian Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya diantara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan atau biaya tersebut dapat dipakai beberapa pendekatan, misalnya data pembanding, alokasi laba berdasar fungsi atau peran serta dari Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dan indikasi serta data lainnya;
Bahwa demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang, maka Terbanding berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan;
Bahwa penentuan tersebut dapat dilakukan misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dengan utang yang lazim terjadi antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasarkan data atau indikasi lainnya;
Bahwa dengan demikian bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperolehnya dianggap sebagai dividen yang dikenakan pajak;
Bahwa berdasarkan hasil penelitian data yang ada, Terbanding dapat mengambil kesimpulan bahwa pinjaman Pemohon Banding kepada related parties merupakan penyertaan modal secara terselubung, dengan alasan sebagai berikut:
  1. Perbandingan total kewajiban dengan total ekuitas (DER) untuk tahun 2005 adalah sebesar 5,94 (Rp484.662.963.209,00/Rp81.533.855.809,00 = 5,94). Hal ini berarti kewajiban Pemohon Banding jauh melebihi nilai ekuitasnya;
  2. Indikasi lainnya adalah:
  1. Sumber dana untuk kegiatan operasional (usaha) Pemohon Banding berasal dari penerimaan penjualan, hal ini bisa dilihat dalam rekening Giro KLM Jakarta Nomor 01/103711/002 dan 2 rekening di Mandiri Pangkal Pinang yang ketiganya untuk kegiatan operasional/usaha;
  2. Selama tahun 2005 hanya sekali terjadi pencairan pinjaman dari XR (XR) Pte Ltd pada tanggal 27 Desember 2005 sebesar USD 2,965,269.00 melalui rekening Giro OPQ USD milik Pemohon Banding, dan pada hari itu juga ditempatkan dalam deposita OPQ;
  3. cash in flow dari kegiatan operasional/usaha saja, yakni hasil penjualan, sudah cukup (bahkan surplus) untuk memenuhi kebutuhan dana untuk kegiatan operasional/usaha, termasuk pinjaman dari bank. Kalaupun pinjaman dari bank dipaksakan untuk diambil masih cukup relevan apabila dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu membutuhkan dana, sementara dana yang dimiliki masih dalam bentuk deposito.
    Kesimpulannya adalah bahwa dengan sikap yang paling konservatif pun kebutuhan modal kerja (dan bahkan kebutuhan investasi, karena surplus dana yang sangat besar) bisa dipenuhi Pemohon Banding dari hasil penjualan dan pinjaman bank yang telah dicairkan, sehingga akan sangat tidak wajar kalau Pemohon Banding masih juga meminjam dari pihak lain, apalagi dari related parties, dengan tingkat bunga yang jauh lebih tinggi dari tingkat bunga pinjamannya ke bank;
  4. Pemohon Banding telah membukukan pinjaman ke related parties, yang saldo pinjamannya jauh melebihi nilai penjualannya sendiri serta dengan tingkat suku bunga yang tinggi pula, dengan tujuan untuk dapat membukukan beban bunga (yang tinggi pula) sehingga laba neto atau penghasilan kena pajak menjadi lebih kecil;
Bahwa bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan sebagai pemegang saham yang menerima atau memperolehnya dianggap sebagai dividen yang dikenakan pajak. Oleh karena itu atas seluruh biaya bunga pinjaman kepada related parties yang dibukukan pada tahun 2005 dikoreksi seluruhnya;
Pemohon Banding mengajukan banding atas koreksi tersebut karena:
Bahwa Pemohon Banding terima pinjaman dari Related Parties merupakan murni pinjaman tunai yang dipergunakan untuk keperluan perkebunan kelapa sawit dan pinjaman tersebut telah terjadi dari tahun-tahun sebelumnya dan dapat dilihat dari Neraca bahwa Total Aktiva Tidak Lancar per 31 Desember 2005 sebesar Rp391.910.249.145,00 yang dipakai untuk pengembangan kelapa sawit. (Lihat lampiran dalam Neraca);.
Bahwa pinjaman dari Related Parties sudah terjadi sejak tahun 2001 dan dipakai untuk perluasan/perkembangan perkebunan kelapa sawit;
Bahwa menurut Terbanding perbandingan Total Kewajiban dengan Total Ekuitas sebesar 5,94 hal ini berarti kewajiban Pemohon Banding jauh melebihi nilai ekuitasnya.
Hal ini dapat terjadi karena Pemohon Banding adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan unit pengolahannya (pabrik) dan pembiayaan pembangunan perkebunan dan pabrik melalui pinjaman (pinjaman kepada Bank dan Related Parties) dan jangka waktu penyelesaian projek perkebunan adalah 25 tahun untuk sekali putaran. Pemohon Banding berdiri tahun 1995 dan mulai berproduksi komersial pada tahun 1999 dan Pemohon Banding telah memperoleh laba pada tahun 2002 secara perpajakan dan jumlah laba ditahan sampai dengan tahun 2005 sebesar Rp75.533.855.809,00 dengan Saham Rp6.000.000.000,00 sehingga Total Ekuitas sebesar Rp81.533.855.809,00 dan tentunya dengan usaha yang baru berjalan selama 10 tahun dengan pembiayaan yang besar tentunya Pemohon Banding belum dapat melunasi pinjaman bank maupun kepada related parties sehingga tentunya perbandingan Total Kewajiban dengan Total Ekuitas sebesar 5,94;
Bahwa menurut Terbanding selama tahun 2005 hanya sekali terjadi pencairan pinjamandari XR (XR) Pte Ltd pada tanggal 27 Desember 2005 sebesar USD. 2,965,269.00 melalui rekening Giro OPQ USD, dan pada hari itu juga ditempatkan dalam deposito. Dalam hal ini seharusnya Pemeriksa tidak menjadi masalah karena Pemohon Banding telah melakukan koreksi bunga sesuai SE-46/ PJ.4/1995 yaitu perlakuan biaya bunga yang dibayar atau terutang dalam hal Pemohon Banding menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga deposito atau tabungan lainnya;
Bahwa Terbanding berpendapat bahwa cash inflow dari kegiatan operasional/usaha saja, yakni hasil penjualan sudah cukup (bahkan surplus) untuk memenuhi kebutuhan dana untuk kegiatan operasional/usaha, termasuk pinjaman dari bank. Kesimpulan bahwa kebutuhan modal kerja maupun investasi bisa dipenuhi Pemohon Banding dari hasil penjualan dan pinjaman bank yang telah dicairkan karena surplus dana yang sangat besar. Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat tersebut karena untuk biaya operasional dan investasi untuk sementara dapat dilakukan dengan sumber dana dari penjualan tetapi untuk pembayaran pokok pinjaman bank maupun kepada related parties belum dapat dilakukan, karena keterbatasan dana yang ada dan masih adanya investasi untuk tanaman yang belum menghasilkan maupun untuk aktiva-aktiva yang lainnya, hal tersebut dapat dilihat dalam laporan keuangan yang telah diaudit;
Bahwa Terbanding mempunyai pendapat bahwa saldo pinjaman kepada related parties melebihi nilai penjualan sendiri. Terbanding hanya melihat saldo per 31 Desember tahun 2005 saja, karena pinjaman kepada related parties tidak semuanya terjadi pada tahun 2005 tetapi merupakan pinjaman-pinjaman dari tahun sebelumnya. Saldo per 31 Desember 2004 sebesar Rp307.821.650.990,00 dan saldo per 31 Desember 2005 sebesar Rp354.863.000.000,00 dengan penambahan pinjaman sebesar Rp47.041.349.010,00 untuk tahun 2005 sedangkan penjualan tahun 2005 sebesar Rp221.303.628.861,00 jadi Terbanding tidak dapat memperbandingkan jumlah saldo pinjaman related parties dengan jumlah penjualan pada tahun 2005;
Bahwa persyaratan Pinjaman Bank sangat ketat seperti:
  1. Harus ada jaminan;
  2. Jumlah pinjaman yang sangat terbatas dan proses yang cukup lama;
  3. Dengan pelunasan pinjaman yang telah ditetapkan dengan jadwal yang ketat;
Bahwa persyaratan Pinjaman kepada Related Parties lebih lunak karena:
  1. Tidak diperlukan jaminan;
  2. Jumlah pinjaman dapat disesuaikan dengan keperluan perusahaan;
  3. Jadwal pelunasan yang lebih fleksibel;
Bahwa Pemohon Banding telah membayar PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang dikoreksi oleh Terbanding tersebut dan dalam pemeriksaan lokasi telah disetujui biaya atas bunga pinjaman oleh Terbanding dari KPP Pangkalpinang;
Kesimpulan:
Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, berikut Pemohon Banding sajikan perhitungan Laba Neto dan PPh Lebih Bayar menurut Pemohon Banding sebagai berikut:

1 Peredaran Usaha
2 Harga Pokok Penjualan
3 Laba Bruto (1-2)
4 Penghasilan Bruto dan Luar Usaha
5 Jumlah Penghasilan Bruto (3+4)
