PUTUSAN
Nomor 1225/B/PK/PJK/2015

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal FG No. 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya beralamat di Kantor Pusat Direktur Jenderal Pajak, Jalan Jenderal FG No. 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU - 3552 /PJ./2014 Tanggal 22 Desember 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

PT. FGH, beralamat di Komp. Pertokoan TA Blok B2-B5 Jl. XY, Labuh Baru Timur, Payung Sekaki, Pekanbaru, Riau XXXXX, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. Prof. Dr. D. AF, S.H.
  2. SDF, S.H., LLM.
  3. DFG, S.H.
Para Advokat pada Kantor Hukum “GHJ”
yang beralamat di QQ 6 (dahulu bernama YX II), Lantai 14, Jl. Jenderal FA Kav. 31, Jakarta 12920; dan
  1. Drs. H. QQ dan
  2. Drs. YX, S.E., Ak.
Para Kuasa Hukum di hadapan Pengadilan Pajak pada Kantor PT JKL, yang beralamat di Wisma GKBI, Lantai 11 Jl.Jenderal FA No. 28, Jakarta, 10210, berdasarkan Surat Kuasa Tanggal 18 April 2015;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-55390/PP/M.VB/16/2014, Tanggal 22 September 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor : 166/AD/TX/2013 tanggal 27 Juni 2013, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Persyaratan Formal Banding
Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3), Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 yaitu pengajuan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak Keputusan diterima dilampiri salinan dari Surat Keputusan tersebut. Mengingat bahwa Keputusan Terbanding Nomor : KEP-779/WPJ.07/2013 tanggal 08 Mei 2013 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor : 00025/407/10/058/12 tanggal 11 April 2012, maka persyaratan formal untuk menyampaikan pengajuan banding telah Pemohon Banding penuhi;
Pokok Pemandangan Banding
Bahwa Surat Keputusan tersebut mengabulkan sebagian pengajuan keberatan Pemohon Banding atas SKPLB PPN Masa Pajak September 2010 Nomor : 00004/407/09/058/12 dengan perincian sebagai berikut :

Uraian Semula Ditambahi
(Dikurangi)
Menjadi
Rp Rp Rp
PPN Kurang /(Lebih) Bayar (8.036.298.475) 65.376.775 (8.101.675.250)
Sanksi Bunga 0
0
0
Sanksi Kenaikan 0
0
0
Jumlah Pajak yang masih harus/(lebih) dibayar (8.036.298.475) 65.376.775 (8.101.675.250)

Koreksi Menurut Tim Pemeriksa
bahwa Terbanding melakukan koreksi dengan perincian sebagai berikut :
Uraian Koreksi Positif
(Negatif)
Dasar Dilakukan Koreksi
Pajak Masukan Dalam Negeri:
Koreksi Berdasarkan Jawaban Surat konfirmasi atas Pajak Masukan













Koreksi Pajak Masukan untuk kegiatan Perkebunan

Rp. 71.835.617














Rp. 954.701.573
  • Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.4.186.342 untuk Faktur Pajak a.n. PT. LK I – Persero (0X.0XX.00X.X-0XX.000) Nomor faktur 00X0X0, 000XXXX, 000XXXX, 000XXXX, 000XXXX dan 000XXXX sesuai jawaban Surat Konfirmasi No. SP-44/KF01/WPJ.04/KP.0603/2012 tanggal 24 Januari 2012 yang menyatakan Faktur Pajak tersebut tidak dilaporkan
  • Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.2.272.500 untuk faktur pajak a.n AJ (0X.XXX.X0X.X-XXX.000) Nomor Faktur 000XX, 000XX sesuai jawaban Surat Konfirmasi No. SP-039/KF01/WPJ.04/KP.0603/2012 tanggal 12 Januari 2012 yang menyatakan Faktur Pajak tersebut tidak dilaporkan.
  • Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.52.251.775 untuk Faktur Pajak a.n. PT. KL (0X.XXX.XXX.X-XXX.000) Nomor faktur 000XXX dan 000XXX sesuai jawaban Surat Konfirmasi No. SP-0939/KF01/WPJ.04/KP.0603/2012 tanggal 8 Februari 2012 yang menyatakan Faktur Pajak tersebut tidak dilaporkan
  • Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp. 13.125.000 untuk Faktur Pajak a.n. PT. MN (0X.XXX.XXX.X-0XX.000) Nomor faktur 000XX sesuai jawaban Surat Konfirmasi No. SP-01/KF01/WPJ.04/KP.0603/2012 tanggal 22 Januari 2012 yang menyatakan Faktur Pajak tersebut tidak dilaporkan
  • Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.954.701.573 adalah koreksi atas biaya kebun diantaranya pembelian pupuk, Jasa Analisa terkait Pupuk, Sparepart Traktor serta BKP/JKP lainnya yang terkait dengan divisi kebun Pemohon Banding dimana hasilnya merupakan barang strategis (dibebaskan dari pengenaan PPN) sesuai PP No.12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang bersifat Strategis yang Dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007 sehingga pajak masukannya tidak dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan BKP yang tidak terhutang PPN yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam KMK 575/KMK.04/2000 berlaku sama terhadap Wajib Pajak, baik bagi usaha perkebunan terpadu (integrated) maupun bagi usaha perkebunan yang tidak terpadu (non integrated). Hal ini sesuai dengan prinsip perlakuan sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) UU PPN tersebut pada angka 2;

