Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 378/B/PK/PJK/2014
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190;
Selanjutnya memberikan kuasa kepada:
- ABC, Jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat
Jenderal Pajak;
- DEF, Jabatan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
- GHI, Jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit
Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
- JKL Jabatan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali
dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-772/PJ./2012, tanggal 01 Juni
2012;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT XXX, beralamat di Gedung G Lantai YY Jalan H Said Blok X Kavling DD,
Jakarta Selatan 12xxx;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.36662/PP/M.XIII/12/2012, tanggal 14 Februari 2012 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
- Latar belakang;
Bahwa pada tanggal 26 Juni 2009 Terbanding (Kantor Pelayanan Pajak PMA
III) menerbitkan SKPKB PPh Pasal 23 Nomor 00068/203/07/056/09 Masa
Pajak Januari-Desember 2007 yang menetapkan koreksi Dasar Pengenaan
Pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp6.769.804.168 (Rp59.152.285.330
–
Rp52.382.481.162) dan koreksi kredit pajak sebesar Rp121.257.057
(Rp2.397.174.250 – Rp2.275.917.193) sehingga jumlah PPh Pasal
23 yang
masih harus dibayar adalah sebesar Rp1.203.379.592 (termasuk sanksi
bunga) dengan perincian sebagai berikut:
No |
Uraian |
Jumlah
Rupiah Menurut |
Koreksi |
Pemohon
Banding |
Terbanding |
1
2
3
4
5
6
|
Dasar
Pengenaan Pajak
PPh Pasal 23 Terutang
Kredit Pajak
PPh Kurang/(Lebih) Bayar
Sanksi Administrasi Bunga
Jumlah Yang Masih Harus Dibayar |
52.382.481.162
2.397.174.250
2.397.174.250
-
-
|
59.152.285.330
3.147.931.390
2.275.917.193
872.014.197
331.365.395
1.203.379.592
|
6.769.804.168
750.757.140
(121.257.057)
872.014.197
331.365.395
1.203.379.592
|
Bahwa selanjutnya Pemohon Banding mengajukan Surat Permohonan Keberatan
Nomor 008/PAI-KPP/VIII/2009 tertanggal 25 Agustus 2009 yang diterima
oleh KPP PMA III pada tanggal 16 September 2009 yang pada intinya
menyampaikan keberatan Pemohon Banding: atas seluruh koreksi Dasar
Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp6.769.804.168,00 dan kredit
pajak sebesar Rp121.257.057,00 dan berpendapat bahwa seharusnya
terdapat PPh Pasal 23 yang terutang sebesar Rp2.397.174.250,00 dan
kredit pajak sebesar Rp2.397.174.250,00. Sehingga nilai SKPKB PPh Pasal
23 sebesar Rp1.203.379.592,00 termasuk sanksi bunga tersebut seharusnya
dibatalkan. Dengan perincian sebagai berikut:
Keterangan |
Cfm
SPT
PPh Badan
(Rp) |
Koreksi
Menurut
Pemohon Banding
(Rp) |
Setelah
Koreksi
(Rp) |
Dasar
Pengenaan Pajak
PPh Terutang
Kredit Pajak
PPh Kurang (Lebih) Bayar
Sanksi Administrasi Bunga
Jumlah PPh ymh (lebih) dibayar |
52.382.481.162
2.397.174,250
2.397.174.250
-
-
-
|
-
|
52.382.481.162
2.397.174.250
2.397.174.250
-
-
- |
Bahwa menjawab permohonan keberatan Pemohon Banding, Terbanding telah
menerbitkan SK Keberatan Nomor KEP-533/WPJ.07/2010 tanggai 1 Juni 2010
yang Pemohon Banding terima pada tanggai 3 Juni 2010 yang memutuskan
menambah besarnya pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Ketetapan
Pajak yang diajukan keberatan oleh Pemohon Banding atas SKPKB PPh Pasal
23, dengan perincian sebagai berikut:
Uraian |
Semula
(Rp) |
Ditambah/(Dikurangi)
(Rp) |
Menjadi
(Rp) |
Dasar
Pengenaan Pajak |
59.152.285.330 |
(206.041.746)
|
58.946.243.584 |
PPh
terutang |
3.147.931.390 |
70.566.644 |
3.218.498.034 |
Kredit
Pajak |
2.275.917.193 |
0 |
2.275.917.193 |
Kompensasi
Tahun Pajak/Tahun Pajak sebelumnya |
0 |
0 |
0 |
PPh
Kurang/(Lebih) dibayar |
872.014.197 |
70.566.644 |
942.580.841 |
Sanksi
Administrasi |
331.365.395 |
26.815.325 |
358.180.720 |
Jumlah
PPh ymh/(lebih) dibayar |
1.203.379.592 |
97.381.969 |
1.300.761.561 |
- Ketentuan formal banding;
Bahwa merujuk pada Pasal 27 UU KUP dan Pasal 35 dan Pasal 36 UU
Pengadilan Pajak, dengan ini Pemohon Banding:
- Mengajukan permohonan banding dalam Bahasa Indonesia
kepada,Pengadilan Pajak;
- Surat Permohonan Banding ini diajukan terhadap SK
Keberatan
Nomor KEP-533/WPJ.07/2010 tanggai 1 Juni 2010 yang Pemohon Banding
terima pada tanggai 3 Juni 2010;
- Surat Permohonan Banding ini disampaikan dalam jangka
waktu 3 bulan sejak tanggai diterimanya SK Keberatan oleh Pemohon
Banding;
- Pemohon Banding telah membayar seluruh Pajak yang
terutang (termasuk
sanksi bunga) berdasarkan SK Keberatan Nomor KEP-533/WPJ.07/2010 PPh
Pasal 23 sebesar Rp1.300.761.561,00 dengan Surat Setoran Pajak yang
dapat dirinci dalam tabel sebagai berikut:
No. |
Tgl
Bayar |
Cicilan
SKpKB PPh Pasal 23 |
1 |
04/09/2009 |
200.563.200 |
2 |
15/10/2009 |
100.281.600 |
3 |
29/10/2009 |
100.281.600 |
4 |
13/11/2009 |
100.281.600 |
5 |
30/11/2009 |
100.281.600 |
6 |
14/12/2009 |
100.281.600 |
7 |
13/01/2010 |
100.281.600 |
8 |
28/01/2010 |
100.281.600 |
9 |
12/02/2010 |
100.281.600 |
10 |
25/02/2010 |
100.281.600 |
11 |
18/03/2010 |
100.281.992 |
12 |
26/08/2010 |
97.381.969 |
|
|
1.300.761.561 |
Bahwa dengan demikian Pemohon Banding telah memenuhi persyaratan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak;
- Pokok sengketa;
Bahwa dasar menambah besarnya pajak yang masih harus dibayar dalam
Surat Ketetapan Pajak yang diajukan keberatan oleh Pemohon Banding yang
tercantum dalam SK Keberatan adalah terdapat cukup alasan untuk
menambah besarnya pajak yang masih harus dibayar dalam surat ketetapan
pajak yang diajukan keberatan oleh Pemohon Banding. Selanjutnya, pokok
segketa antara Terbanding dan Pemohon
Banding adalah sebagai berikut:
Menurut Terbanding;
Bahwa Terbanding telah melakukan koreksi atas Objek PPh Pasal 23
sebesar Rp6.563.762.402,00 (Rp58.946.243.584,00 - Rp52.382.481.182,00)
dimana seharusnya total menurut SPT adalah Rp52.382.481.162,00 bukan
Rp52.382.481.182,00 sehingga seharusnya nilai koreksi menjadi
Rp6.563.762.422,00;
Bahwa menurut Terbanding koreksi tersebut berasal dari:
- Koreksi Objek PPh Pasal 23:
- Biaya Royalti kepada Pemerintah sebesar
Rp2.322.940.956,00 merupakan Objek PPh Pasal 23 yang terutang PPh Pasal
23 dengan tarif 15%;
- Selanjutnya koreksi atas Objek PPh Pasal 23 lainnya
sebesar
Rp4.240.821.466,00 Terbanding berpendapat saat terutangnya PPh Pasal 23
dan kurs KMK yapg digunakan adalah pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu;
- Koreksi kredit pajak sebesar Rp121,257.057,00 karena
Pemohon Banding tidak mempunyai alasan keberatan atas koreksi kredit
pajak;
Menurut Pemohon Banding;
Bahwa Pemohon Banding berpendapat:
- Koreksi Objek PPh Pasal 23:
- Koreksi Objek PPh Pasal 23 atas biaya Royalti kepada
Pemerintah sebesar Rp2.322.940.956,00 tidak seharusnya dilakukan karena
dalam hal ini Royalti bukan Objek Pajak, sehingga biaya Royalti ini
tidak seharusnya menjadi objek PPh Pasal 23;
- Koreksi terhadap Objek PPh Pasal 23 lainnya sebesar
Rp4.240.821.466,00 Pemohon Banding berpendapat pemotongan PPh Pasal 23
telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
- Kredit pajak PPh Pasal 23 telah dibayarkan dan telah
Pemohon Banding sampaikan kepada Terbanding pada saat pemeriksaan dan
keberatan;
- Permohonan Banding;
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding terhadap pokok sengketa
sebagaimana diuraikan di atas. Berikut ini adalah uraian dasar koreksi
yang dilakukan oleh Terbanding yang mengakibatkan terbitnya SKPKB PPh
Pasal 23 beserta alasan dan penjelasan Pemohon Banding atas pokok
sengketa tersebut:
- Koreksi Objek PPh Pasal 23 sebesar Rp6,563,762,422,00
- Menurut Terbanding;
- Koreksi Objek PPh Pasal 23:
- Bahwa biaya Royalti kepada Pemerintah sebesar
Rp2.322.940.956,00 merupakan kewajiban PT YYY (PT YYY) selaku pemegang
hak penambangan sehingga Royalti yang dibayarkan oleh PT XXX atas nama
PT YYY merupakan Objek PPh Pasal 23 yang terutang PPh Pasal 23 dengan
tarif 15%;
- Bahwa selanjutnya koreksi atas Objek PPh Pasal 23
lainnya
sebesar Rp4.240.821.466 Terbanding berpendapat saat terutangnya PPh
Pasal 23 adalah pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir
bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa
yang terjadi lebih dahulu. Dan dalam hal terdapat transaksi dengan mata
uang asing maka untuk kepentingan penghitungan Dasar Pengenaan Pajak
harus dilakukan konversi nilai transaksi dengan menggunakan kurs KMK
pada saat terutangnya penghasilan;
Bahwa adapun Perincian koreksi Objek PPh Pasal 23 adalah sebagai
berikut:
Pos
Perkiraan |
Menurut
Pemohon Banding
(Rp) |
Menurut
Terbanding
(Rp) |
Koreksi
(Rp) |
A.
Royalti-Pemerintah |
0 |
2.322.940.956 |
2.322.940.956 |
B.
Objek PPh 23 Lainnya: |
|
|
|
Biaya
Pengolahan Batu Bara |
46.885.564.641 |
53.146.696.770 |
6.261.132.130 |
Biaya
Analisis Batu Bara |
271.056.388 |
347.860.407 |
76.804.019 |
Royalti-Non
Pemerintah |
5.182.860.133 |
3.066.745.450 |
(2.116.114.683) |
Jasa
Audit |
43.000.000l |
62.000.000 |
19.000.000 |
Total
Objek PPh 23 Lainnya |
52.382.481.162 |
56.623.302.627 |
4.240.821.466 |
Grand
Total (A+B) |
52.382.481.162~1 |
58.946.243.583
|
6.563.762.422 |
- Bahwa Kredit Pajak sebesar Rp121.257.057,00 karena
Pemohon Banding tidak memberikan alasan keberatan atas koreksi
Terbanding terhadap Kredit Pajak;
- Menurut Pemohon Banding;
- Koreksi Objek PPh Pasal 23 atas Biaya Royalti
Pemerintah sebesar Rp2.322.940.956,00;
Bahwa Pemohon Banding keberatan dengan koreksi objek PPh Pasal 23 atas
biaya royalty yang dibayarkan ke Pemerintah karena sesuai dengan
peraturan yang berlaku; (i) Pemerintah bukan merupakan Pemohon Banding,
(ii) pembayaran royalty ke Pemerintah bukan merupakan objek pajak, dan
(iii) pembayaran royalty disetor secara langsung ke Pemerintah melalui
rekening kas Negara;
- Pembayaran Royalti ke Pemerintah bukan Objek
Pajak:
Bahwa pembayaran ke Pemerintah Kutai Kartanegara disebut sebagai
pembayaran Royalti ke Pemerintah. Meskipun pembayaran ini disebut
sebagai Royalti, namun pada substansinya pembayaran ini tidak termasuk
dalam pengertian Royalti secara umum namun pembayaran ini merupakan
bagi hasil produksi batubara antara pengusaha Batubara sesuai dengan
Perjanjian Kerjasama Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan
Pemerintah seperti halnya pertambangan-pertambangan lainnya. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2 tentang
tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, atas penerimaan bagi hasil
ini merupakan PNBP;
Bahwa definisi Royalti secara umum yang menjadi objek PPh mengacu pada
penjelasan Pasal 4 huruf h UU PPh, yang pada dasarnya merupakan
imbalan, sehubungan dengan penggunaan:
1 |
hak
atas harta tak berwujud; |
2 |
hak
atas harta berwujud; |
3 |
informasi; |
Bahwa menurut pendapat Pemohon Banding, pembayaran bagi hasil ke
Pemerintah tidak termasuk dalam pengertian Royalti sesuai dengan UU PPh
karena pembayaran royalty ini merupakan PNBP. Oleh karena itu,
pembayaran bagi hasil ke Pemerintah bukan merupakan objek PPh;
- Pemerintah bukan Wajib Pajak:
Bahwa berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku, Pemerintah Kutai
Kartanegara bukan merupakan Wajib Pajak.
Dengan demikian, pembayaran Royalti kepada pemerintah Kutai Kartanegara
bukan merupakan objek pajak penghasilan bagi si penerima penghasilan
ataupun objek pajak pemotongan bagi si pembayar. Hal ini juga diperkuat
dengan fakta bahwa Pemerintah Kutai Kartanegara tidak pernah terdaftar
sebagai Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak manapun;
- Pembayaran bagi basil kepada Pemerintah telah
disetor langsung ke Kas Negara:
Bahwa Pemohon Banding melakukan penyetoran bagi hasil kepada Pemerintah
Kutai Kartanegara secara langsung ke Kas Negara;
Bahwa sebagai bukti Pemohon Banding lampirkan pembayaran/transfer atas
bagi hasil yang disetorkan Pemohon Banding ke rekening Kas Negara cq
KPKN Jakarta;
Bahwa dengan demikian, jelas sekali bahwa berdasarkan
penjelasan-penjelasan di atas, pembayaran bagi hasil ke Pemerintah
bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Oleh karena itu, Pemohon Banding
menolak koreksi Terbanding atas biaya Royalti Pemerintah sebesar
Rp2.322,940.956,00 karena koreksi Terbanding tidak berdasar;
- Koreksi atas Objek PPh Pasal 23 lainnya sebesar
Rp4.240.821.466,00
Bahwa Terbanding telah melakukan koreksi objek PPh Pasal 23 sebesar
Rp4.240.821.466,00 dengan perincian sebagai berikut:
1 |
Biaya
Pengolahan Batu Bara sebesar Rp6.261.132.129,00; |
2 |
Biaya
Analisis Batubara sebesar Rp76.804.019,00; |
3 |
Biaya
Royalti Non Pemerintah (Komisi Penjualan) sebesar (Rp2.1,16.114.683,00); |
4 |
Biaya
Jasa Audit sebesar Rp19.000.00,00; |
Bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding belum melaporkan o,bjek PPh
Pasal 23 atas biaya Royalti sebesar tersebut di atas dan oleh karenanya
terhutang PPh Pasal 23 dengan tarif 15%;
Bahwa Pemohon Banding tidak sependapat dengan koreksi Terbanding
berdasarkan alasan dan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 terhadap
seluruh pembayaran atas biaya-biaya tersebut di atas.
Tarif pajak pemotongan PPh Pasal 23 disesuaikan dengan jenis objek
pemotongannya berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
Berdasarkan bukti pemotongan yang telah dilaporkan ke KPP domisili,
Pemohon Banding melakukan penyetoran dan pelaporan pajak pada saat
dilakukan pembayaran terhadap tagihan biaya-biaya tersebut. Dasar
dilakukannya pelaporan dan pembayaran PPh Pasal 23 yang berdasarkan
saat pembayaran tagihan adalah untuk kemudahan di mana pada saat itu
sudah diketahui besarnya nilai tagihan yang harus dibayar. Berdasarkan
UU PPh Tahun 2000 Pasal 23, saat terhutangnya pajak adalah pada saat
terjadi pembayaran atau pengakuan biaya (terhutang).
Undang-undang tersebut tidak menyebutkan terhutangnya pajak berdasarkan
kondisi yang mana yang terjadi lebih dahulu atas pembayaran atau
pengakuan biaya. Dengan demikian. Pemohon Banding berpendapat bahwa
saat pemotongan PPh Pasal 23 atas obyek sebesar Rp4.240.821.466,00 yang
dilakukan Pemohon Banding telah sesuai atau tidak bertentangan dengan
ketentuan Pasal 23 UU PPh Tahun 2000;
Bahwa selanjutnya, apabila Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding
belum menyetorkan PPh Pasal 23 atas objek pemotongan sebagaimana
tersebut di atas di tahun 2Q07, bagaimana dengan bukti pemotongan yang
telah dilaporkan oleh Pemohon Banding di tahun 2008? Menurut Pemohon
Banding, tidaklah adil bila Pemohon Banding dikenakan pajak dua kali
atas obyek pemotongan yang sama karena pada dasamya Pemohon Banding
sebagai Pemohon Banding telah patuh memenuhi kewajiban perpajakannya,
yaitu menyetor dan melaporkan pemotongan pajak;
Bahwa Terbanding telah melakukan koreksi tarif pada proses keberatan
yang diajukan Pemohon Banding sehingga mengakibatkan tambahan pajak
yang kurang dibayar sebesar Rp97.381.969,00 termasuk sanksi bunga,
yaitu dengan mengenakan tarif 15%. Pemohon Banding tidak sependapat
dengan Terbanding karena pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding
adalah atas komisi penjualan yang mana tarif PPh Pasal 23 seharusnya
adalah 4,5%;
Bahwa atas dasar dan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas. dengan
demikian Pemohon Banding menolak koreksi Terbanding sebesar
Rp4.240.821.466,00
- Koreksi atas Kredit Pajak sebesar Rp121.257.057,00
- Menurut Terbanding - pada saat proses Pemeriksaan
dan Keberatan;
Bahwa Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak memberikan
alasan keberatan atas koreksi Terbanding terhadap kredit pajak,
sehingga Terbanding tidak dapat mempertimbangkan keberatan atas koreksi
kredit pajak sebesar Rp121.257.057,00 (Rp2.397.174.250,00 -
Rp2.275.917.193,00);
- Menurut Pemohon Banding;
Bahwa alasan keberatan Pemohon Banding atas Kredit Pajak sebesar
Rp2.397.174.250,00 telah tercermin pada penjelasan equalisasi biaya
objek PPh Pasal 23. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 masa pajak
Januari samXXX dengan Desember 2007 juga telah Pemohon Banding
lampirkan sejak awal pemeriksaan, demikian pula dalam surat Pemohon
Banding Nomor 002/XXX-KPP/ll/2010 tanggai 17 Februari 2010 mengenai
jawaban permintaan penjelasan/tambahan data, telah Pemohon Banding
samXXXkan penjelasan kredit pajak tersebut pada daftar objek /
sanding/equalisasi PPh Pasal 23 sesuai SPT PPh Pasal 23 masa Januari
samXXX dengan Desember 2007 yang telah Pemohon Banding setorkan;
Bahwa Pemohon Banding juga telah mengajukan permohonan penjelasan atas
koreksi dalam Pemberitahuan Hasil Penelitian Keberatan Nomor
S-1524/WPJ.07/2010 tanggai 11 Mei 2010, dan telah ditanggapi melalui
surat Nomor S-2325/WPJ.07/2010 tanggal 30 Juni 2010, namun hanya
perhitungan atas DPP PPh Pasal 23 saja yang diberikan penjelasan kepada
Pemohon Banding;
Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka Pemohon Banding menolak
koreksi Terbanding atas Kredit Pajak sebesar Rp121.257.057,00;
- Kesimpulan dan perhitungan menurut Pemohon Banding;
Bahwa merujuk pada seluruh uraian penjelasan di atas, Pemohon Banding
mohon agar Majelis Hakim dapat menerima permohonan banding Pemohon
Banding dan membatalkan Keputusan Terbanding Nomor KEP- 533/WPJ.07/2010
yang menambah Permohonan Keberatan atas SKPKB Nomor 00068/203/07/056/09
PPh Pasal 23 Tahun Pajak 2007 sehingga perhitungan pajak dalam SK
Keberatan/SKPKB seharusnya Nihil. Dengan demikian, karena Pemohon
Banding telah melunasi seluruh pajak terutang, maka jumlah PPh Pasal 23
yang harus dikembalikan adalah sebesar Rp1.300.761.561,00 dengan
perincian sebagai berikut:
Keterangan |
Menurut
SKPKB/
Keputusan Keberatan
(Rp) |
Menurut
Pemohon
Banding
(Rp) |
Koreksi
yang Ditolak oleh
Pemohon Banding
(Rp) |
Dasar
Pengenaan Pajak |
58.946.243.584 |
52.382.481.162 |
6.563.762.422 |
PPh
Pasal 23 Terutang |
3.218.498.034 |
2.397.174.250 |
821.323.784 |
Kredit
Pajak |
2.275.917.193 |
2.397.174.250 |
121.257.057 |
PPh
Badan yang Kurang/(Lebih) dibayar |
942.580.841 |
- |
942.580.841 |
Sanksi
Administrasi |
358.180.720 |
- |
358.180.720 |
Jumlah
yang masih harus dibayar |
1.300.761.561 |
NIHIL |
1.300.761.561 |
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.36662/PP/M.XIII/12/2012, tanggal 14 Februari 2012 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Berbanding
terhadap Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-533/WPJ.07/2010 tanggal
01 Juni 2010 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari - Desember 2007 Nomor
00068/203/07/056/09 tanggal 26 Juni 2009, atas nama: PT XXX, NPWP
02.xxx Alamat: Gedung G Lantai YY Jalan H Said Blok X Kavling DD,
Jakarta Selatan 12xxx, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut:
Dasar
Pengenaan Pajak |
Rp
56.623.302.628,00 |
Pajak
Penghasilan Pasal 23 yang terutang |
Rp
2.870.056.891,00 |
Kredit
Pajak: Setoran masa dan tahunan |
Rp
2.275.917.139,00 |
Pajak
yang tidak/kurang dibayar |
Rp
594.139.698,00 |
Sanksi
administrasi: Bunga Pasal 13(2) KUP |
Rp
225.773.085,00 |
Jumlah
PPh yang masih harus dibayar |
Rp
819.912.783,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.36662/PP/M.XIII/12/2012,
tanggal 14 Februari 2012 diberitahukan kepada Terbanding pada tanggal
13 Maret 2012, kemudian terhadapnya oleh Terbanding dengan perantaraan
kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-772/PJ./2012,
tanggal 01 Juni 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara
tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 06 Juni 2012,
dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 06 Juni 2012;
Menimbang, bahwa tentang permohonan Peninjauan Kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 29 Juni
2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14
Agustus 2012;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan
alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Tentang Alasan Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali;
- Bahwa Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan
Pajak) menyatakan:
“Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan
kembali
atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”;
- Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan
Pajak
menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan
alasan sebagai berikut:
“Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;
- Bahwa dalam putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.36662/PP/M.XIII/12/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang amarnya
Menyatakan mengabulkan seluruhnya, Majelis Hakim tidak memperhatikan
atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi
yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut,
sehingga Majelis Hakim menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia;
- Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan
Kembali;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3)
Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
“Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan
dikirim”;
- Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.36662/PP/M.XIII/12/2012, atas nama: PT. XXX (Termohon Peninjauan
Kembali/ semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut
kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan disamXXXkan
secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
oleh Pengadilan Pajak melalui surat Nomor P.237.a/SP.23/2012 tanggal 07
Maret 2012 dengan cara disamXXXkan secara langsung kepada Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 15 Maret 2012
sesuai surat Tanda Terima Dokumen Direktorat Jenderal Pajak Nomor
Dokumen: 2012031501600005;
- Bahwa mengingat pengajuan permohonan Peninjauan Kembali
didasari ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak,
dengan demikian pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put.36662/PP/M.XIII/12/2012 ini, masih dalam
tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau
setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan
Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini
belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnya-lah
Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia;
- Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali
ini adalah:
Tentang Koreksi positif Royalty – Pemerintah sebesar
Rp2.322.940.956,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim
Pengadilan Pajak;
- Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.36662/PP/M.XIII/12/2012 tanggal 14 Februari 2012, maka dengan ini
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat
keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan
hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit)
dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam
pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah
membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris
dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan
hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak
tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, yang kami kemukakan dalam
dalih-dalil hukum sebagai berikut:
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
sangat
keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang
antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 36 Alinea ke-7 dan Alinea ke-8:
Bahwa ..... Majelis berpendapat bahwa walaupun didalam bukti pembayaran
oleh Pemohon Berbanding tercantum sebagai Pembayaran Royalti kepada
Pemerintah, namun yang dibayarkan oleh Pemohon Berbanding kepada
Pemerintah Kutai Kartanegara untuk dan atas nama PT. YYY adalah
merupakan bagian keuntungan Pemerintah dari penjualan batubara sesuai
dengan Perjanjian antara Pemohon Banding dengan PT. YYY dan bukan
sebagai Royalti sebagai objek PPh sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ayat (1)
huruf h UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang PPh beserta Penjelasannya karena
yang dibayarkan oleh Pemohon Banding kepada Pemerintah Kutai
Kartanegara tersebut tidak termasuk dalam pengertian Royalti sebagai
objek PPh;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan
koreksi positif Royalty - Pemerintah sebesar Rp2.322.940.956,00 tidak
dapat dipertahankan;
- Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.36662/PP/M.XIII/12/2012 tanggal 14 Februari 2012 tersebut di atas,
maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini
menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa
dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau
setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam
membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan
fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku terkait koreksi
positif Royalty - Pemerintah sebesar Rp2.322.940.956,00 yang tidak
dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, sehingga hal
tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang
perpajakan di Indonesia;
- Bahwa Pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang
Pengadilan Pajak) menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1):
“Alat bukti dapat berupa:
a surat atau tulisan;
b keterangan ahli;
c keterangan para saksi;
d pengakuan para pihak; dan/atau
e pengetahuan Hakim;
Kemudian dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa
“Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis
atau
Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau
tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain”;
- Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan
bahwa
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1)”;
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan
bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan
kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang
perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para
pihak”;
- Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan
bahwa
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim”;
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan
sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
- Bahwa ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan
Undang-Undang PPh) menyatakan:
Pasal 4 ayat (1) huruf h:
“Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luarIndonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
h. Royalty;
Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) huruf h:
Pada dasarnya imbalan berupa Royalti terdiri dari tiga kelompok, yaitu
imbalan sehubungan dengan penggunaan:
1 |
hak
atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang,
formula, atau rahasia perusahaan; |
2 |
hak
atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial
dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri,
komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai
nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di
beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling
rig), dan sebagainya; |
3 |
informasi,
yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun belum
dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri atau bidang usaha
lainnya; |
Pasal 23:
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek
Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam
negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan:
a. |
sebesar
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: |
|
1)
dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; |
|
2)
bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f; |
|
3)
royalti; |
- Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku
dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.36662/PP/M.XIII/12/2012 tanggal 14 Februari 2012 serta berdasarkan
penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali
(semula Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding)) dan
fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata
terungkap pada persidangan, yaitu:
- Bahwa
koreksi positif Royalty - Pemerintah sebesar Rp2.322.940.956,00 berasal
dari ekualisasi biaya pada PPh Badan sebagaimana yang terdapat dalam
Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 35987/PP/M.XIII/15/2011 tanggal 14
Februari 2012;
- Bahwa
atas biaya royalti tersebut telah diakui oleh Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) dan Majelis Hakim sebagai pengurang
penghasilan bruto di dalam SPT PPh Badan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Berbanding);
Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan diketahui bahwa Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding) memperoleh hak
pengelolaan tambang (hak konservasi) dari PT YYY, dan berdasarkan
agreement antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Berbanding) dengan PT YYY tanggal 01 Februari 2005 Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Berbanding) wajib membayar USD 1 tiap
memproduksi 1 ton batubara serta membayar kompensasi perolehan hak
konservasi tambang PT
YYY yang diperoleh dari negara sebesar 3% dari omzet serta pungutan
derah sebesar 0,5 USD per metrik ton produksi;Bahwa atas transaksi
tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dapat uraikan
dengan skema sebagai berikut:
Bahwa dalam proses penelitian diperoleh informasi bahwa pemegang hak
penambangan PT YYY mempunyai kewajiban untuk membayar royalti kepada
Pemerintah (pusat maupun daerah), hal ini terlihat dari adanya tagihan
dari pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara yang ditujukan kepada PT
YYY selaku pemegang hak penambangan;
Bahwa selanjutnya atas tagihan royalti tersebut diteruskan ke Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding) dan kemudian dibayar
oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding) ke kas
negara dengan keterangan “Pungutan Pembangunan Daerah PT
YYY”;
Bahwa pembayaran tagihan royalti tersebut dilakukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding) sesuai agreement antara
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding) dengan PT YYY
tanggal 01 Februari 2005;
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Berbanding) tidak setuju dengan koreksi tersebut dengan alasan sebagai
berikut:
- Pembayaran Royalty ke Pemerintah bukan Objek Pajak;
Karena pembayaran ke Pemerintah (baik pusat maupun daerah) meskipun
disebut sebagai royalti namun substansinya pembayaran ini tidak
termasuk dalam pengertian royalti secara umum, namun pembayaran ini
merupakan bagi hasil produksi batubara antara pengusaha batubara sesuai
dengan Perjanjian Kerjasama Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B)
dengan Pemerintah seperti halnya pertambangan-pertambangan lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2
tentang tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, atas penerimaan
bagi hasil ini merupakan PNBP;
- Pemerintah bukan Wajib Pajak;
Pemerintah Kutai Kartanegara bukan merupakan Wajib Pajak. Dengan
demikian, pembayaran royalti kepada Pemerintah Kutai Kartanegara bukan
merupakan objek pajak;
- Pembayaran bagi hasil kepada Pemerintah telah disetor
langsung ke Kas Negara;
Bahwa sebagai bukti Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Berbanding) telah melampirkan bukti pembayaran atas bagi hasil yang
disetorkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding) ke
rekening Kas Negara cq KPKN Jakarta;
- Bahwa dalam amar pertimbangannya di Putusan Pengadilan
Pajak
Nomor Put.36662/PP/M.XIII/12/2012 tanggal 14 Februari 2012 Majelis
Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa:
Halaman 36 Alinea ke-7 dan Alinea ke-8
Bahwa ..... Majelis berpendapat bahwa walaupun didalam bukti pembayaran
oleh Pemohon Berbanding tercantum sebagai Pembayaran Royalti kepada
Pemerintah, namun yang dibayarkan oleh Pemohon Berbanding kepada
Pemerintah Kutai Kartanegara untuk dan atas nama PT. YYY adalah
merupakan bagian keuntungan Pemerintah dari penjualan batubara sesuai
dengan Perjanjian antara Pemohon Banding dengan PT. YYY dan bukan
sebagai Royalti sebagai objek PPh sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ayat (1)
huruf h Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang PPh beserta
Penjelasannya karena yang dibayarkan oleh Pemohon Banding kepada
Pemerintah Kutai Kartanegara tersebut tidak termasuk dalam pengertian
Royalti sebagai objek PPh;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan
koreksi positif Royalty - Pemerintah sebesar Rp2.322.940.956,00 tidak
dapat dipertahankan;
- Bahwa dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor
7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dinyatakan
“Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luarIndonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk h.
Royalty”;
Bahwa dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dinyatakan
“Pada dasarnya imbalan berupa Royalti terdiri dari tiga
kelompok,
yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan: 1.hak atas harta tak
berwujud,...........;
- Bahwa berdasarkan Pemeriksaan Pemohon Peninjauan kembali
(semula Terbanding) terhadap agreement anatara Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding dengan PT YYY diketahui bahwa Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding) memperoleh hak
pengelolaan tambang (hak konservasi) dari PT YYY, dan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding) wajib membayar USD 1
tiap memproduksi 1 ton batubara serta membayar kompensasi perolehan hak
konservasi tambang PT YYY yang diperoleh dari negara sebesar 3% dari
omzet serta pungutan derah sebesar 0,5 USD per metrik ton produksi;
- Bahwa berdasarkan fakta sebagaimana dimaksud pada poin 12
dapat
dibuktikan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Berbanding) memperoleh hak pengelolaan tambang (hak konservasi) dari PT
YYY, sehingga terbukti secara nyata bahwa Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Berbanding) telah mendapatkan hak atas harta tidak
berwujud sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000;
- Bahwa berdasarkan pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) diketahui bahwa pemilik hak pengelolaan Tambang
adalah PT YYY sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
berpendapat yang wajib membayar royalty kepada Pemerintah adalah PT
YYY, hal ini dibuktikan dengan fakta-fakta sebagai berikut:
- Invoice dari Pemerintah atas royalty dimaksud ditujukan
kepada PT YYY selaku pemegang hak penambangan bukan kepada Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- Bukti pembayaran royalty ke Pemerintah berupa
pembayaran PNBP
walaupun dibayarkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) tetapi atas nama PT YYY bukan atas nama Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding);
Berdasarkan fakta tersebut, nama yang tercantum dalam bukti setor
adalah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Bahwa
“a.n. (atas nama)” atau dengan kata lain qq
singkatan dari
qualitate qua yang artinya “dalam kedudukan (kualitas)
sebagai
wakil", sehingga arti dari Permohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) an PT YYY adalah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) dalam kedudukan (kualitas) sebagai wakil PT YYY;
- Bahwa berdasarkan fakta, diketahui bahwa tambang batu
bara
adalah milik Pemerintah dan hak penambangannya diberikan kepada PT YYY
sehingga yang wajib membayar royalty atas hak penambangan kepada
Pemerintah adalah PT YYY;
Bahwa pembayaran royalti tersebut dilakukan oleh Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Berbanding) sesuai agreement antara Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Berbanding) dengan PT YYY tanggal 01
Februari 2005;
Apabila penggunaan hak dan pembayaran royalty tersebut diserahkan
kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) seharusnya
didahulukan atas persetujuan Pemerintah. Hal ini harus dibuktikan
dengan adanya agreement antara Pemerintah dengan Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding), tetapi faktanya tidak terdapat antara
kontrak antara Pemerintah dengan Termohon Peninjauan kembali (semula
Pemohon Banding) mengenai penggunaan dan dan pembayaran royalty;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas dapat dibuktikan
bahwa
pembayaran royalty Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Berbanding) seharusnya dibayarkan kepada PT YYY bukan langsung kepada
Pemerintah, sehingga atas pembayaran royalty tersebut yang dibayarkan
kepada subjek Pajak Dalam Negeri terutang Pajak Penghasilan Pasal 23
sebagaimana dimaksud Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000;
Pembayaran royalty oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) langsung kepada Pemerintah bertujuan agar tidak terutang PPh
Pasal 23, sehingga terbukti secara nyata telah merugikan pendapatan
Negara;
- Bahwa atas biaya royalti tersebut telah dibebankan
sebagai
pengurang penghasilan bruto dalam SPT PPh Badan Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) dan telah dikuatkan oleh putusan
Mejelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.35766/PP/M.XIII/15/2011
tanggal 05 Juli 2011 atau dengan kata lain belum dikenakan pajak
penghasilan, sehingga apabila tidak terutang PPh Pasal 23 akan
menimbulkan kerugian pada negara sesuai prinsip perpajakan taxable
deductible;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi)
tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan
nyatanyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a
quo sepanjang mengenai sengketa koreksi positif Royalty - Pemerintah
sebesar Rp2.322.940.956,00 tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada
pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah
salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang
perpajakan. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.36662/PP/M.XIII/12/2012 tanggal 14 Februari 2012 menyangkut
sengketa koreksi Royalty - Pemerintah sebesar Rp2.322.940.956,00 harus
dibatalkan;
- Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak
Nomor Put.36662/PP/M.XIII/12/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang
menyatakan:
Mengabulkan sebagian permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Berbanding) terhadap Keputusan Direktur Jenderal Nomor
KEP-533/WPJ.07/2010 tanggal 01 Juni 2010 tentang Keberatan atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak
Januari - Desember 2007 Nomor 00068/203/07/056/09 tanggal 26 Juni 2009,
atas nama: PT XXX, NPWP 02.xxxx, Alamat: Gedung G Lantai YY Jalan H
Said Blok X Kavling DD, Jakarta Selatan 12xxx, dengan Perhitungan
jumlah Pajak yang masih harus dibayar menjadi sebagaimana perhitungan
di atas;
adalah tidak benar dan telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;<
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.