Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1142/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPh Pasal 23

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 yang telah berk


 

PUTUSAN
Nomor 1142/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal GA Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal GA Nomor 40 - 42, Jakarta, XXXX0, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2325/PJ./2014 tanggal 22 September 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. BANK DFG INDONESIA, tempat kedudukan di DFG Tower Lantai 8, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 33A, Jakarta Selatan, X0XX0, dalam hal ini diwakili oleh MM, Wakil Presiden Direktur PT. BANK DFG INDONESIA, memberi kuasa kepada:
  1. Prof. Dr. D. GG, S.H.; HH, S.H., LL.M.; dan JJ, S.H., Kesemuanya Advokat pada Kantor Hukum “KK”, beralamat di GH 6 (dahulu bernama HG II) Lantai 14, Jalan Jenderal SD Kav. 31, Jakarta, XXXX0;
  2. FS, MBA dan SF, S.E., M.M., Keduanya Kuasa Hukum pada PSS Consult, beralamat di DF, Tower I, Lantai 14, Jalan Jenderal SD Kav. 52 – 53, Jakarta, XXXX0;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 12 April 2016;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1229/WPJ.19/2012 tanggal 18 September 2012 tersebut;
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1229/WPJ.19/2012 tanggal 18 September 2012 (selanjutnya disebut “Surat Keputusan Keberatan”), yang Pemohon Banding terima pada tanggal 24 September 2012, dimana Terbanding menolak permohonan keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor 00062/203/09/058/11 tanggal 27 Juni 2011 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2009 (selanjutnya disebut “SKPKB PPh Pasal 23”);
Bahwa Surat Banding Pemohon Banding buat dengan sistematika untuk memenuhi ketentuan pengajuan banding oleh Pengadilan Pajak:
  1. Pemenuhan ketentuan formal pengajuan banding;
  2. Latar belakang atas koreksi yang dilakukan oleh Terbanding dan pokok sengketa yang diajukan banding;
  3. Alasan banding; dan
  4. Kesimpulan dan penghitungan pajak terutang menurut Pemohon Banding;
  1. Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Banding;
    1. Bahwa Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut “UU KUP”), menyatakan sebagai berikut:
      “Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).”
      Bahwa selanjutnya Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut “UU Pengadilan Pajak”) menyatakan sebagai berikut:
      “Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.”
      Bahwa Pemohon Banding mengajukan Surat Banding terhadap Keputusan Keberatan dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU KUP dan Pasal 35 ayat (1) UU Pengadilan Pajak;
    2. Bahwa Pasal 27 ayat (3) UU KUP menyatakan sebagai berikut:
      “Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.”
      Bahwa Pasal 35 ayat (2) UU Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.”
      Bahwa Surat Banding disusun secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan diajukan sebelum lewat tiga bulan sejak diterimanya Keputusan Keberatan yang salinannya Pemohon Banding lampirkan dalam Surat Banding ini. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU KUP dan Pasal 35 ayat (2) UU Pengadilan Pajak;
    3. Bahwa Pasal 36 ayat (1) UU Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.”
      Bahwa Pemohon Banding mengajukan Surat Banding ini hanya atas 1 (satu) Surat Keputusan Keberatan, yaitu Keputusan Terbanding Nomor KEP-1229/WPJ.19/2012 tanggal 18 September 2012. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU Pengadilan Pajak;
    4. Bahwa Pasal 36 ayat (2) UU Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.”
      Bahwa Pemohon Banding mencantumkan alasan-alasan yang jelas atas permohonan banding ini. Surat Keputusan Keberatan yang Pemohon Banding ajukan banding, diterima pada tanggal 24 September 2012. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat (2) UU Pengadilan Pajak;
    5. Bahwa Pasal 36 ayat (3) UU Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Pada Surat Banding dilampirkan salinan keputusan yang akan dibanding.”
      Bahwa Pemohon Banding melampirkan fotokopi surat keputusan keberatan bersamaan dengan Surat Banding ini. Dengan demikian, Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat (3) UU Pengadilan Pajak;
    6. Bahwa Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).”
      Bahwa sehubungan dengan persyaratan banding di atas, Pemohon Banding telah melakukan penyetoran pajak melalui Surat Setoran Pajak sebesar Rp 4.150.985.986,00 pada tanggal 26 Juli 2011 dengan NTPN: 00XX 0XXX 0X0X XX00. Dengan demikian, permohonan banding ini telah memenuhi persyaratan berdasarkan Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak;
    7. Bahwa dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan Surat Banding atas keputusan keberatan di atas, telah dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah disyaratkan oleh Undang-Undang, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) UU KUP dan Pasal 35 ayat (1) dan (2), Pasal 36 ayat (1), (2), (3), dan (4) UU Pengadilan Pajak. Oleh karena itu sudah sepatutnya Surat Banding ini diterima oleh Pengadilan Pajak;
  1. Latar Belakang atas Koreksi yang Dilakukan oleh Terbanding dan Pokok Sengketa yang Diajukan Banding;
    Bahwa atas permohonan keberatan terhadap SKPKB Pasal 23, Terbanding menerbitkan surat keputusan keberatan yang menolak permohonan keberatan Pemohon Banding. Berdasarkan Surat Keputusan Keberatan tersebut, jumlah PPh Pasal 23 yang masih harus dibayar adalah sebesar Rp4.150.985.986,00, dengan rincian sebagai berikut:
    Uraian Semula
    (Rp)
    Ditambah/(Dikurang)
    (Rp)
    Menjadi
    (Rp)
    Dasar Pengenaan Pajak 174.071.279.874 -
    174.071.279.874
    Pajak Penghasilan yang terutang 5.065.317.458 -
    5.065.317.458
    Kredit Pajak 2.013.121.880 -
    2.013.121.880
    PPh kurang/(lebih) bayar 3.052.195.573 -
    3.052.195.573
    Sanksi administrasi  1.098.790.408 -
     1.098.790.408
    Jumlah PPh yang masih harus/(lebih) dibayar 4.150.985.986 -
    4.150.985.986

    Bahwa pada dasarnya koreksi yang pertahankan oleh Terbanding berasal dan ekualisasi pajak antara objek PPh Pasal 23 yang telah dilaporkandalam Surat Pemberitahuan (“SPT”) Masa PPh Pasal 23 dengan biaya yang dilaporkan pada laporan keuangan. Berikut adalah rincian ekualisasi pajak tersebut:
    No Keterangan Menurut
    Terbanding
    (Rp)
    SPT Masa
    PPh Pasal 23
    (Rp)
    Koreksi
    (Rp)
    1
    Sewa 1.075.225.621 1.075.225.621

    Jasa tehnik/manajemen/konsultan:



    - Konsultan  11.041.661.183


    - S/Pay Tech Other Variable 30.454.894.133


    - Agency debt collection cost 15.814.268.073


    Jumlah 57.310.823.389  45.386.069.918 11.924.753.471
    3
    Jasa Lainnya:



    - Card. Acq. Fee. Drt sales agents 46.301.505.177


    - Repair other machine hardware 221.323.960


    - Other bureau costs 1.045.536.215


    - Outsourced costs-technology 6.863.287.926


    - Cleaning 1.265.282.051


    - Security services 1.330.882.538


    - Legal-other costs  608.306.879


    - Market research 1.888.383.867


    - Outsourced Other Cost 56.160.722.251


    Jumlah 115.685.230.864 51.305.094.864 64.380.136.000






    Jumlah 174.071.279.874 97.766.390.403 76.304.889.471

    PPh Pasal 23 yang terutang 5.065.317.458 2.013.121.880 3.052.195.578

    PPh Pasal 23 yang telah dibayar  2.013.121.880  2.013.121.880 -

    PPh Pasal 23 yang kurang dibayar 3.052.195.578 -
    3.052.195.578

    Sanksi Bunga Pasal 13(2) UU KUP 1.098.790.408
    1.098.790.408

    Jumlah PPh ymh dibayarkan 4.150.985.986
    4.150.985.986
         
    Bahwa terhadap koreksi yang dipertahankan oleh Terbanding melalui keputusan keberatannya, Pemohon Banding mengajukan banding terhadap pokok-pokok sengketa di bawah ini:
    1. Koreksi atas tambahan objek PPh Pasal 23 yang berasal dari akun Outsourced Other Costs sebesar Rp56.160.722.251,00; dan
    2. Koreksi atas tambahan objek PPh Pasal 23 yang berasal dari akun Market Research sebesar Rp1.888.383.867,00.
  1. Alasan Banding;
    Koreksi atas tambahan objek PPh Pasal 23 yang berasal dari Outsourced Other Costs sebesar Rp56.160.722.251,00
    Menurut Terbanding;
    Bahwa berdasarkan hasil ekualisasi PPh Pasal 23, Terbanding berpendapat bahwa biaya Outsourced Other Costs sebesar Rp56.160.722.251 merupakan objek PPh Pasal 23;
    Alasan Banding;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding tersebut di atas dengan alasan-alasan sebagai berikut:
    Nature dari akun Outsourced Other Costs adalah biaya-biaya yang terkait dengan pengunaan jasa Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja (outsourcing company);
    Bahwa dalam melaksanakan kegiatan operasional, Pemohon Banding menggunakan karyawan kontrak yang disediakan oleh Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja. Biaya-biaya terkait dengan pembayaran atas jasa ini, Pemohon Banding catatkan di dalam akun biaya Outsourced Other Costs;
    Bahwa selama Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2009, Pemohon Banding memiliki beberapa perjanjian kerja dengan beberapa Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja. Secara garis besar, isi dari perjanjian tersebut mewajibkan Pemohon Banding untuk membayarkan biaya kepada Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja yang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besar, yaitu:
    1. Biaya yang diperuntukkan untuk membayar karyawan kontrak. Biaya ini dibayarkan terlebih dahulu kepada Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja untuk kemudian diteruskan pembayarannya ke karyawan kontrak terkait. Komponen dari biaya ini antara lain berupa gaji, iuran jamsostek, upah lembur, tunjangan hari raya, bonus, dan uang insentif; dan
    2. Biaya jasa manajemen (management fee) yang diperuntukkan untuk membayar jasa dari Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja itu sendiri;
