Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 636/B/PK/PJK/2012
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan
Jenderal GS Nomor 40-42, Jakarta XXXX0, dalam hal ini memberi kuasa
kepada:
- AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal
Pajak;
- BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat
Keberatan dan Banding ;
- CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali,
Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan
Banding;
- DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan
Jenderal GS Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-1564/PJ./2011 tanggal 6 Desember 2011;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;
melawan:
PT. FGH Tbk., tempat kedudukan di Jalan TA II/8, TA,
Ngalian, Semarang;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan
peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.
33341/PP/ M.XIII/99/2011, tanggal 19 Agustus 2011 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara sebagai berikut:
- Dasar Hukum;
-
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak (PP), Penggugat mengajukan gugatan atas
Surat Tergugat Nomor S-1346/WPJ.10/KP. 1007/2010 tanggal 26 Agustus
2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan yang seharusnya tidak terutang yang menolak Permohonan
Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang seharusnya tidak
terutang sebesar Rp. 4.887.848.400,00;
- Latar Belakang;
- Bahwa Penggugat telah melakukan pemekaran usaha dengan
menggunakan
Nilai Buku dengan cara mendirikan perusahaan baru dan mengalihkan
aktiva, passiva dan operasi Divisi Noodle (Pabrik Mie Instan dan Bumbu)
kepada PT. FGH (sesuai Akta Nomor 25 tanggal 2
September 2009);
Bahwa persetujuan Pemekaran Usaha dengan Nilai Buku telah diperoleh
dari Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar
berdasarkan Surat Keputusan Nomor KEP-19/WPJ.19/2010 tanggal 3 Februari
2010 tentang Persetujuan Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta
Dalam Rangka Pemekaran Usaha;
- Bahwa Penggugat mengajukan Permohonan SKB PPh Final Atas
Pengalihan
Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan ke Tergugat dengan Surat Nomor
SKE.046/NDL/SMG/F&A/IV/2010 tanggal 5 April 2010 namun ditolak
dengan alasan:
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang
Perubahan Ketiga
atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran PPh
atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
- KMK Nomor 243/KMK.03/2008 tentang Perubahan Kedua Atas
KMK Nomor
635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran PPh Atas Penghasilan
Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan;
- SE-6/PJ.03/2008 tentang Penyampaian Peraturan
Pemerintah Nomor 71
Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 1994 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan;
- PER-30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009 tentang Tata Cara
Pemberian
Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan PPh dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
Bahwa tidak diatur pengecualian untuk kewajiban pembayaran/ pemungutan
PPh final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Dalam Rangka
Pemekaran Usaha Yang Telah Memperoleh Izin Nilai Buku dengan Surat
Nomor S-340/WPJ.09/KP.0809/2010 tertanggal 12 April 2010 tentang
Jawaban Permohonan SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan Dalam Rangka Pemekaran Usaha Yang Telah
Memperoleh Izin Nilai Buku Dari DJP;
- Bahwa untuk keperluan balik nama Tanah dan Bangunan dalam
rangka
Initial Public Offering (IPO) PT. FGH, maka
Penggugat melakukan pembayaran PPh Final dengan SSP tanggal 5 Juli 2010
sebesar Rp. 720.378.150,00;
- Bahwa selanjutnya Penggugat mengajukan Permohonan
Pengembalian
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang ke Tergugat
dengan Surat Nomor SKE.047/TAX/ISM/VII/2010 tanggal 19 Juli 2010 dan
ditolak oleh Tergugat dengan Surat Nomor S-1346/ WPJ.10/KP.1007/2010
tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas
Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang;
- Materi Pokok Permohonan Gugatan;
- Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Surat Tergugat Nomor
S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan
Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang seharusnya tidak
terutang, yang pokok keputusannya Menolak Surat Permohonan Pengembalian
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang dari Penggugat,
dengan alasan tidak diatur lagi pengecualian dari kewajiban pembayaran
PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha sesuai
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April
2009;
- Bahwa terhadap Surat Tergugat Nomor
S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010
tanggal 26 Agustus 2010 yang menolak Permohonan Pengembalian Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan yang seharusnya tidak terutang, dengan ini Penggugat
menyatakan tidak setuju alasan penolakan Tergugat tersebut, dengan
alasan-alasan yang diuraikan dan dijelaskan sebagai berikut:
- Bahwa Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang
Pajak Penghasilan, nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan
dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan;
- Bahwa Penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan secara yuridis mengatur bahwa dalam rangka
menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi,
moneter, dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk
menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa
buku (pooling of interest) atas nilai perolehan atau pengalihan harta
dalam rangka pengembangan usaha berupa penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha;
- Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008
tanggal 13 Maret
2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta Dalam Rangka
Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha:
- Pemekaran usaha adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan
yang modalnya
terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara
mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan
kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa
melakukan likuidasi badan usaha yang lama;
- Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha dapat
menggunakan Nilai
Buku dengan mengajukan permohonan kepada Kantor Wilayah DJP yang
membawahi KPP tempat Wajib Pajak Pemohon terdaftar;
- Bahwa dengan demikian, pemekaran usaha dengan Nilai
Buku (Pooling of
Interest) tidak ada penghasilan karena Penggugat telah mendapatkan
persetujuan pemekaran usaha dengan nilai buku dari Kantor Wilayah DJP
Wajib Pajak Besar berdasarkan KEP-19/WPJ.19/2010 tanggal 3 Februari
2010;
- Bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang
Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
- Bahwa penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif;
Bahwa dengan demikian, pemekaran usaha yang telah mendapatkan
persetujuan penggunaan nilai buku tidak terutang PPh 5% atas pengalihan
hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha karena
tidak terdapat kewajiban pajak objektif (penghasilan);
- Bahwa SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang
Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan:
- Butir 1.4.2. Pemekaran usaha yang memenuhi syarat;
Pemekaran usaha yang telah memenuhi syarat dengan menggunakan nilai
buku adalah tax neutral expansion;
- Butir 3.2.1.1. tidak ada keuntungan atau kerugian
akibat pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha;
Induk perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas
pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka
pemekaran usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, induk perusahaan
tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut,
termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah
dan bangunan;
Sesuai SE-45/PJ/2008 tentang Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan
Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan,
Atau Pemekaran Usaha Beserta Peraturan Pelaksanaannya:
- Poin 19 angka 3:
Bahwa pada saat PER-28/PJ./2008 mulai berlaku, maka ketentuan dalam
SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas
Restrukturisasi Perusahaan, yang mengatur mengenai:
- Persyaratan penggabungan, peleburan, dan pemekaran
usaha;
- Hak untuk mengajukan penilaian kembali dan;
- Prosedur lainnya yang bertentangan dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
Bahwa dengan demikian ketentuan pada butir 1.4.2 dan butir 3.2.1.1
SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas
Restrukturisasi Perusahaan masih berlaku;
- Bahwa Poin 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 tentang Pembayaran PPh atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, mengatur
2 jenis pengecualian yaitu:
- Pengecualian yang melekat pada Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun
1994 s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan juncto PMK Nomor 243/PMK.03/2008 tentang
Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/ KMK.04/1994
tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan juncto
PER-30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban
Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Pengalihan hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
- Pasal 2 ayat (1) dan (2) PER Nomor 30/PJ/2009
memberikan pengecualian
pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan untuk:
- Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah
penghasilan tidak
kena pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
- Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau
bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
- Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan
dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan, atau;
- Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena
warisan;
- Termasuk yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
yang tidak termasuk subjek pajak;
- Pengecualian yang diatur dengan ketentuan khusus
sehubungan dengan
pengenaan PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan, yaitu:
- Sewa guna usaha dengan hak opsi;
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan
pelaksanaan opsi sewa guna usaha dengan hak opsi maka lessor harus
membayar 5% dari nilai sisa (residual value) yang tercantum dalam
perjanjian;
- Sale and lease back;
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan secara "sales and lease
back" merupakan pemindahtanganan hak dengan 2 (dua) transaksi, dengan
penjelasan sebagai berikut:
- Transaksi pertama, pada saat pemilik hak atas tanah
dan/atau bangunan
(calon lessee) menjual tanah dan/atau bangunan kepada lessor harus
dibayar Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari nilai tertinggi
antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan NJOP tanah dan/atau
bangunan yang bersangkutan;
- Transaksi kedua, pada saat lessee menggunakan hak
opsi untuk membeli
kembali hak atas tanah dan/atau bangunan terutang Pajak Penghasilan
sebesar 5% dari nilai sisa (residual value) yang tercantum dalam
perjanjian;
- Dalam hal lessee menggunakan hak opsi lebih cepat
dari waktu yang
tercantum dalam perjanjian sewa guna usaha atau apabila lessee ingkar
janji sehingga lessor mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan
kepada pihak lain, maka lessor harus membayar Pajak Penghasilan sebesar
5% (lima persen) dari jumlah yang harus dipenuhi oleh lessee sehubungan
dengan dipercepatnya penggunaan hak opsi tersebut atau dari jumlah yang
harus dibayar pihak lain;
- Penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha;
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam
rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha tidak terutang
Pajak Penghasilan, sepanjang memenuhi ketentuan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 637/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 (dilakukan
dengan Nilai Buku yang telah mendapatkan persetujuan Tergugat);
- Bangun Guna Serah;
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan
dengan transaksi bangun guna serah (BOT) berlaku ketentuan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 dan SE-38/PJ.4/1995;
- Tanah dan/atau bangunan milik Pemerintah;
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan milik
Pemerintah Pusat/Daerah dengan cara lelang tidak dikenakan Pajak
Penghasilan;
- Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
30/PJ/2009 tanggal 27
April 2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban
Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/ PMK.03/2008
tanggal 31 Desember 2008 tentang Perubahan Kedua Atas KMK Nomor
635/KMK. 04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran PPh atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan:
- Pasal 6 dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, maka
ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan
tetap berlaku;
Bahwa dengan demikian SE-04/PJ.33/1996 yang memberikan pengecualian
berdasarkan ketentuan khusus untuk pembayaran PPh atas
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk
pemekaran usaha dengan nilai buku tetap berlaku karena:
- Tidak bertentangan dengan PER 30/PJ/2009;
- Sesuai dengan ketentuan khusus PMK 43/PMK.03/2008
tentang Penggunaan
Nilai Buku atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan
atau Pemekaran Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
- Bahwa PSAK Nomor 38 juga menegaskan bahwa transaksi
pengalihan
aktiva, kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang
dilakukan dalam rangka re-organisasi, bukan merupakan perubahan
kepemilikan dalam arti substansi ekonomi sehingga transaksi demikian
tidak dapat menimbulkan laba rugi. Oleh karena itu aktiva dan kewajiban
yang kepemilikannya dialihkan tersebut harus dicatat sesuai dengan
Nilai Buku seperti halnya dalam pemekaran usaha berdasarkan metode
penyatuan kepentingan (pooling of interest);
- Bahwa Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang
Perseroan Terbatas menyatakan bahwa pemisahan (pemekaran) adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha
yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena
hukum kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva
perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih;
Bahwa dengan demikian berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 hak
atas tanah dan/atau bangunan beralih karena hukum akibat pemekaran
usaha (bukan beralih karena transaksi umum jual beli melainkan yang
beralih karena hukum);
- Kesimpulan;
- Bahwa pemekaran usaha dengan nilai buku yang telah
disetujui Direktur Jenderal Pajak tidak terdapat penghasilan (tax
neutral);
- Bahwa pemekaran usaha dengan nilai buku tidak terdapat
kewajiban pajak objektif;
- Bahwa dengan demikian, tidak terutang PPh atas penghasilan
dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran
usaha yang telah memperoleh izin penggunaan nilai buku dari Direktur
Jenderal Pajak;
- Bahwa sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku yaitu "Lex
superior
derogate legs inferiors" yang artinya undang-undang yang lebih tinggi
tingkatannya didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang lebih
rendah maka pengecualian pembayaran PPh atas penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran
usaha dengan nilai buku yang tidak diatur pada PER-30/PJ/2009 tanggal
27 April 2009 tidak dapat disimpulkan menjadi terutang PPh karena Pasal
10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
menetapkan tidak terutang;
- Bahwa pemekaran usaha dengan Nilai Buku menyebabkan hak
atas tanah
dan/atau bangunan beralih karena hukum karena parent company
mengalihkan sebagian harta dan utangnya kepada badan usaha yang baru
dibentuk yaitu subsidiary company dengan menggunakan nilai buku (tax
neutral expansion) sesuai PMK Nomor 43/PMK.03/2008. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa parent company menjadi pemegang saham subsidiary
company secara hukum;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/
PP/M.XIII/99/2011, tanggal 19 Agustus 2011 yang telah berkekuatan hukum
tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Surat
Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26
Agustus 2010, tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang, atas nama: PT. FGH
Tbk., NPWP: 0X.XXX.XXX.X-XXX.00X, Alamat: Jalan TA II/8, TA, Ngalian,
Semarang;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/
PP/M.XIII/99/2011, tanggal 19 Agustus 2011, diberitahukan kepada
Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 16 September 2011, kemudian
terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan
kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1564/PJ/2011 tanggal
6 Desember 2011 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis
di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 9 Desember 2011
sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor
PKA-1476/SP.51/AB/XII/2011 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak,
dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 13 Januari
2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14
Februari 2012;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang
Pengadilan Pajak) menyatakan bahwa “Pihak-pihak yang
bersengketa dapat
mengajukan peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak kepada
Mahkamah Agung”;
- Bahwa permohonan peninjauan kembali ini didasarkan pada
ketentuan Pasal
91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa
permohonan peninjauan kembali dapat diajukan berdasarkan alasan
“Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai
dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”;
- Bahwa
dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.
