Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.45381/PP/M.XIV/16/2013

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Kredit Pajak PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Mei 2009 yang menurut Pemohon Banding dapat dikreditkan adalah sebesar Rp.13.297.396.071,00, namun menurut perhitungan Terbanding yang dapat di


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.45381/PP/M.XIV/16/2013

Jenis Pajak : PPN

 
Tahun Pajak : 2009

 
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Kredit Pajak PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Mei 2009 yang menurut Pemohon Banding dapat dikreditkan adalah sebesar Rp.13.297.396.071,00, namun menurut perhitungan Terbanding yang dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak adalah sebesar Rp.0,00, sehingga nilai sengketa kredit pajak pada perkara banding ini adalah sebesar Rp.13.297.396.071,00;






Menurut Terbanding : bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Kredit Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Mei 2009 yaitu sehubungan dengan Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan sebesar Rp.13.297.396.071,00;



Menurut Pemohon Banding : bahwa Pemohon Banding mengajukan sengketa banding dengan pokok sengketa berupa koreksi atas kompensasi Pajak Masukan masa Januari 2009 sebesar Rp.13.297.396.071 yang menurut Terbanding berdasarkan Pasal 9 ayat (2), (5), (6), (8) huruf b (termasuk Penjelasan) UU No.11 tahun 1994 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ("UU PPN 1994") tidak dapat dikreditkan;



Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan penelitian terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan diketahui bahwa dasar koreksi Terbanding karena adanya pengkreditan Pajak Masukan sebesar Rp.13.297.396.071,00, yang menurut Pemohon Banding seharusnya dapat dilakukan restitusi;

bahwa dari data dalam persidangan diketahui Pemohon Banding adalah perusahaan pertambangan nickel yang diikat dengan Kontrak Karya Pertambangan dengan Pemerintah RI;

bahwa baik dari Surat Banding Pemohon Banding maupun Surat Uraian Banding Terbanding, dan pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berpendapat yang menjadi pokok sengketa dalam perkara ini adalah penafsiran yang berbeda dari masing-masing pihak terhadap pelaksanaan Pasal 13 angka 6, dari Kontrak Karya dimaksud;

bahwa berdasarkan Pasal 13 angka 6 Kontrak Karya tersebut Pemohon Banding mempunyai kewajiban perpajakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sesuai dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya;

bahwa Pasal 13 angka 6 butir (v) menyatakan dalam hal Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran untuk suatu masa pajak, maka kelebihan Pajak Masukan tersebut dikompensasikan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak berikutnya kecuali kelebihan pembayaran Pajak Masukan yang disebabkan ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak;

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (2), ayat (5), ayat (6), dan ayat (8) huruf b Undang-undang PPN 1994, Pajak Masukan yang dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak sedangkan sesuai dengan data dan fakta yang ada, Pemohon banding belum melakukan penyerahan;

bahwa menurut Terbanding koreksi dilakukan karena adanya ketentuan dalam Penjelasan Pasal 9 ayat 8 huruf b Undang-undang PPN 1994 yang menyatakan sebagai berikut:

"Agar Pajak Masukan dapat dikreditkan, juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai";

bahwa Terbanding melakukan koreksi tersebut karena mendasarkan Pasal 13 ayat 6 butir (v) Kontrak Karya antara Pemerintah RI dengan Pemohon Banding, yang menyatakan :”dalam hal Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran untuk suatu masa pajak, maka kelebihan Pajak Masukan tersebut dikompensasikan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak berikutnya kecuali kelebihan pembayaran Pajak Masukan yang disebabkan ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut PPN dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap masa pajak”, sehingga atas kelebihan Pajak Masukan Pemohon Banding tidak dapat direstitusi melainkan dikompensasikan ke masa pajak berikutnya;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding tersebut dengan alasan dan pertimbangan bahwa Pasal 13 ayat 6 Kontrak Karya tidak secara specific menyebutkan mekanisme restitusi PPN pada akhir tahun buku;

bahwa menurut Pemohon Banding, berdasarkan penegasan Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor : S-488/PJ.51/2000 tanggal 13 April 2000 dijelaskan bahwa kelebihan Pajak Masukan yang terjadi pada akhir tahun buku dapat dimintakan restitusi tanpa memperhatikan apakah perusahaan telah berproduksi atau belum, dimana surat tersebut belum pernah diubah dan juga belum pernah dicabut;

bahwa Majelis berpendapat pelaksanaan Pasal 13 angka 6 butir (v) Kontrak Karya sepenuhnya harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (4) dan ayat (10) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994, kelebihan pajak akibat Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran untuk suatu Masa Pajak dapat dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya, sedang apabila pada akhir tahun buku masih terdapat kelebihan Pajak Masukan, maka atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian;

bahwa Majelis berpendapat meskipun dalam Pasal 13 angka 6 butir (v) Kontrak Karya tidak secara specific disebutkan mekanisme restitusi PPN pada akhir tahun buku, pelaksanaan restitusi tetap harus berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (4) dan ayat (10) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994, sehingga restitusi hanya dapat dimintakan atas kelebihan Pajak Masukan pada masa akhir tahun buku;

bahwa Majelis berpendapat kelebihan Pajak Masukan yang dapat dimintakan restitusi haruslah Pajak Masukan yang berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994, dapat dikreditkan;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994, Pajak Masukan bagi pengeluaran Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha, tidak dapat dikreditkan;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan kasus/sengketa ini sama dengan kasus yang sama untuk masa-masa pajak tahun 2008, yang mana pada persidangan tersebut Pemohon Banding mendatangkan ahli yaitu Sdr. Prof. Dr. QQ (Ahli 1) dan Sdr.XYZ, SH., LLM., (Ahli 2);

bahwa menurut keterangan ahli Sdr. Prof. Dr. QQ (Ahli 1), penjelasan otentik atas norma yang terkandung dalam sebuah pasal undang-undang atau batang tubuh undang-undang sifatnya hanya menjelaskan agar norma dalam pasal undang-undang dapat dipahami dengan jelas bukan untuk membuat norma sendiri, tetapi dalam penjelasan undang-undang yang dibuat pada era Orde baru dimungkinkan diciptakan norma tersendiri, bahkan norma yang ada dalam Penjelasan bertentangan dengan norma yang dikandung di dalam pasal undang-undang atau batang tubuh undang-undang itu sendiri;

bahwa Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 1994 yang mengatur sebagai berikut:

“Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara yang diatur pada ayat (2) bagi pengeluaran untuk :
  1. ........;
  2. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
  3. ........;
  4. ........;
  5. ........;
  6. ........;
  7. ........;
  8. ........;
  9. ........;”
bahwa Penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 1994 selengkapnya sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar Pajak Masukan dapat dikreditkan, juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;”

bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b beserta penjelasannya, Pajak Masukan yang berkenaan dengan pengeluaraan yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha tidak dapat begitu saja menjadi dapat dikreditkan, namun harus dapat dibuktikan pengeluaran tersebut ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa dalam persidangan baik Terbanding maupun Pemohon Banding mengakui bahwa Pemohon Banding belum berproduksi, sehingga terbukti belum ada penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa selanjutnya Pemohon Banding menyatakan bahwa berdasarkan penegasan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor : S-488/PJ.51/2000 tanggal 13 April 2000 dijelaskan bahwa kelebihan Pajak Masukan yang terjadi pada akhir tahun buku dapat dimintakan restitusi tanpa memperhatikan apakah perusahaan telah berproduksi atau belum, dimana surat tersebut belum pernah diubah dan juga belum pernah dicabut;

bahwa selanjutnya untuk menegaskan kedudukan hukum dari Surat Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor : S-488/PJ.51/2000 tanggal 13 April 2000 yang dijadikan acuan oleh Pemohon Banding, adalah keterangan ahli Sdr.Prof.DR.QQ (Ahli 1) dan Sdr.XYZ, SH., LLM. yang dihadirkan dalam persidangan sengketa pajak sejenis untuk masa-masa Pajak Tahun 2008;

bahwa baik Terbanding maupun Pemohon Banding menyatakan sengketa PPN Pajak Masukan Tahun 2009 adalah sengketa yang pada dasarnya identik dengan sengketa PPN Pajak Masukan Tahun 2007 dan 2008 yang disidangkan oleh Majelis XIV (Tahun 2007 disidangkan oleh Majelis XII yang sekarang menjadi Majelis XIV);

bahwa Sdr.Prof.Dr.QQ yang hadir pada sidang sengketa pajak sejenis untuk tahun pajak 2008 dalam keterangan berdasarkan keahliannya menyatakan “ Surat tersebut (Nomor : S-488/PJ.51/2000 tanggal 13 April 2000) jelaslah bukan bentuk peraturan perundang-undangan, sehingga dengan demikian, tidak dapat dijadikan dasar oleh pengadilan untuk memutuskan perkara yang diadili”

bahwa Sdr.XYZ, SH., LLM., yang hadir pada sidang sengketa pajak sejenis untuk tahun pajak 2008 dalam keterangan berdasarkan keahliannya menyatakan pendapatnya tentang Surat Nomor : S- 488/PJ.51/2000 tanggal 13 April 2000 adalah:
  1. Kedudukan Surat tersebut adalah Surat Dinas,
  2. Surat tersebut adalah tulisan berupa akta otentik yang sah dan memiliki nilai pembuktian sempurna maka seyogyanya dipertimbangkan dan tidak dapat diabaikan,
  3. Merupakan sumber hukum bagi pihak yang dituju atau terkait dengan surat tersebut atas hal-hal yang tercantum dalam surat tersebut,
  4. Dalam Hukum Administrasi Negara terdapat kewajiban hukum baik bagi Pejabat TUN dilingkungan internal DJP maupun Dirjen Minerba untuk menghormati dan mentaati isi surat tersebut,
  5. Pejabat TUN dilingkungan DJP maupun Dirjen Minerba memiliki kewajiban hukum untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan dengan isi surat tersebut;
  6. Selanjutnya ahli menambahkan penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang Nomor.11 Tahun 1994 menambahkan norma baru di dalamnya diluar yang dimaksud oleh batang tubuh, karenanya kalimat terakhir dari penjelasan tersebut hanya bersifat normatif dan tidak mengikat,
bahwa terhadap pendapat ahli Sdr. XYZ, SH, LLM (Ahli 2), yang menyatakan Surat DJP S-488/PJ.51.1/2000 tanggal 13 April 2000 merupakan keputusan TUN yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum Majelis berpendapat surat tersebut memang merupakan keputusan TUN tetapi terkait dengan sengketa ini bukan bersifat individual sebab tidak langsung ditujukan kepada Pemohon Banding dan Pemohon Banding juga tidak mempersengketakan Surat DJP S-488/PJ.51.1/2000 tanggal 13 April 2000 tetapi justru menjadikan sumber hukum;

bahwa berdasarkan fakta yang terdapat dalam persidangan serta ketentuan yang berlaku Majelis berpendapat untuk tidak mempertimbangkan Surat Nomor : S-488/PJ.51/2000 tanggal 13 April 2000 karena surat tersebut bukan merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum, akan tetapi surat tersebut merupakan kebijakan dari Terbanding/eksekutif;

bahwa Penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b sebagaimana tersebut di atas jelas bahwa agar Pajak masukan dapat dikreditkan juga disyaratkan adanya penyerahan yang terutang PPN;

bahwa apakah adanya syarat “harus ada penyerahan yang terutang PPN” merupakan penambahan norma baru atau bahkan bertentangan dengan norma yang terdapat dalam pasal atau batang tubuh undang-undang, Majelis tidak berwenang untuk melakukan pengujian (toetsing recht) terhadap norma yang terdapat dalam Penjelasan pasal 9 ayat (8) huruf b terhadap norma yang terdapat dalam pasal-pasal atau batang tubuh daripada Undang-undang PPN itu sendiri dan oleh karenanya Majelis tidak mempertimbangkannya;

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Majelis berpendapat dasar koreksi Terbanding telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

bahwa dari pertimbangan-pertimbangan di atas Majelis berkesimpulan menolak permohonan Pemohon Banding;

Menimbang, bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

Menimbang, bahwa dalam sengketa ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak;

Menimbang, bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Majelis berpendapat untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding sehingga koreksi Terbanding atas Pajak Masukan PPN Masa Pajak Mei 2009 sebesar Rp.13.297.396.071,00 tetap dipertahankan;



Mengingat :
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perUndang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;



Memutuskan    :
Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-3223/WPJ.07/2011 tanggal 20 Desember 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil PPN Masa Pajak Mei 2009 Nomor: 00156/507/09/056/11 tanggal 19 Januari 2011, atas nama: PT XXX.