    PPh Pasal 23 atas jasa penyediaan tenaga kerja (outsourcing service) hanya terutang atas besarnya biaya manajemen yang dibayarkan kepada Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja
    Bahwa berdasarkan angka 1 dan angka 2 huruf a dan Surat Edaran Nomor SE-53/PJ./2009, Direktur Jenderal Pajak memberikan penegasan sebagai berikut:
    1. Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
    2. Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
      1. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa."
        Bahwa menurut Surat Edaran di atas, Pemohon Banding hanya diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 23 atas pembayarannya kepada Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja hanya sebesar 2% dari besarnya jasa manajemen;
        Bahwa lebih lanjut lagi, Pemohon Banding dapat memenuhi bukti-bukti yang dipersyaratkan oleh angka 4 huruf a dari SE-53/PJ./2009, yaitu:
        "Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 2 harus dapat dibuktikan dengan:
        1. Kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a..."
        Bahwa sebagaimana telah diakui oleh Terbanding di dalam Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan SKPKB PPh Pasal 23, Pemohon Banding telah dapat memberikan dokumen-dokumen pendukung sebagaimana disyaratkan oleh peraturan di atas;
        Bahwa dari total biaya yang tercatat dalam akun Outsourced Other Costs sebesar Rp56.160.722.251,00, hanya sebesar Rp3.571.107.596,00 yang merupakan pembayaran untuk jasa manajemen. Oleh karena itu, hanya Rp3.571.107.596,00 dari akun Outsourced Other Costs yang merupakan objek PPh Pasal 23 pada Masa Pajak Januari s.d. Desember 2009;
        Bahwa dengan demikian, Pemohon Banding memohon kebijaksanaan Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk membatalkan koreksi yang dilakukan Terbanding atas objek PPh Pasal 23 yang berasal dari akun Outsourced Other Costs sebesar Rp52.589.614.655,00 yang merupakan selisih antara total biaya Outsourced Other Costs sebesar Rp56.160.722.251,00 dengan biaya jasa manajemen sebesar Rp3.571.107.596,00;
        Koreksi objek PPh pasal 23 atas biaya Market Research sebesar Rp1.888.383.867,00;
        Menurut Terbanding;
        Bahwa berdasarkan hasil ekualisasi PPh Pasal 23, Terbanding berpendapat bahwa biaya Market Research sebesar Rp1.888.383.867,00 merupakan objek PPh Pasal 23;
        Menurut Pemohon Banding;
        Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding. Dengan alasan-alasan sebagai berikut:
        • Biaya yang dicatat pada akun Market Research sebesar Rp1.888.383.867,00 merupakan biaya pembelian voucher, bunga, kue ulang tahun, serta hadiah yang diberikan kepada kustomer Pemohon Banding;
        • Dikarenakan nature dan akun ini adalah pembelian barang, maka tidak ada PPh Pasal 23 yang wajib dipotong oleh Pemohon Banding atas pembayarannya;
        Bahwa dengan demikian, Pemohon Banding memohon kebijaksanaan Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk membatalkan koreksi yang dilakukan Terbanding atas objek PPh Pasal 23 yang berasal dan akun Market Research sebesar Rp1.888.383.867,00;
  1. Kesimpulan dan Perhitungan Pajak Menurut Pemohon Banding;
    Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding tersebut di atas. maka Pemohon Banding mohon kepada Pengadilan Pajak agar banding Pemohon Banding dikabulkan seluruhnya dengan penghitungan PPh Pasal 23 yang seharusnya terutang adalah sebagai berikut:
    Uraian (Rp)
    Dasar Pengenaan Pajak 119.593.281.352
    Pajak Penghasilan (PPh) terutang 2.886.197.518
    Kredit Pajak 2.013.121.880
    PPh kurang/(lebih) bayar 873.075.638
    Sanksi administrasi (Bunga Pasal 13 (2) KUP) 314.307.230
    Jumlah PPh yang masih harus/(lebih) dibayar 1.187.382.868

