PUTUSAN
Nomor 636/B/PK/PJK/2012

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal GS Nomor 40-42, Jakarta XXXX0, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding ;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal GS Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1564/PJ./2011 tanggal 6 Desember 2011;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;

melawan:

PT. FGH Tbk., tempat kedudukan di Jalan TA II/8, TA, Ngalian, Semarang;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/ M.XIII/99/2011, tanggal 19 Agustus 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara sebagai berikut:
  1. Dasar Hukum;
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (PP), Penggugat mengajukan gugatan atas Surat Tergugat Nomor S-1346/WPJ.10/KP. 1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang seharusnya tidak terutang yang menolak Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang seharusnya tidak terutang sebesar Rp. 4.887.848.400,00;
  1. Latar Belakang;
  1. Bahwa Penggugat telah melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan Nilai Buku dengan cara mendirikan perusahaan baru dan mengalihkan aktiva, passiva dan operasi Divisi Noodle (Pabrik Mie Instan dan Bumbu) kepada PT. FGH (sesuai Akta Nomor 25 tanggal 2 September 2009);
    Bahwa persetujuan Pemekaran Usaha dengan Nilai Buku telah diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar berdasarkan Surat Keputusan Nomor KEP-19/WPJ.19/2010 tanggal 3 Februari 2010 tentang Persetujuan Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Pemekaran Usaha;
  2. Bahwa Penggugat mengajukan Permohonan SKB PPh Final Atas Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan ke Tergugat dengan Surat Nomor SKE.046/NDL/SMG/F&A/IV/2010 tanggal 5 April 2010 namun ditolak dengan alasan:
    • Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
    • KMK Nomor 243/KMK.03/2008 tentang Perubahan Kedua Atas KMK Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran PPh Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan;
    • SE-6/PJ.03/2008 tentang Penyampaian Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
    • PER-30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan PPh dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
    Bahwa tidak diatur pengecualian untuk kewajiban pembayaran/ pemungutan PPh final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Dalam Rangka Pemekaran Usaha Yang Telah Memperoleh Izin Nilai Buku dengan Surat Nomor S-340/WPJ.09/KP.0809/2010 tertanggal 12 April 2010 tentang Jawaban Permohonan SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Dalam Rangka Pemekaran Usaha Yang Telah Memperoleh Izin Nilai Buku Dari DJP;
  3. Bahwa untuk keperluan balik nama Tanah dan Bangunan dalam rangka Initial Public Offering (IPO) PT. FGH, maka Penggugat melakukan pembayaran PPh Final dengan SSP tanggal 5 Juli 2010 sebesar Rp. 720.378.150,00;
  4. Bahwa selanjutnya Penggugat mengajukan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang ke Tergugat dengan Surat Nomor SKE.047/TAX/ISM/VII/2010 tanggal 19 Juli 2010 dan ditolak oleh Tergugat dengan Surat Nomor S-1346/ WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang;
  1. Materi Pokok Permohonan Gugatan;
  1. Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Surat Tergugat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang seharusnya tidak terutang, yang pokok keputusannya Menolak Surat Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang dari Penggugat, dengan alasan tidak diatur lagi pengecualian dari kewajiban pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009;
  2. Bahwa terhadap Surat Tergugat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 yang menolak Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang seharusnya tidak terutang, dengan ini Penggugat menyatakan tidak setuju alasan penolakan Tergugat tersebut, dengan alasan-alasan yang diuraikan dan dijelaskan sebagai berikut:
    • Bahwa Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan;
    • Bahwa Penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan secara yuridis mengatur bahwa dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter, dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku (pooling of interest) atas nilai perolehan atau pengalihan harta dalam rangka pengembangan usaha berupa penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha;
    • Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tanggal 13 Maret 2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha:
    1. Pemekaran usaha adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama;
    2. Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha dapat menggunakan Nilai Buku dengan mengajukan permohonan kepada Kantor Wilayah DJP yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak Pemohon terdaftar;
    • Bahwa dengan demikian, pemekaran usaha dengan Nilai Buku (Pooling of Interest) tidak ada penghasilan karena Penggugat telah mendapatkan persetujuan pemekaran usaha dengan nilai buku dari Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar berdasarkan KEP-19/WPJ.19/2010 tanggal 3 Februari 2010;
    • Bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
    • Bahwa penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif;
      Bahwa dengan demikian, pemekaran usaha yang telah mendapatkan persetujuan penggunaan nilai buku tidak terutang PPh 5% atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha karena tidak terdapat kewajiban pajak objektif (penghasilan);
    • Bahwa SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan:
    • Butir 1.4.2. Pemekaran usaha yang memenuhi syarat;
      Pemekaran usaha yang telah memenuhi syarat dengan menggunakan nilai buku adalah tax neutral expansion;
    • Butir 3.2.1.1. tidak ada keuntungan atau kerugian akibat pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha;
      Induk perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, induk perusahaan tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut, termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan;
      Sesuai SE-45/PJ/2008 tentang Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Atau Pemekaran Usaha Beserta Peraturan Pelaksanaannya:
    • Poin 19 angka 3:
      Bahwa pada saat PER-28/PJ./2008 mulai berlaku, maka ketentuan dalam SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan, yang mengatur mengenai:
      1. Persyaratan penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha;
      2. Hak untuk mengajukan penilaian kembali dan;
      3. Prosedur lainnya yang bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
      Bahwa dengan demikian ketentuan pada butir 1.4.2 dan butir 3.2.1.1 SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan masih berlaku;
    • Bahwa Poin 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, mengatur 2 jenis pengecualian yaitu:
      1. Pengecualian yang melekat pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan juncto PMK Nomor 243/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/ KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan juncto PER-30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
        • Pasal 2 ayat (1) dan (2) PER Nomor 30/PJ/2009 memberikan pengecualian pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk:
    1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
    2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
    3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
    4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, atau;
    5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan;
    6. Termasuk yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak;
      1. Pengecualian yang diatur dengan ketentuan khusus sehubungan dengan pengenaan PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu:
    • Sewa guna usaha dengan hak opsi;
      Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan pelaksanaan opsi sewa guna usaha dengan hak opsi maka lessor harus membayar 5% dari nilai sisa (residual value) yang tercantum dalam perjanjian;
    • Sale and lease back;
      Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan secara "sales and lease back" merupakan pemindahtanganan hak dengan 2 (dua) transaksi, dengan penjelasan sebagai berikut:
      1. Transaksi pertama, pada saat pemilik hak atas tanah dan/atau bangunan (calon lessee) menjual tanah dan/atau bangunan kepada lessor harus dibayar Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan NJOP tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan;
      2. Transaksi kedua, pada saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli kembali hak atas tanah dan/atau bangunan terutang Pajak Penghasilan sebesar 5% dari nilai sisa (residual value) yang tercantum dalam perjanjian;
      3. Dalam hal lessee menggunakan hak opsi lebih cepat dari waktu yang tercantum dalam perjanjian sewa guna usaha atau apabila lessee ingkar janji sehingga lessor mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pihak lain, maka lessor harus membayar Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah yang harus dipenuhi oleh lessee sehubungan dengan dipercepatnya penggunaan hak opsi tersebut atau dari jumlah yang harus dibayar pihak lain;
    • Penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha;
      Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha tidak terutang Pajak Penghasilan, sepanjang memenuhi ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 (dilakukan dengan Nilai Buku yang telah mendapatkan persetujuan Tergugat);
    • Bangun Guna Serah;
      Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan transaksi bangun guna serah (BOT) berlaku ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 dan SE-38/PJ.4/1995;
    • Tanah dan/atau bangunan milik Pemerintah;
      Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan milik Pemerintah Pusat/Daerah dengan cara lelang tidak dikenakan Pajak Penghasilan;
    • Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/ PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Perubahan Kedua Atas KMK Nomor 635/KMK. 04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan:
    • Pasal 6 dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku;
      Bahwa dengan demikian SE-04/PJ.33/1996 yang memberikan pengecualian berdasarkan ketentuan khusus untuk pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk pemekaran usaha dengan nilai buku tetap berlaku karena:
      1. Tidak bertentangan dengan PER 30/PJ/2009;
      2. Sesuai dengan ketentuan khusus PMK 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan atau Pemekaran Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
    • Bahwa PSAK Nomor 38 juga menegaskan bahwa transaksi pengalihan aktiva, kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dilakukan dalam rangka re-organisasi, bukan merupakan perubahan kepemilikan dalam arti substansi ekonomi sehingga transaksi demikian tidak dapat menimbulkan laba rugi. Oleh karena itu aktiva dan kewajiban yang kepemilikannya dialihkan tersebut harus dicatat sesuai dengan Nilai Buku seperti halnya dalam pemekaran usaha berdasarkan metode penyatuan kepentingan (pooling of interest);
    • Bahwa Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa pemisahan (pemekaran) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih;
      Bahwa dengan demikian berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 hak atas tanah dan/atau bangunan beralih karena hukum akibat pemekaran usaha (bukan beralih karena transaksi umum jual beli melainkan yang beralih karena hukum);
  1. Kesimpulan;
  • Bahwa pemekaran usaha dengan nilai buku yang telah disetujui Direktur Jenderal Pajak tidak terdapat penghasilan (tax neutral);
  • Bahwa pemekaran usaha dengan nilai buku tidak terdapat kewajiban pajak objektif;
  • Bahwa dengan demikian, tidak terutang PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha yang telah memperoleh izin penggunaan nilai buku dari Direktur Jenderal Pajak;
  • Bahwa sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku yaitu "Lex superior derogate legs inferiors" yang artinya undang-undang yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang lebih rendah maka pengecualian pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha dengan nilai buku yang tidak diatur pada PER-30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009 tidak dapat disimpulkan menjadi terutang PPh karena Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan menetapkan tidak terutang;
  • Bahwa pemekaran usaha dengan Nilai Buku menyebabkan hak atas tanah dan/atau bangunan beralih karena hukum karena parent company mengalihkan sebagian harta dan utangnya kepada badan usaha yang baru dibentuk yaitu subsidiary company dengan menggunakan nilai buku (tax neutral expansion) sesuai PMK Nomor 43/PMK.03/2008. Hal ini dapat dibuktikan bahwa parent company menjadi pemegang saham subsidiary company secara hukum;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/ PP/M.XIII/99/2011, tanggal 19 Agustus 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang, atas nama: PT. FGH Tbk., NPWP: 0X.XXX.XXX.X-XXX.00X, Alamat: Jalan TA II/8, TA, Ngalian, Semarang;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/ PP/M.XIII/99/2011, tanggal 19 Agustus 2011, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 16 September 2011, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1564/PJ/2011 tanggal 6 Desember 2011 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 9 Desember 2011 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-1476/SP.51/AB/XII/2011 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 13 Januari 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14 Februari 2012;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
  1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyatakan bahwa “Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”;
  2. Bahwa permohonan peninjauan kembali ini didasarkan pada ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali dapat diajukan berdasarkan alasan “Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;
  3. Bahwa dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011 yang amarnya memutuskan Menyatakan mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP. 1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang, atas nama: PT.FGH Tbk., NPWP: 01.542.658.8-511.001, tidak memperhatikan ketentuan objek sengketa dan mengabaikan kaidah-kaidah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga menghasilkan putusan yang tidak mencerminkan kepastian hukum, tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia serta tidak berdasarkan keadilan;
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
      “Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”;
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
      “Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung”;
    3. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/M.XIII/ 99/2011 tanggal 19 Agustus 2011, atas nama: PT. FGH, Tbk (Termohon Peninjauan Kembali/semula Penggugat), telah diberitahukan secara patut kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P-833/SP.33/2011 tanggal 12 September 2011 dengan cara disampaikan langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dan diterima Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggal 21 September 2011 berdasarkan Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Registrasi X0XX0XXX0XXX000X;
    4. Bahwa dengan demikian, pengajuan memori peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011 ini, masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan permohonan peninjauan kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah memori peninjauan kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan peninjauan kembali ini adalah:
  1. Tentang Formal Gugatan;
  2. Tentang sengketa tidak dipertahankannya Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang;
    1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
      Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta dan pertimbangan yuridis yang telah diajukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dalam pemeriksaan gugatan di Pengadilan Pajak, atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
      1. Tentang Formal Gugatan;
  1. Bahwa Surat Gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) Nomor SKE.071/TAX/ISM/VIII/2010 tanggal 26 Agustus 2010, diterima Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 27 Agustus 2010 (diantar) dan didaftar dalam berkas sengketa Nomor XX-0XXX0X-X0X0, merupakan gugatan terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang;
  2. Bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP. 1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 yang diajukan gugatan, bukan merupakan objek yang dapat diajukan gugatan, dengan pertimbangan yuridis sebagai berikut:
    1. Bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ. 10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, merupakan dokumen korespondensi atau surat menyurat, sebagai jawaban atas adanya Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang;
    2. Berdasarkan Ketentuan dalam Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak:
      ”Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku”;
    3. Bahwa objek sengketa gugatan dalam bidang perpajakan telah ditentukan secara tegas dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP):
      ”Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
      1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
      2. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
      3. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
      4. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada Badan Peradilan Pajak”;
        1. Bahwa Surat Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, bukanlah objek gugatan karena surat tersebut bukan merupakan pelaksanaan penagihan pajak, keputusan pembetulan ataupun keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP;
        2. Bahwa pada bagian a, b, dan d ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP memberikan pengertian khusus terhadap jenis keputusan yang dapat diajukan gugatan. Sedangkan, pada bagian c yang menyatakan ”keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26”, telah memberikan pengertian yang luas terhadap jenis keputusan yang dapat diajukan gugatan;
        3. Bahwa Surat Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, juga bukan merupakan keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, sebagaimana dijelaskan dalam bagian c Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP, dengan penjelasan sebagai berikut:
      1. Tidak terdapat keputusan dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat);
      2. Bahwa Surat Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang diajukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) ditolak dengan Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tersebut, oleh karena nyata-nyata tidak terdapat peristiwa hukum yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat);
      3. Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang bukanlah merupakan surat keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, sebagaimana dijelaskan dalam bagian c Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP, sehingga tidak memenuhi syarat formal sebagai objek gugatan;
      4. Bahwa terkait pelaksanaan putusan, Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/M.XIII/99/2011 yang menyatakan mengabulkan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terhadap Surat Nomor S-1346/ WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang, tidak dapat dilaksanakan;
        Putusan tersebut tidak dapat diartikan sebagai “diterimanya” Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang, karena tidak terdapat keputusan dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat);
        Bahwa dengan demikian, pertimbangan Majelis Hakim yang memutus bahwa Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 memenuhi persyaratan formal sebagai objek gugatan adalah bertentangan dengan aturan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP;
      1. Tentang sengketa tidak dipertahankannya Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang;
  1. Bahwa seandainyapun terhadap sengketa ini, Majelis Hakim memutuskan bahwa Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 merupakan objek gugatan, namun nyata-nyata di dalam persidangan diketahui bahwa Majelis Hakim tidak memutus dengan pertimbangan apakah atas penerbitan Surat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 yang diajukan gugatannya oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak;
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) juga tidak sependapat dan keberatan atas pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak 2011 pada halaman 44 alinea ke-6 Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/ M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2010;
    “Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa terdapat cukup alasan, data dan dasar hukum yang meyakinkan Majelis untuk mengabulkan permohonan gugatan Penggugat atas Surat Tergugat Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 20 Agustus 2010”;
    Bahwa tanpa mengurangi makna, pada dasarnya Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) berpendapat bahwa S-1346/ WPJ.10/ KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 bukan objek gugatan seperti disampaikan dalam sengketa huruf A, lebih lanjut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) juga akan menyampaikan materi terkait sengketa;
  3. Bahwa Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan), menyatakan:
    Pasal 4 ayat (2) huruf d:
    “Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
    1. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, dan penghasilan tertentu lainnya”;
  4. Bahwa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, menyatakan:
    Pasal 1 ayat (1):
    “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan”;
    Penjelasan Pasal 1 ayat (1):
    “Atas pengalihan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, baik dalam kegiatan usahanya maupun di luar usahanya, wajib dibayar atau dipungut Pajak Penghasilannya pada saat terjadinya transaksi tersebut”;
    Pasal 1 ayat (2) huruf a:
    “Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah”;
    Pasal 4 ayat (1):
    “Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan”;
    Pasal 5:
    “Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah:
    1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan-nya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
    2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c;
    3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
    4. d Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
    5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan”;
      Penjelasan Pasal 5:
      “Pada dasarnya semua pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), namun untuk keadilan diberikan pengecualian dari pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan”;
      Pasal 8 ayat (1):
      “Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final”;
  5. Bahwa ketentuan Pasal 2B ayat (1) dan Pasal II angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, menyatakan:
    Pasal 2B ayat (1):
    “Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) adalah:
    1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
    2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
    3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
    4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
    5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan”;
      Pasal II angka 1:
      “Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 566/KMK.04/1999 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan atau Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”;
  6. Bahwa Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, menyatakan:
    Pasal 2 ayat (1):
    “Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah:
    1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
    2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
    3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
    4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
    5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan;
      Pasal 6:
      “Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini”;
  7. Bahwa Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan:
    Pasal 76:
    ”Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
    Pasal 78:
    ”Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
  8. Bahwa gugatan atas Surat Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang Nomor S-1346/WPJ.10/ KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, yang diajukan Penggugat, dikabulkan seluruhnya oleh Majelis dengan dasar pertimbangan beberapa sub poin terkait data yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat), yaitu:
    1. Surat Keterangan Bebas PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
    2. Surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Nomor S-1484/ WPJ.19/2010 tanggal 1 September 2010;
    3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
    4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008;
    5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009;
    6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999;
    7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008;
    8. PSAK Nomor 38 angka 06;
    9. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
    10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996;
  9. Bahwa pertimbangan Majelis Hakim yang mendasari dikabulkannya permohonan gugatan tersebut didasarkan atas data yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat), yang akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sampaikan dan sekaligus Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi dalam uraian di bawah ini:
    1. Surat Keterangan Bebas PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
      Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
      1. Bahwa dari Surat Keterangan Bebas (SKB) yang dilampirkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan permohonan SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
      2. Bahwa atas permohonan tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) telah menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dengan perincian sebagai berikut:
        1. Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-41/WPJ.01/ KP.0903/2010 tanggal 10 Agustus 2010, yang diterbitkan oleh KPP Pratama Lubuk Pakam;
      Bahwa alasan penerbitan SKB adalah: Pemekaran Usaha, memenuhi ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/KMK.04/1994 s.t.d.t.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 Pasal 6 ayat (1) dan SE-04/ PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
    2. Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-42/WPJ.01/ KP.0903/ 2010 tanggal 10 Agustus 2010, yang diterbitkan oleh KPP Pratama Lubuk Pakam;
      Bahwa alasan penerbitan SKB: Pemekaran Usaha, memenuhi ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/ KMK.04/1994 s.t.d.t.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 Pasal 6 ayat (1) dan SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
    3. Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-00001/PPh/ WPJ.02/ KP.1003/2010 tanggal 3 April 2010, yang diterbitkan oleh KPP Madya Pekanbaru;
      Bahwa alasan penerbitan SKB: Pemekaran Usaha, memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, juncto SE-04/ PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
    4. Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-01/WPJ.27/ KP.0107/ 2010 tanggal yang diterbitkan oleh KPP Pratama Jambi;
      Bahwa alasan penerbitan SKB: Pemekaran Usaha, memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, juncto SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
    5. Surat Keterangan Bebas (SKB) Nomor KET-598/WPJ. 16/KP.0603/ 2010 tanggal 17 Juni 2010, yang diterbitkan oleh KPP Pratama Bitung;
      Bahwa alasan penerbitan SKB: Wajib Pajak melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/ KMK.04/1994 s.t.d.t.d Keputusan Menteri Keuangan Nomor 474/KMK.04/1995;
      Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
      1. Bahwa terhadap surat permohonan SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dimana atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha yang telah memperoleh izin penggunaan nilai buku, sebagian menyatakan permohonan tersebut dapat diterima/disetujui dan sebagian yang lain menyatakan permohonan tersebut ditolak;
      2. Bahwa dasar hukum yang digunakan oleh sebagian Kantor Pelayanan Pajak yang menerima/menyetujui permohonan SKB yang diajukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) adalah SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
        Sedangkan dasar hukum yang digunakan oleh sebagian KPP yang menolak permohonan SKB yang diajukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009;
      3. Bahwa mengenai berlakunya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) jelaskan sebagai berikut:
      1. Bahwa dalam butir 9.2 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 diatur mengenai pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui pemberian Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan dalam hal adanya warisan, harta hibah, penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha serta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terjadi sebelum tanggal 1 Juni 1994 yang belum dibuatkan aktanya;
      2. Bahwa dalam Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 yang diterbitkan pada 27 April 2009 juga diatur mengenai pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diberikan dalam hal:
      1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
      2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
      3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
      4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
      5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan;
        Dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 ini, untuk Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha tidak dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
        Bahwa ‘lex posterior derogat legi priori’ adalah asas hukum yang menyatakan peraturan perundang-undangan yang terbaru mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama;
        Bahwa oleh karena muatan materi yang diatur dalam butir 9.2 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 berbeda atau bertentangan dengan pengecualian yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009, maka dapat dinyatakan bahwa norma yang ada dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009 mengesampingkan norma yang ada dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996, sehingga SE-04/PJ.33/1996 dapat dinyatakan tidak berlaku lagi;
      1. Bahwa penolakan permohonan SKB Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
      2. Bahwa hal tersebut dipertegas dengan adanya Nota Dinas Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak Nomor ND-677/PJ.03/2011 tanggal 20 April 2011, yang menyatakan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/ PJ.33/1996 sudah tidak berlaku lagi, dan pemberian SKB Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan hanya diberikan dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
      3. Bahwa untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak, atas SKB Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah diterbitkan agar dikoordinasikan dengan unit terkait dan apabila dimungkinkan ditindaklanjuti dengan penagihan kembali Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang seharusnya tidak dibebaskan tersebut;
          1. Surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Nomor S-1484/ WPJ.19/2010 tanggal 1 September 2010;
            Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
            1. Bahwa surat tersebut adalah mengenai Penyampaian Risalah Tim Pembahas Tingkat Kanwil atas Hasil Pemeriksaan Pajak a.n. PT. Gizindo Primanusantara yang ditujukan kepada Kepala KPP Wajib Pajak Besar Dua;
            2. Bahwa surat tersebut tidak berkaitan dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat), namun permasalahan yang dibahas dalam surat tersebut sama dengan permasalahan yang dihadapi oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) yaitu adanya penggabungan usaha yang telah mendapat persetujuan dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat), dan menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat), pengalihan tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan usaha tersebut merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2);
            3. Bahwa atas hal tersebut Wajib Pajak yang bersangkutan mengajukan permohonan pembahasan kepada Kanwil yang bersangkutan dan dari hasil pembahasan di tingkat Kanwil, Tim Pembahas Kanwil berpendapat bahwa Wajib Pajak dimaksud tidak mendapatkan penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan sehubungan dengan penggunaan nilai buku ("Pooling Interest") sebagai harga pengalihan dalam penggabungan usaha, sehingga atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan ini tidak terutang PPh Pasal 4 ayat (2) tetapi tetap terutang BPHTB oleh yang menerima hak pengalihan;
            4. Bahwa kesimpulan surat tersebut adalah membatalkan koreksi Tim Pemeriksa;
              Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
            1. Terkait Surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Nomor S-1484/ WPJ.19/2010 tanggal 1 September 2010, merupakan Penyampaian Risalah Tim Pembahas Tingkat Kanwil atas Hasil Pemeriksaan Pajak a.n. PT. Gizindo Primanusantara yang ditujukan kepada Kepala KPP Wajib Pajak Besar Dua;
            2. Bahwa dalam Risalah Tim Pembahas Tingkat Kanwil atas Hasil Pemeriksaan Pajak a.n. PT. Gizindo Primanusantara tersebut, Tim Pembahas Kanwil DJP Wajib Pajak Besar berpendapat bahwa Wajib Pajak dimaksud tidak mendapatkan penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan sehubungan dengan penggunaan nilai buku ("Pooling Interest");
            3. Bahwa Surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Nomor S-1484/WPJ.19/2010 tanggal 1 September 2010 tersebut merupakan suatu keputusan yang bersifat individual (beschikking) dan tidak dapat dijadikan dasar hukum (Yurisprudensi) untuk kasus yang lain, karena telah ada peraturan yang bersifat mengatur secara umum atau regelling, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
            4. Bahwa di samping itu, prinsip penghasilan yang digunakan dalam Surat Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Nomor S-1484/WPJ.19/2010 tanggal 1 September 2010 mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, sedangkan sengketa gugatan mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang memberikan pengertian khusus mengenai penghasilan;
            5. Bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan pengertian secara luas mengenai penghasilan, yang menekankan adanya tambahan kemampuan ekonomis yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan. Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dinyatakan bahwa “Contoh-contoh penghasilan yang disebut dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas, yang tidak terbatas pada contoh-contoh dimaksud”;
            6. Bahwa Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan pengertian dan perlakuan tersendiri atas penghasilan. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang menyatakan bahwa penghasilan-penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan objek pajak dan atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah;
            7. Bahwa dalam Pasal 4 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, terdapat pendelegasian kewenangan kepada Peraturan Pemerintah untuk mengatur mengenai sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan atas Objek PPh sebagaimana dimaksud peraturan tersebut termasuk penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan;
            8. Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 yang telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, merupakan wujud pengejawantahan pendelegasian kewenangan kepada Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
            9. Bahwa dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, dijelaskan dasar pengenaan pajak penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
            10. Bahwa hal ini berarti, dalam transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tidak mensyaratkan adanya keuntungan (sebagaimana diartikan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta), akan tetapi setiap transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan selain yang diatur dalam Pasal 5 Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, terutang PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha;
                1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996;
                  Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
                  1. Bahwa dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dapat dikemukakan hal-hal berikut:
                    Dasar pertimbangan:
                    Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994, untuk pelaksanaannya telah diterbitkan 2 (dua) Keputusan Menteri Keuangan yaitu:
                  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 292/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 tentang perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/ KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan dari Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
                    Keputusan Menteri Keuangan ini bersifat umum;
                  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 393/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 tentang Tata Cara Pembayaran Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan atau Pengalihan hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
                  1. Bahwa guna kelancaran pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996 tersebut, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:
                  1. Umum:
                  • Yang dimaksud dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan antara lain:
                    penjualan, tukar menukar atau ruitslag, perjanjian pemindahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati oleh pihak yang bersangkutan;
                    Dalam pengalihan hak dengan cara lain termasuk pengalihan hak sehubungan dengan:
                    • ... dst;
                    • ... dst;
                    • ... dst;
                    • Penyetoran modal saham dalam bentuk tanah dan/atau bangunan;
                    • ... dst;
                    • Penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha;

                  1. Pengecualian dan ketentuan khusus:
                  1. Pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh diberikan kepada:
                  1. ... dst;
                  2. .... dst;
                  3. .... dst;
                  4. ... dst;
                  1. Di samping pengecualian pada butir 3.1 di atas, ada beberapa ketentuan khusus sehubungan dengan pengenaan PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu:
                  1. ... dst;
                  2. ... dst;
                  3. Penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha;
                    Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pengga-bungan, peleburan atau pemekaran usaha tidak terutang Pajak Penghasilan, sepanjang memenuhi ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/ KMK.04/1994 sebagai-mana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 474/ KMK.04/1995;
                  4. ... dst;
              1. Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh;
                Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
                1. Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak ditempat penjual atau pihak yang mengalihkan hak atas dan/atau bangunan bertempat tinggal atau berkedudukan;
                2. Penerbitan SKB sebagaimana dimaksud pada angka dapat diberikan dalam hal:
                1. ... dst;
                2. ... dst;
                3. Wajib Pajak melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 474/KMK.04/1995;
                4. ... dst;
                Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
                1. Bahwa sebagaimana telah dijelaskan pada poin angka 9.1. di atas, karena muatan materi yang diatur dalam butir 9.2 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 berbeda atau bertentangan dengan pengecualian yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009, maka dapat dinyatakan bahwa berdasarkan asas hukum ‘Lex Posterior Derogat Legi Priori’, norma yang ada dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009 mengesampingkan norma yang ada dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996, sehingga SE-04/PJ.33/1996 dapat dinyatakan tidak berlaku lagi;
                2. Bahwa hal tersebut dipertegas dengan adanya Nota Dinas Direktur Peraturan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak Nomor ND-677/PJ.03/2011 tanggal 20 April 2011, yang menyatakan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.33/1996 sudah tidak berlaku lagi, dan pemberian SKB Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan hanya diberikan dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/ PJ/2009;
                3. Bahwa dengan demikian, Majelis telah menggunakan dasar hukum yang sudah tidak berlaku, dan tidak memperhatikan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
                  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008;
                    Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
                    Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 adalah tentang perubahan kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
                    Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
                  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sependapat dengan Majelis yang menyatakan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996. Dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008;
                  2. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK. 03/2008 tanggal 31 Desember 2008 merupakan ketentuan terakhir yang diberlakukan terkait pelaksanaan pembayaran dan pemungutan pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
                  3. Bahwa dalam Pasal 2 B Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 dinyatakan:
                  Ayat (1):
                  “Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) adalah:
                  1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
                  2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
                  3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
                  4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
                  5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan”;
                  Ayat (2):
                  Termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak”;
                  Ayat (3):
                  “Tata cara pemberian pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak”;
                  1. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 2B Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tersebut, sangat jelas bahwa pengalihan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha tidak dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan;
                    1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009;
                  Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
                  1. Bahwa dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dapat diketahui bahwa dasar pertimbangannya adalah Pasal 2B ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 s.t.d.t.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.PMK.03/2008;
                  2. Bahwa pada Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 dinyatakan:
                  “Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini”;
                  Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
                  1. Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan merupakan ketentuan pelaksanaan dari Pasal 2B ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK. 04/1994 s.t.d.t.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.PMK.03/2008;
                  2. Bahwa dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 diatur mengenai pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diberikan dalam hal:
                  1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
                  2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
                  3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
                  4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
                  5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan;
                  1. Bahwa dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tersebut, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha tidak dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
                    Bahwa pada Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 dinyatakan:
                    “Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini”;
                  2. Bahwa sesuai dengan Asas ‘Lex Posterior Derogat Legi Priori’, maka dengan kuasa Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tersebut, dapat dinyatakan bahwa ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dan bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dinyatakan tidak berlaku lagi;
                  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999;
                  Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
                  Bahwa dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrurisasi Perusahaan, dapat dikemukakan:
                  Butir 3.2.1.1:
                  Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta;
                  Induk Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, Induk Perusahaan tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan;
                  Tetap masih tetap berlaku;
                  Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
                  1. Bahwa dalam Butir 3.2.1.1 Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrurisasi Perusahaan, menyebutkan:
                    Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta Induk Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, Induk Perusahaan tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan;
                  2. Bahwa ketentuan tersebut mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, sedangkan sengketa gugatan mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang memberikan pengertian khusus mengenai penghasilan;
                  3. Bahwa sengketa gugatan yang mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak mensyaratkan adanya keuntungan (sebagaimana diartikan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta), akan tetapi setiap transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan selain yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009, terutang PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha;
                  4. Bahwa selain itu, pada angka 19.3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 dijelaskan:
                  “Bahwa pada saat PER-28/PJ./2008 mulai berlaku, maka ketentuan dalam SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan yang mengatur mengenai:
                  1. Persyaratan penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha;
                  2. Hak untuk mengajukan penilaian kembali; dan
                  3. Prosedur lainnya yang bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;
                  dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”;
                  1. Bahwa dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 yang diterbitkan tanggal 28 Agustus 2008 tersebut, ketentuan pada Butir 3.2.1.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999, yang menyebutkan:
                  “Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta Induk Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, Induk Perusahaan tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan”;
                  dicabut dan dinyatakan tidak berlaku karena bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
              1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008;
                Pertimbangan menurut Majelis Hakim:Bahwa pada angka 19.3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 dijelaskan:
                “Bahwa pada saat PER-28/PJ./2008 mulai berlaku, maka ketentuan dalam SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan yang mengatur mengenai:
                1. Persyaratan penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha;
                2. Hak untuk mengajukan penilaian kembali; dan
                3. Prosedur lainnya yang bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;
                dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”;
                Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
                1. Bahwa dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 dinyatakan bahwa ketentuan dalam SE-23/PJ.42/1999 tentang Buku Panduan tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan yang bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
                2. Bahwa dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 yang diterbitkan tanggal 28 Agustus 2008 tersebut, ketentuan pada Butir 3.2.1.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999, yang menyebutkan:
                “Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta Induk Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas
                pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, Induk Perusahaan tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan”;
                dicabut dan dinyatakan tidak berlaku karena bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009;
                1. PSAK Nomor 38 angka 06;
                Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
                Bahwa di dalam PSAK Nomor 38 angka 06 disebutkan: Transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali, berupa pengalihan aktiva, kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dilakukan dalam rangka reorganisasi entitas-entitas yang berada dalam satu kelompok usaha yang sama, bukan merupakan perubahan kepemilikan dalam arti substansi ekonomi, sehingga transaksi demikian tidak dapat menimbulkan laba atau rugi bagi seluruh kelompok perusahaan ataupun bagi entitas individual dalam kelompok perusahaan tersebut;
                Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
                1. Bahwa PSAK Nomor 38 angka 06, lebih menitikberatkan pengertian penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, sedangkan sengketa gugatan mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang memberikan pengertian khusus mengenai penghasilan;
                2. Bahwa sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sengketa gugatan yang mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak mensyaratkan adanya keuntungan (sebagaimana diartikan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta), akan tetapi setiap transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan selain yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009, terutang PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha;
                1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
                  Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
                1. Bahwa di dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan;
                2. Bahwa di dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal tidak termasuk objek Pajak Penghasilan;
                3. Bahwa di dalam penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku ("Pooling of Interest");
                4. Bahwa atas pemekaran usaha yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah mendapatkan persetujuan dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar yaitu sesuai dengan Surat Keputusan Nomor KEP-19/WPJ.19/2010 tanggal 3 Februari 2010 tentang Persetujuan Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Pemekaran Usaha;
                5. Bahwa di dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun;
                6. Bahwa di dalam:
                • Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008;
                • Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009;
                • Pasal 1 huruf b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-48/PJ/2009 tanggal 27 April 2009;
                memang tidak disebutkan bahwa transaksi pengalihan tanah dan/ atau bangunan akibat pemekaran usaha tidak termasuk dalam negative list, namun pengenaan pajak bukan didasarkan kepada negative list, tetapi adalah didasarkan kepada terpenuhinya atau tidak unsur objek pajak yang dalam hal ini adalah penghasilan;
                Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
                1. Bahwa penjelasan Majelis tersebut di atas, lebih menitikberatkan pengertian penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, sedangkan sengketa gugatan mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang memberikan pengertian khusus mengenai penghasilan;
                2. Bahwa sengketa gugatan yang mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak mensyaratkan adanya keuntungan (sebagaimana diartikan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta), akan tetapi setiap transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan selain yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009, terutang PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha;
                1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996;
                Pertimbangan menurut Majelis Hakim:
                1. Bahwa terdapat aturan pelaksanaan dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996 yaitu pengecualian dan ketentuan khusus sebagaimana dimaksud pada angka 3.2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 04/PJ. 33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 yang berbunyi:
                "Di samping pengecualian pada butir 3.1 di atas, ada beberapa ketentuan khusus sehubungan dengan pengenaan PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu:
                1. ... dst;
                2. ... dst;
                3. Penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha;
                Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha tidak terutang Pajak Penghasilan, sepanjang memenuhi ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/ KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 474/KMK.04/1995";
                yang masih berlaku, karena:
                • Tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 tanggal 27 April 2009;
                • Sesuai dengan ketentuan khusus Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tanggal 13 Maret 2008;
                Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas akan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggapi sebagai berikut:
                1. Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK. 04/1996 telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008;
                2. Bahwa demikian juga dengan aturan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996 yaitu Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 04/ PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 tidak berlaku lagi dengan adanya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009;
                3. Bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 ataupun Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009, menyatakan hal yang sama, yaitu mengenai pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diberikan dalam hal:
                1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
                2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
                3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
                4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
                5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan;
                1. Bahwa dalam kedua ketentuan tersebut, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009, atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha tidak dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
                Bahwa dalam Halaman 44 alinea ke-1 Putusan Pengadilan Pajak Nomor 33341/PP/ M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011, Majelis Hakim menyatakan:
                “Bahwa ketentuan yang diatur di dalam Butir 3.2.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 tidak termasuk yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sebagaimana yang dimaksud pada angka 19.3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008, sehingga butir 3.2.1.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/ PJ.42/1999 yang berbunyi:
                "Tidak ada Keuntungan atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta;
                Induk Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat;
                Oleh karenanya, Induk Perusahaan tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan";
                masih tetap berlaku”;
                Adalah tidak benar karena ketentuan pada Butir 3.2.1.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 adalah bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009.
                Dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 tanggal 28 Agustus 2008, ketentuan pada Butir 3.2.1.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 adalah termasuk ketentuan yang dinyatakan tidak berlaku;
          1. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/ WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang adalah bertentangan dengan aturan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2008 juncto Pasal 2B ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2008 juncto Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 serta telah melanggar ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor 33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011 tersebut harus dibatalkan;
  1. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010, tentang Penolakan Permohonan Pengembalian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Seharusnya Tidak Terutang, atas nama: PT. FGH Tbk., NPWP: 0X.XXX.XXX.X-XXX.00X, Alamat: Jalan TA II/8, TA, Ngalian, Semarang;
adalah tidak benar dan telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan butir B dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan pertimbangan:
  1. Bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa butir 3.2.1 SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 tidak termasuk yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku adalah tidak benar karena ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 28 Agustus 2008;
  2. Bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh tidak mensyaratkan adanya keuntungan atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan;
  3. Bahwa transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemekaran usaha tidak termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 juncto Pasal 2 b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008;
  4. Bahwa dengan demikian Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1346/ WPJ.10/KP.1007/2010 tanggal 26 Agustus 2010 telah diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena itu gugatan harus ditolak;
Bahwa oleh karena alasan butir B dapat dibenarkan maka terhadap alasan peninjauan kembali lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi;
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak dan membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 33341/PP/ M.XIII/99/2011 tanggal 19 Agustus 2011, serta Mahkamah Agung mengadili kembali perkara ini dengan amar seperti yang akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa Mahkamah Agung telah membaca kontra memori peninjauan kembali yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali, namun tidak ada dalil-dalil dalam kontra memori peninjauan kembali yang melemahkan/menggugurkan dalil-dalil Pemohon Peninjauan Kembali dalam memori peninjauan kembali;
Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali, maka Termohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

MENGADILI,

Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor 33341/PP/M.XIII/ 99/2011 tanggal 19 Agustus 2011;

MENGADILI KEMBALI,

Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 25 Maret 2013 oleh XYZ, S.H. M.Sc., Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. FFF, S.H., M.Hum. dan Dr. H. GGG, S.H. M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH MS., S.H. M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.





Anggota Majelis :

ttd/

Dr. H. FFF, S.H., M.Hum.

ttd/

Dr. H. GGG, S.H. M.H.,






Biaya – biaya :
1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,00
2. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,00
3. Administrasi ………..…. Rp 2.489.000,00
Jumlah ………. Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

XYZ, S.H. M.Sc.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH MS., S.H. M.H.,



Untuk Salinan
Mahkamah Agung R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. RTY, S.H.
NIP. XX0000XXX

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA