PUTUSAN
Nomor 730/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, tempat kedudukan di Jl. Jenderal Ahmad Yani, Jakarta 13230, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. AA, pekerjaan Plt. Kepala Sub Direktorat Peraturan dan Bantuan Hukum, pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  2. BB, pekerjaan Kepala Seksi Bantuan Hukum, pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. CC, pekerjaan Pelaksanaan Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  4. DD, pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  5. EE, pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  6. FF, pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  7. GG, pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  8. HH, pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  9. JJ, pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  10. KK, pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  11. LL, pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-71/BC/2015, Tanggal 31 Juli 2015;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

PT. XXX, beralamat di Jalan Jend. Sudirman No. 5, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10220 dan alamat korespondensi di Jalan Laksamana Yos Sudarso, Sunter II, Jakarta Utara, DKI Jakarta 10014;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61094/PP/M.IXA/19/2015, Tanggal 28 April 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Terbanding KEP-1162/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Penetapan atas Keberatan Pemohon Banding terhadap Penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam surat nomor S-5082/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013;

Bahwa adapun alasan dan penjelasan mengenai banding ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Bahwa pemenuhan ketentuan formal pemenuhan ketentuan formal banding:

Bahwa surat banding ini diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (selanjutnya disebut UU Kepabeanan) yang menyatakan bahwa Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2), Pasal 93A ayat (4), atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang dilunasi. Bahwa untuk memenuhi ketentuan formal pengajuan banding
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 35 ayat (2), Pasal 36 ayat (1), Pasal 36 ayat (2), Pasal 36 ayat (3), Pasal 36 ayat (4) dan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP), berikut ini Pemohon Banding lampirkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Fotokopi Surat Permohonan Pengembalian Bea Masuk Nomor: 1533/FAD/AD/EX/V/2013 tanggal 29 Mei 2013;
  2. Fotokopi Surat Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk Nomor: S-5082/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013;
  3. Fotokopi Surat Keberatan Nomor: 4149/FISD/AD/EX/XII/2013 tanggal 20 Desember 2013;
  4. Fotokopi Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1162/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014;
Bahwa ketentuan material:
Bahwa perhitungan permohonan pengembalian bea masuk menurut Surat Nomor: S-5082/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013 Bahwa Pemohon Banding mengajukan surat permohonan pengembalian bea masuk Nomor: 1533/FAD/AD/EX/V/2013 tanggal 29 Mei 2013 tentang permohonan pengembalian bea masuk terhadap PIB nomor 097667 tanggal 13 Maret 2012 dengan perhitungan sebagai berikut:

Uraian Diberitahukan (PIB) Permohonan restitusi Ditetapkan
Bea Masuk 63.098.779 63.098.779 0
Cukai 0 0 0
PPN 0 0 0
PPnBM 0 0 0
PPh Ps 22 0 0 0
Jumlah restitusi 0

Bahwa perhitungan pengembalian bea masuk menurut Surat Keputusan Penetapan atas Keberatan:

Bahwa Pemohon Banding mengajukan surat permohonan keberatan atas
penetapan surat Nomor: S-5082/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013 tentang tidak dapat dipertimbangkannya permohonan pengembalian bea masuk terhadap PIB Nomor: 097667 tanggal 13 Maret 2012 dengan perhitungan sebagai berikut:

Uraian Diberitahukan (PIB) Permohonan restitusi Ditetapkan
Bea Masuk 63.098.779 63.098.779 0
Cukai 0 0 0
PPN 0 0 0
PPnBM 0 0 0
PPh Ps 22 0 0 0
Jumlah restitusi 0

Bahwa alasan material pengajuan banding:
Bahwa menurut Terbanding:
Bahwa timbulnya Keputusan Penetapan atas Keberatan karena menurut Terbanding bahwa yang berhak atas pembebasan bea masuk adalah Perwakilan Kedutaan Besar atau Organisasi Internasional dalam hal ini Perwakilan Kedutaan Republik Kolombia bukan Pemohon Banding sehingga perhitungan pengembalian Bea Masuk sebesar:

Uraian Diberitahukan (PIB) Permohonan restitusi Ditetapkan
Bea Masuk 63.098.779 63.098.779 0
Cukai 0 0 0
PPN 0 0 0
PPnBM 0 0 0
PPh Ps 22 0 0 0
Jumlah restitusi 0

Bahwa menurut Pemohon Banding:
Bahwa Pemohon Banding tidak setuiu dengan penetapan Terbanding
tersebut di atas dengan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan Konvensi Wina Tahun 1961 dan 1963 yang telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Beserta Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3211), antara lain diatur bahwa kepada Perwakilan Negara Asing dapat diberikan pembebasan pajak dengan asas timbal balik;

Bahwa barang perwakilan negara asing diatur dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan "Pembebasan bea masuk diberikan atas impor: a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;

Bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan bahwa (1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;

Bahwa Pemohon Banding telah melakukan impor atas kendaraan bermotor dalam keadaan CBU dan atas impor ini telah dikenakan dan dilunasi kewajiban pembayaran Bea Masuknya sesuai dengan ketentuan kepabeanan yang berlaku;

Bahwa atas kendaraan yang Pemohon Banding impor dan telah dibayarkan kewajiban Bea Masuknya tersebut, Pemohon Banding jual kepada Kedutaan Besar/Perwakilan Negara Asing yang telah memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk (PP8/PP19) dari Deplu/Setneg dan Terbanding;

Bahwa oleh karena Kedutaan Besar/Perwakilan Negara Asing telah memiliki dokumen PP8/PP19 pada saat melakukan pembelian kendaraan dari Pemohon Banding, maka Bea Masuk yang Pemohon Banding bayarkan pada saat melakukan impor kendaraan tersebut dikeluarkan dari harga jual dan akan dimintakan pengembalian kepada Terbanding;

Bahwa jika kemudian Bea Masuk ini tidak dapat dimintakan pengembalian, maka beban Bea Masuk akan menjadi beban Pemohon Banding dan hal ini tidak sesuai dengan Konvensi Wina, karena beban Bea Masuk tersebut seharusnya menjadi beban Negara karena asas timbal balik;

Bahwa sebagai gambaran Pemohon Banding sampaikan flow atas penjualan kendaraan kepada Kedutaan Besar/Perwakilan Negara Asing;
Bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka Pemohon Banding berpendapat bahwa penolakan permohonan pengembalian Bea Masuk yang diterbitkan oleh Kepala KPU Tipe A Tanjung Priok adalah tidak benar dan bertentangan dengan:
  1. Konvensi Wina yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia;
  2. Pasal 25 ayat (1) huruf a juncto Pasal 27 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan;
  3. Rekomendasi yang diterbitkan Departemen Luar Negeri/Sekretariat Negara/Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang memberikan pembebasan Bea Masuk kepada Kedutaan Besar/Perwakilan Negara Asing;
Bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, Pemohon Banding mohon agar permohonan Pemohon Banding atas surat penolakan keberatan pengembalian Bea Masuk yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Tipe A Tanjung Priok dapat dikabulkan, sehingga bea masuk atas impor kendaraan bermotor yang sudah Pemohon Banding bayarkan sesuai dengan PIB Nomor: 097667 tanggal 13 Maret 2012 sebesar Rp63.098.779,00 dapat dikembalikan;
Bahwa perhitungan pengembalian bea masuk menurut Pemohon Banding:

Uraian Diberitahukan (PIB) Permohonan restitusi Ditetapkan
Bea Masuk 63.098.779 63.098.779 0
Cukai 0 0 0
PPN 0 0 0
PPnBM 0 0 0
PPh Ps 22 0 0 0
Jumlah restitusi 63.098.779

Bahwa kesimpulan dan permohonan Pemohon Banding:
Bahwa berdasarkan penjelasan dan alasan sebagaimana diuraikan di atas, maka Pemohon Banding dapat memberikan kesimpulan bahwa Pemohon Banding telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pengembalian bea masuk sesuai dengan ketentuan kepabeanan yang berlaku;

Bahwa berdasarkan kesimpulan ini, maka Pemohon Banding mengajukan permohonan kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang menyidangkan sengketa banding ini untuk mengabulkan Banding Pemohon Banding terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1162/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61094/PP/M.IXA/19/2015, Tanggal 28 April 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: PT XXX Terhadap Penetapan yang Dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam Surat Nomor: S-5082/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013, atas nama PT XXX, NPWP 02.116.115.3-092.000, beralamat sesuai NPWP di Jalan Jenderal Sudirman No. 5, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat 10220 dan alamat korespondensi di Jalan Laksamana Yos Sudarso, Sunter II, Jakarta Utara 10014 dan menetapkan, jenis barang berupa 1 unit Toyota New Alphard 2.4L-G, dengan Nomor Mesin 2AZH842909 dan Nomor Rangka JTEGD21H4C8209715, Negara asal Japan, yang diberitahukan dalam PIB Nomor: 097667 tanggal 13 Maret 2012 mendapat pengembalian bea masuk sebesar Rp63.098.779,00 (enam puluh tiga juta sembilan puluh delapan ribu tujuh ratus tujuh puluh sembilan rupiah);

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61094/PP/M.IXA/19/2015, Tanggal 28 April 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 8 Mei 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-71/BC/2015, Tanggal 31 Juli 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 3 Agustus 2015, dengan disertai alasanalasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 3 Agustus 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 23 Desember 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 25 Januari 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. FORMAL PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI
    1. Dasar Hukum Peninjauan Kembali
      1. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002) :
        1. Pasal 77 Ayat (1) menyatakan, “ Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap.”
        2. Pasal 77 Ayat (3) menyatakan, “ Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. ”
        3. Pasal 89 Ayat (1) menyatakan, “ Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. ”
          Dengan demikian, putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.61094/PP/M.IXA/19/2015 tanggal 28 April 2015 adalah putusan akhir yang telah berkekuatan hukum tetap sehingga telah memenuhi syarat untuk diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
      2. Bahwa Pasal 91 UU 14/2002 menyatakan “Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
        1. apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
        2. apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda;
        3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan huruf c;
        4. apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; atau
        5. apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
          Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 91 huruf e UU 14/2002 di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali memohon pembatalan putusan Pengadilan Pajak a quo kepada Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir penegakan supremasi hukum di Indonesia, karena putusan a quo telah nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    2. Jangka Waktu Pengajuan Peninjauan Kembali
      1. Bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut PERMA 03/2002), yang mengatur tata cara pengajuan permohonan peninjauan kembali Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung dalam Pasal 6 dinyatakan, “Permohonan Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak:
        1. Diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan Pidana memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
        2. Ditemukan surat-surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang bewenang;
        3. Putusan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak”.
      2. Bahwa putusan Pengadilan Pajak tersebut di atas diberitahukan secara resmi melalui salinan resmi putusan Pengadilan Pajak nomor: Put. 61094/PP/M.IXA/19/2015 tanggal 28 April 2015 pada tanggal 04 Mei 2015 dan diterima tanggal 12 Mei 2015. Oleh karenanya baik Permohonan Peninjauan Kembali maupun pengajuan Memori Peninjauan Kembali a quo, diajukan masih dalam tenggang waktu dan dengan cara sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 92 Ayat (3) UU 14/2002 jo. Pasal 6 huruf c PERMA 03/2002, yang pada pokoknya menyatakan Permohonan Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja, maka diketahui jangka waktu pengajuan Peninjauan Kembali adalah sampai dengan tanggal 10 September 2015, sehingga permohonan Peninjauan Kembali dan Memori Peninjauan Kembali a quo secara formal dapat diterima.
  2. MATERI PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI
    1. Permasalahan
      1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara a quo adalah Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk atas importasi berdasarkan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Nomor: 097667 tanggal 13 Maret 2012 barang berupa 1 Unit Toyota New Alphard 2.4.L-G sebesar Rp. 63.098.779 (Enam Puluh Tiga Juta Sembilan Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh Sembilan Rupiah) sebagaimana Surat Pemohon Peninjauan Kembali Nomor : S-5082/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013.
      2. Bahwa atas Surat Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut Termohon Peninjauan Kembali mengajukan keberatan kepada Pemohon PK sesuai surat Nomor : 4149/FISD/AD/EX/XII/2013 Tanggal 20 Desember 2013 dan dengan Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali Nomor : KEP- 1162/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014, permohonan Termohon Peninjauan Kembali atas pengembalian Bea Masuk tersebut ditolak.
      3. Bahwa atas keputusan keberatan nomor: KEP-1162/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014, Termohon Peninjauan Kembali mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, atas permohonan banding tersebut Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan dengan putusan nomor: Put. 61094/PP/M.IXA/19/2015 tanggal 28 April 2015, yang memutuskan sebagai berikut:
        MENGADILI:
        “Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-1162/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Penetapan atas Keberatan PT. XXX terhadap Penetapan yang Dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam Surat Nomor: S-5082/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013, atas nama PT. Toyota-Astra Motor, NPWP 02.116.115.3-092.000, beralamat sesuai NPWP di Jalan Jenderal Sudirman No. 5, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat 10220 dan alamat korespondesi di Jalan Laksamana Yos Sudarso, Sunter II, Jakarta Utara 10014 dan menetapkan, jenis barang berupa 1 unit Toyota New Alphard 2.4.L-G, dengan nomor Mesin 2AZH842909 dan Nomor rangka JTEGD21H4C8209715, Negara Asal Jepang yang diberitahukan dengan PIB Nomor : 097667 tanggal 13 Maret 2012 mendapat Pengembalian Bea Masuk sebesar Rp. 63.098.779 (Enam Puluh Tiga Juta Sembilan Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh Sembilan Rupiah;
      4. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan peninjauan kembali karena terdapat pertimbangan-pertimbangan hukum (judex facti) Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa banding a quo khususnya halaman 20 (dua puluh) sampai dengan 23 (dua puluh tiga) perkara a quo, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan menghasilkan putusan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yang diuraikan sebagai berikut:
        1. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Pemohon Banding (Termohon PK) yakni PT. XXX sebagai ATPM Toyota berhak mendapat pengembalian bea masuk (restitusi) berdasarkan angka I huruf c Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-28/BC/1998 tanggal 11 Juni 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia, sebagaimana pertimbangannya dalam Putusan a quo sebagai berikut:
          • bahwa menurut defenisi Terbanding, angka I huruf c sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-28/BC/1998 tanggal 11 Juni 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk Dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia, bahwa pengertian pengembalian bea masuk adalah pengembalian bea masuk atas kendaraan bermotor yang telah terlanjur dibayar oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM);
          • bahwa Pemohon Banding (PT. XXX) merupakan ATPM Toyota, sehingga mempunyai hak mengajukan permohonan pengembalian bea masuk dan/atau penerbitan Formulir B kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Teknis Kepabeanan;
          • bahwa alasan penolakan Terbanding, bahwa yang berhak mendapatkan pengembalian bea masuk (restitusi) adalah perwakilan kedutaan Republik Kolombia, terbantahkan karena Pemohon Banding (PT. XXX) merupakan ATPM Toyota, yang berhak mengajukan permohonan pengembalian bea masuk;
        2. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa walaupun 1 unit Toyota New Alphard 2.4.L-G bukan termasuk kategori impor, namun Pembelian kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) oleh pejabat perwakilan negara asing dapat diberikan pembebasan bea masuk berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 90/KMK. 04/2002 tanggal 12 Maret 2002, sebagaimana pertimbangannya dalam Putusan a quo sebagai berikut:
          • bahwa alasan penolakan Terbanding, bahwa 1 unit Toyota New Alphard 2.4.L-G, Nomor Mesin 2AZH842909 dan Nomor Rangka JTEGD21H4C8209715, bukan merupakan ketegori impor, terbantahkan karena berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 90/KMK.04/2002 tanggal 12 Mei 2002, pembebasan bea masuk diberikan atas impor atau pembelian kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) oleh pejabat perwakilan negara asing;
