Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 81/B/PK/PJK/2013
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
PT. DFG, tempat kedudukan di
Jalan MK LOT 5.1, Menara RJ Lantai 26, Jakarta, dalam hal ini diwakili
oleh MH, berkantor di PT. DFG Jalan MK LOT 5.1, Menara RJ Lantai 26,
Jakarta, pekerjaan Presiden Direktur PT. DFG, selanjutnya memberi kuasa
kepada: MS, tempat tinggal di Jalan Jaya Raya, Nomor 17, RT/RW.
003/009, Jakarta, pekerjaan Karyawan PT. DFG, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor MH:mbp/NNT/0412/2281, tanggal 8 Maret 2012;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
melawan:
GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,
tempat kedudukan di Jalan DF, Nomor 12, Mataram, dalam hal ini diwakili
oleh M. AP, S.H., M.H., Jabatan Plt. Kepala Biro Hukum Setda Provinsi
NTB, berkantor di Jalan DF, Nomor 12, Mataram, selanjutnya memberikan
kuasa kepada: RH, S.E., selaku Kuasa Hukum, berkantor di CI, Blok
M-11/15, RT.05/08, Kelurahan Sukamaju, Jonggol, Bogor, berdasarkan
Surat Kuasa Khusus Nomor 180.1/735/KUM, tanggal 30 April 2012;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put. 35260/PP/M.XIV/04/2011 tanggal 30 November 2011 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas Surat
Keputusan Terbanding Nomor 973/3292/PJK/2010 tertanggal 15 November
2010 tentang Keberatan atas SKPD PKB dan BBNKB Jenis Alat-Alat Besar
dan Besar yang diterima tanggal 9 Desember 2010 yang menyatakan bahwa
Keberatan Pemohon Banding tidak dapat dipertimbangkan, adapun banding
ini disampaikan dengan dasar-dasar alasan sebagai berikut:
- Permohonan Keberatan Pemohon Banding:
Bahwa pada tanggal 25 September 2009, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Barat melalui Dinas Pendapatan Daerah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Daerah (SKPD) dengan Nomor Kohir 406/XI/AB/07-E sebesar Rp. 633.000,00
dan diperinci sebagai berikut:
Jumlah
yang harus Dibayar (Rupiah) |
Pokok |
Sanksi
Adm |
Jumlah |
|
0,00 |
-
|
0,00 |
BBNKB |
633.000 |
0
|
633.000 |
PKB |
633.000 |
0
|
633.000 |
Jumlah |
- Bahwa lebih lanjut, pada tanggal 16 Desember 2009, Pemohon
Banding telah mengajukan surat keberatan dengan Surat Nomor
JAO-em/NNT-PKBBBNKB/XI/09-1206 kepada Terbanding sehubungan dengan
diterbitkannya SKPD tersebut di atas;
- Bahwa menanggapi surat keberatan tersebut, Terbanding telah
menerbitkan Surat Keputusan Nomor 973/3292/PJK/2010 tertanggal 15
November 2010 yang menyatakan bahwa permohonan keberatan Pemohon
Banding tidak dapat dipertimbangkan dengan alasan dan pertimbangan
sebagai berikut:
- Bahwa Dasar Hukum Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) adalah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai
berikut:
-
|
Pasal
1 angka 9 sebagai berikut:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk
melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau
pemotong pajak tertentu;
|
-
|
Pasal
2 ayat (1):
Jenis Pajak Provinsi terdiri dari:
- Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas
Air;
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
Di Atas Air;
|
- Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak
Daerah Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
(1)
|
Pajak
Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah;
|
(2)
|
Kendaraan
bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan
oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang
berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi
tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat
berat dan alat-alat besar yang bergerak;
|
- Pasal 2 ayat:
(1)
|
Objek
Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau Penguasaaan
Kendaraan Bermotor;
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 2:
1)
|
Termasuk
dalam objek pajak kendaraan bermotor yaitu kendaraan bermotor
yang digunakan di semua jenis jalan darat, antara lain: di kawasan
bandara, pelabuhan laut, perkebunan, kehutanan, pertanian,
pertambangan, industri, perdagangan dan sarana olah raga dan rekreasi;
Alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak adalah alat-alat yang
dapat bergerak/berpindah tempat dan tidak melekat secara permanen; |
|
- Bahwa Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pajak
Kendaraan Bermotor Pasal 1 huruf d sebagai berikut:
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua dan atau lebih
beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan
digerakkan oleh peralatan tehnik berupa motor atau peralatan lainnya
yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi
tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat
berat dan alat-alat besar yang bergerak;
- Bahwa Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Perubahan
atas
Perda Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
Di Atas Air Pasal 3 ayat (1) sebagai berikut:
1)
|
Objek
Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan atau penguasaan
kendaraan bermotor;
Bahwa dari penjelasan pasal-pasal di atas, maka jelas bahwa Pemohon
Banding sebagai pemilik dan atau penguasaan atas kendaraan bermotor
jenis alat-alat berat dan besar yang dipergunakan di kawasan
pertambangan serta sebagai badan yang telah menerima penyerahan atas
kendaraan bermotor jenis alat-alat berat dan besar dalam Provinsi Nusa
Tenggara Barat, wajib dikenakan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; |
- Bahwa pendapat Pemohon Banding yang menyatakan bahwa
Kontrak Karya
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding bersifat
"lex specialis" artinya masalah perpajakan yang secara spesifik diatur
di dalam Kontrak Karya berlaku khusus (dipersamakan dengan
undang-undang), dalam hal tidak diatur secara khusus maka berlaku
ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang ada, pendapat Pemohon Banding
tersebut tidak benar karena:
- Bahwa ditinjau dari penggolongan hukum, Kontrak Karya
termasuk
golongan hukum Privat yang hanya mengikat para pihak yang melakukan
perjanjian;
- Bahwa Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf (a) dan huruf (b) Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
adalah tergolong hukum publik, Adagium hukum menyatakan bahwa apabila
terjadi konflik antara hukum privat dengan hukum publik maka yang
dimenangkan adalah hukum publik, karena atas dasar memprioritaskan
kepentingan umum yang lebih besar dari kepentingan pribadi;
- Berdasarkan pada uraian poin a dan b tersebut di atas
maka jelaslah
bahwa yang harus diutamakan adalah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sebagai hukum publik dari pada Kontrak
Karya yang tergolong hukum privat. Hal tersebut dikuatkan pula oleh
Surat Mahkamah Agung yaitu suatu lembaga yang berwenang memberikan
pendapat hukum yakni melalui surat Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor KMA/270/VII/2005 tanggal 28 Juli 2005;
- Bahwa berdasarkan Kontrak Karya antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan Pemohon Banding:
- Pasal 3 ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
-
|
"Perusahaan
adalah suatu badan usaha yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia dan berkedudukan di Indonesia serta
tunduk kepada undang-undang dan yurisdiksi pengadilan di Indonesia yang
biasanya mempunyai kewenangan hukum atas perusahaan-perusahaan,
perusahaan harus mendirikan satu kantor pusat di Jakarta untuk menerima
setiap pemberitahuan dan komunikasi resmi serta komunikasi hukum
lainnya"; |
-
|
Pasal
13 angka (xi) Kontrak Karya Pemerintah Republik Indonesia
dengan Pemohon Banding antara lain menyebutkan sebagai berikut:
"Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan ini,
perusahaan membayar kepada Pemerintah dan memenuhi kewajiban-kewajiban
pajaknya, seperti yang ditetapkan sebagai berikut:
- Pungutan-pungutan, pajak-pajak,
pembebanan-pembebanan dan bea-bea
yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah disetujui
oleh Pemerintah Pusat";
Bahwa berdasarkan uraian di atas Pemohon Banding wajib tunduk kepada
undang-undang dan yurisdiksi yang berlaku di Indonesia termasuk di
dalamnya tunduk kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
|
- Dasar dan Alasan Permohonan Banding:
- Dasar Hukum Permohonan Banding:
Bahwa di dalam salah satu paragraf dari Pasal 13 Kontrak Karya yang
ditanda- tangani antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemohon
Banding, ditegaskan antara lain bahwa pemenuhan kewajiban pajak dari
perusahaan yang berhubungan dengan kewajiban formal dan material
perpajakan tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, berdasarkan Pasal 27 dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tersebut, atas keputusan keberatan, Pemohon Banding dapat mengajukan
banding kepada badan peradilan pajak;
Bahwa sebagaimana juga akan dijelaskan di bagian lain dari surat
banding ini bahwa terkait dengan pajak daerah, maka peraturan yang
berlaku di tahun 1986 (pada saat Kontrak Karya ini ditandatangani)
adalah Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957, dimana di dalam Pasal
28 nya diatur:
"(1)
|
Terhadap
keputusan Dewan Pemerintah Daerah dari Daerah Tingkat ke-1
dimaksud Pasal 26, dapat diajukan surat permintaan banding kepada
Majelis Pertimbangan Pajak di Jakarta menurut cara yang berlaku;
terhadap keputusan Dewan Pemerintah Daerah bawahan dapat diajukan surat
permintaan banding kepada Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas; |
(2)
|
Surat
permintaan banding dimaksud ayat (1) diajukan dalam waktu 3
(tiga) bulan sejak keputusan Dewan Pemerintah Daerah termaksud Pasal 26
dikirim kepada yang bersangkutan; |
(3)
|
Terhadap
pengiriman surat permintaan banding kepada Dewan Pemerintah
Daerah setingkat lebih atas berlaku juga ketentuan Pasal 25 ayat (2); |
(4)
|
Dewan
Pemerintah Daerah di bawah tingkatan Daerah Tingkat ke-1 yang
mengambil keputusan termaksud Pasal 26, berhak dengan perantaraan
seorang yag dikuasakan khusus olehnya untuk memberikan keterangan lisan
kepada Dewan Pemerintah Daerah yang berhak memutuskan permintaan
banding"; |
- Bahwa dikaitkan dengan undang-undang yang sekarang berlaku,
Pasal
15 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000, mengatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding
hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (sekarang Pengadilan
Pajak) terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah, permohonan sebagaimana dimaksud diajukan secara tertulis
dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat
keputusan tersebut, pengajuan permohonan banding tidak menunda
kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
- Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dengan ini
diinformasikan bahwa Pemohon Banding telah membayar semua SKPD yang
diterbitkan oleh Terbanding;
- Alasan Permohonan Banding:
2.1.
|
Bahwa
Pemohon Banding beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya
yang ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemohon
Banding pada tanggal 2 Desember 1986, Pemohon Banding adalah salah satu
perusahaan pertambangan yang tunduk kepada Kontrak Karya (Contract of
Work), Kontrak Karya secara khusus mengatur masalah perpajakan, yaitu
Pasal 13 dan lampiran H, di samping itu, pengaturan masalah perpajakan
di dalam Kontrak Karya tersebut bersifat “lex
specialis”, artinya
masalah perpajakan yang secara spesifik diatur di dalam Kontrak Karya
berlaku khusus (dipersamakan dengan undang-undang), dalam hal tidak
diatur secara khusus maka berlaku ketentuan Undang-Undang Perpajakan
yang ada;
Bahwa penjelasan Pemohon Banding di atas tentang karakteristik Kontrak
Karya yang 'lex specialis' didukung dengan Surat Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor S-1032/MK.04/1998 tanggal 15 Desember 1988
yang menyatakan bahwa Kontrak Karya Pertambangan diberlakukan dan
dipersamakan dengan undang-undang, oleh karena itu ketentuan perpajakan
yang diatur dalam Kontrak Karya diberlakukan secara khusus (special
treatment/lex specialis);
Bahwa di samping itu, sifat atau karakteristik "lex specialis" juga
didukung dengan:
- Bahwa Pasal II dari Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1994 mengenai Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) (pasal ini tidak mengalami
perubahan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000) yang berbunyi:
"Dengan berlakunya undang-undang ini:
- Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang
Mewah atas usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi,
pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi
Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan
pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya undang-undang ini,
tetap dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, Kontrak
Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut
sampai dengan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian
kerjasama pengusahaan pertambangan berakhir”;
-
|
Pasal
33A ayat (4) dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang
Pajak Penghasilan (Pasal 33A ini tercantum di dalam Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan, yang mana tidak mengalami
perubahan di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000), yang berbunyi:
"(4) Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak
dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan
kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama
pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya
undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam
kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama
pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak
atau perjanjian kerjasama dimaksud";
|
Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, nampak bahwa Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai dan Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa
bagi Wajib Pajak di bidang pertambangan yang beroperasi berdasarkan
Kontrak Karya, maka perhitungan pajaknya dilakukan berdasarkan Kontrak
Karya tersebut, jadi dapat disimpulkan disini bahwa sifat "Lex
Specialis" dari Kontrak Karya juga diatur dan diakui oleh undang-undang
yaitu Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Oleh karena itu hal yang menyangkut materi
pengenaan/perhitungan pajak bagi perusahaan Kontrak Karya, termasuk
Pemohon Banding, harus berdasarkan Kontrak Karya yang bersangkutan;
Bahwa apabila merujuk kepada proses pembuatan Kontrak Karya maka nampak
jelas bahwa pembuatan Kontrak Karya melibatkan banyak pihak, yang
terdiri dari pejabat-pejabat Eselon 2 dan atau staf ahli dari
Departemen-Departemen dan instansi-instansi terkait seperti BKPM,
Departemen Keuangan, Departemen Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan,
Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman, Direktorat Jenderal
Pajak, dan lain-lain dan diketuai oleh Dirjen Pertambangan Umum,
kemudian pembuatan Kontrak Karya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan
DPR RI dan BKPM melalui pengajuan naskah Kontrak Karya yang telah
diparaf oleh para pihak, oleh Menteri Pertambangan dan Energi (Menteri
P&E) kepada DPR RI dan BKPM. Adapun pembahasan segala ketentuan
yang tercantum dalam naskah Kontrak Karya, dalam sidang-sidang Komisi
DPR RI yang bersangkutan bersama Tim Perunding Interdepartemen, terbuka
bagi umum, atas dasar hasil pembahasan tersebut, surat
rekomendasi/persetujuan DPR-RI yang ditanda tangani oleh Ketua DPR RI,
disampaikan kepada Presiden RI, lengkap dengan catatan-catatannya;
Bahwa selanjutnya Ketua BKPM juga membuat Surat Rekomendasi untuk
disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia, berdasarkan Surat
Rekomendasi/persetujuan dari DPR dan BKPM, Presiden Republik Indonesia
akan membuat surat pengesahan Kontrak Karya, setelah surat pengesahan
Kontrak Karya diperbaiki sesuai catatan-catatan dari DPR-RI dan/atau
Ketua BKPM, Presiden Republik Indonesia akan memberikan Surat Perintah
kepada Menteri Pertambangan dan Energi untuk menandatangani Kontrak
Karya atas nama Pemerintah Republik Indonesia;
Bahwa jadi dalam hal ini pemerintah harus juga diartikan mempunyai
fungsi sebagai badan hukum privat yang juga harus tunduk kepada
ketentuan-ketentuan yang telah disepakatinya di dalam Kontrak Karya.
Apabila di kemudian hari pemerintah membuat undang-undang/peraturan
yang bertentangan dengan isi dari Kontrak Karya, maka Kontrak Karya
tersebut tetap harus dihormati (Pacta Sunt Servanda);
Bahwa perlu ditambahkan di sini, di dalam Pasal 1 butir 10 dari Kontrak
Karya, definisi "Pemerintah" bukan hanya Pemerintah Pusat tetapi juga
melibatkan Pemerintah Daerah. Jadi Pemerintah Daerah juga wajib
hukumnya untuk menghormati ketentuan-ketentuan yang telah disepakati
oleh Pemerintah Pusat di dalam Kontrak Karya tersebut;
Bahwa perlu Pemohon Banding tambahkan bahwa:
- Bahwa selama ini Pemerintah Republik Indonesia
sangat konsekwen
dengan komitmennya terhadap segala ketentuan Kontrak Karya, dan telah
secara konsisten pula menghargai sifat Lex Specialis-nya Kontrak Karya,
contoh yang paling nyata adalah Pasal 169 ayat (a) dari Undang-Undang
Pertambangan yang baru, yang dinamakan Undang-Undang Minerba
(Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009), yang menetapkan bahwa "Kontrak
Karya dan PKP2B yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang ini,
tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian";
- Berkaitan dengan hal ini, Undang-Undang Pajak
Penghasilan yang
sekarang berlaku (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008) mengatur tarif
maksimum Pajak Penghasilan untuk tahun 2009 sebesar 28% dan untuk tahun
2010 dan seterusnya adalah 25% (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang
berlaku sejak tahun 2001 sampai dengan 2008, mengatur tarif tertinggi
Pajak Penghasilan Badan adalah 30%), sedangkan Kontrak Karya Pemohon
Banding mengatur tarif Pajak Penghasilan sebesar 35%. Selama ini
Pemohon Banding membayar Pajak Penghasilan dengan tarif maksimum 35%
(sesuai dengan kontrak karya) dan bukan tarif 30% atau 25% sesuai
dengan Undang-Undang Pajak yang berlaku. Dengan dasar "Lex Specialis"
dari Kontrak Karya, Pemohon Banding berpendapat bahwa pengenaan Pajak
Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor harus
didasarkan pada Kontrak Karya, karena di dalam Kontrak Karya terdapat
Pasal yang mengatur masalah pengenaan Pajak Daerah;
2.2.a.
|
Bahwa
pada paragraf ke satu dan ke dua dari Pasal 13 juga disebutkan
hal-hal sebagai berikut yang pada dasarnya adalah untuk memberikan
kepastian hukum bagi investor di bidang pertambangan umum, dalam hal
ini Pemohon Banding:
"Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini,
Perusahaan membayar kepada Pemerintah dan memenuhi kewajiban-kewajiban
pajaknya, seperti yang ditetapkan sebagai berikut:
- Iuran tetap untuk
………
- (xi) Pungutan-pungutan, pajak-pajak,
pembebanan-pembebanan dan bea-bea
yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah disetujui
oleh Pemerintah Pusat;
- (xii) Pungutan-pungutan…..
Perusahaan tidak wajib membayar lain-lain pajak, bea-bea,
pungutan-pungutan, sumbangan-sumbangan, pembebanan-pembebanan atau
biaya-biaya sekarang maupun di kemudian hari yang dipungut atau
dikenakan atau disetujui oleh pemerintah selain dari yang ditetapkan
dalam pasal ini dan dalam ketentuan manapun dalam Persetujuan ini";
|
Bahwa di lain pihak, Pasal 13 ayat (11) Kontrak Karya berbunyi sebagai
berikut:
"Pungutan-pungutan, pajak-pajak, pembebanan-pembebanan dan bea-bea yang
dikenakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah disetujui oleh
Pemerintah Pusat sesuai dengan undang-undang dan peraturan-peraturan
yang berlaku dengan tarif dan dihitung sedemikian rupa sehingga tidak
lebih berat dari undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku
pada tanggal Persetujuan ini ditandatangani";
Bahwa sesuai dengan bunyi Pasal 13 ayat (11) tersebut tersebut di atas
nampak bahwa pengenaan Pajak Daerah terhadap Pemohon Banding adalah
dengan persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
- Pajak Daerah tersebut telah disetujui oleh
Pemerintah Pusat sesuai
dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku, dan
- Pajak Daerah tersebut dikenakan dengan tarif
dan dihitung sedemikian
rupa sehingga tidak lebih berat dari undang-undang dan
peraturan-peraturan yang berlaku pada tanggal Persetujuan ini
ditandatangani;
Bahwa Kontrak Karya Pasal 13 ayat (11) secara tegas mengatur mengenai
kondisi/persyaratan atas penerapan pemungutan PKB dan BBNKB terhadap
Pemohon Banding yaitu pengenaan PKB dan BBNKB hanya bisa dilakukan
dengan tarif dan dihitung sedemikian rupa sehingga tidak lebih berat
dari undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku pada tanggal
Persetujuan ini ditandatangani". Disini nampak jelas bahwa pengenaan
PKB dan BBNKB tidak dapat dilakukan apabila pengenaan Pajak Kendaraan
Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berdasarkan peraturan
yang sekarang berlaku menghasilkan beban yang lebih berat (dengan tarif
dan dihitung sedemikian rupa) dibandingkan dengan pengenaan pajak yang
sama/sejenis berdasarkan undang-undang dan peraturan-peraturan yang
berlaku pada tanggal Persetujuan (Kontrak Karya) ditandatangani, yaitu
di bulan Desember 1986;
|
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (11) Kontrak
Karya tersebut
di atas dapat dipahami bahwa Pemohon Banding tidak dapat dikenai
pungutan-pungutan apabila pada saat persetujuan Kontrak Karya tersebut
ditanda- tangani ketentuan mengenai pajak-pajak atau pungutan-pungutan
atau retribusi-retribusi tersebut tidak ada, kalaupun quad-non terdapat
pungutan-pungutan atau retribusi-retribusi yang telah ada aturannya
pada saat Kontrak Karya disetujui dan ditandatangani, maka besarnya
tarif pajak-pajak atau pungutan-pungutan atau retribusi-retribusi
tersebut tidak boleh lebih berat atau lebih besar dari undang-undang
dan peraturan-peraturan tentang retribusi dan pungutan pada saat itu,
khususnya pungutan dan retribusi daerah;
Bahwa adalah fakta bahwa pada saat Kontrak Karya disetujui dan
ditandatangani pada tanggal 2 Desember 1986 oleh dan antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemohon Banding, undang-undang mengenai
retribusi daerah Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah belum ada, peraturan yang berlaku dan mengatur pajak atau
retribusi daerah pada saat kontrak karya ditandatangani tahun 1986
adalah Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957, Perpu Nomor 8 Tahun
1959 dan Perpu Nomor 27 Tahun 1959, sehingga, kalaupun terdapat pajak
atau pungutan atau retribusi daerah quad-non, maka besarnya retribusi
atau pajak atau pungutan atau retribusi daerah tersebut harus
berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957, Perpu Nomor 8
Tahun 1959 dan Perpu Nomor 27 Tahun 1959 tersebut dan karenanya pula,
secara Lex Specialis, ketentuan Pasal 13 ayat (11) Kontrak Karya tidak
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000;
- Bahwa berkaitan dengan adagium hukum yang menyatakan
bahwa apabila
terjadi konflik antara hukum privat dengan hukum publik maka yang
dimenangkan adalah hukum publik, menurut pendapat Pemohon Banding,
adalah suatu adagium yang bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah
Agung Republik Indonesia yang pada intinya menyatakan bahwa kesepakatan
para pihak berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata dapat mengenyampingkan
ketentuan hukum publik, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia
dikutip sebagai berikut:
- Bahwa Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 791 K/Sip/1972
tanggal 26 Februari 1973, menyatakan:
"Pasal 1338 "BW" masih berlaku dalam hukum perjanjian, oleh sebab itu
sesuai dengan pertimbangan PT pihak-pihak harus mentaati apa yang telah
mereka setujui, dan yang telah dikukuhkan dalam akta autentik tersebut";
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 225 K/Sip/1976
tanggal 30 September 1983, yang diputus oleh Hakim Agung:
IN, S.H., Ny. MNo, S.H. dan SG S.H., menyatakan:
"Walaupun hukum acara perdata adalah merupakan ketentuan-ketentuan
hukum publik, dalam beberapa segi masih dapat disimpangi berlakunya
oleh sesuatu persetujuan yang diciptakan oleh kedua belah pihak....";
- Bahwa perlu diketahui bahwa Kontrak Karya mengadopsi
prinsip "nailed
down", dimana Pemohon Banding hanya berkewajiban membayar pajak-pajak
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah disetujui oleh
Pemerintah Pusat dengan tarif yang dihitung sedemikian rupa sehingga
tidak lebih berat dari undang-undang dan peraturan yang berlaku pada
tanggal Kontrak Karya ditandatangani;
Bahwa prinsip lex specialis dan nailed down dalam Kontrak Karya ini
memang sengaja ditawarkan dan disetujui oleh Pemerintah Republik
Indonesia untuk memberikan kepastian hukum dan kepastian
kewajiban-kewajiban keuangan bagi investor guna menarik minat mereka
dalam melakukan investasi dan mengembangkan industri pertambangan di
Indonesia yang memerlukan modal yang tidak sedikit dan risiko kegagalan
yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa dari kurang
lebih 150 perusahaan yang menandatangani Kontrak Karya dengan
Pemerintah Republik Indonesia di tahun 1986 (atau generasi IV Kontrak
Karya bersama-sama dengan Pemohon Banding), hanya kurang dari 10
(sepuluh) perusahaan yang beroperasi dan berproduksi yang memberikan
kontribusi ekonomi yang signifikan kepada pemerintah dan masyarakat
Indonesia, sisanya tidak berhasil, walaupun perusahaan-perusahaan
tersebut telah menghabiskan puluhan atau bahkan ratusan juta dolar
hanya untuk kegiatan eksplorasi;
- Bahwa adapun peraturan-peraturan yang berlaku di bulan
Desember 1986
terkait dengan pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959
tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (Perpu Nomor 27 Tahun 1959)
yang mana Perpu Nomor 27 Tahun 1959 ini kemudian diganti oleh
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000;
Bahwa di dalam Perpu Nomor 27 Tahun 1959, Pasal 3A.b. berbunyi sebagai
berikut:
"Dibebaskan dari pengenaan bea balik nama kendaraan bermotor ialah:
- Penyerahan dalam hak milik dari:
- Sepeda kumbang;
- Semua kendaraan bermotor yang dimasukkan sendiri dari
luar negeri atau dibeli langsung dari importir";
Bahwa berdasarkan Pasal 3.A.b. a quo nampak jelas bahwa kendaraan
bermotor yang dimasukkan sendiri dari luar negeri atau dibeli langsung
dari importir dibebaskan dari pengenaan BBNKB.
Adapun kendaraan bermotor jenis alat berat dan besar milik Pemohon
Banding diperoleh dengan cara Pemohon Banding melakukan pengimporan
sendiri dari penjual/supplier di luar negeri, oleh karena itu atas
kendaraan bermotor tersebut di atas tidak terutang BBNKB;
- Bahwa adapun peraturan-peraturan yang berlaku di bulan
Desember 1986
terkait dengan pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat Nomor 5 Tahun 1985
(PD No. 5/1985), salah satu rujukan dari Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun
1985 tersebut adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) Nomor 8 Tahun 1959, tentang Perubahan Tarif Pajak Kendaraan
Bermotor, menyatakan bahwa:
" ...Pada waktu ini jumlah pajak sudah tidak seimbang lagi dengan harga
kendaraan bermotor, maka oleh sebab itu dapat dianggap sudah tiba
waktunya untuk mengubah tarif Pajak Kendaraan Bermotor. Di samping itu
biaya pemeliharaan jalan-jalan sudah meningkat pula, karena
meningkatnya harga bahan-bahan, sehingga sudah sewajarnya bahwa
kenaikan itu dibebankan kepada pemakai-pemakai jalan-jalan itu,
khususnya pemilik kendaraan bermotor pula dianggap tidak melampaui
batas keadilan jika mobil-mobil penumpang atau barang yang dipergunakan
untuk umum, yang semata-mata dijalankan dengan bahan pembayar bensin,
yang semula tidak kena Pajak Rumah Tangga dikenakan pajak ini, dengan
ketentuan ini maka kendaraan mobil yang dibebaskan dari Pajak Rumah
Tangga dapat dikenakan Pajak Kendaraan Bermotor jika memenuhi
syarat-syaratnya, dalam hal ini, maka semuanya mobil yang belum
mempunyai nomor polisi yang diperdagangkan, dan dengan demikian tidak
dapat dipakai dijalan umum, dibebaskan dari pengenaan Pajak Kendaraan
Bermotor....";
Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas jelas telah diatur bahwa
pajak kendaraan bermotor dibebankan kepada para pemakai jalan raya
dimana beban pemeliharaan jalan raya tersebut merupakan tanggung jawab
pemerintah. Oleh karena itu Pemohon Banding berpendapat bahwa Peraturan
Daerah Nusa Tenggara Barat Nomor 5 Tahun 1985 mengatur mengenai
pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor bagi kendaraan-kendaraan yang
dipergunakan di jalanan umum, hal ini sangat wajar karena pihak
Pemerintah/Pemerintah Daerah merupakan pihak yang bertanggung jawab
atas pembangunan jalan umum dan atas pemeliharaannya, dan sudah
sewajarnya bagi pihak-pihak yang mendapatkan manfaat dalam menggunakan
jalan
umum untuk membayar Pajak Kendaraan Bermotor;
Bahwa adapun kendaraan berat dan besar milik Pemohon Banding
dioperasikan di jalanan di dalam area pertambangan (bukan jalan umum)
dan pembangunan serta pemeliharaan atas jalan tersebut juga dilakukan
oleh Pemohon Banding sendiri;
Bahwa di dalam surat Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
019/03/M.SJ/1995 tertanggal 3 Januari 1995 ditegaskan antara lain
hal-hal sebagai berikut:
“BUMN dan para kontraktornya serta perusahaan-perusahaan
bidang
pertambangan dan energi wajib mematuhi ketentuan perundangan yang
berlaku dalam membayar PKB dan BBNKB, kecuali terhadap:
- Kendaraan bermotor maupun alat-alat berat yang tidak
digunakan di
jalan umum. Kendaraan seperti ini dibebaskan dari PKB. Hal ini sesuai
dengan Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor Stbl 1934 Nomor 718
sebagaimana telah ditambah dan diubah terakhir dengan Perpu. Nomor 8
Tahun 1959;
- Kendaraan bermotor termasuk alat-alat berat yang
dimasukkan sendiri
dari luar negeri atau dibeli langsung dari importer. Kendaraan seperti
ini juga dibebaskan dari BBNKB, hal ini sesuai dengan Perpu Nomor 27
Tahun 1959;
Bahwa kemudian di dalam surat yang dikeluarkan oleh Direktur Pembinaan
Pengusahaan Mineral dan Batubara-Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral (DESDM) Nomor 1788/84/DPP/2006 tertanggal 18 September 2006
(fotokopi terlampir), menyatakan pendapat yang sejalan dengan
pengaturan tersebut di atas, yang petikannya adalah sebagai berikut:
- Bahwa ketentuan tentang pajak dan keuangan Pemohon
Banding selaku
pemegang (KK) Kontrak Karya adalah bersifat "Nailed down", dengan
demikian pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor atas Alat Berat dan Besar sebagaimana di atur dalam
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang berlaku umum (hukum publik) dan
disahkan setelah Kontrak Karya ditandatangani kurang tepat
diaplikasikan pada Pemohon Banding;
- Bahwa dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000 Pasal 2
ayat (1) huruf a dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Pasal 1
ayat (2), antara lain disebutkan bahwa semua kendaraan yang digunakan
di semua jenis jalan darat merupakan objek pajak, namun dalam
perundangan tersebut tidak didefinisikan secara jelas, maka Pemohon
Banding berpendapat bahwa pengertian "jalan darat" sama dengan
pengertian kata "jalan" yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana kata "Jalan
berarti jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum". Mengingat
jalan yang terdapat pada areal pertambangan tidak dipergunakan untuk
kepentingan lalu lintas umum, maka alat berat dan alat besar yang tidak
digunakan di jalan lalu lintas umum tidak tepat jika merupakan objek
pajak;
- Bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum, Kontrak
Karya Pasal 1 butir 10 dan 11 mendefinisikan hal-hal sebagai berikut:
- "Pemerintah" berarti Pemerintah Republik Indonesia,
Menteri,
Departemen, Badan, Lembaga, Pemerintah Daerah, Kepala Daerah Tingkat I
atau Tingkat II nya;
- "Menteri" atau "Departemen" kecuali konteksnya menunjukkan
lain
berarti pejabat Pemerintah atau badan Pemerintah yang masing-masing
bertugas melaksanakan undang-undang dan peraturan-peraturan
pertambangan Indonesia;
- Bahwa sebagaimana diketahui Kontrak Karya merupakan
perjanjian
antara Pemerintah Republik Indonesia, yang dalam hal ini diwakili oleh
Menteri/Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
(ESDM) dan Pemohon Banding, oleh karena itu Menteri/Departemen ESDM
merupakan lembaga yang berkompetensi di dalam masalah-masalah yang
terkait dengan kegiatan pertambangan, termasuk masalah pengenaan Pajak
Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ini dan sudah
seharusnya pihak Pemda juga tunduk maupun menghormati
ketentuan-ketentuan dalam Kontrak Karya yang merupakan undang-undang
bagi para pembuatnya;
- Bahwa selain daripada alasan-alasan tersebut di atas, perlu
dipahami bahwa dengan sifat investasi di bidang pertambangan yang,
antara lain:
-
|
Melibatkan
jangka waktu yang panjang; |
-
|
Sangat
“capital intensive” (nilai investasi awal atas
pengembangan
fasilitas penambangan milik Pemohon Banding sebesar kurang lebih USD 3
Milyar); |
-
|
Beresiko
tinggi; |
-
|
Memiliki
jangka waktu operasi yang terbatas (apabila kandungan mineral
telah habis ditambang, maka perusahaan pertambangan akan tutup), maka
diperlukan suatu tingkat kepastian hukum yang sangat tinggi, prinsip
yang mirip dengan konsep Kontrak Karya dengan sifat “Lex
Specialis”
nya, yaitu dalam rangka memberikan kepastian hukum atas investasi di
bidang pertambangan umum, juga diterapkan di negara-negara lain; |
- Bahwa di dalam tahapan studi kelayakan, Pemohon Banding
telah
membuat suatu 'business model' dan 'financial model' yang tidak
memasukkan adanya unsur PKB dan BBNKB karena berdasarkan Kontrak Karya
dan peraturan yang berlaku pada saat Kontrak Karya ditandatangani,
tidak ada peraturan terkait yang mengatur mengenai pengenaan PKB dan
BBNKB;
- Bahwa hal-hal tersebut di atas sangat penting dalam
memberikan
kepastian hukum bagi Pemohon Banding dan juga bagi para investor/calon
investor lainnya yang sudah/akan menanamkan modalnya di Indonesia,
khususnya di sektor pengembangan pertambangan mineral yang selama ini
telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pendapatan
negara di luar sektor minyak dan gas bumi;
- Bahwa berdasarkan alasan dan penjelasan di atas, pengenaan
PKB dan BBNKB tidak dapat dikenakan kepada Pemohon Banding;
- Perhitungan Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar Menurut
Pemohon Banding:
Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, maka Pemohon Banding berpendapat
bahwa PKB dan BBNKB tidak dapat dikenakan kepada Pemohon Banding dan
seharusnya Terbanding menerbitkan SKPD Nihil yang memuat perincian
sebagai berikut:
Jumlah
yang harus Dibayar (Rupiah) |
Pokok |
Sanksi
Adm |
Jumlah |
|
-
|
-
|
-
|
BBNKB |
-
|
-
|
-
|
PKB |
-
|
-
|
-
|
Jumlah |
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.
35260/PP/M.XIV/04/2011 tanggal 30 November 2011 yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
- Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Gubernur
Nusa Tenggara Barat Nomor 973/3292/PJK/2010 tanggal 15 November 2010
mengenai Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak
2009 Nomor 406/XI/AB/07-E tanggal 25 September 2009, atas nama PT.DFG,
NPWP: 0X.0XX.XXX.0-0XX.000, alamat: Jalan MK LOT 5.1, Menara RJ Lantai
26, Jakarta;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 35260/PP/M.XIV/04/2011
tanggal 30 November 2011 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada tanggal 19 Desember 2011, kemudian terhadapnya oleh
Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan
Surat Kuasa Khusus Nomor MH:mbp/NNT/0412/2281 tanggal 8 Maret 2012,
diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak pada tanggal 9 Maret 2012 sebagaimana ternyata dari
Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-239/SP.51/AB/III/2012 yang
dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai oleh
alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 30 Maret
2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 4 Mei
2012;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
peninjauan kembali pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa pada tanggal 30 November 2011, Pengadilan Pajak telah
mengucapkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 35260/PP/M.XIV/04/2011
yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
MENGADILI
Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Gubernur Nusa
Tenggara Barat Nomor 973/3292/PJK/2010 tanggal 15 November 2010
mengenai Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak
2009 Nomor 406/XI/AB/07-E tanggal 25 September 2009, atas nama PT. DFG,
NPWP: 0X.0XX.XXX.0-0XX.000, alamat: Jalan MK LOT 5.1, MR Lantai 26,
Jakarta;
- Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak
(Undang-Undang Pengadilan Pajak) Pasal 77 ayat (3) menyatakan
pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas
putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung;
- Bahwa Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak
menyatakan
permohonan peninjauan kembali dapat diajukan antara lain berdasarkan
alasan sebagai berikut:
“Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
- Bahwa Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak
menyatakan sebagai berikut:
“Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan
dikirim”;
Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 35260/PP/M.XIV/04/2011
tanggal 30 November 2011 dikirim oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon
Peninjauan Kembali, semula Pemohon Banding, pada tanggal 12 Desember
2011. Dengan demikian pengajuan permohonan peninjauan kembali atas
putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 35260/PP/M.XIV/04/2011 ini
dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah
disyaratkan oleh Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya permohonan peninjauan kembali ini diterima
oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
- Bahwa dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor
Put.
35260/PP/M.XIV/04/2011 tanggal 30 November 2011, telah terdapat
kekhilafan Majelis Hakim dan suatu kekeliruan hukum yang nyata-nyata
karena dalam putusan tersebut pertimbangan Majelis Hakim telah
nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan;
- Bahwa kekhilafan dan kekeliruan hukum Majelis Hakim yang
nyata-nyata
tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan
hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan
yang tidak adil.
RINGKASAN LATAR BELAKANG SENGKETA PAJAK;
- Sebelum Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan uraian atas
alasan-alasan
untuk permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan Pajak
tersebut di atas mengenai sengketa Pengenaan PKB dan BBNKB atas
Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar yang ditetapkan oleh
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Dinas Pendapatan Daerah
dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah dengan Nomor Kohir
406/XI/AB/07-E tanggal 25 September 2009, untuk memudahkan Mahkamah
Agung Republik Indonesia khususnya Majelis Hakim Agung yang memeriksa
perkara ini, Pemohon Peninjauan Kembali terlebih dahulu akan
menguraikan ringkasan latar belakang sengketa pajak sebagai berikut:
- Pada tanggal 25 September 2009 Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara
Barat melalui Dinas Pendapatan Daerah telah menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Daerah dengan Nomor Kohir 406/XI/AB/07-E;
Lebih lanjut, pada tanggal 17 November 2009, Pemohon Peninjauan Kembali
telah mengajukan surat keberatan dengan surat Nomor
JAOem/NNT-PKB-BBNKB/XI/09-1206 (terlampir adalah fotokopi tanda terima
surat keberatan dan fotokopi surat keberatan yang dimaksud (Bukti
PK-5)), kepada Termohon Peninjauan Kembali sehubungan dengan pemungutan
PKB dan BBNKB atas pembelian dan kepemilikan Alat Besar dan Berat;
Berikut adalah informasi terkait dengan Surat Keberatan beserta jumlah
dari PKB dan BBNKB yang diajukan keberatannya:
Jumlah
yang harus Dibayar (Rupiah) |
Pokok |
Sanksi
Adm |
Jumlah |
|
-
|
0
|
-
|
|
633.000
|
0
|
633.000
|
Pajak
Kendaraan Bermotor |
633.000
|
0
|
633.000
|
Jumlah |
Bahwa atas surat keberatan dari Pemohon Peninjauan Kembali, Pihak
Termohon Peninjauan Kembali telah mengeluarkan surat keputusan
keberatan yaitu dengan surat Nomor 973/3292/PJK/2010 tertanggal 15
November 2010 yang isinya menyatakan bahwa permohonan keberatan Pemohon
Peninjauan Kembali tidak dapat dipertimbangkan;
- Atas Surat Keputusan Keberatan Nomor 973/3292/PJK/2010
tertanggal 15
November 2010 tersebut di atas, Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu
Pemohon Banding, telah mengajukan Banding kepada Pengadilan Pajak
dengan surat Nomor MH:Saw/NNT/0211/0423 tanggal 10 Februari 2011 yang
mana kemudian Pengadilan Pajak telah mengeluarkan Putusan Nomor Put.
35260/PP/M.XIV/04/2011 tanggal 30 November 2011;
DALAM POKOK SENGKETA;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sangat keberatan dengan
pendapat
Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang di dalam halaman 39 sampai
40 dari putusan di atas, yang dapat diuraikan lebih rinci sebagai
berikut:
8.1.
|
Berikut
adalah Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutus
perkara ini:
”Bahwa Kontrak Karya adalah suatu perjanjian pengusahaan
pertambangan
antara pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta untuk
melaksanakan usaha pertambangan di luar minyak dan gas bumi;
Bahwa Kontrak Karya merupakan perjanjian yang pengaturannya tidak
diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata), namun merujuk pada Pasal 1338 KUH Perdata, yang dikenal
dengan Asas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa perjanjian tersebut
menjadi hukum dan mengikat bagi para pihak yang sepakat untuk
mengikatkan dirinya dalam perjanjian dan telah menandatanganinya;
Bahwa Pemohon Banding tidak mempersoalkan besarnya pungutan Pajak
Kendaraan Bermotor, tetapi mempersoalkan keabsahan pemungutan oleh
Terbanding, sehingga Majelis tidak memeriksa besaran pungutan pajak
dalam Surat Ketatapan tersebut;
Bahwa walaupun demikian, berdasarkan Pasal 1320 juncto Pasal 1337 KUH
Perdata disyaratkan untuk sahnya suatu perjanjian adalah tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang;
Bahwa ketetapan Pajak Daerah yang disengketakan Pemohon Banding adalah
Pajak Kendaraan Bermotor yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 juncto Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah;
Bahwa ditinjau dari sudut penggolongan hukum, Kontrak Karya adalah
perjanjian antara Pengusaha dengan Pemerintah bukan antara Pemerintah
dengan Pemerintah, karena itu Kontrak Karya masuk dalam penggolongan
hukum privat yang hanya mengikat para pihak yang melakukan perjanjian;
Bahwa pungutan pajak baik pajak pusat maupun pajak daerah adalah
tergolong hukum publik, adagium hukum menyatakan apabila terjadi
konflik antara hukum privat dengan hukum publik maka yang dimenangkan
adalah hukum publik, karena kepentingan umum lebih besar dari
kepentingan pribadi;
Bahwa yang diajukan banding oleh Pemohon Banding adalah mengenai
pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, menurut Pemohon Banding seharusnya
didasarkan atas Kontrak Karya bukan didasarkan atas Undang-Undang Nomor
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan peraturan
pelaksanaannya;
Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan Pajak Kendaraan
Bermotor baru dikenakan pada tahun 2006, menurut Pemohon Banding hal
tersebut bertentangan dengan Pasal 13 ayat (11) Kontrak Karya, yang
ditandatangani tahun 1986;
Bahwa sesuai dengan Pasal 13 ayat (11), Pemohon Banding menyatakan
seharusnya atas Kendaraan Bermotor tersebut dikenakan pajak berdasarkan
Kontrak Karya, tarif pajak yang diterapkan tidak boleh lebih besar
daripada tarif saat Kontrak Karya tersebut ditandatangani, akan tetapi
tidak ada yang bisa dijadikan pembanding karena pada saat Kontrak Karya
tersebut ditandatangani, Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat belum
mengenakan Pajak Kendaraan Bermotor;
Bahwa atas tarif alat berat tersebut belum dicantumkan dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000, akan tetapi undang-undang tersebut memberi kewenangan kepada
Pemerintah Daerah untuk melakukan pemungutan Pajak Daerah, sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000;
Bahwa dalam Pasal 13 ayat (xi) Kontrak Karya antara Pemerintah Republik
Indonesia dan PT. DFG, disebutkan sebagai berikut:
Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan ini,
perusahaan membayar kepada Pemerintah dan memenuhi kewajiban-kewajiban
pajaknya, seperti yang ditetapkan sebagai berikut:
- .............,
- .............,
- .............,
- .............,
- .............,
- .............,
- .............,
- .............,
- .............,
- .............,
- Pungutan-pugutan, pajak-pajak,
pembebanan-pembebanan dan bea-bea
yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah disetujui
oleh Pemerintah Pusat;
- .............,
- .............,
Bahwa dalam Pasal 13 ayat (xi) sebagaimana tersebut di atas, mengatur
bahwa perusahaan mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran
terhadap pungutan-pungutan, pajak-pajak, pembebanan-pembebanan dan
bea-bea yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah
disetujui oleh Pemerintah Pusat;
Bahwa dengan demikian penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nomor
406/XI/AB/07-E tanggal 25 September 2009, yang didasarkan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tidak bertentangan dengan Kontrak Karya Pasal 13
ayat (xi) antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. DFG sehingga
Pajak Kendaraan Bermotor yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah Nusa
Tenggara Barat telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan karenanya
koreksi Terbanding tetap dipertahankan”;
|