Tanggapan Pemohon Banding

Bahwa Pemohon Banding menyatakan tidak setuju atas seluruh koreksi yang dilakukan oleh Terbanding tersebut dengan tanggapan sebagai berikut :
  1. Bahwa koreksi berdasarkan jawaban Surat Konfirmasi atas Pajak Masukan
  1. Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas jawaban konfirmasi negatif yang masih dipertahankan oleh Penelaah Keberatan sebesar Rp.5.816.182. Penelaah keberatan berpendapat bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP penjual a.n. AJ dan PT. LK I – Persero dalam SPT Masa PPN-nya
  2. Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas jawaban konfirmasi yang Terbanding lakukan terhadap supplier, karena Pemohon Banding dapat membuktikan sebagian supplier sudah menunjukkan bahwa mereka sudah melapor SPT Masa PPN mereka, dimana Pajak Keluaran mereka ada terlapor, dan pada Pajak Masukan yang sudah Pemohon Banding laporkan sudah Pemohon Banding krerditkan sebesar nilai yang tidak dapat dikonfirmasi oleh KPP;
  3. Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas konfirmasi negatif yang KPP lakukan, Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran PPN kepada supplier tersebut sesuai bukti pembayaran dan sesuai dengan Pasal 33 Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, tidak seharusnya Pemohon Banding bertanggung jawab renteng atas kealpaan pembayaran dan pelaporan PPN yang dilakukan oleh Supplier tersebut;
  4. Bahwa demi keadilan pajak, pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana supplier tersebut terdaftarlah yang seharusnya melakukan penagihan atas kealpaan pembayaran dan pelaporan PPN tersebut kepada Supplier tersebut sehingga tidak terjadi pembayaran pajak ganda atas obyek PPN yang sama;
  1. Koreksi Pajak Masukan untuk kegiatan perkebunan
  1. Bahwa Pemohon Banding merupakan sebuah perusahaan terpadu (integrated) yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang kemudian diolah lebih lanjut di Pabrik Kelapa Sawit menjadi Cangkang, Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK). Palm Kernel tersebut kemudian diolah lebih lanjut di Pabrik Pengolahan Inti Sawit (KCP) menjadi Palm Kernel Oil (PKO) dan Palm Kernel Cake (PKC);
  2. Bahwa selain itu Pemohon Banding juga merupakan sebuah perusahaan terpadu (integrated) yang menghasilkan Latex, Cup Lump, dan Slab yang kemudian diolah lebih lanjut di Pabrik Karet menjadi Latex dan SIR;
  3. Bahwa benar Pemohon Banding melakukan kegiatan penjualan Crude Palm Oil (CPO), Palm Kernel Oil (PKO), Palm Kernel Cake (PKC) dan SIR yang merupakan penyerahan yang terutang PPN dan kegiatan penjualan Cangkang dan Latex yang merupakan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN;
  4. Bahwa kemudian pihak Pemeriksa menganggap di dalam jumlah PM sebesar Rp 10.489.113.304,00 terdapat PM sebesar Rp 924.593.296,00 yang berhubungan dengan hasil perkebunan yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sehingga dikoreksi seluruhnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010;
  5. Bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
    (a) penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
  6. Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf a dan b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 disebutkan bahwa “Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan : (1) usaha terpadu (integrated), terdiri dari : (a) unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak; dan (b) unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;
  7. Bahwa berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 disebutkan bahwa “Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
    P = PM x Z
    dengan ketentuan :
    P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
    PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
    Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya;
  8. Bahwa menurut Pemohon Banding PM sebesar Rp 956.078.769,00 merupakan PM yang nyata-nyata digunakan baik untuk penyerahan yang terutang PPN maupun penyerahan yang PPN-nya dibebaskan.
    Dengan kata lain, PM tersebut tidak saja berhubungan dengan penyerahan yang PPN-nya dibebaskan, namun juga berhubungan dengan penyerahan terutang PPN;
  9. Bahwa menurut Pemohon Banding jika memang Pemohon Banding secara nyata-nyata kegiatannya hanya melakukan penyerahan yang PPN-nya dibebaskan, koreksi PM tersebut bisa saja diterapkan.
    Sedangkan perlu Pemohon Banding tegaskan bahwa Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang merupakan hasil dari Perkebunan Kelapa Sawit. Namun TBS tersebut Pemohon Banding olah lebih lanjut di Pabrik Kelapa Sawit menjadi Cangkang, CPO dan PK;
  10. Bahwa oleh karena itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang telah mengkreditkan Pajak Masukannya, wajib menghitung kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan tersebut;
  11. Bahwa maka menurut perhitungan Pemohon Banding jumlah PM yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan penghitungan kembali sesuai PMK Nomor 78 adalah hanyalah sebesar Rp 35.801.309,00, seperti tercantum pada perhitungan berikut ini :
    Jumlah penyerahan yang PPN-nya dibebaskan (Masa September 2010)
    Jumlah penyerahan (September 2010)
    Persentase perbandingan atas penyerahan yg PPN nya dibebaskan 3.75%
    Jumlah PM yang dikoreksi
    Koreksi penghitungan kembali PM (3.75% x Rp 954.701.573)
    Rp 6.063.427.446
    Rp 161.623.224.757