          • Bahwa berdasarkan Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Pasal 27 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1957 tanggal 1 Maret 1957 tentang Pembebasan dari Bea Masuk Atas Dasar Hubungan Internasional dan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 90/KMK.04/2002 tanggal 12 Maret 2002 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Cukai Atas Barang Perwakilan Negara Asing dan Pejabatnya, Pemohon Banding (PT Toyota Astra Motor) mempunyai hak untuk memperoleh pengembalian Bea Masuk Atas Pembelian Kendaraan Bermotor 1 unit toyota New Alphard 2.4 L-G.
    2. Fakta, Data dan Kronologis
      1. Perlu disampaikan Kepada Majelis Hakim Agung yang Terhormat bahwa Termohon Peninjauan Kembali melakukan importasi barang yang diberitahukan melalui pemberitahuan impor barang (PIB) nomor 097667 tanggal 13 Maret 2012, dengan jenis barang berupa : Jenis Barang : 5 Unit Toyota Land Cruiser 70 4.5 4x4 M/T;
        17 Unit Toyota Alpahard 2.4G A/T; 7 Unit toyota Alphard 2.4X A/T, 3 Unit Toyota Land Cruiser 200 A/T, 10 Unit Toyota Alphard 3,5 A/T Negara Asal : Jepang Jumlah Barang : 42 (Empat Puluh Dua) Unit
      2. Bahwa berdasarkan penelitian lebih lanjut diketahui Perwakilan Kedutaan Republik Kolombia memesan kedaraan berupa 1 unit Toyota New Alphard 2.4.L-G kepada Termohon Peninjauan Kembali dengan menerbitkan purchase order.
      3. Bahwa setelah perwakilan kedutaan Republik Kolombia melakukan pembayaran Down Payment, Termohon Peninjauan Kembali akan menerbitkan Toyota Vehicle Order (TVO) untuk diberikan kepada perwakilan Kedutaan Republik Kolombia.
      4. Bahwa atas penjualan tersebut selanjutnya PT. XXX mengajukan surat permohonan pengembalian Bea Masuk dengan Surat Nomor: 1533/FAD/AD/EX/V/2013 tanggal 29 Mei 2013 terhadap PIB nomor 097667 tanggal 13 Maret 2012 dengan alasan importasi dimaksud mendapat fasilitas pembebasan bea masuk.
      5. bahwa berdasarkan Pasal 25 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 disebutkan bahwa “Pembebasan Bea Masuk diberikan atas impor barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik” sementara dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang 17 Tahun 2006 menegaskan bahwa Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean”.
      6. Bahwa pengembalian bea masuk diatur dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b Undang-Undang 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan disebutkan Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas: Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26.
      7. Bahwa dokumen PP8/PP19 yang merupakan Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 90/KMK.04/2002 dan Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KM-225/BC.3/KB/2010 disebutkan bahwa yang berhak atas pembebasan bea masuk adalah Perwakilan Kedutaan Besar atau Organisasi Internasional dalam hal ini perwakilan Kedutaan Republik Kolombia dan bukan PT. XXX maka Pejabat Bea dan Cukai menebitkan KEP-1162/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014 yang pada intinya
        menolak Permohonan Pengembalian Bea Masuk PT. XXX sebesar Rp.63.098.779,- dan menetapkan bahwa PT. XXX tidak berhak atas fasilitas pengembalian bea masuk.
    3. Dasar Hukum
      1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (selanjutnya disebut UU 17/2006)
        1. Pasal 1 angka 13 menyatakan: Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
        2. Pasal 2 ayat (1) menyatakan: Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk.
          Penjelasan Pasal 2 ayat (1) menyatakan: Ayat ini memberikan penegasan pengertian impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk serta merupakan dasar yurudis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan.
        3. Pasal 10B ayat (1) huruf a menyatakan: Impor untuk dipakai adalah memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai.
        4. Pasal 25 ayat (1) huruf a menyatakan: Pembebasan bea masuk diberikan atas impor : a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
        5. Pasal 27 ayat (1) huruf b menyatakan: Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas: b. Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;
      2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 38/PMK.04/2005 tentang Tata Cara Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi, Dan/Atau Bunga (selanjutnya disebut PMK 38/2005)
        1. Pasal 2 ayat (1) huruf a menyatakan: Pengembalian Bea Masuk dapat diberikan kepada Pihak yang berhak terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas :
          1. Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena penetapan tarif Bea Masuk dan/atau nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai;
          2. Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena penetapan kembali tarif Bea Masuk dan/atau nilai pabean oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
          3. Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena kesalahan tata usaha;
          4. Impor baran yang mendapat pembebasan atau keringanan Bea Masuk;
          5. Impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai;
          6. Impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenernya lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah;
          7. Impor barnag dalam keadaan curah yang diberikan persetujuan impor tanpa pemeriksaan fisik (jalur hijau) kedapatan jumlah abrang yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, dengan syarat didukung Berita Acara Pemeriksaan yang menerangkan terjadinya selisih jumlah tersebut karena kerusakan barang, serta adanya rekomendasi hasil audit; atau
          8. Kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat putusan Lembaga Banding.
      3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 90/KMK.04/2002 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Cukai Atas Barang Perwakilan Negara Asing dan Pejabatnya (selanjutnya disebut KMK 90/2002)
        1. Pasal 2 menyatakan : Pembebasan Bea Masuk dan Cukai diberikan atas impor milik perwakilan negara asing beserta pejabatnya dalam upaya menunjang tugas/fungsi diplomatik perwakilan negara asing di Indonesia berdasarkan azas timbal balik.
        2. Pasal 6 ayat (1) menyatakan : Pembebasan bea masuk diberikan atas impor atau pembelian kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) oleh pejabat perwakilan negara asing, dengan ketentuan :
          1. Untuk Duta besar perwakilan negara asing, paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia;
          2. Untuk Kepala perwakilan negara asing yang bukan duta besar, pejabat perwakilan negara asing yang berstatus diplomatik serta pejabat dari organisasi internasional yang tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini, paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia.
      4. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-28/BC/1998 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia
        1. Pasal I menyatakan bahwa : Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan: a. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan bermotor jenis sedan, sedan station wagon dan jeep rakitan dalam negeri.
    4. Analisis Hukum
      1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali mohon hal-hal yang telah diuraikan di dalam Surat Nomor : S-5082/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013, Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-1162/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014, Surat Uraian Banding (SUB) Nomor : SR-715/KPU.01/2014 Tanggal 2 Juni 2014 dan hal-hal yang telah disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali dalam sidang Pengadilan Pajak mohon untuk dapat dianggap teruraikan kembali dalam Memori Peninjauan Kembali ini.
      2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sangat berkeberatan atas pertimbangan-pertimbangan hukum dalam Put. 61094/PP/M.IXA/19/2015 tanggal 28 April 2015 sebagaimana dinyatakan dalam Memori Peninjauan Kembali ini dan untuk selanjutnya Pemohon Peninjauan Kembali akan menguraikan keberatan-keberatan terhadap pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak secara lebih terperinci beserta penjelasan sebagaimana tersebut di bawah ini :
        a. DALAM SE-28/BC/1998, KENDARAAN BERMOTOR YANG DIBERIKAN PEMBEBASAN ADALAH RAKITAN DALAM NEGERI (CKD) BUKAN KENDARAAN JADI (CBU).
      3. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan kekhilafan sehingga memberikan pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundangundangan sebagaimana tersebut di atas.
      4. Hal ini secara nyata dapat terlihat dari pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Pemohon Banding (Termohon Peninjauan Kembali) yakni PT. XXX sebagai ATPM Toyota berhak mendapat pengembalian bea masuk (restitusi) berdasarkan angka I huruf c Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-28/BC/1998 tanggal 11 Juni 1998.
      5. Bahwa SE-28/BC/1998 tanggal 11 Juni 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia, adalah sebagai berikut :
        1. Angka I bagian Pengertian huruf c menyatakan :
          Pengembalian bea masuk adalah pengembalian bea masuk atas kendaraan bermotor yang telah terlanjur dibayar oleh Agen Tunggal Pemegang Merek Untuk mengetahui pengertian dari kendaraan bermotor, dapat Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan dalam Angka I bagian Pengertian huruf a yang menyatakan :
          Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
          a. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan bermotor jenis sedan, sedan station wagon, dan jeep rakitan dalam negeri.
      6. Dari SE-28/BC/1998 tersebut di atas, secara nyata dapat terlihat kekhilafan dari Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara a quo, karena dasar angka I huruf C yang dipakai Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam pertimbangan hukumnya adalah untuk yang dirakit di dalam Negeri (CKD), bukan kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU).
      7. Bahwa berdasarkan fakta hukum dan penelitian dokumen-dokumen pendukung yang dilampirkan pada pengajuan keberatan diketahui bahwa ketika kendaraan CBU Impor tersebut tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, maka Termohon Peninjauan Kembali melakukan custom clearance dengan membayar Bea Masuk dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) berupa PPN, PPnBM dan PPh 22 atas seluruh kendaraan yang diimpor. Selanjutnya seluruh kendaraan tersebut menjadi stock (persediaan) Termohon Peninjauan Kembali.
      8. Berdasarkan hal tersebut di atas diketahui bahwa importasi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali tersebut bukan dimaksudkan untuk impor atas barang perwakilan kedutaan besar/organisasi Internasional, akan tetapi merupakan stock/persediaan Termohon Peninjauan Kembali.
        b. PASAL 6 AYAT (1) KMK NOMOR : 90/KMK.04/2002 BUKAN UNTUK PEMBELIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM KEADAAN JADI (CBU) DI DALAM NEGERI.
      9. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berkeberatan atas pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang pada intinya menyatakan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) KMK Nomor : 90/KMK.04/2002, untuk Pembelian Kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) di dalam Negeri dapat diberikan Pembebasan Bea Masuk.
      10. Bahwa Pasal 6 ayat (1) KMK Nomor : 90/KMK.04/2002 menyatakan :
        Pembebasan bea masuk diberikan atas impor atau pembelian kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) oleh pejabat perwakilan negara asing, dengan ketentuan :
        1. Untuk Duta Besar perwakilan negara asing, paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia;
        2. Untuk Kepala Perwakilan negara asing yang bukan duta besar, pejabat perwakilan negara asing yang berstatus diplomatik serta pejabat dari organisasi internaional yang tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini, paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia.
      11. Bahwa yang dimaksud pembelian kendaraan dalam keadaan jadi (CBU) dimaksudkan sebagai pembelian untuk mendapatkan fasilitas pembebasan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang menyatakan: Pembebasan bea masuk diberikan atas impor barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik
      12. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 90/KMK.04/2002 yang menyatakan bahwa:
        Pembebasan bea masuk dan cukai diberikan atas impor barang milik perwakilan negara asing beserta pejabatnya dalam upaya menunjang tugas/fungsi diplomatik perwakilan negara asing di Indonesia berdasarkan azas timbal balik.
      13. Bahwa Pengembalian bea masuk hanya dapat diberikan berdasarkan Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan:
        Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas :
        b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;
      14. Bahwa ketentuan Pengembalian Bea Masuk ini diatur lebih lanjut dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
        38/PMK.04/2005 tentang Tata Cara Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi, dan/atau Bunga yang menyatakan :
        (1) Pengembalian Bea Masuk dapat diberikan kepada Pihak yang berhak terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas:
        1. kelebihan pembayaran bea masuk karena penetapan tarif bea masuk dan/atau nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai;
        2. kelebihan pembayaran bea masuk karena penetapan kembali tarif bea masuk dan/atau nilai pabean oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
        3. kelebihan pembayaran bea masuk karena kesalahan tata usaha;
        4. impor barang yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk;
        5. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai;
        6. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah;
        7. impor barang dalam keadaan curah yang diberikan persetujuan impor tanpa pemeriksaan fisik (jalur hijau) kedapatan jumlah barang yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, dengan syarat didukung Berita Acara Pemeriksaan yang menerangkan terjadinya selisih jumlah tersebut karena kerusakan barang, serta adanya rekomendasi hasil audit; atau
        8. kelebihan pembayaran bea masuk sebagai akibat putusan lembaga banding.
      15. Berdasarkan penjelasan Pemohon Peninjauan Kembali dalam Memori Peninjauan Kembali angka 8 (delapan) sampai dengan angka 12 (dua belas) tersebut di atas, terbukti bahwa pembelian kendaraan bermotor dalam negeri dalam keadaan jadi (CBU) tidak dapat diberikan Pembebasan Bea Masuk dan frasa “pembelian”
        dalam Pasal 6 ayat (1) KMK 90/PMK.04/2002 tersebut sangat tidak berdasar jika ditafsirkan menjadi “pembelian didalam negeri”
      16. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, terbukti bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo :
        1. Tidak cermat dalam memberikan pertimbangan hukum terkait dengan SE-28/BC/1998 karena berdasarkan Angka I huruf a dan huruf c, maka yang dapat diberikan pengembalian Bea Masuk adalah kendaraan bermotor rakitan dalam negeri bukan dalam bentuk jadi (CBU).
        2. Tidak cermat dalam memberikan pertimbangan hukum dalam menafsirkan Pasal 6 ayat (1) KMK 90/KMK.04/2002, karena barang yang dapat diberikan pengembalian Bea Masuk adalah barang impor bukan untuk pembelian dalam negeri.
      17. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, tindakan Pemohon Peninjauan Kembali untuk tidak memberikan pengembalian Bea Masuk telah sesuai dengan :
        1. Pasal 25 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1999 tentang Kepabeanan;
        2. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.04/2005 tentang Tata Cara Pengembalian Bea Masuk, Denda Adminsitrasi, dan/atau Bunga,
        3. Pasal 2 dan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 90/KMK.04/2002 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Bea Masuk Dan Cukai Atas Barang Perwakilan Negara Asing Dan Pejabatnya, serta
        4. Pasal I huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-28/BC/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia.
      18. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo tidak tepat, lalai dan salah dalam menerapkan hukum sehingga sudah selayaknya dibatalkan oleh Majelis Hakim Agung yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo.
  3. Kesimpulan
    1. Berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-28/BC/19, khususnya angka I huruf A dan C maka yang dapat diberikan pengembalian Bea Masuk adalah kendaraan bermotor untuk yang dirakit di dalam Negeri (CKD), bukan kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU).
    2. Berdasarkan fakta hukum dan penelitian dokumen-dokumen pendukung yang dilampirkan pada pengajuan keberatan diketahui bahwa ketika kendaraan CBU Impor tersebut tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, maka Termohon Peninjauan Kembali melakukan custom clearance dengan membayar Bea Masuk dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) berupa PPN, PPnBM dan PPh 22 atas seluruh kendaraan yang diimpor. Selanjutnya seluruh kendaraan tersebut menjadi stock (persediaan) Termohon Peninjauan Kembali
    3. Berdasarkan hal tersebut di atas diketahui bahwa importasi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali tersebut bukan dimaksudkan untuk impor atas barang perwakilan kedutaan besar / organisasi Internasional, akan tetapi merupakan stock/persediaan Termohon Peninjauan Kembali.
    4. Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Kepabeanan, KMK Nomor : 90/KMK.04/2002, Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-28/BC/1998, terbukti bahwa pembelian kendaraan bermotor dalam negeri dalam keadaan jadi (CBU) tidak dapat diberikan Pembebasan Bea Masuk;
PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohonan Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya Permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-1162/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Keberatan atas Penetapan yang Dilakukan oleh Terbanding dalam Surat Nomor: 5-5082/ KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 02.116.115.3-092.000, dan menetapkan, jenis barang berupa 1 unit Toyota New Alphard 2.4.L-G, dengan Nomor Mesin 2AZH842909 dan Nomor Rangka JTEGD21H4C8209715, Negara asal Japan, yang diberitahukan dalam PIB Nomor: 097667 tanqqal 13 Maret 2012 mendapat pengembalian bea masuk sebesar Rp63.098.779,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
  1. a. Bahwa alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk atas importasi berdasarkan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Nomor: 097667 tanggal 13 Maret 2012 barang berupa 1 Unit Toyota New Alphard 2.4.L-G sebesar Rp63.098.779,00; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo atas importasi berupa 1 Unit Toyota New Alphard 2.4.L-G yang telah diberitahukan dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Nomor: 097667 tanggal 13 Maret 2012 memiliki hak pengembalian terhadap bea masuk 1 Unit Toyota New Alphard 2.4.L-G dan oleh karenanya koreksi Terbanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) huruf jo Pasal 27 ayat (1) huruf b UU Kepabeanan jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1957 jo Vienna Convention.
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 28 Juli 2016, oleh Dr. CCC, S.H.,M.Hum, Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. AAA, S.H., M.S. dan BBB, S.H., M.Hum Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.IP., S.H., M.Hum., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd./Dr. AAA, S.H., M.S.

ttd./BBB, S.H., M.Hum
Ketua Majelis,

ttd./Dr. CCC, S.H.,M.Hum


Biaya - biaya :
1. Meterai...................... Rp 6.000,00
2. Redaksi .................... Rp 5.000,00
3. Administrasi ............. Rp 2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd./DDD, S.IP., S.H., M.Hum.



Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA