Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 498/B/PK/PJK/2012
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
PT. AAA,
tempat kedudukan Jl.
WWW No. X D-E, Jakarta 12790, dalam hal ini diwakili oleh MMM, selaku
Direktur Utama, selanjutnya memberikan kuasa kepada: 1. Drs. NNN, M.M.,
2. H. BBB, S.E., 3. VVV, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor
018/SKK/PKMA/BTI/XI/2011, Tanggal 17 November 2011;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Pemohon Banding;
melawan:
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN
CUKAI, tempat kedudukan Jalan Jenderal Ahmad Yani-By Pass,
Jakarta;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta
Nomor Putusan 33862/PP/M.IV/19/2011, Tanggal 29 Sepember 2011 yang
telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara
sebagai berikut:
Bahwa dengan ini mengajukan permohonan banding terhadap Surat Keputusan
Terbanding Nomor: KEP-1945/BC.8/2010, tanggal 16 Juli 2010 tentang SPP
Nomor: SPP-000494/WBC.07/2010, tangal 22 Maret 2010, dengan alasan
sebagai berikut:
Bahwa tahun 2007 Pemohon Banding mengimpor bahan baku berupa
Polypropylene Homopolymer Grade dengan fasilitas KITE, dan atas import
barang tersebut dengan PIB No.000000-100924-20071226-000138 pertanggal
27 Desember 2007;
Bahwa mengingat pada tahun 2008 terjadi krisis finansial global
didunia, dan atas krisis financial global tersebut sehingga negara
tujuan ekspor Pemohon Banding menunda untuk tidak dilakukan ekspor;
Bahwa atas dasar permintaan buyer (pembeli) di negara tujuan ekspor,
atas hal tersebut Pemohon Banding melakukan upaya Permohonan
Perpanjangan Realisasi Ekspor Kepada Terbanding dengan Surat tanggal 24
Maret 2009 dan telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai
sampai tanggal 31 Desember 2009 dengan Surat No.SKE-68/WBC-07/2009
tanggal 29 Mei 2009;
Bahwa sampai dengan bulan Desember 2009 buyer Pemohon Banding masih
menunda pengiriman barang yang sudah siap ekspor, sehingga pada tanggal
1 Desember 2009 dengan Surat No.492/BTI/2009, Pemohon Banding melakukan
upaya permohonan Perpanjangan Realisasi Ekpor kembali kepada Direktur
Jenderal Bea dan Cukai, namun permohonan Pemohon Banding tidak dapat
dipertimbangkan dengan surat No.SKE-185/WBC.07/2009, tanggal 17
Desember 2009 dengan alasan sudah pernah mengajukan perpanjangan
realisasi ekspor;
Bahwa Terbanding sangat tidak realitas melihat perekonomian dunia yang
krisis financial yang berdampak pada dunia usaha, yang berakibat
keuangan perusahaan (Cash Flow) perusahaan Pemohon Banding;
Bahwa pokok sengketa perkara banding ini adalah karena ditolaknya
pengajuan Permohonan Perpanjangan Realisasi Ekspor yang kedua kalinya,
sehingga diterbitkannya Surat Penetapan Pabean (SPP) oleh Terbanding;
Bahwa atas diterbitkannya Surat Penetapan Pabean (SPP) tersebut berarti
Terbanding tidak dapat melihat realitas kondisi resesi perekonomian
dunia saat itu, yang berdampak pada keuangan perusahaan Pemohon Banding;
Bahwa atas hal tersebut diatas Pemohon Banding mohon kepada Ketua
Pengadilan Pajak untuk membatalkan Surat Keputusan Terbanding
No.KEP-1945/BC.8/2010, tanggal 16 Juli 2010 atas Surat Penetapan Pabean
(SPP) No. SPP.000494/WBC.07/2010 tanggal 22 Maret 2010 sebesar Rp
309.633.400,00;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan
33862/PP/M.IV/19/2011, Tanggal 29 Sepember 2011 yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-1945/BC.8/2010 tanggal 16 Juli 2010
tentang Penetapan atas Keberatan terhadap Surat Penetapan Pabean (SPP)
Nomor : SPP-000494/WBC.O7/2010 tanggal 22 Maret 2010, atas nama: PT.
AAA, NPWP: 0X.XX0.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jl. WWW No. X D-E,
Jakarta 12790.
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan
33862/PP/M.IV/19/2011, Tanggal 29 Sepember 2011, diberitahukan kepada
Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 2 November 2011, kemudian
terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 018/SKK/PKMA/BTI/XI/2011, Tanggal
17 November 2011, diajukan permohonan peninjauan kembali secara lisan
di Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada Tanggal 23 Desember 2011,
dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 23 Desember 2011;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 24 Januari
2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 16 Mei
2012;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasanalasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.
33862/PP/M.IV/19/2011
tanggal 27 Oktober 2011, yang Pemohon PK (Semula Pemohon Banding)
ajukan putusannya berbunyi sebagai berikut : Menolak permohonan banding
Pemohon Banding (sekarang Pemohon PK) terhadap Surat Keputusan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP-1945/BC.8/2010 tanggal 16 Juli 2010
tentang Penetapan atas Keberatan terhadap Surat Penetapan Pabean (SPP)
Nomor : SPP-000494/WBC.07/2010 tanggal 22 Maret 2010, Atas nama : PT.
AAA, NPWP: 0X.XX0.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jl.WWW No.X D-E, Jakarta
12790.
- Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1985, tentang Mahkamah
Agung
Pasal 66 ayat (1) menyatakan “Permohonan Peninjauan Kembali
hanya
dapat diajukan satu (1) kali kepada Mahkamah Agung”.
- Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung
Pasal 67 huruf b dan huruf f, menyatakan : Permohonan Peninjauan
Kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
(b) apabila setelah perkara diputus, ditemukan bukti yang sangat
menentukan yang pada perkara diperiksa tidak dapat ditemukan, (f)
apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau
sesuatu kekeliruan yang nyata.
- Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, Tentang Pengadilan
Pajak
Pasal 90 menyatakan “Hukum Acara yang berlaku pada
pemeriksaan
Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus
dalam Undang-Undang ini.
- Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, tentang Pengadilan
Pajak
Pasal 91 huruf e menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat
diajukan antara lain berdasarkan alasan sebagai berikut
“Apabila
terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan
perundangundangan yang berlaku”.
- Bahwa Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang No.14 Tahun 2002,
tentang
Pengadilan Pajak menyatakan “Pengajuan Permohonan Peninjauan
Kembali berdasarkan alasan sebagai dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d
dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan
dikirim”.
- Bahwa dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.
33862/PP/M.IV/19/2011 tanggal 27 Oktober 2011, terdapat kekhilafan
Hakim Majelis dan suatu kekeliruan hukum yang nyata-nyata karena dalam
putusan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Bahwa kekhilafan dan kekeliruan hukum Majelis Hakim yang
nyata-nyata tersebut terdapat kekeliruan, dalam pertimbangan hukum yang
bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf e Undang-Undang No.14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak sehingga menghasilkan putusan yang tidak
adil yang dapat merugikan Wajib Pajak yang tidak salah.
- Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali membaca, memeriksa
dan
meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 33862/PP/M.IV/19/2011
tanggal 27 Oktober 2011. Maka dengan ini menyatakan sangat keberatan
yang luar biasa atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena
pertimbangan hukum yang bertentangan dengan ketentuan perundangundangan
yang berlaku dengan alasan sebagai berikut:
Segi Materi :
- Bahwa Pasal 91 huruf e Undang-Undang No.14 Tahun 2002
tentang
Pengadilan Pajak telah menghasilkan putusan yang tidak adil yang dapat
merugikan Wajib Pajak yang tidak salah.
Bahwa mengutip dari amar putusan Majelis Pengadilan Pajak bahwa Menolak
permohonan banding Pemohon Banding (sekarang Pemohon PK) terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-1945/BC.08/2010
tanggal 16 Juli 2010 tentang Penetapan atas Keberatan terhadap Surat
Penetapan Pabean (SPP) Nomor : SPP-000494/WBC.07/2010 tanggal 22 Maret
2010, atas nama: PT. AAA, NPWP: 0X.XX0.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jl.
WWW No.X D-E, Jakarta 12790.
Pendapat Pemohon PK (semula Pemohon Banding);
Bahwa berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan
Pajak Pasal 2 bahwa “Pengadilan Pajak adalah Badan peradilan
yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.”
Lebih lanjut dalam Pasal 76 bahwa Hakim menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk
sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) “alat bukti
dapat
berupa: a. Surat atau tulisan; b. keterangan ahli; c. keterangan para
saksi; d. pengakuan para pihak; dan/atau e. pengetahuan
Hakim”.
Dalam memori penjelasan disebutkan lebih lanjut : “bahwa
pasal
ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran meteriil, sesuai
dengan asas yang dianut dengan Undang-Undang Perpajakan”.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para
pihak.”
Bahwa sesuai dengan ketentuan ini kebenaran materi mengalahkan
ketentuan formal dari suatu keadaan perkara dalam persidangan sehingga
hakim dapat saja meminta pembuktian lain untuk dapat memberikan
keputusan yang adil bagi para pihak yang berperkara.
Bahwa dalam Penjelasan Pemohon PK (semula Pemohon Banding) antara lain
sebagai berikut:
1. |
Surat
Direktur Jenderal Bea dan Cukai No.S-137/BC/2009 tanggal 25 Februari
2009.
Bahwa
Direktur Jenderal Bea dan Cukai seolah-olah menanggapi atas dampak
krisis financial global yang dialami oleh pengusaha penerima fasilitas
KITE dengan menerbitkan surat No.S-137/BC/2009 tanggal 25 Februari 2009
yang ditujukan kepada para kantor wilayah DJBC di seluruh Indonesia
yang memberikan wewenang untuk memberikan persetujuan perpanjangan
realisasi ekspor bagi perusahaan penerima fasilitas KITE.Bahwa Direktur
Jenderal Bea dan Cukai (Kepala Kantor Wilayah DJBC) dapat memberikan
persetujuan perpanjangan realisasi ekspor dalam hal perusahaan
mengalami:
a Penundaan impor bahan baku oleh supplier (untuk jenis
proses produksi yang memerlukan beberapa kali importasi bahan baku) dan
penundaan ekspor barang hasil produksi oleh Buyer, atau
b Dst
c Dst
Bahwa pemberian persetujuan perpanjangan realisasi ekspor tersebut
diatas diberikan dengan ketentuan :
a Diberikan secara selektif hanya kepada perusahaan yang tergolong Low
Risk ;
b Diberikan jangka waktu perpanjangan realisasi ekspor untuk periode
tertentu dan tidak dapat diberikan perpanjangan lagi.
Bahwa ketentuan ini berlaku sampai dengan 31 Desember 2009.
Bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam suratnya tersebut diatas
secara nyata memasung perusahaan penerima fasilitas KITE untuk
memperoleh kebebasan memperpanjang realisasi ekspor sehubungan dengan
krisis financial global, hal ini dapat dilihat dari jangka waktu
pemberian persetujuan perpanjangan realisasi ekspor yang tidak
dijelaskan secara jelas berapa bulan atau tahun perusahaan penerima
fasilitas KITE tersebut dapat memperoleh perpanjangan realisasi ekspor
tersebut (1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, sampai dengan 1 tahun).
Bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada suratnya tersebut diatas
(S-137/BC/2009 tanggal 25 Februari 2009) angka 4 menyebutkan bahwa
ketentuan ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2009, berarti
Direktur Jenderal Bea dan Cukai sudah dapat memastikan bahwa sebelum
tanggal 31 Desember 2009 krisis ekonomi dunia sudah membaik sehingga
perusahaan penerima fasilitas KITE sudah dapat merealisasikan ekspornya
terhadap PIB - PIB tahun 2007 dan 2008 yang diajukan penundaan impornya
oleh buyer kami di luar negeri.
Bahwa pada kenyataannya buyer kami diluar negeri sampai dengan tanggal
31 Desember 2009 masih menunda pengiriman hasil produksi PT. Bhineka
Tatamulya Industri, sehingga apa yang dimaksudkan dalam surat Direktur
Jenderal Bea dan Cukai No.S-137/BC/2009 tanggal 25 Februari 2009
nyatanyata tidak menyentuh akar permasalahannya yang dialami oleh PT.
AAA yang mendapat akibat dari krisis ekonomi global yang dialami pada
tahun 2008 dan 2009 hal ini terlihat dengan jelas :
a Tidak jelas berapa bulan atau tahun perusahaan kami dapat memperoleh
jangka waktu perpanjangan realisasi ekspor.
b Pengajuan perpanjangan realisasi ekspor hanya boleh satu kali.
c Ketentuan tersebut dibatasi hingga sampai tanggal 31 Desember 2009.
Bahwa menurut kami surat nomor S-137/BC/2009 tanggal 25 Februari 2009
yang ditandatangani oleh Bapak Direktur Jenderal Bea dan Cukai
merupakan surat yang sangat-sangat membingungkan kami PT. AAA dalam
menanggapi krisis ekonomi dunia, karena jelas dan nyata tidak
terkordinasi dengan pihak terkait, misalnya dengan Kementerian
Perdagangan RI, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi.
Bahwa menurut kami jelas pada angka 1 butir a dan b Surat nomor
S-137/BC/2009 tanggal 25 Februari 2009 yang ditandatangani oleh
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Bapak Anwar Suprijadi) antara lain
berbunyi :
a. Penundaan impor bahan baku oleh supplier (untuk jenis proses
produksi yang memerlukan beberapa kali eksportasi bahan baku) dan
penundaan ekspor barang hasil produksi oleh pihak buyer,atau
b. Perubahan buyer di luar negeri yang mengakibatkan terjadi pembaruan
kontrak kerja dan impor bahan baku tertunda sehingga barang hasil
produksi tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal.
Butir-butir itu dapat ditafsirkan dalam posisi keadaan ekonomi yang
normal dan stabil, atas hal tersebut nyata bahwa redaksional atau
konsep surat yang dibuat oleh para staf Direktur Jenderal Bea dan Cukai
sangat-sangat tidak melihat situasi dan kondisi pemerintahan Republik
Indonesia apalagi mereka dapat melihat secara keseluruhan tentang
terpuruknya ekonomi Negara-negara yang ada di dunia, mereka atau para
staf Direktur Jenderal Bea dan Cukai hanya melihat sebagian dari
sebagian lagi tugas pokok Kementerian Keuangan hanya di bidang Bea dan
Cukai yang mana dalam pemikirannya hanya bagaimana caranya dapat
mengejar target penerimaan dari sisi bea dan cukai, tidak perduli lagi
dalam hal di mana dunia sedang membicarakan tentang krisis yang menimpa
semua aspek kehidupan masyarakat.
Bahwa sangat kami sayangkan pejabat Direktur Jenderal Bea dan Cukai
dalam konsep yang dibuat oleh para stafnya tidak mendapat perenungan
oleh yang bersangkutan tentang kaitanya dengan krisis ekonomi dunia
bahwa dalam hal ini surat nomor S-137/BC/2009 tanggal 25 Februari 2009
merupakan surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang sangat-sangat
membelenggu dan menyesatkan kami sebagai dunia usaha yang motto kami
adalah membangun,mengerjakan para tenaga kerja demi kelangsungan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahwa perlu diketahui PT. AAA telah
mendapatkan fasilitas KITE dari pemerintah sejak tahun 2001, dari tahun
2001 sampai tahun 2002, sampai tahun 2003, sampai tahun 2004, sampai
tahun 2005, sampai tahun 2006, tidak ada masalah dalam impor bahan baku
maupun barang jadi tepat waktu, tepat tahun, tepat bulan, nah bahwa
siapa yang mau krisis Pemerintah RI saja tidak mau apalagi kita dunia
usaha tolong dong bantu Pemerintah kepada kami ribuan tenaga kerja yang
ada di perusahaan kami siapa yang menanggung?, tentunya kami PT. AAA,
bukanya aparat Bea dan Cukai. Bahwa melihat dari sisi krisis ekonomi
dunia malah membuat surat yang membingungkan tidak jelas, membebani,
harus membayar SPP hampir Rp.15.000.000.000,- (Lima belas milyar
rupiah) bahwa kami mohon kepada Majelis dapat melihat kenyataan yang
sebenarnya tidak seperti Direktur Jenderal Bea dan cukai hanya
mementingkan target Penerimaan Negara tapi yang melanggar keadilan dan
melanggar hukum.
Bahwa PT. AAA mendapatkan fasilitas dari Pemerintah RI sejak tahun 1994
(BAPEKSTA) Departemen Keuangan RI sampai dengan sebutan fasilitas KITE
tahun 2001 sampai dengan sekarang tidak pernah ada permasalahan dengan
pemerintah (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) kecuali hanya tahun
impor PIB 2007 dan tahun impor 2008. |
2 |
Surat
Direktur Jenderal Bea dan Cukai No.SR-454/BC.8/2011 tanggal 20 Juli
2011.
Bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada prinsipnya hanya
mengulangulang apa yang telah dimuat dalam surat keputusan atas
penolakan keberatan kami maupun dalam surat uraian banding yang telah
disampaikan pada kami.
Bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam Suratnya
No.SR-454/BC.8/2011, tanggal 20 Juni 2011 angka (4) menyebutkan bahwa
Pemohon Banding (sekarang Pemohon PK) dalam surat bandingnya tidak
memenuhi ketentuan pasal 36 ayat (2) Undang-Undang No 14 tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak.
Bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai telah salah mengadopsi pasal 36
ayat (2) Undang-Undang No 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak karena
pasal tersebut seharusnya hanya dipakai oleh Majelis Hakim Pengadilan
Pajak dalam memeriksa ketentuan formal syarat pengajuan banding.
Bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam suratnya tersebut diatas
selalu mengemukakan surat No.S-137/BC/2009 tanggal 25 Februari 2009
yang mengatakan bahwa pengajuan permohonan perpanjangan realisasi
ekspor diberikan untuk periode tertentu dan tidak dapat diberikan
perpajangan lagi.
Bahwa periode yang dimaksud dalam Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai
No.S-137/BC/2009 tanggal 25 Februari 2009, adalah waktu tidak jelas
berapa hari atau bulan atau tahun sehingga tidak terdapat acuan yang
pasti dan langsung dipatok bahwa ketentuan Surat No.S-137/BC/2009
tanggal 25 Februari 2009 tersebut berlaku sampai tanggal 31 Desember
2009.
Bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam analisa uraian bandingnya
angka (2) menyebutkan “ bahwa sesuai dengan Surat Kepala
Kantor
wilayah DJBC Jakarta Nomor: SKE-56/WBC.07/2010 tanggal 7 Juli 2010 pada
angka 2 poin (d) disebutkan bahwa sampai dengan tanggal 22 Maret 2010
atas PIB tersebut diatas belum ada laporan realisasi ekspor/laporan
BCLKT-01 sehingga diterbitkan SK Pencairan dan Surat Penetapan Pabean
dengan kata lain tidak terdapat realisasi ekspor dalam jangka waktu 12
bulan terhitung sejak tanggal pendaftaran PIB atas bahan baku asal
impor yang mendapatkan fasilitas KITE.
Bahwa sesuai data pada kami PT. AAA pada contoh laporan pemeriksaan
ekspor (LPE) nomor:14-10-023326 tanggal 12 Maret 2010 berdasarkan
invoice nomor 009-004EAT/358-45 tanggal 8 Januari 2010 telah dilakukan
realisasi ekspor (bukti pendukung terlampir).
Bahwa dengan demikian jelas tidak ada kordinasi antara bagian pelayanan
ekspor dengan Kantor Wilayah DJBC Jakarta yang mengatakan bahwa sampai
dengan tanggal 7 Juli 2010 atas PIB-PIB tersebut belum ada laporan
realisasi ekspornya.
Bahwa dari surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor S-137/BC/2009
tanggal 25 Februari 2009 dan surat nomor SR-582/BC.8/2010 tanggal 27
Desember 2010 sangat nyata hanya membicarakan pencairan jaminan atas
PIB fasilitas KITE yang terkait dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor
580/KMK.04/2003 tanggal 31 Desember 2003 yang diatur lebih lanjut
dengan keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor KEP-205/BC/2003
dan surat edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor SE-20/BC/2006
yang mengatakan bahwa perpanjangan realisasi ekspor hanya diberikan
untuk periode tertentu dan tidak dapat diajukan perpanjangan lagi, dan
ketentuan ini diberlakukan sampai tanggal 31 Desember 2009.
Bahwa dari penjelasan tersebut diatas disatu sisi Direktur Jenderal Bea
dan Cukai membuat suatu kebijakan untuk mengatasi krisis ekonomi global
dunia bagi perusahaan penerima fasilitas KITE, namun disisi lain
Direktur Jenderal Bea dan Cukai secara jelas membelenggu para pengusaha
penerima fasilitas KITE dengan membatasi perpanjangan realisasi ekspor
dengan tidak menyebutkan berapa waktu (hari, minggu, bulan, tahun) yang
dapat kami peroleh untuk mengajukan perpanjangan realisasi ekspor serta
membatasi seolah-olah pada tanggal 31 Desember 2009 krisis ekonomi
global dunia telah berakhir.
Bahwa sesuai dengan permintaan Terbanding (sekarang Termohon PK) dalam
suratnya SR-454/BC.8/2011 tanggal 20 Juni 2011 angka III yang
menyatakan bahwa sehubungan dengan PIB-PIB tahun 2007 sebanyak
1.808.500 Kgm yang telah direalisasikan ekspornya pada bulan Juni dan
Juli 2008 sebanyak 221.727,98 Kgm supaya memberikan bukti melalui
Majelis Hakim, maka pada hal tersebut kami lampirkan bukti tersebut
pada surat ini. Bahwa Terbanding (sekarang Termohon PK) dalam surat
Penjelasan atas Bantahan SUB No.SR-454/BC.8/2011, tanggal 20 Juni 2011
angka IV (Kesimpulan) mengatakan “ Demikian disampaikan
sebagai
bahan pertimbangan untuk menetapkan putusan seadil-adilnya agar dapat
dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa kelak
dst…..”.
Bahwa kalimat tersebut diatas adalah merupakan kalimat yang tidak
seharusnya di sampaikan sebagai seorang Pejabat Negara yang
membawa-bawa keyakinan dalam surat dinas kedalam emosional pribadi,
yang sangat menyesatkan. Bahwa berdasarkan data dan penjelasan tersebut
di atas bersama ini kami sajikan rekapitulasi Impor dan Ekspor PIB 2007
dan PIB 2008:
Impor
dengan PIB tahun 2007 sebanyak
Impor dengan PIB tahun 2008 sebanyak
Jumlah Impor
Realisasi:
Diekspor tahun 2008 atas PIB 2007 sebanyak
Diekspor tahun 2010:
Periode Januari – Februari
Periode Maret-April
Periode Mei-Juni
Periode September-Oktober
Periode Nopember-Desember
Jumlah
----------------
|
=
1.808.500,00 Kgm
= 1.668.850,00 Kgm
= 3.477.350,00 Kgm
= 221.727,98 Kgm
= 965.296,09 Kgm
= 399.582,42 Kgm
= 483.635,53 Kgm
= 1.004.643,47 Kgm
= 402.360,35 Kgm
= 3.477.245,84 Kgm |
Pendapat Majelis
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Penetapan sebagaimana
dimaksud dalam 40 (empat puluh) Surat Keputusan Jenderal Bea dan Cukai
yang diajukan banding oleh Pemohon Banding (sekarang Pemohon PK) telah
sesuai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku;
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan serta sesuai
dengan Penjelasan Tertulis pihak Pemohon Banding (sekarang Pemohon PK)
maupun Terbanding (sekarang Termohon PK), Majelis berpendapat bahwa
atas PIB Nomor Aju: 000000-100924-20071226-000138 tanggal 26 Desember
2007 yang mendapat fasilitas KITE, pada dasarnya belum pernah diajukan
permohonan perpanjangan realisasi ekspor;
Bahwa keputusan Terbanding (sekarang Termohon PK)
Nomor:KEP-1945/BC.08/2010 tanggal 16 Juli 2010 alasan penolakan
Terbanding (sekarang Termohon PK) atas permohonan keberatan Pemohon
Banding (sekarang Pemohon PK) adalah sebagaimana yang tercantum dalam
huruf f dan huruf g yaitu :
- Bahwa berdasarkan penelitian terhadap berkas
keberatan,
diketahui bahwa atas PIB Nomor Aju : 000000-100924-20071226-000138
tanggal 26 Desember 2007 dengan fasilitas KITE yang diajukan PT. AAA
sampai dengan tanggal 22 Maret 2010 belum ada Laporan Realisasi Ekspor
(Laporan BCLKT-01) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung
sejak tanggal pendaftaran PIB atas bahan baku asal impor yang
mendapatkan fasilitas KITE sehingga diterbitkan SK Pencairan dan Surat
Penetapan Pabean;
- Bahwa berdasarkan Surat Tim Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor
Nomor: SKE-56/WBC.07/2010 tanggal 7 Juli 2010 menyebutkan bahwa
terhadap PIB Nomor Aju: 000000-100924-20071226-000138 tanggal 26
Desember 2007 telah diberikan perpanjangan kewajiban ekspornya sampai
dengan tanggal 31 Desember 2009, namun sampai dengan tanggal 22 Maret
2010 atas PIB dimaksud belum ada laporan realisasi ekspor/laporan
BCLKT-01;
Bahwa sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor
580/KMK.04/2003 Tanggal 31 Desember 2003 tentang Tatalaksana Kemudahan
Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya, dalam jangka waktu 12 bulan
sejak tanggal pendaftaran PIB Pemohon Banding (sekarang Pemohon PK)
semestinya telah melakukan realisasi ekspor, namun dalam hal ini sampai
dengan batas waktu 12 bulan tersebut Pemohon Banding (sekarang Pemohon
PK) belum melakukan realisasi ekspor;
Bahwa Pemohon Banding (sekarang Pemohon PK) dalam persidangan telah
menyerahkan bukti berupa PEB sebagai realisasi ekspor yang baru
dilakukan di tahun 2010, namun berdasarkan pemeriksaan Majelis ekspor
tersebut dilakukan setelah melewati jangka waktu 12 (dua belas) bulan
sehingga bukti-bukti tersebut tidak dapat dipertimbangkan oleh Majelis;
Bahwa sesuai dengan Pasal 9 ayat (4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
580/KMK.04/2003 Tanggal 31 Desember 2003 tentang Tatalaksana Kemudahan
Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya, atas impor bahan baku yang
sampai dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan tidak melakukan
realisasi ekspor, maka atas BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang
terutang atas impornya wajib dilunasi dan ditambah dengan bunga sebesar
2% dari pungutan yang seharusnya dibayar setiap bulan selama-lamanya 24
bulan;
Bahwa sesuai dengan ketentuan tersebut Majelis berpendapat terbukti
Pemohon Banding (sekarang Pemohon PK) tidak melakukan realisasi ekspor
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal
pendaftaran PIB atas bahan baku asal impor yang mendapatkan fasilitas
KITE sehingga Pemohon Banding (sekarang Pemohon PK) wajib melunasi BM
dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang terutang atas impornya;
Bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan Surat Penetapan Pabean
(SPP) yang diterbitkan oleh Terbanding (sekarang Termohon PK) sudah
benar, sehingga permohonan Banding Pemohon Banding (sekarang Pemohon
PK) atas Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor:
KEP-1945/BC.8/2010 tanggal 16 Juli 2010 tentang Penetapan atas
Keberatan terhadap Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor :
SPP-000494/WBC.07/2010 tanggal 22 Maret 2010 ditolak;
Pendapat Pemohon PK (Semula Pemohon Banding), antara lain sebagai
berikut: Bahwa berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam perkara a qou telah
memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum yang keliru dan bertentangan
secara nyata dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No.14 Tahun
2002 Tentang Pengadilan Pajak Pasal 91 huruf e, yang mengakibatkan
putusan yang diberikan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa Majelis Pengadilan Pajak sekali lagi tidak cermat dalam melihat
pokok sengketa perkara antara Pemohon PK (Semula Pemohon Banding)
dengan Termohon PK (Semula Terbanding), yaitu :
1 |
Majelis
Pengadilan Pajak melihat alat bukti dari Termohon PK (Semula
Terbanding) hanya Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 580/KMK.04/2003
Tanggal 31 Desember 2003 Tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor dan Pengawasannya, dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal
pendaftaran PIB.
Bahwa Majelis Pengadilan Pajak membaca Keputusan Menteri Keuangan
Nomor: 580/KMK.04/2003 Tanggal 31 Desember 2003 tidak tuntas sampai ke
dalil hukumnya yang mengakibatkan salah menafsirkan dan tetap
berpendapat bahwa pelaksanaan Fasilitas KITE harus dilaksanakan dalam
jangka waktu 12 bulan.
Bahwa Termohon PK (Semula Terbanding) jelas
telah mengakui bahwa sampai dengan Periode bulan, tanggal 22 Maret 2010
Pemohon PK (Semula Pemohon Banding) belum pernah merealisasikan ekspor
atas PIB 2007 dan PIB 2008 dalam hal ini terbukti dalam persidangan di
Majelis Pengadilan Pajak.
Bahwa atas hal tersebut kami Pemohon PK
(Semula Pemohon Banding) telah memberikan bukti LPE (Laporan
Pemberitahuan Ekspor) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai
berikut:
Realisasi ekspor tahun 2010:
Periode
Januari – Februari
Periode Maret-April
Periode Mei-Juni
Periode September-Oktober
Periode Nopember-Desember |
=
965.296,09 Kgm
= 399.582,42 Kgm
= 483.635,53 Kgm
= 1.004.643,47 Kgm
= 402.360,35 Kgm |
Bahwa dari alat bukti tersebut seyogyanya yang terhormat Majelis
Pengadilan Pajak dapat membatalkan keputusan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai Nomor: KEP-1945/BC.8/2010 tanggal 16 Juli 2010 tentang Penetapan
atas Keberatan terhadap Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor:
SPP-000494/WBC.07/2010 Tanggal 22 Maret 2010. |
2 |
Majelis
Pengadilan Pajak seharusnya juga dapat mempertimbangkan dengan rasa
keadilan yang berdasarkan kepada kenyataan bahwa diluar kemampuan
(Force Majeure) Tentang Krisis Ekonomi Global yang mengakibatkan
transaksi perdagangan antar Negara dengan Negara lain dapat terkendala,
Hal ini sebenarnya Pemohon PK (Semula Pemohon Banding) telah juga
membuktikan dalam persidangan di Majelis Pengadilan Pajak dengan
menunjukkan bukti otentik korespondensi dari pihak Buyer (Pembeli) yang
ada diluar negeri, tetapi bukti-bukti tersebut tidak di adopsi maupun
menjadi bahan pertimbangan barang bukti oleh Majelis Pengadilan Pajak.
Bahwa Pemohon PK (Semula Pemohon Banding) tidak merasa pernah merugikan
keuangan Negara dalam masalah tidak terealisasinya ekspor atas
Fasilitas KITE yang dituduhkan oleh pihak Termohon PK (Semula
Terbanding), sehingga Putusan Pengadilan Pajak yang demikian
menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang sangat nyata. |
|
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan karena pertimbangan hukum dan putusan Pengadilan Pajak yang
menolak permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP-1945/BC.8/2010 Tanggal 16 Juli 2010
tentang Penetapan atas Keberatan terhadap Surat Penetapan Pabean (SPP)
Nomor : SPP000494/WBC-07/2010 tanggal 12 Maret 2010 atas nama Pemohon
Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali adalah sudah tepat dan
benar, dengan pertimbangan :
- Bahwa Pemohon Banding telah mendapat persetujuan penundaan
realisasi ekspor sampai dengan tanggal 31 Desember 2009, kemudian
Pemohon Banding mengajukan lagi perpanjangan untuk yang keduakalinya
penundaan realisasi eksport tersebut, akan tetapi ditolak yang
disebabkan terhadap PIB yang sama telah mendapatkan persetujuan
penundaan realisasi ekspor.
- Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (3) Keputusan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 205/BC/2003 tanggal 3 Desember
2003, bahwa jangka waktu perpanjangan realisasi ekspor diberikan untuk
periode tertentu dan tidak dapat diberikan perpanjangan lagi.
- Bahwa terhadap penolakan tersebut, Pemohon Banding tidak
pernah
mengajukan keberatan, dan ini berarti bahwa yang bersangkutan menyadari
segala konsekuensi/ akibat dari penolakan tersebut, termasuk akan
diterbitkannya Surat Penetapan Pabean (SPP) oleh Terbanding.
- Bahwa oleh karena itu penerbitan Keputusan Dirjen Bea dan
Cukai
Nomor : KEP-1945/BC.8/2010 Tanggal 16 Juli 2010 tentang Penetapan atas
Keberatan terhadap Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor :
SPP-000494/WBC-07/2010 tanggal 12 Maret 2010 yang menolak keberatan PT.
Bhineka Tatamulya Industri sudah sesuai dengan prosedur dan ketentuan
yang berlaku.
- Bahwa terlepas dari Pemohon Banding telah mendapatkan
persetujuan
ekspor yang diawali pemeriksaan oleh Terbanding, hal ini tidak
mengurangi makna hukum yang dimaksudkan dalam Pasal 26 ayat (1) huruf k
juncto Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 juncto Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan
Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya.
Bahwa dengan demikian tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang
nyatanyata tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: PT. AAA, tersebut tidak beralasan sehingga harus
ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
PT. AAA
tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,- (dua juta lima
ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Senin, tanggal 25 November 2013, oleh FDS, S.H., M.Sc., Ketua Muda
Pembinaan yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, Dr. H. VMB, S.H., M.S., dan HYB, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung
sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota
Majelis tersebut dan dibantu oleh CPR, S.H., Panitera Pengganti dengan
tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis:
ttd/.
Dr. H. VMB, S.H., M.S.,
ttd/.
HYB, S.H., M.H., |
Ketua
Majelis:
ttd/.
FDS, S.H., M.Sc.,
|
|
|
|
Panitera
Pengganti
ttd/.
CPR, S.H., |
Biaya-biaya
1. Meterai ……...................................
Rp 6.000,00
2. Redaksi ……..................................
Rp 5.000,00
3. Administrasi …................................ Rp2.489.000,00
Jumlah …............................................
Rp2.500.000,00 |
|
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
(GXQ, SH.)
Nip. XX0000XXX
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.