33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011 yang amarnya memutuskan
Menyatakan mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Surat
Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP. 1007/2010 tanggal 26
Agustus 2010, tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang, atas nama: PT.FGH
Tbk., NPWP: 01.542.658.8-511.001, tidak
memperhatikan ketentuan objek sengketa dan mengabaikan kaidah-kaidah
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga menghasilkan
putusan yang tidak mencerminkan kepastian hukum, tidak sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia serta tidak berdasarkan
keadilan;
- Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan
Kembali;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3)
Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
“Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan
sebagaimana
dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11
Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
“Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman,
tanggal
faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal
saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung”;
- Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.
33341/PP/M.XIII/
99/2011 tanggal 19 Agustus 2011, atas nama: PT. FGH,
Tbk (Termohon Peninjauan Kembali/semula Penggugat), telah diberitahukan
secara patut kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat)
melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P-833/SP.33/2011
tanggal 12 September 2011 dengan cara disampaikan langsung kepada
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dan diterima Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggal 21 September 2011
berdasarkan Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor
Registrasi X0XX0XXX0XXX000X;
- Bahwa dengan demikian, pengajuan memori peninjauan
kembali atas
Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19
Agustus 2011 ini, masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh
Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang
waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan
permohonan peninjauan kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena
itu, sudah sepatutnyalah memori peninjauan kembali ini diterima oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia;
- Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
-
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan peninjauan kembali
ini adalah:
- Tentang Formal Gugatan;
- Tentang sengketa tidak dipertahankannya Surat Direktur
Jenderal Pajak
Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang
Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang
Seharusnya Tidak Terutang;
- Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.
33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut,
karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta dan
pertimbangan yuridis yang telah diajukan Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Tergugat) dalam pemeriksaan gugatan di Pengadilan Pajak, atau
setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti
maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya,
sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah
digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang
nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku;
- Tentang Formal Gugatan;
- Bahwa Surat Gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula
Penggugat)
Nomor SKE.071/TAX/ISM/VIII/2010 tanggal 26 Agustus 2010, diterima
Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 27 Agustus 2010 (diantar) dan
didaftar dalam berkas sengketa Nomor XX-0XXX0X-X0X0, merupakan gugatan
terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor
S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, tentang Penolakan
Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak
Terutang;
- Bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP.
1007/2010
tanggal 26 Agustus 2010 yang diajukan gugatan, bukan merupakan objek
yang dapat diajukan gugatan, dengan pertimbangan yuridis sebagai
berikut:
- Bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.
10/KP.1007/2010
tanggal 26 Agustus 2010, merupakan dokumen korespondensi atau surat
menyurat, sebagai jawaban atas adanya Permohonan Pengembalian
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang;
- Berdasarkan Ketentuan dalam Pasal 31 ayat (3)
Undang-Undang Pengadilan Pajak:
”Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus
sengketa atas
pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku”;
- Bahwa objek sengketa gugatan dalam bidang perpajakan
telah ditentukan
secara tegas dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya disebut
dengan Undang-Undang KUP):
”Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
- Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
- Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
- Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan
keputusan perpajakan,
selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
- Penerbitan Surat Ketetapan Pajak atau Surat
Keputusan Keberatan yang
dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang
telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
hanya dapat diajukan kepada Badan Peradilan Pajak”;
- Bahwa Surat Penolakan Permohonan Pengembalian
Pembayaran Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang Nomor
S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, bukanlah objek
gugatan karena surat tersebut bukan merupakan pelaksanaan penagihan
pajak, keputusan pembetulan ataupun keputusan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP;
- Bahwa pada bagian a, b, dan d ketentuan Pasal 23
ayat (2)
Undang-Undang KUP memberikan pengertian khusus terhadap jenis keputusan
yang dapat diajukan gugatan. Sedangkan, pada bagian c yang menyatakan
”keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan
perpajakan,
selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26”,
telah
memberikan pengertian yang luas terhadap jenis keputusan yang dapat
diajukan gugatan;
- Bahwa Surat Penolakan Permohonan Pengembalian
Pembayaran Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang Nomor
S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, juga bukan
merupakan keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan
perpajakan, sebagaimana dijelaskan dalam bagian c Pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang KUP, dengan penjelasan sebagai berikut:
- Tidak terdapat keputusan dari Pemohon Peninjauan
Kembali (semula
Tergugat) yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang
dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat);
- Bahwa Surat Permohonan Pengembalian Pembayaran
Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang
diajukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) ditolak dengan
Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010
tersebut, oleh karena nyata-nyata tidak terdapat peristiwa hukum yang
menyatakan adanya kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang
dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat);
- Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26
Agustus 2010 tentang
Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang
Seharusnya
Tidak Terutang bukanlah merupakan surat keputusan yang berkaitan dengan
pelaksanaan keputusan perpajakan, sebagaimana dijelaskan dalam bagian c
Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP, sehingga tidak memenuhi syarat
formal sebagai objek gugatan;
- Bahwa terkait pelaksanaan putusan, Putusan
Pengadilan Pajak Nomor
Put. 33341/PP/M.XIII/99/2011 yang menyatakan mengabulkan gugatan
Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terhadap Surat Nomor
S-1346/ WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan
Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak
Terutang, tidak dapat dilaksanakan;
Putusan tersebut tidak dapat diartikan sebagai
“diterimanya” Permohonan
Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak
Terutang, karena tidak terdapat keputusan dari Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Tergugat) yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula
Penggugat);
Bahwa dengan demikian, pertimbangan Majelis Hakim yang memutus bahwa
Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 memenuhi
persyaratan formal sebagai objek gugatan adalah bertentangan dengan
aturan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang
Pengadilan Pajak dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP;
- Tentang sengketa tidak dipertahankannya Surat Direktur
Jenderal Pajak
Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang
Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang
Seharusnya Tidak Terutang;
- Bahwa seandainyapun terhadap sengketa ini, Majelis Hakim
memutuskan
bahwa Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010
merupakan objek gugatan, namun nyata-nyata di dalam persidangan
diketahui bahwa Majelis Hakim tidak memutus dengan pertimbangan apakah
atas penerbitan Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26
Agustus 2010 yang diajukan gugatannya oleh Termohon Peninjauan Kembali
(semula Penggugat) telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan atau tidak;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) juga
tidak
sependapat dan keberatan atas pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak 2011 pada halaman 44 alinea ke-6 Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put. 33341/PP/ M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2010;
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis
berpendapat bahwa
terdapat cukup alasan, data dan dasar hukum yang meyakinkan Majelis
untuk mengabulkan permohonan gugatan Penggugat atas Surat Tergugat
Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 20 Agustus 2010”;
Bahwa tanpa mengurangi makna, pada dasarnya Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Tergugat) berpendapat bahwa S-1346/ WPJ.10/ KP.1007/2010
tanggal 26 Agustus 2010 bukan objek gugatan seperti disampaikan dalam
sengketa huruf A, lebih lanjut Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Tergugat) juga akan menyampaikan materi terkait sengketa;
- Bahwa Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983
tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
(selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan), menyatakan:
Pasal 4 ayat (2) huruf d:
“Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
- Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan, dan penghasilan tertentu lainnya”;
- Bahwa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor
71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor
48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, menyatakan:
Pasal 1 ayat (1):
“Atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak
Penghasilan”;
Penjelasan Pasal 1 ayat (1):
“Atas pengalihan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, baik dalam kegiatan
usahanya maupun di luar usahanya, wajib dibayar atau dipungut Pajak
Penghasilannya pada saat terjadinya transaksi tersebut”;
Pasal 1 ayat (2) huruf a:
“Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) adalah: penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak,
pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang
disepakati dengan pihak lain selain pemerintah”;
Pasal 4 ayat (1):
“Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1)
dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto
nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas
pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1%
(satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan”;
Pasal 5:
“Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3
ayat (1) adalah:
- Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah
Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihan-nya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c;
- Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau
bangunan dengan
cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan
sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
- d Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau
bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
- Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena
warisan”;
Penjelasan Pasal 5:
“Pada dasarnya semua pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan
dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1), namun untuk keadilan diberikan pengecualian dari pembayaran atau
pemungutan Pajak Penghasilan”;
Pasal 8 ayat (1):
“Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak
atas tanah
dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final”;
- Bahwa ketentuan Pasal 2B ayat (1) dan Pasal II angka 1
Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2008 tentang
Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994
tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, menyatakan:
Pasal 2B ayat (1):
“Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2
ayat (1) adalah:
- Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah
Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
- Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau
bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
- Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan
dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
- Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena
warisan”;
Pasal II angka 1:
“Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku,
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 566/KMK.04/1999 tentang Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan atau
Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku”;
- Bahwa Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 Peraturan Direktur
Jenderal Pajak
Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari
Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, menyatakan:
Pasal 2 ayat (1):
“Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah:
- Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah
Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
- Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau
bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
- Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan
dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
- Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena
warisan;
Pasal 6:
“Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
maka
ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan
tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini”;
- Bahwa Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak,
menyatakan:
Pasal 76:
”Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(1)”;
Pasal 78:
”Putusan
Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan,
serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
- Bahwa gugatan atas Surat Penolakan Permohonan Pengembalian
Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang Nomor S-1346/WPJ.10/
KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, yang diajukan Penggugat,
dikabulkan seluruhnya oleh Majelis dengan dasar pertimbangan beberapa
sub poin terkait data yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali
(semula Penggugat), yaitu:
- Surat Keterangan Bebas PPh atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
- Surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Nomor S-1484/
WPJ.19/2010 tanggal 1 September 2010;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008
tanggal 31 Desember 2008;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-45/PJ/2008;
- PSAK Nomor 38 angka 06;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996;
- Bahwa pertimbangan Majelis Hakim yang mendasari
dikabulkannya
permohonan gugatan tersebut didasarkan atas data yang diserahkan oleh
Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat), yang akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sampaikan dan sekaligus Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi dalam uraian di bawah ini:
- Surat Keterangan Bebas PPh atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
- Bahwa dari Surat Keterangan Bebas (SKB) yang
dilampirkan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Penggugat) diketahui bahwa Termohon
Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan permohonan SKB PPh
atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
- Bahwa atas permohonan tersebut, Pemohon Peninjauan
Kembali (semula
Tergugat) telah menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dengan
perincian sebagai berikut:
- Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-41/WPJ.01/
KP.0903/2010
tanggal 10 Agustus 2010, yang diterbitkan oleh KPP Pratama Lubuk Pakam;
Bahwa alasan penerbitan SKB adalah: Pemekaran Usaha, memenuhi ketentuan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/KMK.04/1994 s.t.d.t.d Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 Pasal 6 ayat (1) dan SE-04/
PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
- Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-42/WPJ.01/
KP.0903/ 2010
tanggal 10 Agustus 2010, yang diterbitkan oleh KPP Pratama Lubuk Pakam;
Bahwa alasan penerbitan SKB: Pemekaran Usaha, memenuhi ketentuan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/ KMK.04/1994 s.t.d.t.d Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 Pasal 6 ayat (1) dan
SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
- Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-00001/PPh/
WPJ.02/
KP.1003/2010 tanggal 3 April 2010, yang diterbitkan oleh KPP Madya
Pekanbaru;
Bahwa alasan penerbitan SKB: Pemekaran Usaha, memenuhi ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2008, juncto SE-04/ PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
- Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-01/WPJ.27/
KP.0107/ 2010 tanggal yang diterbitkan oleh KPP Pratama Jambi;
Bahwa alasan penerbitan SKB: Pemekaran Usaha, memenuhi ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2008, juncto SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
- Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-598/WPJ.
16/KP.0603/ 2010
tanggal 17 Juni 2010, yang diterbitkan oleh KPP Pratama Bitung;
Bahwa alasan penerbitan SKB: Wajib Pajak melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau
pemekaran usaha sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 637/ KMK.04/1994 s.t.d.t.d Keputusan Menteri Keuangan Nomor
474/KMK.04/1995;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Bahwa terhadap surat permohonan SKB PPh atas
Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dimana atas pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha yang telah
memperoleh izin penggunaan nilai buku, sebagian menyatakan permohonan
tersebut dapat diterima/disetujui dan sebagian yang lain menyatakan
permohonan tersebut ditolak;
- Bahwa dasar hukum yang digunakan oleh sebagian
Kantor Pelayanan Pajak
yang menerima/menyetujui permohonan SKB yang diajukan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Penggugat) adalah SE-04/PJ.33/1996 tanggal
26 Agustus 1996;
Sedangkan dasar hukum yang digunakan oleh sebagian KPP yang menolak
permohonan SKB yang diajukan Termohon Peninjauan Kembali (semula
Penggugat) adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009
tanggal 27 April 2009;
- Bahwa mengenai berlakunya Surat Edaran Dirjen Pajak
Nomor
SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996, Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Tergugat) jelaskan sebagai berikut:
- Bahwa dalam butir 9.2 Surat Edaran Dirjen Pajak
Nomor
SE-04/PJ.33/1996 diatur mengenai pengecualian dari kewajiban pembayaran
atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan hak atas tanah
dan/atau bangunan melalui pemberian Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak
Penghasilan dalam hal adanya warisan, harta hibah, penggabungan,
peleburan, dan pemekaran usaha serta pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang terjadi sebelum tanggal 1 Juni 1994 yang belum dibuatkan
aktanya;
- Bahwa dalam Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor 30/PJ/2009
yang diterbitkan pada 27 April 2009 juga diatur mengenai pengecualian
dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diberikan dalam hal:
- Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah
Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- Orang pribadi atau badan yang menerima atau
memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
- Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah
dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
- Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau
bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
- Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena
warisan;
Dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 ini,
untuk Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan karena penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha tidak
dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
Bahwa
‘lex posterior derogat legi priori’ adalah asas
hukum yang menyatakan
peraturan perundang-undangan yang terbaru mengesampingkan peraturan
perundang-undangan yang lama;
Bahwa oleh karena muatan materi yang diatur dalam butir 9.2 Surat
Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996
berbeda atau bertentangan dengan pengecualian yang diatur dalam Pasal 2
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April
2009, maka dapat dinyatakan bahwa norma yang ada dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009
mengesampingkan norma yang ada dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
SE-04/PJ.33/1996, sehingga SE-04/PJ.33/1996 dapat dinyatakan tidak
berlaku lagi;
- Bahwa penolakan permohonan SKB Pajak Penghasilan
atas pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, yaitu Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 30/PJ/2009;
- Bahwa hal tersebut dipertegas dengan adanya Nota
Dinas Direktur
Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak Nomor
ND-677/PJ.03/2011 tanggal 20 April 2011, yang menyatakan Surat Edaran
Dirjen Pajak Nomor SE-04/ PJ.33/1996 sudah tidak berlaku lagi, dan
pemberian SKB Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan hanya diberikan dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan Pasal
2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
- Bahwa untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib
Pajak, atas SKB
Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
telah diterbitkan agar dikoordinasikan dengan unit terkait dan apabila
dimungkinkan ditindaklanjuti dengan penagihan kembali Pajak Penghasilan
atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang seharusnya tidak
dibebaskan tersebut;
- Surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Nomor
S-1484/ WPJ.19/2010 tanggal 1 September 2010;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
- Bahwa surat tersebut adalah mengenai
Penyampaian Risalah Tim Pembahas
Tingkat Kanwil atas Hasil Pemeriksaan Pajak a.n. PT. Gizindo
Primanusantara yang ditujukan kepada Kepala KPP Wajib Pajak Besar Dua;
- Bahwa surat tersebut tidak berkaitan dengan
Termohon Peninjauan Kembali
(semula Penggugat), namun permasalahan yang dibahas dalam surat
tersebut sama dengan permasalahan yang dihadapi oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Penggugat) yaitu adanya penggabungan usaha
yang telah mendapat persetujuan dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Tergugat), dan menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat),
pengalihan tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan usaha
tersebut merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2);
- Bahwa atas hal tersebut Wajib Pajak yang
bersangkutan mengajukan
permohonan pembahasan kepada Kanwil yang bersangkutan dan dari hasil
pembahasan di tingkat Kanwil, Tim Pembahas Kanwil berpendapat bahwa
Wajib Pajak dimaksud tidak mendapatkan penghasilan atas pengalihan hak
atas tanah dan bangunan sehubungan dengan penggunaan nilai buku
("Pooling Interest") sebagai harga pengalihan dalam penggabungan usaha,
sehingga atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan ini tidak terutang
PPh Pasal 4 ayat (2) tetapi tetap terutang BPHTB oleh yang menerima hak
pengalihan;
- Bahwa kesimpulan surat tersebut adalah
membatalkan koreksi Tim Pemeriksa;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Terkait Surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak
Besar Nomor S-1484/
WPJ.19/2010 tanggal 1 September 2010, merupakan Penyampaian Risalah Tim
Pembahas Tingkat Kanwil atas Hasil Pemeriksaan Pajak a.n. PT. Gizindo
Primanusantara yang ditujukan kepada Kepala KPP Wajib Pajak Besar Dua;
- Bahwa dalam Risalah Tim Pembahas Tingkat
Kanwil atas Hasil
Pemeriksaan Pajak a.n. PT. Gizindo Primanusantara tersebut, Tim
Pembahas Kanwil DJP Wajib Pajak Besar berpendapat bahwa Wajib Pajak
dimaksud tidak mendapatkan penghasilan atas pengalihan hak atas tanah
dan bangunan sehubungan dengan penggunaan nilai buku ("Pooling
Interest");
- Bahwa Surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak
Besar Nomor
S-1484/WPJ.19/2010 tanggal 1 September 2010 tersebut merupakan suatu
keputusan yang bersifat individual (beschikking) dan tidak dapat
dijadikan dasar hukum (Yurisprudensi) untuk kasus yang lain, karena
telah ada peraturan yang bersifat mengatur secara umum atau regelling,
yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2008
juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 juncto
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
- Bahwa di samping itu, prinsip penghasilan
yang digunakan dalam Surat
Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Nomor S-1484/WPJ.19/2010 tanggal 1
September 2010 mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan, sedangkan sengketa gugatan mengacu pada Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang memberikan pengertian khusus
mengenai penghasilan;
- Bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan memberikan
pengertian secara luas mengenai penghasilan, yang menekankan adanya
tambahan kemampuan ekonomis yang dapat digunakan untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan. Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan dinyatakan bahwa
“Contoh-contoh
penghasilan yang disebut dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang
penghasilan yang luas, yang tidak terbatas pada contoh-contoh
dimaksud”;
- Bahwa Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Penghasilan memberikan
pengertian dan perlakuan tersendiri atas penghasilan. Hal ini dapat
dilihat dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Penghasilan yang menyatakan bahwa penghasilan-penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat ini merupakan objek pajak dan atas
penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri
dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat,
besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau
pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah;
- Bahwa dalam Pasal 4 ayat (2) dan Penjelasan
Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, terdapat pendelegasian kewenangan
kepada Peraturan Pemerintah untuk mengatur mengenai sifat, besarnya,
dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan atas
Objek PPh sebagaimana dimaksud peraturan tersebut termasuk penghasilan
dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan;
- Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
1994 yang telah mengalami
beberapa kali perubahan, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2008, merupakan wujud pengejawantahan pendelegasian kewenangan
kepada Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan;
- Bahwa dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun
2008, dijelaskan dasar pengenaan pajak penghasilan atas pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan adalah 5% (lima persen) dari jumlah bruto
nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
- Bahwa hal ini berarti, dalam transaksi
pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan tidak mensyaratkan adanya keuntungan (sebagaimana
diartikan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta), akan tetapi
setiap transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan selain
yang diatur dalam Pasal 5 Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, terutang PPh
Pasal 4 ayat (2) termasuk transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
- Bahwa dari Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor
SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 tentang Pembayaran PPh atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dapat
dikemukakan hal-hal berikut:
Dasar pertimbangan:
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1996 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994,
untuk pelaksanaannya telah diterbitkan 2 (dua) Keputusan Menteri
Keuangan yaitu:
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor
292/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996
tentang perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/ KMK.04/1994
tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan dari
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
Keputusan Menteri Keuangan ini bersifat umum;
- Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 393/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 tentang Tata Cara
Pembayaran Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Badan yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan atau Pengalihan
hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
- Bahwa guna kelancaran pelaksanaan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
392/KMK.04/1996 tersebut, dengan ini diberikan penegasan sebagai
berikut:
- Umum:
- Yang dimaksud dengan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan antara lain:
penjualan, tukar menukar atau ruitslag, perjanjian pemindahan hak,
lelang, hibah atau cara lain yang disepakati oleh pihak yang
bersangkutan;
Dalam pengalihan hak dengan cara lain termasuk pengalihan hak
sehubungan dengan:
- ... dst;
- ... dst;
- ... dst;
- Penyetoran modal saham dalam
bentuk tanah dan/atau bangunan;
- ... dst;
- Penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha;
- Pengecualian dan ketentuan khusus:
- Pengecualian dari kewajiban
pembayaran atau pemungutan PPh diberikan kepada:
- ... dst;
- .... dst;
- .... dst;
- ... dst;
- Di samping pengecualian pada butir
3.1 di atas, ada beberapa
ketentuan khusus sehubungan dengan pengenaan PPh atas penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu:
- ... dst;
- ... dst;
- Penggabungan, peleburan dan pemekaran
usaha;
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam
rangka pengga-bungan, peleburan atau pemekaran usaha tidak terutang
Pajak Penghasilan, sepanjang memenuhi ketentuan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 637/ KMK.04/1994 sebagai-mana telah diubah terakhir
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 474/ KMK.04/1995;
- ... dst;
- Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh;
Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
- Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak
Penghasilan diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak ditempat penjual atau pihak yang
mengalihkan hak atas dan/atau bangunan bertempat tinggal atau
berkedudukan;
- Penerbitan SKB sebagaimana dimaksud pada
angka dapat diberikan dalam hal:
- ... dst;
- ... dst;
- Wajib Pajak melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan
dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha sebagaimana
dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/KMK.04/1994
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 474/KMK.04/1995;
- ... dst;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Bahwa sebagaimana telah dijelaskan pada
poin angka 9.1. di atas,
karena muatan materi yang diatur dalam butir 9.2 Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 berbeda atau
bertentangan dengan pengecualian yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009, maka
dapat dinyatakan bahwa berdasarkan asas hukum ‘Lex Posterior
Derogat
Legi Priori’, norma yang ada dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak
Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009 mengesampingkan norma yang ada
dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996, sehingga
SE-04/PJ.33/1996 dapat dinyatakan tidak berlaku lagi;
- Bahwa hal tersebut dipertegas dengan adanya
Nota Dinas Direktur
Peraturan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak Nomor
ND-677/PJ.03/2011 tanggal 20 April 2011, yang menyatakan Surat Edaran
Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 sudah tidak berlaku lagi, dan
pemberian SKB Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan hanya diberikan dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan Pasal
2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/ PJ/2009;
- Bahwa dengan demikian, Majelis telah
menggunakan dasar hukum yang
sudah tidak berlaku, dan tidak memperhatikan ketentuan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor
243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31
Desember 2008 adalah tentang perubahan kedua atas Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran PPh atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Tergugat) sependapat dengan
Majelis yang menyatakan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
392/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996. Dan dilakukan perubahan kedua
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31
Desember 2008;
- Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor
243/PMK. 03/2008 tanggal 31
Desember 2008 merupakan ketentuan terakhir yang diberlakukan terkait
pelaksanaan pembayaran dan pemungutan pajak penghasilan atas
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
- Bahwa dalam Pasal 2 B Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 dinyatakan:
Ayat (1):
“Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2
ayat (1) adalah:
- Orang pribadi yang mempunyai
penghasilan di bawah Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- Orang pribadi atau badan yang menerima
atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
- Orang pribadi yang melakukan pengalihan
tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
- Badan yang melakukan pengalihan tanah
dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
- Pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan karena warisan”;
Ayat (2):
Termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan yang tidak termasuk subjek pajak”;
Ayat (3):
“Tata cara pemberian pengecualian dari kewajiban pembayaran
atau
pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak”;
- Bahwa sesuai ketentuan Pasal 2B
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
243/PMK.03/2008 tersebut, sangat jelas bahwa pengalihan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha tidak
dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-30/PJ/2009;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
- Bahwa dari Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-30/PJ/2009
tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau
Pemungutan PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan dapat diketahui bahwa dasar pertimbangannya adalah Pasal 2B
ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 s.t.d.t.d
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.PMK.03/2008;
- Bahwa pada Pasal 6 Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 dinyatakan:
“Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
maka
ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan
tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini”;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-30/PJ/2009 tentang
Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau
Pemungutan PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan merupakan ketentuan pelaksanaan dari Pasal 2B ayat (3)
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK. 04/1994 s.t.d.t.d Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.PMK.03/2008;
- Bahwa dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor
30/PJ/2009 diatur mengenai pengecualian dari kewajiban pembayaran atau
pemungutan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang diberikan dalam hal:
- Orang pribadi yang mempunyai
penghasilan di bawah Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- Orang pribadi atau badan yang menerima
atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
- Orang pribadi yang melakukan pengalihan
tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
- Badan yang melakukan pengalihan tanah
dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
- Pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan karena warisan;
- Bahwa dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1)
Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor 30/PJ/2009 tersebut, pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan karena penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha tidak
dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
Bahwa pada Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-30/PJ/2009 dinyatakan:
“Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
maka
ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan
tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini”;
- Bahwa sesuai dengan Asas ‘Lex
Posterior Derogat Legi Priori’, maka
dengan kuasa Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009
tersebut, dapat dinyatakan bahwa ketentuan-ketentuan lain yang telah
diterbitkan sebelumnya dan bertentangan dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini dinyatakan tidak berlaku lagi;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27
Mei 1999;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
Bahwa dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999
tanggal 27 Mei 1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan
atas Restrurisasi Perusahaan, dapat dikemukakan:
Butir 3.2.1.1:
Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta;
Induk Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas
pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka
pemekaran usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, Induk Perusahaan
tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut
termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah
dan bangunan;
Tetap masih tetap berlaku;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Bahwa dalam Butir 3.2.1.1 Lampiran
Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 tentang Buku Panduan
tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrurisasi Perusahaan, menyebutkan:
Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta Induk
Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan
sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran
usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, Induk Perusahaan tidak
terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut termasuk
Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan
bangunan;
- Bahwa ketentuan tersebut mengacu pada
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan, sedangkan sengketa gugatan mengacu pada Pasal 4 ayat
(2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang memberikan pengertian khusus
mengenai penghasilan;
- Bahwa sengketa gugatan yang mengacu
pada Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak mensyaratkan adanya keuntungan
(sebagaimana diartikan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta),
akan tetapi setiap transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan selain yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008
tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
30/PJ/2009, terutang PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk transaksi pengalihan
harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha;
- Bahwa selain itu, pada angka 19.3 Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 dijelaskan:
“Bahwa pada saat PER-28/PJ./2008 mulai berlaku, maka
ketentuan dalam
SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas
Restrukturisasi Perusahaan yang mengatur mengenai:
- Persyaratan penggabungan, peleburan dan
pemekaran usaha;
- Hak untuk mengajukan penilaian kembali;
dan
- Prosedur lainnya yang bertentangan
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”;
- Bahwa dengan demikian, berdasarkan
ketentuan dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 yang diterbitkan tanggal 28
Agustus 2008 tersebut, ketentuan pada Butir 3.2.1.1 Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999,
yang menyebutkan:
“Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta
Induk
Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan
sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran
usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, Induk Perusahaan tidak
terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut termasuk
Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan
bangunan”;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku karena bertentangan dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor
243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-45/PJ/2008;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:Bahwa pada angka 19.3 Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 dijelaskan:
“Bahwa pada saat PER-28/PJ./2008 mulai berlaku, maka
ketentuan dalam
SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas
Restrukturisasi Perusahaan yang mengatur mengenai:
- Persyaratan penggabungan, peleburan dan
pemekaran usaha;
- Hak untuk mengajukan penilaian kembali; dan
- Prosedur lainnya yang bertentangan dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Bahwa dalam Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-45/PJ/2008
dinyatakan bahwa ketentuan dalam SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan
tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan yang
bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku;
- Bahwa dengan demikian, berdasarkan
ketentuan dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 yang diterbitkan tanggal 28
Agustus 2008 tersebut, ketentuan pada Butir 3.2.1.1 Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999,
yang menyebutkan:
“Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta
Induk Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas
pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka
pemekaran usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, Induk Perusahaan
tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut
termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah
dan bangunan”;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku karena bertentangan dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor
243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
- PSAK Nomor 38 angka 06;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
Bahwa di dalam PSAK Nomor 38 angka 06 disebutkan: Transaksi
restrukturisasi antara entitas sepengendali, berupa pengalihan aktiva,
kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dilakukan
dalam rangka reorganisasi entitas-entitas yang berada dalam satu
kelompok usaha yang sama, bukan merupakan perubahan kepemilikan dalam
arti substansi ekonomi, sehingga transaksi demikian tidak dapat
menimbulkan laba atau rugi bagi seluruh kelompok perusahaan ataupun
bagi entitas individual dalam kelompok perusahaan tersebut;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Bahwa PSAK Nomor 38 angka 06, lebih
menitikberatkan pengertian
penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan, sedangkan sengketa gugatan mengacu pada Pasal 4 ayat
(2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang memberikan pengertian khusus
mengenai penghasilan;
- Bahwa sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
sengketa gugatan yang
mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak
mensyaratkan adanya keuntungan (sebagaimana diartikan dalam Pasal 4
ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan keuntungan karena penjualan
atau karena
pengalihan harta), akan tetapi setiap transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan atau bangunan selain yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor
243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009, terutang PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk
transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka
pemekaran usaha;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
- Bahwa di dalam Pasal 10 ayat (3)
Undang-Undang Pajak Penghasilan
dijelaskan bahwa nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan
dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan;
- Bahwa di dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c
Undang-Undang Pajak
Penghasilan dijelaskan bahwa harta termasuk setoran tunai yang diterima
oleh badan sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal
tidak termasuk objek Pajak Penghasilan;
- Bahwa di dalam penjelasan Pasal 10 ayat (3)
Undang-Undang Pajak
Penghasilan dijelaskan bahwa dalam rangka menyelaraskan dengan
kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan
lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain
selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku ("Pooling of
Interest");
- Bahwa atas pemekaran usaha yang dilakukan
oleh Termohon Peninjauan
Kembali (semula Penggugat) telah mendapatkan persetujuan dari Kanwil
Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar yaitu sesuai dengan Surat
Keputusan Nomor KEP-19/WPJ.19/2010 tanggal 3 Februari 2010 tentang
Persetujuan Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta Dalam Rangka
Pemekaran Usaha;
- Bahwa di dalam Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan
dijelaskan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun;
- Bahwa di dalam:
- Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
1994 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008;
- Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009;
- Pasal 1 huruf b Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-48/PJ/2009 tanggal 27 April 2009;
memang tidak disebutkan bahwa transaksi pengalihan tanah dan/ atau
bangunan akibat pemekaran usaha tidak termasuk dalam negative list,
namun pengenaan pajak bukan didasarkan kepada negative list, tetapi
adalah didasarkan kepada terpenuhinya atau tidak unsur objek pajak yang
dalam hal ini adalah penghasilan;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Bahwa penjelasan Majelis tersebut di atas,
lebih menitikberatkan
pengertian penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, sedangkan sengketa gugatan mengacu
pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang memberikan
pengertian khusus mengenai penghasilan;
- Bahwa sengketa gugatan yang mengacu pada
Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak mensyaratkan adanya keuntungan
(sebagaimana diartikan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta),
akan tetapi setiap transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan selain yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008
tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
30/PJ/2009, terutang PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk transaksi pengalihan
harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor
392/KMK.04/1996;
Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
- Bahwa terdapat aturan pelaksanaan dari
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 392/KMK.04/1996 yaitu pengecualian dan ketentuan khusus
sebagaimana dimaksud pada angka 3.2 Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE- 04/PJ. 33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 yang berbunyi:
"Di samping pengecualian pada butir 3.1 di atas, ada beberapa ketentuan
khusus sehubungan dengan pengenaan PPh atas penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu:
- ... dst;
- ... dst;
- Penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha;
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam
rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha tidak terutang
Pajak Penghasilan, sepanjang memenuhi ketentuan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 637/ KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 474/KMK.04/1995";
yang masih berlaku, karena:
- Tidak bertentangan dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009;
- Sesuai dengan ketentuan khusus Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tanggal 13 Maret 2008;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
- Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor
392/KMK. 04/1996 telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31
Desember 2008;
- Bahwa demikian juga dengan aturan
pelaksanaan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996 yaitu Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE- 04/ PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 tidak berlaku
lagi dengan adanya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-30/PJ/2009;
- Bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 ataupun Peraturan
Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-30/PJ/2009, menyatakan hal yang sama, yaitu mengenai
pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
diberikan dalam hal:
- Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di
bawah Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- Orang pribadi atau badan yang menerima atau
memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
- Orang pribadi yang melakukan pengalihan
tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
- Badan yang melakukan pengalihan tanah
dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
- Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
karena warisan;
- Bahwa dalam kedua ketentuan tersebut, yaitu
Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-30/PJ/2009, atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
karena penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha tidak dikecualikan
dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
Bahwa dalam Halaman 44 alinea ke-1 Putusan Pengadilan Pajak Nomor
33341/PP/ M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011, Majelis Hakim
menyatakan:
“Bahwa ketentuan yang diatur di dalam Butir 3.2.1 Surat
Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 tidak
termasuk yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sebagaimana yang
dimaksud pada angka 19.3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-45/PJ/2008, sehingga butir 3.2.1.1 Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-23/ PJ.42/1999 yang berbunyi:
"Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta;
Induk Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas
pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka
pemekaran usaha yang memenuhi syarat;
Oleh karenanya, Induk Perusahaan tidak terutang Pajak Penghasilan dari
pengalihan harta tersebut termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas
pengalihan hak atas tanah dan bangunan";
masih tetap berlaku”;
Adalah tidak benar karena ketentuan pada Butir 3.2.1.1 Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999
adalah bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009.
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 tanggal 28 Agustus 2008, ketentuan
pada Butir 3.2.1.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-23/PJ.42/1999 adalah termasuk ketentuan yang dinyatakan tidak
berlaku;
- Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim yang
tidak
mempertahankan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/
WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan
Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak
Terutang adalah bertentangan dengan aturan perpajakan yang berlaku,
yaitu Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan juncto Pasal 5
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2008 juncto
Pasal 2B ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
243/PMK.03/2008 juncto Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 serta telah melanggar ketentuan Pasal
76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka Putusan Pengadilan
Pajak Nomor 33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011 tersebut
harus dibatalkan;
- Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak Nomor
Put. 33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan
seluruhnya
gugatan Penggugat terhadap Surat
Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26
Agustus 2010, tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang, atas nama: PT. FGH
Tbk., NPWP: 0X.XXX.XXX.X-XXX.00X, Alamat: Jalan TA II/8, TA, Ngalian,
Semarang;
adalah tidak benar dan telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa alasan butir B dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak
nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dengan pertimbangan:
- Bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Pajak yang menyatakan
bahwa butir
3.2.1 SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 tidak termasuk yang dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku adalah tidak benar karena ketentuan
tersebut bertentangan dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008
tanggal 28 Agustus 2008;
- Bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh tidak
mensyaratkan
adanya keuntungan atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/ atau
bangunan;
- Bahwa transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan dalam
rangka pemekaran usaha tidak termasuk yang dikecualikan dari kewajiban
pembayaran atau pemungutan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal
5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Pasal 2 b Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008;
- Bahwa dengan demikian Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor
S-1346/
WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 telah diterbitkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena
itu gugatan harus ditolak;
Bahwa oleh karena alasan butir B dapat dibenarkan maka terhadap alasan
peninjauan kembali lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi;
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas menurut
pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan
permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali: Direktur Jenderal Pajak dan membatalkan Putusan Pengadilan
Pajak Nomor Put. 33341/PP/ M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011,
serta Mahkamah Agung mengadili kembali perkara ini dengan amar seperti
yang akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa Mahkamah Agung telah membaca kontra memori peninjauan
kembali yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali, namun tidak ada
dalil-dalil dalam kontra memori peninjauan kembali yang
melemahkan/menggugurkan dalil-dalil Pemohon Peninjauan Kembali dalam
memori peninjauan kembali;
Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali,
maka Termohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah,
dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan
kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
MENGADILI,
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali: DIREKTUR
JENDERAL PAJAK tersebut;
Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor 33341/PP/M.XIII/ 99/2011
tanggal 19 Agustus 2011;
MENGADILI KEMBALI,
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara
dalam peninjauan kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima
ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Senin, tanggal 25 Maret 2013 oleh XYZ, S.H.
M.Sc., Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. FFF, S.H., M.Hum. dan
Dr. H. GGG, S.H. M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota
Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu
juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut
dan dibantu oleh HHH MS., S.H. M.H., Panitera Pengganti dengan tidak
dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis :
ttd/
Dr. H. FFF, S.H., M.Hum.
ttd/
Dr. H. GGG, S.H. M.H.,
Biaya – biaya :
1. M e t e r a
i……………..
Rp
6.000,00
2. R e d a k s
i…………….. Rp
5.000,00
3. Administrasi
………..….
Rp
2.489.000,00
Jumlah
……….
Rp 2.500.000,00
|
Ketua Majelis:
ttd/
XYZ, S.H.
M.Sc.,
Panitera Pengganti
ttd/
HHH MS., S.H. M.H.,
|
Untuk Salinan
Mahkamah Agung R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
H. RTY, S.H.
NIP. XX0000XXX
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.