6 Pengurang Penghasilan Bruto
7 Penghasilan Neto Dalam Negeri (5-6)
8 Penghasilan Neto Luar Negeri
9 Jumlah Penghasilan Neto (7+8)
10 Penghasilan Tidak Kena Pajak
11 Kompensasi Kerugian
12 Penghasilan Kena Pajak (9-10-11)
13 Pajak Penghasilan Terutang
14 Pajak Penghasilan yang Dipotong dipungut Pihak Lain
15 Pajak Penghasilan yang Kurang Bayar
16 Pajak Penghasilan Dibayar Sendiri
a. Pajak Penghasilan Ps. 25
17 Pajak Penghasilan yang Lebih Bayar
18 Sanksi Administrasi
19 Pajak Penghasilan yang Lebih Bayar
Rp 221.303.628.861,00
Rp 112.629.683.771,00
Rp 108.673.945.090,00
Rp (27.037.683.054,00)
Rp 81.636.262.036,00
Rp 37.857.106.103,00
Rp 43.779.155.933,00
Rp 0,00
Rp 43.779.155.933,00
Rp 0,00
Rp 0,00
Rp 43.799.155.933,00
Rp 13.116.246.500,00
Rp 0,00
Rp (13.116.246.500,00)

Rp 20.375.055.274,00
Rp 7.258.808.774,00
Rp 0,00
Rp 7.258.808.774,00

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor 22313/PP/M.VI/15/2010, tanggal 24 Februari 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
  • Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1325/WPJ.07/BD.05/2008, tanggal 7 Oktober 2008, mengenai Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Penghasilan Badan Tahun Pajak 2005 Nomor 00157/406/05/058/07 tanggal 9 Oktober 2007, atas nama: PT. AFG, NPWP: 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, alamat: Plaza AB Lt.2 Zone C, Jalan AF Kav.59, Jakarta Selatan;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor 22313/PP/M.VI/15/2010, tanggal 24 Februari 2010, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 31 Maret 2010, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 25 Juni 2010 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-548/SP.51/AB/VI/2010 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 9 Juli 2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 13 Agustus 2010;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak dan Alasan Koreksi Termohon Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sangat keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagai berikut:
  1. Bahwa Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan, "Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa" (Halaman 27 Putusan Pengadilan Pajak);
  2. Bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti korespondensi atas pinjaman dimaksud, perbandingan total kewajiban dengan total ekuitas (DER) untuk tahun 2005 adalah sebesar 5.94 (Rp484.662.963.209,00 Rp81.533.855.809,00 = 5,94), dan mengingat tingkat suku bunga yang jauh lebih tinggi dari pinjaman Pemohon Banding ke Bank, dimana Pemohon Banding ("Pemohon PK") meminjam ke QQ Labuan dengan tingkat bunga 1% di atas UBOR dan meminjam ke SS Labuan dengan tingkat bunga 0,25% di atas UBOR, sedangkan pinjaman Pemohon Banding ke kreditur (hubungan istimewa) dengan tingkat bunga 1,5% di atas UBOR, Majelis berpendapat transaksi antara Pemohon Banding selaku debitur denganXR (XR) Pte Ltd dan pinjaman kepada XR (XR) Pte Ltd selaku kreditur merupakan transaksi yang tidak sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa (Halaman 28 Putusan Pengadilan Pajak);
  3. Bahwa karenanya Majelis berpendapat, koreksi Terbanding atas seluruh biaya bunga pinjaman kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang dibukukan pada tahun 2005 berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 sudah benar dan sesuai dengan ketentuan (Halaman 28 Putusan Pengadilan Pajak);
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sangat keberatan atas alasan koreksi Termohon Peninjauan Kembali sebagai berikut:
    Bahwa demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang, maka Terbanding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan (Halaman 3 Putusan Pengadilan Pajak);
  2. Bahwa amar pertimbangan dan amar Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan/atau prinsip perpajakan yang berlaku dalam penerapan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1985 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Pajak telah menimbulkan rasa ketidakadilan dan ketidakpastian hukum;
  1. Tata Kelola Perusahaan;
  1. Perusahaan Pemohon Peninjauan Kembali adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Siklus tanam perkebunan kelapa sawit adalah 25 tahun dan memerlukan biaya dalam jumlah besar pada tahap pengembangan. Pada umumnya perkebunan baru akan mulai menghasilkan setelah tahun ke empatIlima sejak masa tanam. Mengingat besarnya biaya yang diperlukan pada tahap awal pengembangan, pengusaha perkebunan kelapa sawit pada umumnya mengandalkan sumber dana dari kelompok usaha sendiri karena pihak perbankan tidak mau memberikan pinjaman untuk perusahaan dalam tahap belum menghasilkan;
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali baru menghasilkan laba tahun berjalan pada tahun ketujuh. Pemohon Peninjauan Kembali baru mencapai titik impas (yaitu akumulasi laba/rugi menjadi positif/untung) setelah tahun kesepuluh;
  3. Bahwa perbandingan antara utang dengan modal suatu perusahaan adalah unik karena merupakan terjemahan dari strategi pendanaan perusahaan dan merupakan pergerakan dari saldo pinjaman dan pelunasan dari masa yang lalu. Adalah tidak tepat untuk menentukan kewajaran perbandingan antara utang dengan modal perusahaan hanya dengan melihat satu tahun pajak tertentu (yakni tahun 2005 dalam kasus ini);
  4. Bahwa peraturan perundang-undangan perpajakan tidak mengatur keputusan-keputusan yang harus dilakukan oleh manajemen dalam menjalankan perusahaan, termasuk strategi pendanaan, antara lain keputusan untuk menggunakan modal pemegang saham, meminjam dari pihak ketiga (seperti perbankan) atau meminjam dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan keputusan untuk melakukan pelunasan utang;
  5. Bahwa keputusan komersial manajemen untuk meminjam uang dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah keputusan komersial manajemen yang tidak diambil untuk bermaksud mengurangi penghasilan kena pajak, melainkan atas perimbangan hal-hal komersial lainnya, antara lain:
  1. Bahwa pihak perbankan pada umumnya tidak memberikan pinjaman untuk perusahaan dalam tahap belum berproduksi;
  2. Jenis usaha Pemohon Peninjauan Kembali di perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan memerlukan pembiayaan yang sangat besar pada tahap pengembangan/belum berproduksi;
  3. Ketersediaan dana dari group sendiri untuk mendukung pengembangan perkebunan kelapa sawit;
  1. Bahwa keputusan untuk belum melunasi utang diambil dengan pertimbangan yang matang. Hal ini antara lain mengingat sebagian besar utang Pemohon Peninjauan Kembali adalah dalam mata uang asing. Dengan demikian, pelunasan utang perlu mempertimbangkan kondisi kurs tukar antara mata uang asing terhadap rupiah, contohnya pelunasan pada saat kurs rupiah melemah akan membawa konsekuensi timbulnya rugi kurs dan sebaliknya. Ketersediaan dana di kas/bank Pemohon Peninjauan Kembali tidak serta merta mengharuskan manajemen memutuskan melakukan pelunasan utang perusahaan;
  2. Berdasarkan hal-hal di atas, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa, Majelis Hakim telah memberikan keputusan yang tidak sesuai dengan ketentuan umum tata kelola perusahaan di samping peraturan perundang-undangan perpajakan dan ketidaktersediaan bukti-bukti pendukung yang dibahas di bawah ini. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak tersebut seharusnya dibatalkan demi hukum;
  1. Putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  1. Sengketa Peninjauan Kembali ini adalah atas Tahun Pajak 2005 dimana Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut "UU Pajak Penghasilan");
  2. Bahwa Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebutkan sebagai berikut:
    "Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan undang-undang ini;
  3. Bahwa di dalam memori penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebutkan sebagai berikut:
    "Undang-undang ini memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk memberi keputusan tentang besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak. Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equityratio)";
  4. Bahwa Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebutkan sebagai berikut:
    "Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa";
  5. Bahwa pada tanggal 8 Oktober 1984, Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan ("KMK") Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan antara Utang dan Modal Sendiri untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan;
  6. Bahwa pada tanggal 8 Maret 1985, Menteri Keuangan menerbitkan KMK Nomor 254/KMK.01/1985 mengenai Penundaan Pelaksanaan KMK Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan antara Hutang dan Modal Sendiri untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan;
  7. Bahwa Menteri Keuangan belum mengeluarkan KMK untuk mencabut penundaan pelaksanaan KMK Nomor 1002/KMK.04/1984 atau peraturan yang mengatur mengenai penentuan perbandingan antara utang dan modal sendiri untuk keperluan pengenaan pajak penghasilan;
  8. Bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan disebut di atas dan pertimbangan Majelis Hakim atas Putusan Pengadilan Pajak, Pemohon Peninjauan Kembali mencatat dan berpendapat sebagai berikut:
  1. Pemohon Peninjauan Kembali tidak menyangkal adanya hubungan istimewa antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan XR (XR) Pte. Ltd. ("OBS") dan XR (XR) Pte. Ltd ("OAM");
  2. Tingkat suku bunga yang lebih tinggi dari pinjaman OBS dan OAM dibandingkan dengan pinjaman dari QQ Labuan dan SS Labuan tidak dapat dianggap tidak wajar tanpa dilakukan analisa yang mendalam. Perbedaan tingkat suku bunga pinjaman, antara lain, dapat dikarenakan:
    1. Kapan pinjaman bersangkutan dilakukan (contoh tingkat suku bunga pinjaman di tahun terjadinya kritis keuangan relatif lebih tinggi);
    2. Ada tidaknya agunan atas pinjaman bersangkutan yang mana menentukan tingkat risiko pinjaman (contoh pinjaman tanpa agunan relatif lebih tinggi tingkat suku bunganya); dan
    3. Hirarki pengembalian pinjaman (contoh pinjaman yang hirarki pengembalian terendah di antara para kreditur lainnya relatif lebih tinggi tingkat suku bunganya);
  3. Pinjaman dari pihak yang memiliki hubungan istimewa tidak senantiasa dianggap tidak wajar/lazim;
  4. Koreksi biaya bunga secara keseluruhan sebesar Rp17.290.352.449,00 (bukan hanya atas selisih tingkat bunga yang dianggap ketinggian) berarti koreksi atas tidak diakuinya utang atau menentukan utang sebagai modal. Ini dikarenakan pengembalian keuntungan atas modal dalam bentuk dividen tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak;
  5. Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan terutama yang berhubungan dengan "menentukan utang sebagai modal" adalah saling berkaitan;
  6. Direktur Jendral Pajak ("DJP") hanya dapat menentukan utang sebagai modal apabila ditemukan ketidakwajaran atau ketidaklaziman atas transaksi pinjaman sesuai dengan bunyi Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  7. Perbandingan utang dan modal perusahaan sebesar 5,94 yang dihitung Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat dianggap tidak wajar/lazim apabila standar kewajaran/kelaziman itu sendiri belum ditentukan oleh Menteri Keuangan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  8. Dengan ditundanya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1 002/KMK.04/1984 menandakan bahwa pemerintah belum menentukan standar kewajaran atas perbandingan utang dan modal perusahaan (dan perlu dicatat bahwa perbandingan utang dan modal perusahaan adalah tidak homogen dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal antara lain: sektor usaha, siklus penggabungan perusahaan, kondisi ekonomi dan keuangan global, dll.);
  9. Berdasarkan hal di atas, adanya indikasi (bukan bukti) ketidakwajaran/ketidaklaziman berdasarkan anggapan bahwa tingkat suku bunga terlalu tinggi dan perbandingan utang dan modal perusahaan sebesar 5,94 tidak dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan utang menjadi modal dan sebagai akibat mengoreksi seluruh bunga pinjaman ke pihak yang memiliki hubungan istimewa sebesar Rp17.290.362.447,00;
  10. Termohon Peninjauan Kembali hanya dapat menentukan ketidakwajaran apabila standar kewajaran tersebut telah ditentukan terlebih dahulu;
  11. Dengan tidak/belum berlakunya perbandingan utang dan modal perusahaan sesuai dengan aturan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 maka standar kewajaran belum ada;
  12. Bahwa berdasarkan di atas, Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan sangat keberatan atas pertimbangan hukum, penerapan dasar hukum dan keyakinan Majelis Hakim, karena Majelis Hakim telah mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, terutama Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, sehingga melanggar Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak dan penjelasannya, yang berbunyi:
    Pasal 78:
    "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";
    Penjelasan Pasal 78:
    keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan;
  1. Koreksi Yang Tidak Berdasarkan Bukti;
  1. Bahwa yang menjadi sengketa peninjauan kembali adalah atas Tahun Pajak 2005 dimana ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP");
  2. Bahwa Pasal 12 ayat (2) dan (3) Undang-Undang KUP menyebutkan sebagai berikut:
  1. Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
  2. Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya;
  1. Bahwa pertimbangan yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam memutuskan sengketa banding Pemohon Peninjauan Kembali tidak berdasarkan bukti bahwa transaksi pembayaran bunga pinjaman ke pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah tidak wajar dan tidak lazim;
    Seperti telah disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali, perlu diatur suatu standar/pedoman kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa seperti diatur di Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan mengenai perbandingan utang dan modal perusahaan (yang pada kenyataannya belum berlaku karena peraturan pelaksanaanya masih ditunda sampai sekarang). Tanpa adanya standar atau definisi kewajaran dan kelaziman akan menimbulkan subjektifitas bagi aparat pelaksana peraturan perundang-undangan perpajakan dalam menentukan penghasilan kena pajak;
    Pertimbangan yang dianut oleh Majelis Hakim adanya transaksi yang tidak sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa berupa perbandingan total kewajiban dan total ekuitas sebesar 5.94 x dan bunga pinjaman di atas pinjaman ke Bank menurut Pemohon Peninjauan Kembali bukan merupakan bukti atas ketidakwajaran dan ketidaklaziman usaha, tetapi fakta yang melekat pada transaksi Pemohon Peninjauan Kembali;
  2. Bahwa alasan yang digunakan oleh Termohon Peninjauan Kembali untuk menentukan utang sebagai modal perusahaan berdasarkan hal-hal di bawah ini adalah tidak berdasarkan bukti:
    1. Kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung (Halaman 3 Putusan Pengadilan Pajak);
    2. Indikasi mengenai perbandingan modal dengan utang yang lazim terjadi antara pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa (Halaman 4 Putusan Pengadilan Pajak); dan
    Termohon Peninjauan Kembali tidak secara tegas menyebutkan bahwa terdapat bukti ketidakwajaran tetapi indikasi ketidakwajaran;
  3. Bahwa pemberian pinjaman oleh OBS dan OAM kepada Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dianggap sebagai penyertaan modal secara terselubung dan pembayaran bunga oleh Pemohon Peninjauan Kembali kepada OBS dan OAM tidak dapat dianggap sebagai pembayaran dividen dengan alasan sebagai berikut:
    1. Pembayaran tersebut seharusnya dianggap sebagai bunga dikarenakan secara substansi pembayaran bunga tersebut merupakan beban yang timbul berkaitan dengan penggunaan dana. Hal ini juga didukung oleh:
    1. Pembukuan Pemohon Peninjauan Kembali untuk tahun 2005 telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang terkait;
    2. Pencatatan sebagai bunga telah diterima oleh KAP HJ. Atas laporan keuangan tersebut, KAP HJ mengeluarkan opini wajar dalam semua hal yang material;
    1. OBS dan OAM bukan merupakan pemegang saham dari Pemohon Peninjauan Kembali sehingga OBS dan OAM tidak melakukan penyetoran modal pada Pemohon Peninjauan Kembali. Dengan demikian, atas pembayaran bunga oleh Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dianggap sebagai pembayaran dividen;
    2. Bahwa terdapat ketidak-konsistensian dari Termohon Peninjauan Kembali atas perlakuan biaya bunga ke kreditur yang memiliki hubungan istimewa untuk tahun-tahun sebelum Tahun Pajak 2005. Biaya bunga atas pinjaman dari kreditur yang mempunyai hubungan istimewa diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak;
  4. Bahwa berdasarkan di atas, koreksi biaya bunga pinjaman yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali tidak didasarkan oleh bukti sebagaimana diharuskan oleh Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP;
  5. Bahwa dengan demikian, Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan sangat keberatan atas pertimbangan hukum, penerapan dasar hukum dan keyakinan Majelis Hakim, karena Majelis Hakim telah mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, terutama Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP, sehingga melanggar Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak dan penjelasannya, yang berbunyi:
    Pasal 78:
    "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";
    Penjelasan Pasal 78:
    "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan";
  1. Informasi-informasi lain yang menjadi dasar koreksi biaya bunga oleh Termohon Peninjauan Kembali yang tidak disetujui Pemohon Peninjauan Kembali;
Sebagai tambahan atas alasan dan dasar hukum Permohon Peninjauan Kembali di atas, Pemohon Peninjauan Kembali juga mencatat bahwa alasan yang digunakan Termohon Peninjauan Kembali dalam melakukan koreksi biaya bunga pinjaman adalah tidak tepat;
Alasan Termohon Peninjauan Kembali dan sanggahan Pemohon Peninjauan Kembali atas alasan koreksi tersebut adalah sebagai berikut
    1. Bahwa terdapat indikasi memperkecil pajak, antara lain sebagai berikut:
    1. Bahwa rekening Giro Bank yang utama untuk menampung hasil penjualan adalah rekening Giro Rupiah KLM Jakarta Nomor 01/103711/002. Kemudian dari rekening ini dana didistribusikan ke rekening-rekening lainnya, baik di KLM maupun rekening Pemohon Banding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) di Bank lainnya sesuai peruntukannya (Halaman 9 Putusan Pengadilan Pajak);
      Sanggahan Pemohon Peninjauan Kembali:
      Tidak ada;
    2. Bahwa dana yang ada dalam seluruh rekening giro (kecuali rekening untuk operasional KLM Jakarta Nomor 01/103711/002 dan 2 rekening di Mandiri Pangkal Pinang) selalu diputar dalam deposito di Bank yang bersangkutan dalam jumlah yang besar, seringkali mencapai milyaran rupiah, dan dalam bentuk call deposit atau deposit on call (bukan TD atau Time Deposit). Hal ini menunjukkan Pemohon Banding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) memiliki likuiditas yang sangat tinggi dan dalam bentuk deposit on call agar sewaktu-waktu dapat dicairkan apabila dibutuhkan (Halaman 9 Putusan Pengadilan Pajak);
      Sanggahan Pemohon Peninjauan Kembali:
      Bahwa kebijakan penempatan dana merupakan keputusan manajemen dengan mempertimbangkan berbagai aspek komersial antara lain keperluan dana di kemudian hari, investasi jangka pendek dan lain-lain;
    3. Bahwa sumber dana untuk kegiatan operasional (usaha) berasal dari penerimaan penjualan, hal ini bisa dilihat dalam rekening Giro KLM Jakarta Nomor 01/103711/002 dan 2 rekening di Mandiri Pangkal Pinang yang ketiganya untuk kegiatan operasional/usaha. Kecuali mungkin sebagian kecil saja untuk pembayaran pembelian pupuk/pestisida (dari PT. DFG, termasuk kategori related party dengan Pemohon Banding) berasal dari pinjaman. Tetapi hal ini sangat sulit untuk diketahui mengingat mayoritas dana di rekening OPQ (USD) berasal dari rekening OPQ (IDR) yang 100% berasal dari rekening KLM Jakarta Nomor 01/103711/002 (rekening utama penampung hasil penjualan). Dalam kaitan ini dalam poin B berikut akan terlihat sebenarnya Pemohon Banding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) membutuhkan pinjaman untuk kegiatan operasional/usahanya atau tidak (Halaman 9 Putusan Pengadilan Pajak);
      Sanggahan Pemohon Peninjauan Kembali:
      Tidak ada;
    4. Bahwa dalam rekening giro QQ Bank tampak tidak ada aktivitas pembayaran pinjaman QQ Bank melalui rekening ini. Begitu juga tidak ada aktivitas transfer atau pembayaran pinjaman QQ Bank dari rekening bank lainnya. Sementara itu dalam laporan audit terlihat penurunan saldo pinjaman QQ Bank (dari Rp72.336.000.000,00 akhir tahun 2004 menjadi Rp66.736.000.000,00 akhir tahun 2005). Adalah hal yang sangat tidak mungkin apabila pembayaran pinjaman ini melalui cek atau BG karena pinjaman di Bank Luar Negeri. Transaksi yang bisa dilakukan adalah remittance (pengiriman uang) atau TT (Telegraphic Transfer), dan kedua jenis transaksi tersebut tidak ter-record dalam semua rekening bank milik Pemohon Banding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) (Halaman 9-10) Putusan Pengadilan Pajak);
      Sanggahan Pemohon Peninjauan Kembali:
      Bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan kurs mata uang asing pada akhir tahun. Pinjaman adalah dalam bentuk Valuta Asing Yen Jepang sebesar Yen 800,000,000. Kurs pada akhir tahun 2004 adalah Rp90,42 dan akhir tahun 2005 adalah Rp83,42. Dengan demikian nilai pinjaman dalam mata uang Rupiah adalah sebagai berikut:
      • Per 31/12/2004, saldo pinjaman Yen 800.000.000, rate Rp90,42, jumlah Rupiah menjadi Rp72.336.000.000,00;
      • Per 31/12/2005, saldo pinjaman Yen 800.000.000, rate Rp83,42, jumlah rupiah menjadi Rp66.736.000.000,00;
    5. Bahwa selama tahun 2005 tidak ada pencairan pinjaman dari XR (XR) Pte Ltd, yang ada adalah pelunasan pinjaman (Halaman 10 Putusan Pengadilan Pajak);
      Sanggahan Pemohon Peninjauan Kembali:
      Bahwa dengan adanya pelunasan pinjaman menunjukkan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak melakukan struktur keuangan dengan tujuan untuk memperkecil laba;
    6. Bahwa selama tahun 2005 hanya sekali terjadi pencairan pinjaman dari XR (XR) Pte Ltd pada tanggal 27 Desember 2005 sebesar USD 2,965,269.00 melalui rekening giro OPQ USD milik Pemohon Banding, dan pada hari itu juga ditempatkan dalam deposito OPQ. Apabila dilihat laporan audit tampak kenaikan saldo pinjaman kepada XR sebesar Rp46.231.349.010,00 (dari Rp293.886.650.990,00 akhir tahun 2004 Rp340.118.000.000,00 akhir tahun 2005), dan dalam skema di atas tampak juga pelunasan selama tahun 2005. Sehingga akan tampak tidak wajar apabila kenaikan dalam saldo neraca sebesar 46 milyar Rupiah lebih, sementara terdapat pelunasan selama tahun 2005 dan pencairan pinjaman hanya USD 2,965,269 yang mana secara ekstrim dikonversi dengan kurs Rp10.000 per 1 USD hanya senilai Rp29.652.690.000,00 Kalaupun kenaikan nilai kurs dipakai sebagai alasan tidak cukup kuat diterima karena kurs tengah BI untuk USD1 pada akhir tahun 2004 sebesar Rp9.290 menjadi Rp9.830 pada akhir tahun 2005 (patokan denominasi menggunakan kurs tengah BI sesuai penjelasan dalam laporan audit) (Halaman 10 Putusan Pengadilan Pajak);
      Sanggahan Pemohon Peninjauan Kembali:
      Bahwa selisih sebesar Rp46.231.349.010,00 merupakan penjumlahan atas transaksi di bawah ini:
      1. Pencairan Pinjaman USD. 2.965.269
      Rate 9,830
      2. Rugi selisih kurs
      Total
      Perhitungan rugi selisih kurs:
      Per 31/12/2004, USD 31.634.731,
      Rate 9,290
      Per 31/12/2005, USD 31.634.731
      Rate 9,830
      Selisih kurs
      Rp 29.148.594.270

      Rp 17.082.754.740
      Rp 6.231.349.010
      Rp 293.886.650.990

      Rp 310.969.405.730

      Rp 17.082.754.740
    Bahwa saldo per 31 Desember 2005 adalah USD 34.600.000 setelah ditambah pencairan pinjaman sebesar USD 2,965,269. Tambahan pencairan pinjaman tidak dihitung selisih kurs karena menggunakan rate yang sama yaitu 1 USD = Rp9.830. Saldo pinjam

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA