Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.63755/PP/M.IA/36/2015Jenis Pajak | : | Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Final | ||||||||||||||||||||||
Tahun Pajak | : | 2007 | ||||||||||||||||||||||
Pokok Sengketa | : | bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah mengenai koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23/26 Final Masa Pajak Juni 2007 sebesar Rp4.402.112.544,00; | ||||||||||||||||||||||
Menurut Terbanding | : | bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Objek PPh Pasal 26 sebesar Rp4.402.112.544 untuk masa Juni 2007 dengan dasar koreksi Pemeriksa berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-undang PPh, dan P3B antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Belanda terhadap pembayaran bunga pinjaman kepada AAA yang berkedudukan di Belanda; | ||||||||||||||||||||||
Menurut Pemohon | : | bahwa perlu Pemohon Banding informasikan bahwa AAA merupakan penduduk Belanda yang dapat dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Domisili (COD) yang diterbitkan oleh pemerintah Belanda. Atas dasar tersebut, maka AAA wajib melaporkan laporan perpajakannya di Belanda dan membayar pajak penghasilannya di Belanda. Menurut P3B Indonesia - Belanda, untuk penghasilan bunga yang diterima penduduk Belanda dari penduduk Indonesia atas pinjaman dengan jangka waktu lebih dari 2 tahun, hak pemajakannya ada di Negara Belanda; | ||||||||||||||||||||||
Menurut Majelis | : | bahwa
Terbanding melakukan koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak
Penghasilan Pasal 26 Masa Juni 2007 karena terdapat obyek PPh Pasal 26
sebesar Rp4.402.112.544,00 berupa bunga pinjaman luar negeri yang belum
dipotong PPh Pasal 26 nya, dan harus dipungut PPh Pasal 26 sebesar 20%; bahwa Terbanding mendasarkan koreksinya pada Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, serta mengacu pada ketentuan P3B antara Indonesia dengan Belanda, yang tertuang dalam Pasal 11 ayat (2), ditegaskan bahwa bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di negara di mana bunga tersebut berasal dan sesuai dengan perundang-undangan negara tersebut; akan tetapi, apabila pemilik manfaat dari bunga tersebut adalah penduduk negara lainnya, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga; bahwa kemudian berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ./2005 tanggal 1 Juni 2005 tentang Petunjuk Perlakuan PPh terhadap Pasal 11 tentang bunga pada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan Belanda, dinyatakan bahwa, terhadap ketentuan Pasal 11 ayat (4), mengingat tatacara pelaksanaannya belum dibicarakan antara "Pejabat yang Berwenang" Indonesia dan Belanda, maka berlaku ketentuan sebagaimana tercantum dalam butir 1 tersebut di atas yaitu Wajib Pajak Indonesia yang mempunyai utang atau pinjaman kepada penduduk Belanda baik perorangan maupun badan, diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah bruto bunga yang dibayarkan; bahwa selanjutnya Terbanding menyatakan berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan disimpulkan bahwa AAA bukan merupakan penerima manfaat yang sebenarnya (Beneficial Owner), maka atas pembayaran bunga tersebut harus dipungut PPh pasal 26 sebesar 20% sesuai dengan ketentuan Undang-undang pajak Penghasilan yang berlaku di indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) P3B antara Indonesia dengan Belanda; bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan dalil koreksi Terbanding dengan alasan sebagai berikut : bahwa Bunga Pinjaman yang dibayarkan kepada AAA adalah sebesar Rp4.402.112.544,00. Bunga yang dibayarkan ini sesuai dengan perjanjian pinjaman term loan facility antara Pemohon Banding dan AAA dan memiliki jangka waktu yang dimulai dari tanggal 12 Oktober 2004 sampai dengan tanggal 26 Desember 2009; bahwa untuk tahun pajak 2007, Pemohon Banding telah memiliki Surat Keterangan Domisili (Certificate Of Domicile yang disingkat COD) atas nama AAA yang diterbitkan oleh Pemerintah Belanda. Dengan adanya Surat Keterangan Domisili tersebut, maka sesuai P3B Indonesia - Belanda dan SE-03/PJ.101/1996, Pemohon Banding harus mengikuti ketentuan P3B yang berlaku antara Indonesia dengan Belanda atas pembayaran bunga kepada AAA tersebut (hak pemajakan ada pada Belanda); bahwa Perjanjian Pinjaman antara Pemohon Banding dan AAA mengacu kepada P3B antara Indonesia dengan Belanda dan SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Penghindaran Pajak Berganda. Di dalam Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia dengan Belanda disebutkan bahwa: "Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, bunga yang timbul di salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya jika pemilik manfaat dari bunga tersebut merupakan penduduk Negara lainnya dan jika bunga tersebut dibayarkan atas hutang yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun." bahwa Pasal 11 ayat (4) P3B antara Indonesia dengan Belanda memberikan pembebasan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga untuk pinjaman-pinjaman yang diberikan untuk jangka waktu lebih dari 2 tahun. Dan Facility Agreement antara Pemohon Banding dengan AAA adalah berlaku untuk 5 tahun dimulai dari tanggal 12 Oktober 2004 sampai dengan tanggal 26 Desember 2009; bahwa pada dasarnya, SE-17/PJ./2005 mengacu kepada ketentuan P3B Pasal 11 ayat (5) yang mana hanya menyebutkan bahwa "Pejabat yang berwenang dari kedua negara melalui persetujuan bersama akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat 2, 3 dan 4". Akan tetapi, pasal tersebut sama sekali tidak menyebutkan mengenai tidak berlakunya atau pembatalan atas ketentuan-ketentuan yang berlaku baik di ayat 2, 3 ataupun 4; bahwa dalam P3B tersebut menetapkan ketentuan-ketentuan di mana negara sumber, dalam hal ini Indonesia tidak diperkenankan untuk melakukan pemotongan pajak (withholding tax) dan tidak terdapat ketentuan-ketentuan lain yang membatasi pembebasan pemotongan pajak tersebut. Karena itu cara-cara penerapan yang belum diatur tersebut tidak dapat mengubah validitas atau persyaratan dari pasal-pasal dalam P3B atau dengan kata lain seorang / penduduk yang berada dalam cakupan P3B tersebut harus dibebaskan dari pemotongan pajak atas bunga sejak P3B ini berlaku (29 Januari 2002) tanpa memperhatikan apakah cara-cara penerapan telah diterbitkan; bahwa kedudukan P3B adalah lebih tinggi dari Undang-Undang, sementara kedudukan aturan pelaksanaan (antara lain Surat Edaran) berada di bawah Undang-Undang sehingga aturan pelaksana seperti Surat Edaran seharusnya hanya dapat mengatur mengenai masalah administratif saja dan seyogyanya tidak dapat mengubah substansi dari aturan dalam P3B; bahwa Pemohon Banding membayarkan bunga pinjaman kepada AAA di Belanda berdasarkan perjanjian term loan facility dengan jangka waktu mulai tanggal 21 September 2004 sampai dengan tanggal 26 Desember 2009; bahwa Pasal 11 P3B antara Indonesia dan Belanda secara normatif telah mengatur hak pemajakan atas bunga, dimana di dalam Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia dan Belanda menyebutkan “menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat (2), bunga yang timbul di salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya jika pemilik manfaat dari bunga tersebut merupakan penduduk Negara lainnya dan jika bunga tersebut dibayarkan atas utang yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun atau yang dibayarkan sehubungan dengan penjualan kredit perlengkapan industri, dagang atau ilmu pengetahuan.” bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda menentukan bahwa agar penerapan PPh Pasal 26 dapat dilakukan sesuai dengan P3B maka Wajib Pajak Luar Negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili; bahwa Majelis berpendapat, yang menjadi pokok sengketa adalah penerapan Pasal 11 P3B antara Indonesia dengan Belanda, menurut Terbanding pembayaran bunga tersebut harus dikenakan PPh Pasal 26 berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) P3B, sedangkan menurut Pemohon Banding tidak dapat dikenakan PPh Pasal 26 sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (4) P3B; bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 P3B antara Indonesia dengan Belanda, diatur sebagai berikut:
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (5) P3B Indonesia – Belanda secara tegas mengatur bahwa pejabat yang berwenang dari kedua negara melalui kesepakatan bersama menyusun tata cara (mode) penerapan ayat 2, 3 dan 4, namun sampai dengan sengketa ini disidangkan, tata cara tersebut belum dapat disusun; bahwa karena tata cara sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat (5) tersebut belum disusun, maka secara sepihak Terbanding membuat suatu aturan sendiri, antara lain berupa:
bahwa berdasarkan Surat Edaran dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut Terbanding menyimpulkan bahwa AAA bukan merupakan penerima manfaat yang sebenarnya (Beneficial Owner), sehingga bunga yang dibayarkan oleh Pemohon Banding harus dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20%, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) P3B Indonesia - Belanda; bahwa Majelis berpendapat, pengaturan sepihak oleh Terbanding dalam menerapkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) P3B Indonesia – Belanda bertentangan atau menyimpang dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 ayat (5) P3B itu sendiri, dan tindakan sepihak tersebut dapat mengakibatkan terjadinya pemungutan pajak ganda, yang seharusnya dihindarkan sebagaimana telah disepakati oleh kedua negara; bahwa atas simpulan Terbanding bahwa AAA bukan merupakan penerima manfaat yang sebenarnya (Beneficial Owner), Majelis berpendapat disamping didasarkan pada aturan sepihak, simpulan tersebut juga tidak didasarkan bukti-bukti yang relevan, kompeten dan cukup, tetapi hanya didasarkan pada data yang sangat terbatas dari Laporan Keuangan Tahun 2006, sehingga Terebanding tidak dapat memastikan siapa sebenarnya yang menjadi Beneficial Owner atas pendapatan bunga yang diterima dari Pemohon Banding; bahwa berdasarkan Declaration of Residence, yang diterbitkan oleh Inspector of the Tax Administration Rijnmond/Kantor Rotterdam tanggal 7 Desember 2012 yang ditandatangani oleh H.H Dissel, dinyatakan sebagai berikut: “ From Januari 1, 2005, till date of the letter was and is a residendent of the Netherlands within the meaning of article 4 of Convention for the avoidance of double taxation between the Netherlands and Republic of Indonesia. The place of effective management of AAA is in the Netherlands and the interest income received by AAA on the loan provided is included in the Dutch taxable income of AAA”; bahwa berdasarkan surat pernyataan tersebut dinyatakan bahwa sejak tanggal 1 Januari 2005 sampai dengan 7 Desember 2012 managemen AAA berkedudukan di Belanda, dan pendapatan atas bunga pinjaman yang diberikan termasuk sebagai pendapatan yang dikenakan pajak di Belanda; bahwa Majelis berpendapat pengenaan pajak oleh Pemerintah Belanda atas bunga yang diterima oleh AAA dari Pemohon Banding telah sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia – Belanda, yang menyatakan: “ Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, bunga yang timbul di salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya jika pemilik manfaat dari bunga tersebut merupakan penduduk Negara lainnya dan jika bunga tersebut dibayarkan atas hutang yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun atau yang dibayarkan sehubungan dengan penjualan kredit perlengkapan industri, dagang, atau ilmu pengetahuan”; bahwa berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara lain diatur: “........untuk memberikan kemudahan bagi semua pihak, penerapan PPh Pasal 26 sesuai dengan P38 dilaksanakan sebagai berikut:
bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat, pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 merupakan tindakan sepihak Terbanding, yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 11 ayat (5) P3B Indonesia – Belanda, sehingga mengakibatkan terjadinya pemungutan pajak secara ganda; bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 860/B/PK/PJK/2012 tanggal 25 Maret 2013, Majelis Hakim Mahkamah Agung RI memutuskan menolak Permohonan Peninjauan Kembali Direktur Jenderal Pajak selaku Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas koreksi DPP PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga kepada AAA yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; bahwa berdasarkan uraian di atas serta memperhatikan bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, Majelis berpendapat atas pembayaran bunga yang dilakukan Pemohon Banding ke GHJ B.V yang berkedudukan di Belanda, hak pemajakannya ada di negara Belanda sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 P3B Indonesia – Belanda; bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 26 Masa Pajak Juni 2007 sebesar Rp4.402.112.544,00 harus dibatalkan; |
||||||||||||||||||||||
Menimbang | : |
bahwa dalam Banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kompensasi kerugian dan tarif pajak; | ||||||||||||||||||||||
Menimbang | : |
bahwa dalam Banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak; | ||||||||||||||||||||||
Menimbang | : |
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya; | ||||||||||||||||||||||
Menimbang | : | bahwa
oleh karena berdasarkan hasil pemeriksaan, maka Majelis
berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk
mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding, dan menghitung kembali
Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Juni 2007 menjadi sebagai berikut
:
|
||||||||||||||||||||||
Mengingat | : |
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini; | ||||||||||||||||||||||
Memutuskan
|
: |
Mengabulkan
seluruhnya Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-1212/WPJ.19/2014 tanggal 12 Juni
2014, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Penghasilan Pasal 23/26 Final Masa Pajak Juni 2007 Nomor:
00002/245/07/092/13 tanggal 17 Mei 2013, atas nama : XXX, sehingga
jumlah pajak yang harus dibayar menjadi nihil, dengan perhitungan
sebagai berikut :
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Senin tanggal 22 Juni 2015, oleh Hakim Majelis I Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor : Pen.00661/ PP/PM/II/2015 tanggal 20 Pebruari 2015, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
dan diucapkan oleh Hakim Ketua dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Senin tanggal 14 September 2015 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, tanpa dihadiri baik oleh Terbanding maupun oleh Pemohon Banding; |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.