Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT. 28858/PP/M.XII/13/2011

Kategori : PPh Pasal 26

bahwa yang menjadi materi pokok sengketa dalam sengketa banding ini adalah koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp. 4.858.615.148,00.


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor :  PUT. 28858/PP/M.XII/13/2011

Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26

 
Masa Pajak  : Januari sampai dengan Desember 2004

 
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi materi pokok sengketa dalam sengketa banding ini adalah  koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan  Pasal 21 sebesar Rp. 4.858.615.148,00.




: Terbanding

bahwa Terbanding melakukan koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d Desember 2004 sebesar Rp 4.498.800.000,00 karena adanya pengalihan saham dari pemegang saham asing lama ke pemegang saham asing baru, yang seharusnya dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26;

bahwa berdasarkan penelitian atas Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor: LHP-246/WPJ.07/KP.0506/2006 tanggal 29 Juni 2006 diketahui koreksi atas objek Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d Desember 2004 sebesar Rp 4.498.800.000,00, sedangkan menurut Pemohon Banding nilai tersebut bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 26, sehingga selisih nilai Objek Pajak sebelum keberatan adalah Rp 4.498.800.000,00;

bahwa dalam proses penelitian keberatan Pemohon Banding memberikan data berupa:
  • Fotokopi Perjanjian jual-beli saham, legalisasi No. 3165/LEG/NOT/04 (Duplo),
  • Fotokopi Perjanjian jual-beli saham, legalisasi No. 3166/LEG/NOT/04 (Duplo),
  • Fotokopi Persetujuan BKPM No. 1347/III/PMA/2004 tanggal 31 Desember 2004,
  • Fotokopi SPT Tahunan PPh Badan tahun 2004 dan 2005,
  • Fotokopi tambahan berita Negara no 32 tahun 1970,
   
bahwa berdasarkan pemeriksaan terhadap audit report, terdapat pengalihan saham Pemohon Banding milik XX dan YY sebanyak 552 lembar saham. Sesuai KMK 434/KMK.04/1999 tanggal 24 Agustus 1999 Pemohon Banding harus memotong Pajak Penghasilan Pasal 26 atas pengalihan saham dari pemegang saham asing lama ke pemegang saham asing baru;

bahwa jumlah Pajak Penghasilan Pasal 26 yang harus dipotong adalah sebesar 5 % dari harga pengalihan saham, pada saat pembahasan akhir Pemohon Banding melampirkan akte pengalihan saham dengan nilai pengalihan US $ 1 per lembar saham yang sangat jauh di bawah nilai nominal, karena itu, Terbanding menggunakan nilai nominal saham sebagai dasar untuk penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat 2;

bahwa berdasarkan penelitian terhadap perjanjian jual-beli saham legalisasi No.3165/LEG/NOT/04 (Duplo) dan legalisasi No.3166/LEG/NOT/04 (Duplo), surat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor : 1347/III/PMA/2004 tanggal 31 Desember 2004 dan Audit Report untuk tahun buku yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 dan 2004, diketahui bahwa memang telah terjadi pengalihan saham Pemohon Banding (X dari XX kepada ZZ dan dari XX kepada YY;

bahwa berdasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-undang PPh ditegaskan bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri yang bersumber di Indonesia dari penjualan harta dan premi asuransi dipotong pajak 20 % dari perkiraan penghasilan netto kecuali apabila Wajib Pajak Luar Negeri tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu BUT di Indonesia atau apabila dari panjualan harta tersebut telah dikenakan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2);

bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 434/KMK.04/1999 tanggal 24 Agustus 1999 ditegaskan bahwa terhadap WPLN yang berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka pemotongan pajak sebesar 20% dari perkiraan penghasilan netto hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia;

bahwa berdasarkan P3B Indonesia – Jepang Article 13 Butir 4 diketahui bahwa atas keuntungan-keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya yang tidak diatur dalam ayat terdahulu, hanya dikenakan pajak di Negara dimana orang/badan yang memindahtangankan merupakan penduduk/berkedudukan;

bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), disebutkan bahwa dalam penerapan Pajak Penghasilan Pasal 26 sesuai dengan P3B maka Wajib Pajak Luar Negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan;

bahwa kepada Pemohon Banding telah dimintakan dokumen pendukung berupa Surat Keterangan Domisili (SKD) untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak Luar Negeri yang bersangkutan benar berkedudukan di negara tersebut, namun Pemohon Banding tidak dapat menyerahkan dokumen dimaksud;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Terbanding menolak permohonan keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Pemeriksa atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 4.498.800.000,00;


Menurut Pemohon Banding : bahwa Pemohon Banding sesuai Laporan Keuangan Auditor Independen per 31 Desember 2004 telah mengalami kerugian cukup besar dengan akumulasi kerugian per 31 Desember 2004 sejumlah Rp 86.437.147.368,00, sehingga telah mengakibatkan nilai ekuitas menjadi minus Rp 33.213.000.285,00 dibandingkan modal saham sebesar Rp 5.868.000.000,00;

bahwa dengan nilai ekuitas yang minus tersebut berarti pemegang saham harus menanggung kewajiban cukup besar diluar modal disetor, yang menyebabkan jual beli saham dilakukan dibawah nilai buku modal saham;

bahwa total nilai jual beli 1.380 lembar saham sesuai perjanjian jual beli adalah 1.380 lembar saham X USD 1 = USD 1.380, bukan Nilai Modal Saham menurut nilai buku yang menjadi dasar perhitungan koreksi Pemeriksa sebesar Rp 4.498.800.000,00;

bahwa pemilik saham lama adalah berasal dari negara Jepang yang terkait dengan P3B pada Keppres no.79/1982 mengenai persetujuan antara pemerintah RI dengan pemerintah Jepang tentang Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang Berhubungan Dengan Pajak-Pajak Atas Pendapatan, dalam Pasal  13 ayat (4) disebutkan “keuntungan-keuntungan dari pemindatanganan harta lainnya (termasuk saham) yang tidak diatur dalam ayat terdahulu, hanya akan dikenakan pajak di negara dimana orang/badan yang memindahtangankan merupakan penduduk/berkedudukan”;

bahwa menurut Pemohon Banding atas Pasal  tersebut diatas diartikan bahwa penjualan atau pengalihan saham Perseroan Terbatas di Indonesia yang dilakukan oleh WPLN kepada WPLN tidak dapat dikenakan pajak/terutang pajak di Indonesia;

bahwa kedudukan P3B lebih tinggi dibandingkan dengan KMK yang menjadi dasar koreksi Terbanding yaitu Keputusan Menteri Keuangan RI No. 434/KMK.04/99 tanggal 24 Agustus 1999, dimana KMK tersebut hanya dapat diterapkan kepada WPLN yang berasal dari negara yang tidak terikat P3B, sehingga dasar koreksi Terbanding tidak tepat;

bahwa menurut Pemohon Banding Surat Keterangan Domisili yang diterbitkan oleh Compentent Authority atau wakilnya yang sah dari negara treaty partner untuk memastikan bahwa perusahaan pada Negara treaty partner benar-benar ada dan terdaftar di negara treaty partner tersebut;

bahwa mengingat kerjasama investasi antara pihak Jepang dengan pihak Indonesia yang diwakili oleh Negara Republik Indonesia, maka alasan Terbanding mensyaratkan Surat Keterangan Domisili dalam Penerapan P3B disimpulkan oleh Pemohon Banding terlalu mengada-ada, yang dapat diartikan meragukan Pemerintah Indonesia dalam melakukan kerjasama investasi dengan perusahaan yang tidak jelas, tidak sah dan tidak terdaftar di Negara treaty partner tersebut;


Pendapat Majelis : bahwa sesuai hasil pemeriksaan dalam persidangan diketahui koreksi Terbanding sebesar Rp 4.498.800.000,00 karena adanya pengalihan saham Pemohon Banding dari XX dan YY dari Jepang, sebagai pemegang saham lama, kepada X dan Y di British Virgin Islands;

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 434/KMK.04/99 tanggal 24 Agustus 1999, Pemohon Banding wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 5% dari harga pengalihan saham;

bahwa menurut Terbanding, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia – Jepang tidak dapat diterapkan karena Pemohon Banding, walaupun sudah diminta secara resmi, tidak dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili dari penjual saham, yakni XX dan YY;

bahwa menurut Terbanding harga pengalihan saham tersebut adalah sebesar Rp 4.498.800.000,00, yang dihitung sesuai dengan nilai nominalnya;

bahwa menurut Pemohon Banding, Surat Keterangan Domisili yang diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah dari negara treaty partner adalah untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut benar-benar ada dan terdaftar di negara treaty partner tersebut;

bahwa menurut Pemohon Banding, PT X didirikan dengan akte Notaris Djojo Moeljadi, SH, Nomor 17 tanggal 5 Desember 1969, pemegang saham terdiri dari Negara Republik Indonesia, XX, dan YY, maka alasan Terbanding yang mensyaratkan Surat Keterangan Domisili dalam penerapan P3B sebagai terlalu mengada-ada, yang dapat diartikan meragukan Pemerintah Indonesia dalam melakukan kerjasama investasi;

bahwa sesuai konsideransnya, Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 434/KMK.04/99 tanggal 24 Agustus 1999 merupakan aturan pelaksanaan dari Pasal 26 ayat (2) jo ayat (3) Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor. 10 Tahun 1994;

bahwa Undang-undang Nomor. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor. 10 Tahun 1994 tidak merubah ketentuan Pasal 26 ayat (2) jo ayat (3), terhadap Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 434/KMK.04/99 tanggal 24 Agustus 1999 juga tidak ada pencabutan atau perubahan, maka Majelis berpendapat, berkaitan dengan sengketa ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 434/KMK.04/99 tanggal 24 Agustus 1999 tetap berlaku;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 434/KMK.04/99 tanggal 24 Agustus 1999, terhadap Wajib Pajak Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 5% dari harga jual hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia;

bahwa dari persidangan diketahui berdasarkan surat Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor : 1347/III/PMA/2004 tanggal 31 Desember 2004 perihal Perubahan nama perusahaan dan persetujuan perubahan permodalan, diketahui bahwa semula pemegang saham Pemohon Banding adalah :
            X        46,00%
            Y        30,67%
            Z        23,33%

bahwa X menjual seluruh sahamnya masing-masing kepada Y dan Z, keduanya berkedudukan di British Virgin Islands, sedang Pemerintah Indonesia mengalihkan seluruh sahamnya kepada PT. A;

bahwa Majelis berpendapat untuk dapat menerapkan P3B antara Indonesia dengan negara treaty partner harus benar diyakini bahwa perusahaan yang bersangkutan berdomisili dan merupakan wajib pajak dalam negeri (resident taxpayer) dari Negara treaty partner tersebut;

bahwa Majelis berpendapat, permintaan Terbanding agar Pemohon Banding menyerahkan Surat Keterangan Domisili yang diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah dari Jepang, yang secara umum tertuang dalam Surat Edaran Nomor : SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996, adalah sudah semestinya untuk memperoleh keyakinan untuk diterapkannya P3B Indonesia-Jepang;

bahwa berkenaan dengan pendapat Pemohon Banding, yang secara tidak langsung menyatakan, Surat Keterangan Domisili tidak diperlukan karena berdasarkan akte pendirian PT. X, akte Notaris Djojo Moeljadi, SH Nomor 17 tanggal 15 Desember 1969, jelas diketahui pemegang saham terdiri dari Negara Republik Indonesia, XX, dan YY, Majelis berpendapat benar domisili pemegang saham sampai dengan tanggal 5 Desember 1969 yaitu saat didirikannya PT. X adalah sama dengan yang tercantum dalam Akte Pendirian, dan akte tersebut adalah merupakan bukti sempurna karena mempunyai kekuatan pembuktian lahiriyah (vitwendige bewijskracht), formil (formeele bewijskracht) maupun matericle bewijskracht, namun setelah tanggal 5 Desember 1969 sampai dengan tanggal 10 Desember 2008 yaitu saat dilakukannya penjualan saham, maka syarat SKD yang diterbitkan oleh competent authority Jepang juga diperlukan untuk meyakinkan Majelis apakah domisili pemegang saham tetap sama seperti yang tercantum dalam akte pendirian dimaksud;

bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat Surat Keterangan Domisili yang menyatakan X dan Y pada tahun 2008 benar berdomisili dan sebagai resident taxpayer negara Jepang, yang diterbitkan oleh competent authority Jepang, tetap diperlukan sebagai syarat diberlakukannya ketentuan P3B Indonesia – Jepang;

bahwa karena terbukti tidak terdapat adanya Surat Keterangan Dimisili yang menyatakan XX dan YY pada tahun 2008 benar berdomisili dan sebagai resident taxpayer negara Jepang, yang diterbitkan oleh competent authority Jepang, Majelis berpendapat ketentuan P3B Indonesia – Jepang tidak dapat diterapkan, sehingga berlaku ketentuan Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor. 17 Tahun 2000 juncto Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 434/KMK.04/99 tanggal 24 Agustus 1999;

bahwa berkenaan dengan nilai penjualan saham yang menurut Terbanding sebesar Rp 4.498.800.000,00, Majelis berpendapat sebagai berikut :

bahwa sesuai dengan perjanjian jual beli, saham Pemohon Banding yang semula dimiliki oleh Y sebanyak 828 lembar dijual kepada Z, dan saham Pemohon Banding yang semula dimiliki oleh XX sebanyak 552 lembar dijual kepada YY, dengan harga USD 1.00 per lembar saham;

bahwa Terbanding menyatakan seharusnya penjualan tersebut dengan harga USD 10,000.00 per lembar saham  dengan kurs Rp 326,00 per USD 1.00, sesuai dengan nilai nominal saham yang tercatat dalam pembukuan;

bahwa Majelis berpendapat, karena saham yang dijual tidak diperjual-belikan di Bursa Efek, sehingga tidak dapat diketahui nilai pasar dari saham yang bersangkutan, maka harga pasar wajar dari saham tersebut sekurang-kurangnya adalah sebesar nilai kekayaan bersih (net worth) PT. X pada saat penjualan terjadi;

bahwa Pemohon Banding dalam surat bantahannya menyatakan, sesuai laporan auditor independent, nilai kekayaan bersih PT. X per 31 Desember 2004 adalah negative Rp 33.213.000.285,00, dan Terbanding tidak memberikan bantahannya mengenai hal ini;

bahwa Majelis berpendapat, berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor. 17 Tahun 2000, Terbanding dapat melakukan penghitungan kembali besarnya pendapatan dan atau biaya apabila terdapat transaksi  yang tidak wajar antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini;

bahwa dalam persidangan tidak terbuktikan adanya hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor. 17 Tahun 2000, antara X dan Y, sehingga Majelis berpendapat harga jual saham harus dihitung kembali menjadi Rp 12.682.200,00 (1.380 lembar saham @USD.1,00 dengan kurs Rp 9.190,00 per USD 1,00);
 

Menimbang :
bahwa dalam perkara banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;
   
Menimbang bahwa dalam perkara banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Objek Pajak;

Menimbang : bahwa dalam perkara banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;
 
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding, dengan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak 2004, sebagai berikut :
   
Memperhatikan : Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding Terbanding dan Surat Bantahan Pemohon Banding serta hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan di atas;
Mengingat
  1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
  2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000,
  3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000,
  4. Ketentuan pelaksanaan perundang-undangan yang bersangkutan;  
 
Memutuskan : Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor : KEP-620/WPJ.07/BD.05/2008 tanggal 9 Mei 2008 mengenai keputusan keberatan atas  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2004 Nomor : 00037/204/04/057/07 tanggal 6 Agustus 2007, Atas Nama. Pemohon Banding, NPWP., Alamat., dengan perhitungan sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak cfm Majelis
(1.380 lbr X USD.1,00 X Rp 9.190,00)   

Rp 
 
12.682.200,00
PPh Pasal 26 terutang (5% X Rp 12.682.200,00) Rp 634.110,00
Kredit Pajak Rp  -  
PPh Kurang Bayar  Rp 634.110,00
Sanksi Administrasi : 
Pasal 13 (2) K U P (2% X 18 bln X Rp 634.110,00)

Rp 

228.279,60
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 862.389,60