    Dengan rincian perhitungan sebagai berikut:
    No Keterangan Menurut
    Terbanding
    (Rp)
    SPT Masa
    PPh Pasal 23
    (Rp)
    Koreksi yang
    disetujui oleh
    Pemohon Banding
    (Rp)
    1
    Sewa 1.075.225.621 1.075.225.621 -

    Jasa tehnik/manajemen/konsultan:



    - Konsultan  11.041.661.183


    - S/Pay Tech Other Variable 30.454.894.133


    - Agency debt collection cost 15.814.268.073


    Jumlah 57.310.823.389  45.386.069.918 11.924.753.471
    3
    Jasa Lainnya:



    - Card. Acq. Fee. Drt sales agents 46.301.505.177


    - Repair other machine hardware 221.323.960


    - Other bureau costs 1.045.536.215


    - Outsourced costs-technology 6.863.287.926


    - Cleaning 1.265.282.051


    - Security services 1.330.882.538


    - Legal-other costs  608.306.879


    - Market research



    - Outsourced Other Cost



    Jumlah 61.207.232.342
    51.305.094.864
    9.902.137.478






    Jumlah 119.593.281.352
    97.766.390.403
    21.826.890.949

    PPh Pasal 23 yang terutang atas:




    Yang telah dilaporlcan dalam SPT Masa PPh Pasal 23  2.013.121.880  2.013.121.880 -

    Koreksi yang telah disetujui oleh Pemohon Banding
    (4% x Rp21.826.890.949)
    873.075.638 -
    873.075.638

    Total PPh Pasal 23 yang terutang  2.886.197.518 2.013.121.880 873.075.638

    PPh Pasal 23 yang telah dibayar 2.013.121.880 2.013.121.880 -

    PPh Pasal 23 yang kurang dibayar 873.075.638 -
    873.075.638

    Sanksi Bunga Pasal 13(2) UU KUP 314.307.230 -
    314.307.230

    Jumlah PPh ymh dibayarkan 1.187.382.868 -
    1.187.382.868

    Bahwa demikian Surat Banding Pemohon Banding, apabila terdapat sidang yang berkaitan dengan Surat Banding ini atau dokumen serta penjelasan tambahan yang dibutuhkan, Pemohon Banding mohon agar Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkenan memberitahukan kepada Pemohon Banding, sehingga Pemohon Banding dapat menghadiri sidang tersebut dan memberikan dokumen dan/atau penjelasan yang dibutuhkan;
    Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
    Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1229/WPJ.19/2012 tanggal 18 September 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari - Desember 2009 Nomor 00062/203/09/058/11 tanggal 27 Juni 2011, atas nama : PT Bank DFG Indonesia, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, beralamat di DFG Tower Lantai 8, Jalan Jend. SD Kav. 33A, Karet Tengsin, Jakarta Pusat, X0XX0, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut:
    Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak
    PPh Pasal 23 yang terutang
    Kredit Pajak: - Setoran masa
    Pajak yang tidak/kurang dibayar
    Sanksi Administrasi: - Bunga Pasal 13 (2) UU KUP
    Jumlah PPh yang masih harus dibayar
    Rp 124.523.098.644,00
    Rp     3.083.390.208,00
    Rp     2.013.121.880,00
    Rp     1.070.268.328,00
    Rp        385.296.598,08
    Rp     1.455.564.926,08

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 4 Juli 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 September 2014 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 29 September 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 29 September 2014;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 23 Maret 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 20 April 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding),sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak :
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
  1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014, atas nama PT. Bank DFG Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor: P.935/PAN.Wk/2014 tanggal 30 Juni 2014 perihal Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 08 Juni 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen X0XX0X0X0XXX.
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 ini ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali;
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
    Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp.54.477.998.522,00 yang terdiri dari:
    1. Biaya Outsourced Other sebesar Rp52,589.614.655,00;
    2. Biaya Market Research sebesar Rp 1.888.383.867,00;
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali;
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014, maka dengan ini menyatakan keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta dan pembuktian yang telah diajukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs), sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan dalil-dalil serta alasan-alasan hukum sebagai berikut:
    1. Biaya Outsourced Other sebesar Rp 52.589.614.655,00
    2. Biaya Market Research sebesar Rp 1.888.383.867,00
      1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
        Halaman 27:
        Bahwa terhadap pembayaran biaya gaji, iuran jamsostek, upah lembur, tunjangan hari raya, bonus dan uang insentif sebesar Rp52.589.614.655,00, Pemohon Banding dalam persidangan menyerahkan bukti-bukti pendukung dan rekapitulasi pembayaran kepada Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja tersebut adalah sebagai berikut:
        1. Reimbursement Salary of Collection & Card Centre Rp47.448.959.079,00
        2. Medical, Jamsostek, Asuransi Rp 210.838.284,00
        3. Manajemen Fee Rp 3.170.909.669,00
        4. Jumlah Rp50.830.707.032,00

        Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang ada serta rincian tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa terbukti pembayaran gaji, medikal, jamsostek dan asuransi sebesar Rp47.659.797.363,00 (Rp47.448.959.079,00 -Rp210.838.284,00) bukan merupakan objek PPh Pasal 23, sehingga atas koreksi Outsourced Other sebesar Rp47.659.797.363,00 tersebut tidak dapat dipertahankan, sedangkan sisa koreksi Outsourced Other sebesar Rp4.929.8l7.292,00 (Rp52.589.614.655,00 - Rp47.659.797.363,00) tetap dipertahankan;
        Halaman 31:
        Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Banding di dalam persidangan, lerbukti bahwa pembayaran Market Research sebesar Rpl.888.383.867,00 tersebut adalah pembayaran untuk pembelian barang berupa : voucher, hadiah, karangan bunga, kue ulang tahun untuk customer;
        bahwa Majelis berpendapat pembelian barang bukan merupakan objek PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dengan demikian Majelis berkesimpulan koreksi positif Market Research sebesar Rp1 . 888.383.867,00 tidak dapat dipertahankan;
      2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku terkait sengketa a quo, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
      3. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana lelah beberapa kali diubah lerakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang Undang KUP);
      Pasal 26A ayat (4):
      Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, Catalan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, Catalan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang Undang PPh);
      Pasal 23 ayat (1):
      Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerinlah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
      1. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
      1. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (I) huruf g;
      2. Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) hurujf;
      3. Royalti; dan
      4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (I) huruf e:
      1. Dihapus;
      2. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
      1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan Iain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2): dan
      2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21:C. Surat Edaran Direktoral Jendera! Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tentang Jumlah Bruto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat 1 huruf C angka 2 UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Diubah Terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:
      Angka 2:
      Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir I adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
      1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
      2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
      3. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
      4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga;
      Angka 4 huruf a:
      Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 2 harus dapat dibuktikan dengan : kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a;
      Angka 4 huruf b:
      faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b;

      1. Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta penjelasannya (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan sebagai berikut:
        Pasal 69:
        “Alat bukti dapat berupa:
        1. surat atau tulisan;
        2. keterangan ahli;
        3. keterangan para saksi;
        4. pengakuan para pihak; dan/atau
        5. pengetahuan Hakim
        Kemudian dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas.
        Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.”
        Pasal 76:
        “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
        Kemudian dalam memori penjelasan pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
        Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
        Pasal 78:
        “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
        Selanjutnya penjelasan Pasal 78 menyatakan sebagai berikut:
        “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

    1. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan amar putusan dan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dengan pertimbangan sebagai berikut:
      1. Biaya Outsourced Other sebesar Rp52.589.614.655,00;
        A.1.
        Kesimpulan dan Putusan Majelis dalam Put.53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 terkait sengketa a quo, didasarkan pada pertimbangan bahwa terbukti pembayaran gaji, medikal, jamsostek dan asuransi sebesar Rp 47.659.797.363,00 (Rp 47.448.959.079,00 – Rp 210.838.284,00) bukan merupakan objek PPh Pasal 23, sehingga atas koreksi Outsourced Other sebesar Rp 47.659.797.363,00 tersebut tidak dapat dipertahankan, sedangkan sisa koreksi Outsourced Other sebesar Rp 4.929.8l7.292,00 (Rp 52.589.614.655,00 – Rp 47.659.797.363,00) tetap dipertahankan;
        A.2.
        Untuk menanggapi dasar pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas, perlu disampaikan beberapa penjelasan sebagai berikut:
        • Bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang PPh diatur Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerinlah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan, sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
        • Bahwa berdasarkan Pasal 26A ayat (4) Undang Undang KUP, mengatur jika pengungkapkan pembukuan, Catalan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga terhadap pembukuan, Catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.
        • Selanjutnya, perlu disampaikan bahwa dari hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), ditemukan beberapa fakta sebagai berikut:
        1. Bahwa koreksi ini adalah equalisasi dengan PPh Badan dimana terdapat pembebanan biaya Outsourced Other Costs sebesar Rp 56.160.722.251,00 dimana atas biaya tersebut tidak dikoreksi oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) di PPh Badannya;
          Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas objek PPh Pasal 23 tersebut karena pada waktu pemeriksaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya menyampaikan general ledger sedangkan bukti-bukti yang mendukungnya tidak diberikan dan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) juga meminta rincian akun Outsourced Other Costs tersebut kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) namun tidak pernah diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dengan demikian Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan bahwa jumlah sebesar Rp56.160.722.251,00 tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
        2. Bahwa fakta yang dapat dihimpun mengenai pembuktian yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mulai proses pemeriksaan sampai dengan keberatan adalah sebagai berikut:
            • Bahwa data yang telah diminta Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan yaitu:
        1. Ekualisasi PPh Pasal 23/26 dengan PPh Badan;
        2. Daftar Perincian Objek PPh Pasal 23/26;
        3. General Ledger;
        4. Bukti Pendukung Pembukuan/Voucher;
        • Bahwa sesuai Berita Acara Pembahasan Sengketa Perpajakan dengan Pemeriksa, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menjelaskan bahwa kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sudah dimintakan rincian dan bukti-bukti terkait objek PPh Pasal 23 melalui Surat Permintaan Peminjaman Dokumen, Surat Peringatan 1 dan Surat Peringatan II, namun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memenuhi permintaan peminjaman dokumen tersebut, sehingga Pemeriksa tidak dapat mengetahui breakdown (rincian) atas akun XXXXX0X - Outsourced Other Costs sebesar Rp56.160.722.251,00
        • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya memberikan bukti General Ledger akun XXXXXX0X - Outsourced Other sebesar Rp56.160.722.251,00;
        • Bahwa berdasarkan penelitian terhadap data/dokumen yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses keberatan diketahui sebagai berikut:
              1. Data pendukung yang telah diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terkait sengketa ini adalah:
        1. Fotokopi outsourcing agreement Intrias Mandiri Sejati, Alih Karya Utama, Advanced Career Indonesia, Trisa Mandiri Sejahtera;
        2. Fotokopi biaya outsourcing tahun 2009;
        3. Detil invoice tagihan jasa outsourcing tahun 2009;
        4. Fotokopi invoice outsourcing sebagai berikut : folder Januari-.Iuni 2009, Juli-Agustus 2009, September-Desember 2009;
        5. Folder invoice Wahana Intan;
        6. Softcopy GL dan daftar detail invoice/tagihan outsourcing 2009;
        7. Copy GL dan daftar detail invoice/tagihan outsourcing 2009;
          1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak sependapat dan sangat keberatan dengan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Outsourced Other sebesar Rp 47.659.797.363,00, dengan penjelasan sebagai berikut:
            • Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tentang Jumlah Bruto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat 1 huruf C angka 2 UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Beberapa Kali Telah Diubah Terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa :
              Angka 2:
              Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir I adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
              1. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
              Angka 4 huruf a:
              Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 2 harus dapat dibuktikan dengan : kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a;
            • Bahwa berdasarkan data tersebut diatas dan ketentuan yang berlaku terkait PPh Pasal 23, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah melakukan koreksi objek PPh Pasal 23 berdasarkan bukti kompeten yang cukup yaitu General Ledger yang diperoleh langsung dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
            • Bahwa dalam proses pemeriksaan, kecuali bukti general ledger, tidak ada pembuktian mengenai kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana disebutkan dalam angka 4 huruf a SE-53/PJ/2009. Sehingga tidak dapat dipisahkan jumlah imbalan atas jasa dan jumlah yang merupakan gaji karyawan kontrak. Dengan demikian koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam proses pemeriksaan sudah tepat
            • Bahwa apabila pada saat keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ternyata dapat memberikan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji serta dokumen pendukung mengenai biaya outsourcing, maka berlaku ketentuan Pasal 26 A ayat (4) UU KUP yang menyatakan Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;
            • Bahwa Pasal 26 A ayat 4 UU KUP jelas telah memberikan penegasan mengenai tidak dipertimbangkannya dokumen pembuktian yang dapat diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, yang telah diminta dan tidak diberikan dalam proses pemeriksaan.
            • Bahwa Majelis hakim sesuai dengan kewenangannya dalam Pasal 76 UU Nomor 14 tahun 2002, telah melakukan penilaian pembuktian dengan memerintahkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk melakukan uji kebenaran materi di pengadilan, faktanya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat menyerahkan bukti-bukti mengenai pokok sengketa, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap mempertahankan koreksi dengan dasar hukum ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang Undang KUP.
            • Bahwa mengingat proses banding merupakan upaya hukum lanjutan atas surat keputusan keberatan, maka pendapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam proses persidangan maupun dalam proses uji bukti di persidangan dengan tetap mempertahankan koreksi dengan dasar hukum ketentuan Pasal 26 ayat (4) UU KUP, sudah benar.
            • Bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
              Bahwa lebih lanjut, KL dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh JK, Balai Buku Indonesia, 1956, hal 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden” orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-undang menjadi tafsiran yang tepat.
              Maka dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada hakim, maka seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law).
              Bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A Ayat (4) UU KUP, aturan ini mengikat fiscus dalam melaksanakan tugasnya namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut dengan alasan azas material.
              Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
              Bahwa dengan demikian, putusan Majelis untuk mengabulkan sebagian koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah tidak memberikan rasa keadilan bagi pihak Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang terikat dengan ketentuan perpajakan dalam melaksanakan tugasnya.
              Oleh karena itu Putusan Majelis hakim yang telah mengabaikan ketentuan dalam Pasal 26A ayat(4) UU KUP, memberikan preseden buruk bagi penegakan ketentuan perpajakan, karena Wajib pajak dalam proses pemeriksaan dapat mengabaikan ketentuan Pasal 29 ayat (3) UU KUP mengenai kewajiban bagi Wajib Pajak yang diperiksa antara lain untuk memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak,
            • Bahwa dengan demikian, putusan Majelis nyata-nyata tidak memberikan unsur keadilan bagi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung atas sengketa a quo.

      1. Biaya Market Research sebesar Rp 1.888.383.867,00;
        B.1.
        Kesimpulan dan Putusan Majelis dalam Put.53025/PP/ M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 terkait sengketa a quo, didasarkan pada pertimbangan bahwa pembelian barang bukan merupakan objek PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dengan demikian Majelis berkesimpulan koreksi positif Market Research sebesar Rp1.888.383.867,00 tidak dapat dipertahankan;
        B.2.
        Untuk menanggapi dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tersebut di atas, perlu disampaikan beberapa penjelasan sebagai berikut:
        • Bahwa berdasarkan Pasal 26A ayat (4) Undang Undang KUP, mengatur jika pengungkapkan pembukuan, Catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga terhadap pembukuan, Catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.
        • Selanjutnya, perlu disampaikan bahwa dari hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), ditemukan beberapa fakta sebagai berikut:
        1. bahwa koreksi ini adalah objek PPh Pasal 23 berupa Market Research berdasarkan bukti yang diperoleh dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yaitu General Ledger akun XXXXXXXX - Market Research sebesar Rpl .888.383.867,00;
        2. bahwa sesuai dengan Berita Acara Pembahasan Sengketa Perpajakan dengan Pemeriksa, Pemeriksa menjelaskan bahwa kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sudah dimintakan rincian dan bukti-bukti terkait objek PPh Pasal 23 melalui Surat Permintaan Peminjaman Dokumen, Surat Peringatan 1 dan Surat Peringatan II, namun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memenuhi permintaan tersebut.
        3. bahwa fakta yang dapat dihimpun mengenai pembuktian yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mulai proses pemeriksaan sampai dengan keberatan adalah sebagai berikut:
        • Bahwa data yang telah diminta Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan yaitu:
        1. Ekualisasi PPh Pasal 23/26 dengan PPh Badan;
        2. Daftar Perincian Objek PPh Pasal 23/26;
        3. General Ledger;
        4. Bukti Pendukung Pembukuan/Voucher;
        • Bahwa sesuai Berita Acara Pembahasan Sengketa Perpajakan dengan Pemeriksa, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menjelaskan bahwa kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sudah dimintakan rincian dan bukti-bukti terkait objek PPh Pasal 23 melalui Surat Permintaan Peminjaman Dokumen, Surat Peringatan 1 dan Surat Peringatan II, namun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memenuhi permintaan peminjaman dokumen tersebut, sehingga Pemeriksa tidak dapat mengetahui breakdown (rincian) atas akun 8631512 – Market Research sebesar Rp 1.888.383.867,00
        • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya memberikan bukti General Ledger akun XXXXXXXX – Market Research sebesar Rp 1.888.383.867,00
        • Bahwa berdasarkan penelitian terhadap data/ dokumen yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses keberatan diketahui sebagai berikut:
          1. Data pendukung yang telah diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terkait sengketa ini adalah:
        1. Softcopy dan rekap biaya Market Research 2009
        2. Asli Invoice atas tagihan biaya Market research 2009
          1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak sependapat dan sangat keberatan dengan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Biaya Market Research sebesar Rp 1.888.383.867,00 , dengan penjelasan sebagai berikut:
        • Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tentang Jumlah Bruto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat 1 huruf C angka 2 UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Beberapa Kali Telah Diubah Terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:
          Angka 2:
          Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir I adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
          1. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
            Angka 4 huruf b:
            Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 2 harus dapat dibuktikan dengan : Faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b;
        • Bahwa berdasarkan data tersebut di atas dan ketentuan yang berlaku terkait PPh Pasal 23, Pemeriksa telah melakukan koreksi objek PPh Pasal 23 berdasarkan bukti kompeten yang cukup yaitu General Ledger yang diperoleh langsung dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
        • Bahwa dalam proses pemeriksaan, kecuali bukti general ledger, tidak ada pembuktian mengenai Faktur pembelian barang atau material sebagaimana disebutkan dalam angka 4 huruf b SE-53/PJ/2009. Sehingga tidak dapat dipisahkan jumlah imbalan atas jasa dan jumlah yang merupakan biaya pembelian barang. Dengan demikian koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam proses pemeriksaan sudah tepat.
        • Bahwa apabila pada saat keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ternyata dapat memberikan rekap biaya Market Research 2009 dan Invoice atas tagihan biaya Market research 2009, maka berlaku ketentuan Pasal 26 A ayat (4) UU KUP yang menyatakan Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;
        • Bahwa Pasal 26 A ayat 4 UU KUP jelas telah memberikan penegasan mengenai tidak dipertimbangkannya dokumen pembuktian yang dapat diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan , yang telah diminta dan tidak diberikan dalam proses pemeriksaan.
        • Bahwa Majelis hakim sesuai dengan kewenangannya dalam Pasal 76 UU Nomor 14 tahun 2002, telah melakukan penilaian pembuktian dengan memerintahkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk melakukan uji kebenaran materi di pengadilan.
        • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat menyerahkan bukti-bukti mengenai pokok sengketa, namun Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap mempertahankan koreksi dengan dasar hukum ketentuan Pasal 26 ayat (4) UU KUP.
        • Bahwa mengingat proses banding merupakan upaya hukum lanjutan atas surat keputusan keberatan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa pendapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam proses persidangan maupun dalam proses uji bukti di persidangan dengan tetap mempertahankan koreksi dengan dasar hukum ketentuan Pasal 26 ayat (4) UU KUP, sudah benar.
        • Bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
          Bahwa lebih lanjut, KL dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh JK, Balai Buku Indonesia, 1956, hal 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden” orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-undang menjadi tafsiran yang tepat.
          Maka dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada hakim, maka seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, Hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law).
          Bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A Ayat (4) UU KUP, aturan ini mengikat fiscus dalam melaksanakan tugasnya namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut dengan alasan azas material. Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
          Bahwa dengan demikian, putusan Majelis untuk tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah tidak memberikan rasa keadilan bagi pihak Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang terikat dengan ketentuan perpajakan dalam melaksanakan tugasnya.
          Putusan Majelis hakim yang telah mengabaikan ketentuan dalam Pasal 26A ayat(4) UU KUP, memberikan preseden buruk bagi penegakan ketentuan perpajakan, karena Wajib pajak dalam proses pemeriksaan telah mengabaikan ketentuan Pasal 29 ayat (3) UU KUP mengenai kewajiban bagi Wajib Pajak yang diperiksa antara lain untuk memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
        • Bahwa dengan demikian, putusan Majelis nyata-nyata tidak memberikan unsur keadilan bagi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung atas sengketa a quo.
  1. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put. 53025/PP/M.XIIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014 yang menyatakan:
    • Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1229/WPJ.19/2012 tanggal 18 September 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari - Desember 2009 Nomor 00062/203/09/058/11 tanggal 27 Juni 2011, atas nama : PT Bank DFG Indonesia, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, Alamat: DFG Tower Lantai 8, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 33A, Jakarta, 10220, dengan perhitungan sebagaimana tersebut di atas;
adalah tidak benar serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1229/WPJ.19/2012 tanggal 18 September 2012, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari - Desember 2009 Nomor : 00062/203/09/058/11 tanggal 27 Juni 2011 atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp1.455.564.926,08; adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp54.477.998.522,00 yang terdiri dari:
  1. Biaya Outsourced Other sebesar Rp52,589.614.655,00;
  2. Biaya Market Research sebesar Rp1.888.383.867,00;
Tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo substansi terikat General Ledger Akun 8626504 Outsourced Other berupa biaya-biaya terkait dengan penggunaan jasa Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja dan Market Research pada akun 8631512 yang telah didukung dengan bukti-bukti yang memadai serta telah diperiksa dan dinilai kebenaran oleh Majelis Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar, oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) jo Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  1. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 5 Desember 2016 oleh H.XYZ, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. FFF, S.H., M.S. dan Dr. GGG, S.H., CN., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.





Anggota Majelis :

        ttd/

Dr. H. M. FFF, S.H., M.S.

        ttd/

Dr. GGG, S.H., CN.,






Biaya – biaya :
1.  M e t e r a i…………….. Rp        6.000,00
2.  R e d a k s i…………….. Rp        5.000,00
3.  Administrasi ………..….   Rp 2.489.000,00
Jumlah ……….                      Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

H.XYZ, S.H., M.H.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H., M.H.,



Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
atas nama Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. RTY, S.H.
NIP. : XXXX0XXX XXXX0X X 00X