Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1225/B/PK/PJK/2015
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
berkedudukan di Jalan Jenderal FG No. 40-42, Jakarta 12190, dalam hal
ini memberikan kuasa kepada:
- AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal
Pajak;
- BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat
Keberatan dan Banding;
- CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan
Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
- DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya beralamat di Kantor Pusat Direktur Jenderal Pajak, Jalan
Jenderal FG No. 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU - 3552 /PJ./2014 Tanggal 22 Desember 2014;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. FGH,
beralamat di Komp. Pertokoan TA Blok B2-B5 Jl. XY, Labuh Baru Timur,
Payung Sekaki, Pekanbaru, Riau XXXXX, dalam
hal ini memberikan kuasa kepada:
- Prof. Dr. D. AF, S.H.
- SDF, S.H., LLM.
- DFG, S.H.
Para Advokat pada Kantor Hukum “GHJ”
yang
beralamat di QQ 6 (dahulu bernama YX
II), Lantai 14, Jl. Jenderal FA Kav. 31, Jakarta 12920; dan
- Drs. H. QQ dan
- Drs. YX, S.E., Ak.
Para Kuasa Hukum di hadapan Pengadilan Pajak pada Kantor PT JKL, yang
beralamat di Wisma GKBI, Lantai 11 Jl.Jenderal FA
No. 28, Jakarta, 10210, berdasarkan Surat Kuasa Tanggal 18 April 2015;
Termohon Peninjauan
Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-55390/PP/M.VB/16/2014, Tanggal 22 September 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor : 166/AD/TX/2013
tanggal 27 Juni 2013, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai
berikut:
Persyaratan Formal Banding
Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3), Undang-undang Nomor
16 Tahun 2000 yaitu pengajuan banding diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan
sejak Keputusan diterima dilampiri salinan dari Surat Keputusan
tersebut. Mengingat bahwa Keputusan Terbanding Nomor :
KEP-779/WPJ.07/2013 tanggal 08 Mei 2013 tentang keberatan atas Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor : 00025/407/10/058/12 tanggal 11
April 2012, maka persyaratan formal untuk menyampaikan pengajuan
banding telah Pemohon Banding penuhi;
Pokok Pemandangan Banding
Bahwa Surat Keputusan tersebut mengabulkan sebagian pengajuan keberatan
Pemohon Banding atas SKPLB PPN Masa Pajak September 2010 Nomor :
00004/407/09/058/12 dengan perincian sebagai berikut :
Uraian |
Semula |
Ditambahi
(Dikurangi) |
Menjadi |
Rp |
Rp |
Rp |
PPN
Kurang /(Lebih) Bayar |
(8.036.298.475) |
65.376.775 |
(8.101.675.250) |
Sanksi
Bunga |
0
|
0
|
0
|
Sanksi
Kenaikan |
0
|
0
|
0
|
Jumlah Pajak yang
masih harus/(lebih) dibayar |
(8.036.298.475) |
65.376.775 |
(8.101.675.250) |
Koreksi Menurut Tim Pemeriksa
bahwa Terbanding melakukan koreksi dengan perincian sebagai berikut :
Uraian
|
Koreksi
Positif
(Negatif) |
Dasar
Dilakukan Koreksi
|
Pajak
Masukan Dalam Negeri:
Koreksi Berdasarkan Jawaban Surat konfirmasi atas Pajak Masukan
Koreksi Pajak Masukan untuk kegiatan Perkebunan
|
Rp. 71.835.617
Rp. 954.701.573
|
- Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.4.186.342 untuk
Faktur Pajak a.n. PT. LK I – Persero (0X.0XX.00X.X-0XX.000)
Nomor faktur
00X0X0, 000XXXX, 000XXXX, 000XXXX, 000XXXX dan 000XXXX sesuai jawaban
Surat Konfirmasi No. SP-44/KF01/WPJ.04/KP.0603/2012 tanggal 24 Januari
2012 yang menyatakan Faktur Pajak tersebut tidak dilaporkan
- Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.2.272.500 untuk
faktur
pajak a.n AJ (0X.XXX.X0X.X-XXX.000) Nomor Faktur 000XX, 000XX sesuai
jawaban
Surat Konfirmasi No. SP-039/KF01/WPJ.04/KP.0603/2012 tanggal 12 Januari
2012 yang menyatakan Faktur Pajak tersebut tidak dilaporkan.
- Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.52.251.775 untuk
Faktur Pajak a.n.
PT. KL (0X.XXX.XXX.X-XXX.000) Nomor faktur 000XXX
dan 000XXX sesuai jawaban Surat Konfirmasi No.
SP-0939/KF01/WPJ.04/KP.0603/2012 tanggal 8 Februari 2012 yang
menyatakan Faktur Pajak tersebut tidak dilaporkan
- Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp. 13.125.000 untuk
Faktur Pajak a.n.
PT. MN (0X.XXX.XXX.X-0XX.000) Nomor faktur 000XX sesuai
jawaban Surat Konfirmasi No. SP-01/KF01/WPJ.04/KP.0603/2012 tanggal 22
Januari 2012 yang menyatakan Faktur Pajak tersebut tidak dilaporkan
- Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.954.701.573 adalah
koreksi atas biaya
kebun diantaranya pembelian pupuk, Jasa Analisa terkait Pupuk,
Sparepart Traktor serta BKP/JKP lainnya yang terkait dengan divisi
kebun Pemohon Banding dimana hasilnya merupakan barang strategis
(dibebaskan dari pengenaan PPN) sesuai PP No.12 Tahun 2001 tanggal 22
Maret 2001 tentang impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang bersifat
Strategis yang Dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007
sehingga pajak masukannya tidak dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang
tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan
BKP yang tidak terhutang PPN yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam KMK 575/KMK.04/2000 berlaku sama
terhadap Wajib Pajak, baik bagi usaha perkebunan terpadu (integrated)
maupun bagi usaha perkebunan yang tidak terpadu (non integrated). Hal
ini sesuai dengan prinsip perlakuan sama (equal treatment) sebagaimana
diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) UU PPN tersebut pada angka 2;
|
Tanggapan Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding menyatakan tidak setuju atas seluruh koreksi
yang dilakukan oleh Terbanding tersebut dengan tanggapan sebagai
berikut :
- Bahwa koreksi berdasarkan jawaban Surat Konfirmasi atas
Pajak Masukan
- Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas jawaban konfirmasi
negatif yang masih dipertahankan oleh Penelaah Keberatan sebesar
Rp.5.816.182. Penelaah keberatan berpendapat bahwa Faktur Pajak
tersebut belum dilaporkan oleh PKP penjual a.n. AJ dan PT. LK I
– Persero dalam SPT Masa PPN-nya
- Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas jawaban konfirmasi
yang
Terbanding lakukan terhadap supplier, karena Pemohon Banding dapat
membuktikan sebagian supplier sudah menunjukkan bahwa mereka sudah
melapor SPT Masa PPN mereka, dimana Pajak Keluaran mereka ada terlapor,
dan pada Pajak Masukan yang sudah Pemohon Banding laporkan sudah
Pemohon Banding krerditkan sebesar nilai yang tidak dapat dikonfirmasi
oleh KPP;
- Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas konfirmasi negatif
yang
KPP lakukan, Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa Pemohon Banding
telah melakukan pembayaran PPN kepada supplier tersebut sesuai bukti
pembayaran dan sesuai dengan Pasal 33 Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28
Tahun 2007, tidak seharusnya Pemohon Banding bertanggung jawab renteng
atas kealpaan pembayaran dan pelaporan PPN yang dilakukan oleh Supplier
tersebut;
- Bahwa demi keadilan pajak, pihak Kantor Pelayanan Pajak
(KPP)
dimana supplier tersebut terdaftarlah yang seharusnya melakukan
penagihan atas kealpaan pembayaran dan pelaporan PPN tersebut kepada
Supplier tersebut sehingga tidak terjadi pembayaran pajak ganda atas
obyek PPN yang sama;
- Koreksi Pajak Masukan untuk kegiatan perkebunan
- Bahwa Pemohon Banding merupakan sebuah perusahaan terpadu
(integrated) yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang kemudian
diolah lebih lanjut di Pabrik Kelapa Sawit menjadi Cangkang, Crude Palm
Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK). Palm Kernel tersebut kemudian diolah
lebih lanjut di Pabrik Pengolahan Inti Sawit (KCP) menjadi Palm Kernel
Oil (PKO) dan Palm Kernel Cake (PKC);
- Bahwa selain itu Pemohon Banding juga merupakan sebuah
perusahaan
terpadu (integrated) yang menghasilkan Latex, Cup Lump, dan Slab yang
kemudian diolah lebih lanjut di Pabrik Karet menjadi Latex dan SIR;
- Bahwa benar Pemohon Banding melakukan kegiatan penjualan
Crude
Palm Oil (CPO), Palm Kernel Oil (PKO), Palm Kernel Cake (PKC) dan SIR
yang merupakan penyerahan yang terutang PPN dan kegiatan penjualan
Cangkang dan Latex yang merupakan penyerahan yang dibebaskan dari
pengenaan PPN;
- Bahwa kemudian pihak Pemeriksa menganggap di dalam jumlah
PM
sebesar Rp 10.489.113.304,00 terdapat PM sebesar Rp 924.593.296,00 yang
berhubungan dengan hasil perkebunan yang atas penyerahannya dibebaskan
dari pengenaan PPN sehingga dikoreksi seluruhnya sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010;
- Bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 42
Tahun 2009 bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
(a) penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh pengusaha;
- Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf a dan b Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 disebutkan
bahwa “Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan : (1)
usaha terpadu
(integrated), terdiri dari : (a) unit atau kegiatan yang melakukan
Penyerahan yang Terutang Pajak; dan (b) unit atau kegiatan lain yang
melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, sedangkan Pajak Masukan
untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan
pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan
yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;
- Bahwa berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 disebutkan bahwa “Pedoman
penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 adalah:
P = PM x Z
dengan ketentuan :
P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak;
Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang
Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya;
- Bahwa menurut Pemohon Banding PM sebesar Rp 956.078.769,00
merupakan PM
yang nyata-nyata digunakan baik untuk penyerahan yang terutang PPN
maupun penyerahan yang PPN-nya dibebaskan.
Dengan kata lain, PM tersebut tidak saja berhubungan dengan penyerahan
yang PPN-nya dibebaskan, namun juga berhubungan dengan penyerahan
terutang PPN;
- Bahwa menurut Pemohon Banding jika memang Pemohon Banding
secara
nyata-nyata kegiatannya hanya melakukan penyerahan yang PPN-nya
dibebaskan, koreksi PM tersebut bisa saja diterapkan.
Sedangkan perlu Pemohon Banding tegaskan bahwa Pemohon Banding tidak
melakukan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang merupakan hasil dari
Perkebunan Kelapa Sawit. Namun TBS tersebut Pemohon Banding olah lebih
lanjut di Pabrik Kelapa Sawit menjadi Cangkang, CPO dan PK;
- Bahwa oleh karena itu, sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan
Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang
telah mengkreditkan Pajak Masukannya, wajib menghitung kembali Pajak
Masukan yang telah dikreditkan tersebut;
- Bahwa maka menurut perhitungan Pemohon Banding jumlah PM
yang
tidak dapat dikreditkan berdasarkan penghitungan kembali sesuai PMK
Nomor 78 adalah hanyalah sebesar Rp 35.801.309,00, seperti tercantum
pada perhitungan berikut ini :
Jumlah
penyerahan yang PPN-nya dibebaskan (Masa September 2010)
Jumlah penyerahan (September 2010)
Persentase perbandingan atas penyerahan yg PPN nya dibebaskan 3.75%
Jumlah PM yang dikoreksi
Koreksi penghitungan kembali PM (3.75% x Rp 954.701.573)
|
Rp
6.063.427.446
Rp 161.623.224.757
Rp
954.701.573
Rp
35.801.309
|
Bahwa
berdasarkan semua penjelasan tersebut diatas, Pemohon Banding
mengharapkan banding Pemohon Banding atas Keputusan Terbanding Nomor :
KEP-779/WPJ.07/2013 tanggal 08 Mei 2013 dapat diterima dan dikabulkan
sesuai dengan perhitungan Pemohon;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-55390/PP/M.VB/16/2014, Tanggal 22 September 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap
keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-779/WPJ.07/2013 tanggal
08 Mei 2013 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak
September 2010 Nomor : 00025/407/10/058/12 tanggal 11 April 2012 atas
nama : PT. FGH, NPWP : 0X.X00.XXX.X-0XX.000,
Jenis Usaha : Perkebunan Kelapa Sawit, beralamat di Komp. Pertokoan TA
Blok B2-B5 Jl. XY, Labuh Baru Timur, Payung
Sekaki, Pekanbaru, Riau XXXXX;
No. |
Uraian |
Jumlah
(Rp) |
1.
|
Dasar Pengenaan Pajak |
|
|
a.
Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN |
|
|
a1. Ekspor |
127.868.186.258 |
|
a2. Penyerahan yang PPN-nya hrs dipungut
sendiri |
13.010.857.194
|
|
a3. Penyerahan yang PPN-nya hrs dipungut
oleh pemungut PPN |
0
|
|
a4. Penyerahan yang PPN-nya tidak
dipungut |
14.680.753.859 |
|
a5. Penyerahan yang dibebaskan dari
pengenaan PPN |
6.063.427.446 |
|
A6. Jumlah (a.1 + a.2 + a.3 + a.4 + a.5) |
161.623.224.757 |
|
b.
Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN |
0
|
|
c.
Jumlah seluruh penyerahan (a.6 +b) |
161.623.224.757 |
|
d.
Atas impor BKP/ Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah
Pabean/Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean/ Pemungutan oleh
Pemungut Pajak/Kegiatan Membangun Sendiri/Penyerahan atas Aktiva Tetap
Yang Menurut Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan : |
|
|
d1. Impor BKP |
0
|
|
d2. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari
Luar Daerah Pabean |
0
|
|
d3. Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah
Pabean |
0
|
|
d4. Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak |
0
|
|
d5. Kegiatan membangun sendiri |
0
|
|
d6. Penyerahan atas Aktiva Tetap Yang
Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan |
0
|
|
d7. Jumlah (d.1 atau d.2 atau d.3 atau
d.4 atau d.5 atau d.6) |
0
|
|
e.
Seharusnya tidak terutang |
0
|
2.
|
Penghitungan PPN Lebih Bayar |
|
|
a.
PPN yang harus dipungut/dibayar sendiri (tarif x1a.2 atau
1d.7 atau NIHIL) |
1.301.085.719 |
|
b.
Dikurangi : |
|
|
b1. PPN yang disetor di muka dalam Masa
Pajak yang sama |
0
|
|
b2. Pajak Masukan yang dapat
diperhitungkan |
0.321.661.233 |
|
b3. STP (pokok kurang bayar) |
0
|
|
b4. dibayar dengan NPWP sendiri |
0
|
|
b5. lain-lain |
0
|
|
b6. Jumlah (b.1 + b.2 + b.3 + b.4 + b.5)
|
10.321.661.233 |
|
c.
Diperhitungkan |
|
|
c.1 SKPLB |
|
|
c.2 SKPPKP |
0
|
|
c.3 Jumlah (c.1 + c.2 ) |
|
|
d.
PPN yang seharusnya tidak terutang : |
|
|
d.1 Dibayar dengan NPWP pihak lain |
0
|
|
d.2 Dibayar dengan NPWP sendiri |
0
|
|
d.3 Telah dipungut |
0
|
|
d.4 Jumlah (d.1 + d.2 + d.3) |
0
|
|
e.
Jumlah Perhitungan PPN Lebih Bayar/seharusnya tidak terutang
((b.6-c.3a) atau (d.4)) |
(9.020.575.514) |
3.
|
Kelebihan
pajak yang sudah |
|
|
a.
Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya |
0
|
|
b.
Dikompensasikan ke Masa Pajak …. (karena pembetulan) |
|
|
c.
Jumlah (a+b) |
0
|
4.
|
Jumlah
PPN yang lebih dibayar/seharusnya tidak terutang (2.e-3.c) |
(9.020.575.514) |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-55390/PP/M.VB/16/2014,
Tanggal 22 September 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada Tanggal 17 Oktober 20114 kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU - 3552/PJ./2014 Tanggal 22 Desember 2014, diajukan
permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak pada Tanggal 02 Januari 2015 dengan disertai
alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
tersebut pada Tanggal 02 Januari 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 06 April
2015 kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 05 Mei
2015;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN
PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali
ini adalah :
Tentang Koreksi atas pajak masukan untuk kegiatan perkebunan sebesar
Rp918.900.264,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan
Pajak.
- Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
- Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan
pokok
sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara
lain sebagai berikut:
1.1.
|
Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya
disebut dengan UU Pengadilan Pajak), yang antara lain menyatakan :
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 91 huruf e:
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan
alasan-alasan sebagai berikut:
- Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
1.2.
|
Bahwa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(selanjutnya disebut dengan UU PPN), antara lain mengatur sebagai
berikut :
Pasal 16B:
(1)
|
Pajak
terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau
dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun
selamanya,untuk :
- kegiatan di kawasan tertentu atau tempat
tertentu di dalam Daerah Pabean;
- penyerahan Barang Kena Pajak tertentu
atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
- impor Barang Kena Pajak tertentu;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
(2)
|
Pajak
Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/
atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut
Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan. |
(3)
|
Pajak
Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/
atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
Penjelasan Pasal 16B
Ayat (1)
Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-undang
Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama
terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang
perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang teguh pada
ketentuan perundang-undangan. Oleh karena itu, setiap kemudahan dalam
bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan, harus mengacu pada
kaidah di atas dan perlu dijaga agar didalam penerapannya tidak
menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut.
Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakekatnya untuk
memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama
untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi
dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan
meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta
memperlancar pembangunan nasional.
Kemudahan perpajakan yang diatur dalam pasal ini diberikan terbatas
untuk :
- mendorong ekspor yang merupakan prioritas
nasional di Tempat
Penimbunan Berikat atau untuk mengembangkan wilayah dalam Daerah Pabean
yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut;
- menampung kemungkinan perjanjian dengan
negara lain dalam bidang
perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah
diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya;
- mendorong peningkatan kesehatan
masyarakat melalui pengadaan vaksin yang diperlukan dalam rangka
program imunisasi nasional;
- menjamin tersedianya peralatan Tentara
Nasional Indonesia/Kepolisian
Republik Indonesia (TNI/POLRI) yang memadai untuk melindungi wilayah
Republik Indonesia dari ancaman eksternal maupun internal;
- menjamin tersedianya data batas dan foto
udara wilayah Republik
Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk
mendukung pertahanan nasional;
- meningkatkan pendidikan dan kecerdasan
bangsa dengan membantu
tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama
dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat;
- mendorong pembangunan tempat ibadah;
- menjamin tersedianya perumahan yang
harganya terjangkau oleh
masyarakat lapisan bawah yaitu rumah sederhana, rumah sangat sederhana,
dan rumah susun sederhana;
- mendorong pengembangan armada nasional di
bidang angkutan darat, air, dan udara;
- mendorong pembangunan nasional dengan
membantu tersedianya barang
yang bersifat strategis, seperti bahan baku kerajinan perak;
- menjamin terlaksananya proyek pemerintah
yang dibiayai dengan hibah dan/ atau dana pinjaman luar negeri;
- mengakomodasi kelaziman internasional
dalam importasi Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk;
- membantu tersedianya Barang Kena Pajak
dan/ atau Jasa Kena Pajak
yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam yang ditetapkan
sebagai bencana alam nasional;
- menjamin tersedianya air bersih dan
listrik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat; dan/ atau
- menjamin tersedianya angkutan umum di
udara untuk mendorong
kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang
tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, yang
perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan
dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.
Ayat (2)
Adanya perlakuan khusus berupa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang,
tetapi tidak dipungut, diartikan bahwa Pajak Masukan yang berkaitan
dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang
mendapat perlakuan khusus dimaksud tetap dapat dikreditkan.Dengan
demikian, Pajak Pertambahan Nilai tetap terutang, tetapi tidak dipungut.
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak A memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat
fasilitas dari Negara, yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak tersebut tidak dipungut selamanya (tidak
sekedar ditunda).
Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak A
menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/ atau Jasa Kena Pajak sebagai
bahan baku, bahan pembantu, barang modal ataupun sebagai komponen biaya
lain.
Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/ atau Jasa Kena Pajak
tersebut, Pengusaha Kena Pajak A membayar Pajak Pertambahan Nilai
kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.
Jika Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak A
kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, Pajak Masukan tetap dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran walaupun Pajak Keluaran tersebut
nihil karena menikmati fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut
dari negara berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ayat (3)
Berbeda dengan ketentuan pada ayat (2), adanya perlakuan khusus berupa
pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak
adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh
pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan.
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak B memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat
fasilitas dari negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Untuk memproduksi
Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B menggunakan Barang
Kena Pajak lain dan/ atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan
pembantu, barang modal ataupun sebagai komponen biaya lain.
Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/ atau Jasa Kena Pajak
tersebut, Pengusaha Kena Pajak B membayar Pajak Pertambahan Nilai
kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.
Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
B kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan, karena tidak ada Pajak Keluaran berhubung
diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pajak Masukan tersebut menjadi tidak dapat
dikreditkan. |
|
1.3.
|
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang
Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007 (selanjutnya disebut
dengan PP 31), yang antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 1 angka 1 dan angka 2:
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
- Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
strategis adalah:
- barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik,
baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku
cadang;
- makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan
baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
- barang hasil pertanian;
- bibit dan/atau benih dari barang pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran atau perikanan;
- dihapus;
- dihapus;
- air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh
Perusahaan Air Minum;
- listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di
atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt; dan
- Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).
- Barang hasil pertanian adalah barang yang
dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang :
- pertanian, perkebunan dan kehutanan;
- peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun
penangkaran; atau
- perikanan baik dari penangkapan atau budidaya,
yang dipetik
langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya
termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia
simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 2 ayat (2) huruf c:
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
berupa :
- barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 huruf c;
Pasal 3:
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atas Jasa Kena Pajak
sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; |
1.4.
|
Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 575/KMK.04/2000
sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan
Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang tidak Terutang Pajak; |
1.5.
|
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-90/PJ/2011 tanggal 23
November 2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Pada Perusahaan
Terpadu (Integrated) Kelapa Sawit (selanjutnya disebut dengan SE-90),
yang antara lain menyatakan:
Butir 6:
Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu ditegaskan kembali bahwa untuk
perusahaan kelapa sawit yang terpadu (integrated) yang terdiri dari
unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya
tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang
menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan
Nilai, maka:
- Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak
yang nyata-nyata untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak
(CPO/PKO), dapat dikreditkan;
- Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak
yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil
pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS),
tidak dapat dikreditkan;
- Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang
Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak
sekaligus untuk kegiatan menghasilkan BKP Strategis, dapat dikreditkan
sebanding dengan jumlah peredaran BKP terhadap peredaran seluruhnya.
|
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
melakukan
Koreksi Pajak Masukan masa pajak September 2010 sejumlah
Rp954.701.573,00 berupa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP
atau Jasa Kena Pajak, yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau
kegiatan yang menghasilkan Tandan Buah Segar yang mendapat fasilitas
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
tidak
setuju dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak
menyerahkan TBS yang dibebaskan PPN tetapi menyerahkan Crude Palm Oil
(CPO) dan Palm Kernel (PK) yang terutang PPN, oleh karenanya PPN Pajak
masukannya dapat dikreditkan.
- Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk tidak
mempertahankan sebagian koreksi Pajak Masukan Masa pajak September 2010
sejumlah Rp918.900.264,00 dengan amar pertimbangan, pendapat dan
kesimpulan sebagai berikut:
bahwa Terbanding melakukan koreksi terhadap Faktur Pajak Masukan
sebesar Rp954.701.573,- karena menurut Terbanding, Pajak Masukan
tersebut merupakan Pajak Masukan yang timbul dari perolehan BKP/JKP
yang berhubungan dengan kebun/kegiatan usaha yang menghasilkan barang
strategis dalam hal ini Tandan Buah Segar (TBS) dimana sesuai dengan PP
No. 31/2007 jo. PP No. 12/2001, TBS termasuk kriteria BKP tertentu yang
bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
PPN dan sesuai Pasal 16B ayat (3) UU PPN, Pajak Masukan terkait dengan
kebun yang berhubungan dengan perolehan TBS tersebut tidak dapat
dikreditkan;
bahwa menurut Pemohon Banding, tidak ada penyerahan TBS yang dilakukan
oleh Pemohon Banding karena seluruh TBS yang dihasilkan dari kebun
Pemohon Banding diolah lebih lanjut di pabrik milik Pemohon Banding
menjadi Cangkang, CPO dan PK.
bahwa Pemohon Banding merupakan sebuah perusahaan terpadu (integrated)
yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang kemudian diolah lebih
lanjut di Pabrik Kelapa Sawit menjadi Cangkang, Crude Palm Oil (CPO)
dan Palm Kernel (PK). Palm Kernel tersebut kemudian diolah lebih lanjut
di Pabrik Pengolahan Inti Sawit (KCP) menjadi Palm Kernel Oil (PKO) dan
Palm Kernel Cake (PKC);
bahwa selain itu Pemohon Banding juga merupakan sebuah perusahaan
terpadu (integrated) yang menghasilkan Latex, Cup Lump, dan Slab yang
kemudian diolah lebih lanjut di Pabrik Karet menjadi Latex dan SIR;
bahwa dari kedua kegiatan usaha tersebut, Pemohon Banding melakukan :
- Kegiatan penjualan yang merupakan penyerahan yang
terutang PPN yaitu
penyerahan CPO (Crude Palm Oil), CPKO (Crude Palm Kernel Oil), PKC
(Palm Kernel Cake) dan SIR (Standard Indonesia Rubber).
- Kegiatan penjualan yang merupakan penyerahan yang
PPN-nya
dibebaskan/tidak terutang PPN yaitu penyerahan Latex, Cangkang dan
bibit kelapa sawit.
bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas pelaporan SPT Masa PPN untuk
masa September 2010 diketahui bahwa terdapat Pajak Masukan sebesar Rp
954.701.573,- yang merupakan PM yang nyata-nyata digunakan baik untuk
penyerahan yang terutang PPN maupun penyerahan yang PPN-nya dibebaskan.
bahwa memperhatikan kegiatan usaha dan pelaporan SPT Masa PPN Pemohon
Banding tersebut, Majelis berpendapat ketentuan peraturan
perUndang-undangan yang terkait dengan sengketa adalah Pasal 9 ayat (6)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun -
2009 menyebutkan bahwa :
“Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain
melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak
terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang
pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung
dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan bahwa Peraturan Menteri Keuangan yang merupakan tindak lanjut
dari ketentuan Pasal 9 ayat (6) UU PPN adalah Peraturan Menteri
Keuangan nomor : 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan
Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan :
- usaha terpadu (integrated), terdiri dari:
- unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang
Terutang Pajak; dan
- unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang
Tidak Terutang Pajak.
- usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang
tidak terutang pajak;
- usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan
usaha jasa
yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
atau
- usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak
dan sebagian
lainnya tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan
yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan.
Pasal 3
Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
P = PM X Z
dengan ketentuan
P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikriditkan
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak
Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang
Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
Bahwa berdasarkan formula diatas, apabila yang dihitung adalah pajak
amsukan yang tidak boleh dikreditkan maka formulanya akan menjadi
sebagai berikut:
P = PM X Z
dengan ketentuan
P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikriditkan
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak
Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang
Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, perhitungan kembali Pajak
Masukan Masa Pajak September 2010 yang dapat dikreditkan sebagaimana
diatur dalam Pasal 9 ayat (6) dan Penjelasannya UU PPN juncto Pasal 2
dan Pasal 3 dari PMK No. 78/PMK.03/2010 adalah sebagai berikut:
Jumlah
penyerahan yang PPN-nya dibebaskan
Jumlah penyerahan
Persentase perbandingan atas penyerahan yg PPN-nya dibebaskan
Jumlah PM yang dikoreksi
Koreksi penghitungan kembali PM (3,75% x Rp 954.701.573)
Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan:
|
Rp
6.063.427.446
Rp 161.623.224.757
3,75%
Rp
954.701.573
Rp
35.801.309
Rp
918.900.264
|
oleh karena itu, Pajak Masukan yang tidak boleh dikreditkan untuk masa
pajak April 2010:
P=
PM x Z' = 954.701.573 x
6.063.427.446 = 35.801.309
161.623.224.757
|
Bahwa dengan demikian, dari koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan
yang tidak dapat dikreditkan masa pajak September 2010 sebesar Rp
954.701.573,- maka yang tetap dipertahankan adalah sebesar
Rp.35.801.309,00 sedangkan sisanya sebesar Rp.918.900.264,-tidak dapat
dipertahankan;”
- Bahwa berdasarkan data dan fakta selama pemeriksaan,
keberatan dan
banding serta ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku,
maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat
keberatanatas pendapat dan kesimpulan Majelis yang tidak dapat
mempertahankan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.918.900.264,00 dengan
argumentasi sebagai berikut:
5.1.
|
Bahwa
landasan filosofis Pasal 16B UU PPN adalah sebagai berikut:
Untuk lebih meningkatkan perwujudan keadilan dalam pembebanan
pajak,menunjang peningkatan penanaman modal, mendorong peningkatan
ekspor, menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru, menunjang
pelestarian lingkungan hidup, dan kebijakan-kebijakan lain, perlu
diberikan perlakuan khusus. Namun demikian dalam memberikan perlakuan
tersebut harus tetap dipegang teguh salah satu prinsip di dalam
Undang-undang perpajakan yaitu diberlakukan dan diterapkannya perlakuan
yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam
bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang
teguh
pada ketentuan perundang-undangan. |
5.2.
|
Bahwa
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan PP Nomor 31 Tahun 2007, merupakan
aturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Pasal 16B UU PPN yang
menjelaskan antara lain, bahwa salah satu prinsip yang harus dipegang
teguh di dalam Undang-Undang Perpajakan adalah diberlakukan dan
diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau
terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama
dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Karena itu setiap kemudahan dalam bidang perpajakan, jika benar-benar
diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di
dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya
kemudahan tersebut; |
5.3.
|
Bahwa
penerapan Koreksi Pajak Masukan yang dilakukan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah sesuai dengan maksud dan
tujuan diberikannya fasilitas yaitu meningkatkan daya saing dan memberi
perlakuan yang sama, bahwa dengan demikian Majelis Hakim telah
mengabaikan prinsip equal karena tidak mempertimbangkan Wajib Pajak
lain yang proses bisnisnya tidak terpadu (non integrated); |
5.4.
|
Bahwa
secara teoritis prinsip perlakuan yang sama atau adil (equal
treatment) sudah sesuai dengan standar yang harus dipenuhi agar sebuah
sistem pajak dapat dikatakan baik (good tax), Sally M. Jones dan
Shelley C. Rhoades-Catanach dalam bukunya Priciples of Taxation for
Business and Investment Planning 2010 Edition, McGraw Hill/Irwin
halaman 22 menulis:
antara lain Pajak yang baik seharusnya adil, selanjutnya dalam halaman
32-37 menyebutkan kriteria pajak yang adil adalah sebagai berikut
antara lain: keadilan horizontal, Wajib Pajak yang memiliki basis pajak
yang sama seharusnya mendapatkan perlakuan pajak yang sama; |
5.5.
|
Bahwa
konsep keadilan horisontal di atas sudah sejalan dengan
prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana juga
diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
“Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”; |
5.6.
|
Prinsip
perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur
dalam penjelasan Pasal 16B ayat (3) UU PPN pada dasarnya juga
disampaikan Hakim Wishnoe Saleh Thaib,Ak.,M.Sc dalam dissenting
opinion-nya; |
5.7.
|
Bahwa
dalam kasus ini, mengenai perlakuan yang sama atas PK dan PM, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Dalam hal usaha Wajib Pajak adalah Kebun Sawit saja:
- Tidak ada PPN Keluaran atas penyerahan TBS
- PM kebun tidak dapat dikreditkan;
- PM kebun dibiayakan dan menjadi unsur Harga Pokok
Penjualan (HPP) bagi TBS, dan kelak menjadi unsur HPP bagi CPO;
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal. |