    Rp 954.701.573
    Rp 35.801.309
Bahwa berdasarkan semua penjelasan tersebut diatas, Pemohon Banding mengharapkan banding Pemohon Banding atas Keputusan Terbanding Nomor : KEP-779/WPJ.07/2013 tanggal 08 Mei 2013 dapat diterima dan dikabulkan sesuai dengan perhitungan Pemohon;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-55390/PP/M.VB/16/2014, Tanggal 22 September 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-779/WPJ.07/2013 tanggal 08 Mei 2013 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor : 00025/407/10/058/12 tanggal 11 April 2012 atas nama : PT. FGH, NPWP : 0X.X00.XXX.X-0XX.000, Jenis Usaha : Perkebunan Kelapa Sawit, beralamat di Komp. Pertokoan TA Blok B2-B5 Jl. XY, Labuh Baru Timur, Payung Sekaki, Pekanbaru, Riau XXXXX;

No. Uraian Jumlah (Rp)
1.
Dasar Pengenaan Pajak

a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN

a1. Ekspor 127.868.186.258

a2. Penyerahan yang PPN-nya hrs dipungut sendiri 13.010.857.194

a3. Penyerahan yang PPN-nya hrs dipungut oleh pemungut PPN 0
a4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut 14.680.753.859

a5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN 6.063.427.446

A6. Jumlah (a.1 + a.2 + a.3 + a.4 + a.5) 161.623.224.757

b. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN 0

c. Jumlah seluruh penyerahan (a.6 +b) 161.623.224.757

d. Atas impor BKP/ Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean/Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean/ Pemungutan oleh Pemungut Pajak/Kegiatan Membangun Sendiri/Penyerahan atas Aktiva Tetap Yang Menurut Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan :

d1. Impor BKP 0

d2. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean 0

d3. Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean 0

d4. Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak 0

d5. Kegiatan membangun sendiri 0

d6. Penyerahan atas Aktiva Tetap Yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan 0

d7. Jumlah (d.1 atau d.2 atau d.3 atau d.4 atau d.5 atau d.6) 0

e. Seharusnya tidak terutang 0
2.
Penghitungan PPN Lebih Bayar

a. PPN yang harus dipungut/dibayar sendiri (tarif x1a.2 atau 1d.7 atau NIHIL) 1.301.085.719

b. Dikurangi :

b1. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama 0

b2. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 0.321.661.233

b3. STP (pokok kurang bayar) 0

b4. dibayar dengan NPWP sendiri 0

b5. lain-lain 0

b6. Jumlah (b.1 + b.2 + b.3 + b.4 + b.5) 10.321.661.233

c. Diperhitungkan

c.1 SKPLB

c.2 SKPPKP 0

c.3 Jumlah (c.1 + c.2 )

d. PPN yang seharusnya tidak terutang :

d.1 Dibayar dengan NPWP pihak lain 0

d.2 Dibayar dengan NPWP sendiri 0

d.3 Telah dipungut 0

d.4 Jumlah (d.1 + d.2 + d.3) 0

e. Jumlah Perhitungan PPN Lebih Bayar/seharusnya tidak terutang ((b.6-c.3a) atau (d.4)) (9.020.575.514)
3.
Kelebihan pajak yang sudah

a. Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya 0

b. Dikompensasikan ke Masa Pajak …. (karena pembetulan)

c. Jumlah (a+b) 0
4.
Jumlah PPN yang lebih dibayar/seharusnya tidak terutang (2.e-3.c) (9.020.575.514)

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-55390/PP/M.VB/16/2014, Tanggal 22 September 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 17 Oktober 20114 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU - 3552/PJ./2014 Tanggal 22 Desember 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 02 Januari 2015 dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 02 Januari 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 06 April 2015 kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 05 Mei 2015;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah :
Tentang Koreksi atas pajak masukan untuk kegiatan perkebunan sebesar Rp918.900.264,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    1. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      1.1.
      Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut dengan UU Pengadilan Pajak), yang antara lain menyatakan :
      Pasal 78:
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.
      Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
      Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
      Pasal 91 huruf e:
      Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
      1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
      1.2.
      Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut :
      Pasal 16B:
      (1)
      Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya,untuk :
      1. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
      2. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
      3. impor Barang Kena Pajak tertentu;
      4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
      5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
      (2)
      Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/ atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan.
      (3)
      Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/ atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
      Penjelasan Pasal 16B
      Ayat (1)
      Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan. Oleh karena itu, setiap kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan, harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar didalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut. Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakekatnya untuk memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional.
      Kemudahan perpajakan yang diatur dalam pasal ini diberikan terbatas untuk :
      1. mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di Tempat Penimbunan Berikat atau untuk mengembangkan wilayah dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut;
      2. menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya;
      3. mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin yang diperlukan dalam rangka program imunisasi nasional;
      4. menjamin tersedianya peralatan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (TNI/POLRI) yang memadai untuk melindungi wilayah Republik Indonesia dari ancaman eksternal maupun internal;
      5. menjamin tersedianya data batas dan foto udara wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung pertahanan nasional;
      6. meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat;
      7. mendorong pembangunan tempat ibadah;
      8. menjamin tersedianya perumahan yang harganya terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah yaitu rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana;
      9. mendorong pengembangan armada nasional di bidang angkutan darat, air, dan udara;
      10. mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti bahan baku kerajinan perak;
      11. menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/ atau dana pinjaman luar negeri;
      12. mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk;
      13. membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional;
      14. menjamin tersedianya air bersih dan listrik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat; dan/ atau
      15. menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, yang perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.
      Ayat (2)
      Adanya perlakuan khusus berupa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, tetapi tidak dipungut, diartikan bahwa Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang mendapat perlakuan khusus dimaksud tetap dapat dikreditkan.Dengan demikian, Pajak Pertambahan Nilai tetap terutang, tetapi tidak dipungut.
      Contoh:
      Pengusaha Kena Pajak A memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari Negara, yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut tidak dipungut selamanya (tidak sekedar ditunda).
      Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak A menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/ atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal ataupun sebagai komponen biaya lain.
      Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/ atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak A membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.
      Jika Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran walaupun Pajak Keluaran tersebut nihil karena menikmati fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dari negara berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
      Ayat (3)
      Berbeda dengan ketentuan pada ayat (2), adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan.
      Contoh:
      Pengusaha Kena Pajak B memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/ atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal ataupun sebagai komponen biaya lain.
      Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/ atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.
      Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak B kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, karena tidak ada Pajak Keluaran berhubung diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Masukan tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan.
      1.3.
      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007 (selanjutnya disebut dengan PP 31), yang antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 1 angka 1 dan angka 2:
      Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
      1. Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
      1. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
      2. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
      3. barang hasil pertanian;
      4. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran atau perikanan;
      5. dihapus;
      6. dihapus;
      7. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
      8. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt; dan
      9. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).
      1. Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang :
      1. pertanian, perkebunan dan kehutanan;
      2. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
      3. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
      Pasal 2 ayat (2) huruf c:
      Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa :
      1. barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c;
      Pasal 3:
      Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atas Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;
      1.4.
      Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 575/KMK.04/2000 sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang tidak Terutang Pajak;
      1.5.
      Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-90/PJ/2011 tanggal 23 November 2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Pada Perusahaan Terpadu (Integrated) Kelapa Sawit (selanjutnya disebut dengan SE-90), yang antara lain menyatakan:
      Butir 6:
      Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu ditegaskan kembali bahwa untuk perusahaan kelapa sawit yang terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka:
      1. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak (CPO/PKO), dapat dikreditkan;
      2. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS), tidak dapat dikreditkan;
      3. Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak sekaligus untuk kegiatan menghasilkan BKP Strategis, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran BKP terhadap peredaran seluruhnya.
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan Koreksi Pajak Masukan masa pajak September 2010 sejumlah Rp954.701.573,00 berupa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP atau Jasa Kena Pajak, yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang menghasilkan Tandan Buah Segar yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
  2. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyerahkan TBS yang dibebaskan PPN tetapi menyerahkan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK) yang terutang PPN, oleh karenanya PPN Pajak masukannya dapat dikreditkan.
  3. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk tidak mempertahankan sebagian koreksi Pajak Masukan Masa pajak September 2010 sejumlah Rp918.900.264,00 dengan amar pertimbangan, pendapat dan kesimpulan sebagai berikut:
    bahwa Terbanding melakukan koreksi terhadap Faktur Pajak Masukan sebesar Rp954.701.573,- karena menurut Terbanding, Pajak Masukan tersebut merupakan Pajak Masukan yang timbul dari perolehan BKP/JKP yang berhubungan dengan kebun/kegiatan usaha yang menghasilkan barang strategis dalam hal ini Tandan Buah Segar (TBS) dimana sesuai dengan PP No. 31/2007 jo. PP No. 12/2001, TBS termasuk kriteria BKP tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN dan sesuai Pasal 16B ayat (3) UU PPN, Pajak Masukan terkait dengan kebun yang berhubungan dengan perolehan TBS tersebut tidak dapat dikreditkan;
    bahwa menurut Pemohon Banding, tidak ada penyerahan TBS yang dilakukan oleh Pemohon Banding karena seluruh TBS yang dihasilkan dari kebun Pemohon Banding diolah lebih lanjut di pabrik milik Pemohon Banding menjadi Cangkang, CPO dan PK.
    bahwa Pemohon Banding merupakan sebuah perusahaan terpadu (integrated) yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang kemudian diolah lebih lanjut di Pabrik Kelapa Sawit menjadi Cangkang, Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK). Palm Kernel tersebut kemudian diolah lebih lanjut di Pabrik Pengolahan Inti Sawit (KCP) menjadi Palm Kernel Oil (PKO) dan Palm Kernel Cake (PKC);
    bahwa selain itu Pemohon Banding juga merupakan sebuah perusahaan terpadu (integrated) yang menghasilkan Latex, Cup Lump, dan Slab yang kemudian diolah lebih lanjut di Pabrik Karet menjadi Latex dan SIR;
    bahwa dari kedua kegiatan usaha tersebut, Pemohon Banding melakukan :
    1. Kegiatan penjualan yang merupakan penyerahan yang terutang PPN yaitu penyerahan CPO (Crude Palm Oil), CPKO (Crude Palm Kernel Oil), PKC (Palm Kernel Cake) dan SIR (Standard Indonesia Rubber).
    2. Kegiatan penjualan yang merupakan penyerahan yang PPN-nya dibebaskan/tidak terutang PPN yaitu penyerahan Latex, Cangkang dan bibit kelapa sawit.
    bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas pelaporan SPT Masa PPN untuk masa September 2010 diketahui bahwa terdapat Pajak Masukan sebesar Rp 954.701.573,- yang merupakan PM yang nyata-nyata digunakan baik untuk penyerahan yang terutang PPN maupun penyerahan yang PPN-nya dibebaskan.
    bahwa memperhatikan kegiatan usaha dan pelaporan SPT Masa PPN Pemohon Banding tersebut, Majelis berpendapat ketentuan peraturan perUndang-undangan yang terkait dengan sengketa adalah Pasal 9 ayat (6) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun - 2009 menyebutkan bahwa :
    “Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan bahwa Peraturan Menteri Keuangan yang merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 9 ayat (6) UU PPN adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor : 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak berbunyi sebagai berikut:
    Pasal 2
    Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan :
    1. usaha terpadu (integrated), terdiri dari:
    1. unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak; dan
    2. unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.
    1. usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
    2. usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak; atau
    3. usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
    Pasal 3
    Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
    P = PM X Z
    dengan ketentuan
    P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikriditkan
    PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
    Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
    Bahwa berdasarkan formula diatas, apabila yang dihitung adalah pajak amsukan yang tidak boleh dikreditkan maka formulanya akan menjadi sebagai berikut:
    P = PM X Z
    dengan ketentuan
    P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikriditkan
    PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
    Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
    Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, perhitungan kembali Pajak Masukan Masa Pajak September 2010 yang dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (6) dan Penjelasannya UU PPN juncto Pasal 2 dan Pasal 3 dari PMK No. 78/PMK.03/2010 adalah sebagai berikut:
    Jumlah penyerahan yang PPN-nya dibebaskan
    Jumlah penyerahan
    Persentase perbandingan atas penyerahan yg PPN-nya dibebaskan
    Jumlah PM yang dikoreksi
    Koreksi penghitungan kembali PM (3,75% x Rp 954.701.573)
    Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan:
    Rp 6.063.427.446
    Rp 161.623.224.757
    3,75%
    Rp 954.701.573
    Rp 35.801.309
    Rp 918.900.264
    oleh karena itu, Pajak Masukan yang tidak boleh dikreditkan untuk masa pajak April 2010:
    P= PM x Z' = 954.701.573 x 6.063.427.446 = 35.801.309
    161.623.224.757
    Bahwa dengan demikian, dari koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan masa pajak September 2010 sebesar Rp 954.701.573,- maka yang tetap dipertahankan adalah sebesar Rp.35.801.309,00 sedangkan sisanya sebesar Rp.918.900.264,-tidak dapat dipertahankan;”
  4. Bahwa berdasarkan data dan fakta selama pemeriksaan, keberatan dan banding serta ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatanatas pendapat dan kesimpulan Majelis yang tidak dapat mempertahankan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.918.900.264,00 dengan argumentasi sebagai berikut:
    5.1.
    Bahwa landasan filosofis Pasal 16B UU PPN adalah sebagai berikut:
    Untuk lebih meningkatkan perwujudan keadilan dalam pembebanan pajak,menunjang peningkatan penanaman modal, mendorong peningkatan ekspor, menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru, menunjang pelestarian lingkungan hidup, dan kebijakan-kebijakan lain, perlu diberikan perlakuan khusus. Namun demikian dalam memberikan perlakuan tersebut harus tetap dipegang teguh salah satu prinsip di dalam Undang-undang perpajakan yaitu diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan.
    5.2.
    Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP Nomor 31 Tahun 2007, merupakan aturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Pasal 16B UU PPN yang menjelaskan antara lain, bahwa salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-Undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Karena itu setiap kemudahan dalam bidang perpajakan, jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut;
    5.3.
    Bahwa penerapan Koreksi Pajak Masukan yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya fasilitas yaitu meningkatkan daya saing dan memberi perlakuan yang sama, bahwa dengan demikian Majelis Hakim telah mengabaikan prinsip equal karena tidak mempertimbangkan Wajib Pajak lain yang proses bisnisnya tidak terpadu (non integrated);
    5.4.
    Bahwa secara teoritis prinsip perlakuan yang sama atau adil (equal treatment) sudah sesuai dengan standar yang harus dipenuhi agar sebuah sistem pajak dapat dikatakan baik (good tax), Sally M. Jones dan Shelley C. Rhoades-Catanach dalam bukunya Priciples of Taxation for Business and Investment Planning 2010 Edition, McGraw Hill/Irwin halaman 22 menulis:
    antara lain Pajak yang baik seharusnya adil, selanjutnya dalam halaman 32-37 menyebutkan kriteria pajak yang adil adalah sebagai berikut antara lain: keadilan horizontal, Wajib Pajak yang memiliki basis pajak yang sama seharusnya mendapatkan perlakuan pajak yang sama;
    5.5.
    Bahwa konsep keadilan horisontal di atas sudah sejalan dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana juga diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”;
    5.6.
    Prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (3) UU PPN pada dasarnya juga disampaikan Hakim Wishnoe Saleh Thaib,Ak.,M.Sc dalam dissenting opinion-nya;
    5.7.
    Bahwa dalam kasus ini, mengenai perlakuan yang sama atas PK dan PM, dapat dijelaskan sebagai berikut:
    Dalam hal usaha Wajib Pajak adalah Kebun Sawit saja:
    • Tidak ada PPN Keluaran atas penyerahan TBS
    • PM kebun tidak dapat dikreditkan;
    • PM kebun dibiayakan dan menjadi unsur Harga Pokok Penjualan (HPP) bagi TBS, dan kelak menjadi unsur HPP bagi CPO;

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA