PUTUSAN
Nomor 1689/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal GA Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal GA Nomor 40 - 42, Jakarta, XXXX0, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1447/PJ./2011 tanggal 1 November 2011;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

PT. DFG, tempat kedudukan di Plaza CR Lantai 6, Jalan Jenderal SD Nomor 47, Jakarta, XXXX0;
Dalam hal ini diwakili oleh YX, jabatan Direktur PT. DFG, selanjutnya memberi kuasa kepada XY, S.E., S.H., M.H., BKP., kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Advokat, Konsultan Hukum dan Konsultan Pajak pada Kantor PT. DF, beralamat di Komplek Rukan Gading Bukit Indah Blok B Nomor 11 – 12, Jalan GH Raya, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara,XXXX0, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 19 Desember 2011;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, berkedudukan dan berkantor di Gedung Plaza CR Lt.6, Jl. Jenderal SD Kaveling 47, Jakarta Selatan XXXX0, dalam hal ini diwakili oleh YX selaku Direktur Perseroan, sebagai Pemohon Banding, semula Pemohon Keberatan, sekarang dan selanjutnya akan disebut juga Pemohon Banding, dengan ini berdasarkan ketentuan Pasal 27 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan (sttd) UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) juncto Pasal 35 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, mengajukan permohonan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1968/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa Nomor 00022/207/07/063/09 tanggal 23 Juni 2009 masa pajak Januari-Desember 2007, melawan Terbanding, dengan penjelasan sebagai berikut;
Bahwa Keputusan Terbanding Nomor KEP-1968/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010, yang Pemohon Banding ajukan banding ini, pada pokok keputusannya berbunyi sebagai berikut;

MEMUTUSKAN

Menolak keberatan Wajib Pajak dalam Suratnya Nomor : 542/BMP-TAX/IX/2009 tanggal 11 September 2009 dan mempertahankan atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00022/207/07/063/09 tanggal 23 Juni 2009 masa pajak Januari s.d. Desember 2007 atas nama PT. DFG, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, berkedudukan dan berkantor di Gedung Plaza CR Lantai 6, Jalan Jenderal SD Kaveling 47, Jakarta Selatan XXXX0.
Bahwa berdasarkan hasil keputusan tersebut maka jumlah SKPKB PPN Barang dan Jasa yang masih harus dibayar oleh Pemohon Banding tetap sejumlah Rp.1.730.871.418,00 (satu milyar tujuh ratus tiga puluh juta delapan ratus tujuh puluh satu ribu empat ratus delapan belas rupiah);
Bahwa permohonan banding ini dapat Pemohon Banding uraikan dengan penjelasan sebagai berikut;
Ketentuan Formal;
Pengajuan Surat Keberatan;
Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa Nomor 00022/207/07/063/09 yang diterbitkan tanggal 23 Juni 2009, telah diajukan keberatan oleh Pemohon Banding melalui surat Ref. No : 542/BMP-TAX/IX/2009 tanggal 11 September 2009 yang diterima oleh Terbanding pada tanggal 14 September 2009, sehingga pengajuan keberatan dimaksud masih dalam tenggang waktu yang diijinkan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3) VV Nomor6 tahun 1983 sttd VV Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP;
Pengajuan Surat Banding;
Bahwa Keputusan Terbanding Nomor KEP-1968/WPJ.04/2010 tentang Keputusan Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa Nomor 00022/207/07/063/09 atas nama Pemohon Banding diterbitkan pada tanggal 28 Juni 2010;
Bahwa dengan demikian tanggal pengajuan permohonan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1968/WPJ.04/2010 tentang Keberatan atas Ketetapan PPN ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 6 Tahun 1983 sttd UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP juncto Pasal 35 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Bahwa sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (4) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pemohon Banding bahkan sudah melunasi jumlah 100% (seratus persen) dari jumlah pajak terhutang sejumlah Rp.1.730.871.418,00 (satu milyar tujuh ratus tiga puluh juta delapan ratus tujuh puluh satu ribu empat ratus delapan belas rupiah), yang tercantum dalam SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00022/207/07/063/09 tanggal 23 Juni 2009, yakni lewat bukti Surat Setoran Pajak (SSP) tanggal 14 Juli 2009 sejumlah Rp.1.347.374.067,00 dan Bukti Pemindahbukuan (PBK) Nomor PBK-00554/VII/WPJ.04/KP.1203/2009 tanggal 21 Juli 2009 yang berlaku sejak tanggal 23 Juni 2009 sejumlah Rp.383.497.351,00;
Bahwa Surat Permohonan Banding Pemohon Banding ini diajukan dan ditandatangani oleh Soeloeng Hamonangan Nasution, dalam jabatannya selaku Direktur Perseroan, hal tersebut sesuai dengan kewenangan Direksi yang diatur dalam akta pendirian PT. DFG Nomor 3 tanggal 24 November 2000 oleh NotarisYY W, SH, dan Akta Perubahan Terakhir PT. DFG Nomor 140 tanggal 14 Agustus 2008 oleh Notaris Robert Purba, SH, oleh karenanya sah dan berwenang untuk bertindak untuk dan atas nama Pemohon Banding, bukti fotocopy akte notaris terlampir;
Uraian Pokok Banding;
Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Ketetapan Pajak dalam Keputusan Terbanding Pajak Nomor : KEP-1968/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010, yang perbandingan perhitungan jumlah Kurang Bayar pajak yang seharusnya menurut Pemohon Banding dan menurut Terbanding dapat Pemohon Banding sajikan sebagai berikut (Dalam Rupiah);

Uraian Menurut
Pemohon Banding
Menurut
Terbanding
Koreksi
Dasar Pengenaan Pajak
PPN Terutang
Pajak Yang Dapat Diperhitungkan:
Kredit Pajak
Dibayar dengan NPWP sendiri
Jumlah Pajak Yg Dpt Diperhitungkan
Kurang (Lebih) Dibayar
Sanksi Administrasi:
- Bunga Ps 13 (2) KUP

-

-
-
-
-

-

11.970.709.322

1.197.070.932
-
-
1.197.070.932

533.800.486

11.970.709.322

1.197.070.932
-
-
1.197.070.932

533.800.486
Jumlah Yang Masih Harus Dibayar -
1.730.871.418 1.730.871.418

bahwa berdasarkan perhitungan menurut Terbanding, dengan ini Pemohon Banding menyatakan MENOLAK untuk seluruhnya jumlah koreksi dalam Keputusan Terbanding Nomor : KEP- 1968/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010, dengan alasan-alasan yang dapat Pemohon Banding uraikan dan jelaskan sebagai berikut;

Objek PPN
Menurut SPT/Pemohon Banding
Menurut Terbanding
Selisih

Rp 0,00
Rp 11.970.709.322,00
Rp 11.970.709.322,00

Bahwa alasan koreksi Terbanding adalah sebagai berikut;
Bahwa Pemohon Banding seharusnya menjadi Pengusaha Kena· Pajak karena jenis jasa yang diberikan oleh Pemohon Banding bukan merupakan jasa yang tidak dikenakan pajak sesuai dengan Pp Nomor 144 Tahun 2000;
Bahwa komisi yang diterima oleh Pemohon Banding dari FG Pte. Ltd. (FG) yang mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing Satu;

Bahwa sesuai dengan Surat Dirjen Pajak Nomor S-2330/PJ.532/2000 disebutkan apabila suatu pelayaran asing mempunyai BUT di Indonesia, maka atas pembayaran atau penggantian jasa keagenan, baik yang dilakukan melalui BUT maupun secara langsung oleh perusahaan pelayaran asing kepada agen perusahaan pelayaran di Indonesia dikenakan PPN;
Bahwa berdasarkan data berupa Agency Agreement antara FG sebagai principal yang berkedudukan di Singapura dengan Pemohon Banding sebagai agen pada tanggal 1 Januari 2001 disebutkan tugas dan tanggung jawab Pemohon Banding sebagai agen serta perjanjian komisi yang diterima atas jasa yang dilakukan oleh Pemohon Banding;
Bahwa atas komisi sebagaimana disebutkan dalam perjanjian, Pemohon Banding melampirkan data berupa debit note yang ditujukan kepada FG serta rekening koran yang menunjukkan bahwa komisi atas jasa yang dilakukan oleh Pemohon Banding dikirim langsung oleh FG, bukan melalui BUT FG di Indonesia;
Bahwa melalui Surat Nomor S-2034/WPJ.04/BD.0602/2009 tanggal 26 November 2009, Terbanding telah melakukan permintaan data berupa bukti pemotongan PPh Pasal 23 atas komisi/imbalan jasa keagenan yang diterima selama Tahun 2007. Berdasarkan bukti pemotongan PPh Pasal 23 diketahui bahwa pemotong PPh adalah BUT Regional Container Lines Feeder;
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan-alasan yang dapat Pemohon Banding uraikan dan jelaskan sebagai berikut;
Bahwa Pemohon Banding dalam hal ini bertugas memasarkan jasa angkutan laut milik FG, adalah sebuah perusahaan pelayaran yang berdomisili di Luar Negeri kepada perusahaan- perusahaan yang akan mengirimkan barangnya ke atau dari luar negeri. Jadi dengan kata lain, Pemohon Banding memberikan jasa pemasaran kepada FG, untuk itu Pemohon Banding memperoleh pendapatan komisi/keagenan atas jasa pemasaran yang dibayarkan langsung oleh FG.
Selain itu, Pemohon Banding juga ditugasi oleh FG untuk mengurusi dokumen-dokumen pelayaran yang merupakan satu kesatuan dengan jasa angkutan umum di laut, untuk itu Pemohon Banding mendapatkan fee yang ditagihkan langsung juga ke FG;
Bahwa dengan demikian antara Pemohon Banding dengan FG terdapat pemberian jasa lintas negara (border crossing services) yang tidak seharusnya dikenakan PPN, karena jasa tersebut secara nyata dimanfaatkan di luar negeri (dalam hal ini oleh FG);
Bahwa sesuai dengan penjelasan umum UU Nomor 8 Tahun 1983 sttd UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dinyatakan antara lain;
“Dengan mengingat pada sistemnya, undang-undang ini dapat disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk memperlihatkan bahwa dua macam pajak yang diatur disini merupakan satu kesatuan sebagai pajak atas konsumsi di dalam negeri;”
Bahwa dengan demikian secara tegas undang-undang bermaksud mengenakan PPN atas barang dan jasa yang dikonsumsi di Indonesia, secara tersirat juga bahwa Undang-Undang PPN tidak bemiat untuk mengenakan pajak atas barang dan jasa yang dikonsumsi di luar negeri;
Bahwa sesuai ketentuan Pasal 4 UU PPN, mengatur bahwa obyek-obyek pengenaan PPN. Dari rumusan obyek pengenaan PPN yang diatur ini, satu-satunya ketentuan yang berkenaan dengan konsumsi di luar negeri adalah hanya di Pasal 4 huruf f, yaitu atas ekspor Barang Kena Pajak. Mengenai hal ini dalam penjelasan umum UU PPN dinyatakan;
"Selanjutnya atas ekspor Barang dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen) atau dengan kata lain, dibebaskan dari pengenaan pajak, bahkan PPN yang telah termasuk dalam harga barang yang diekspor, dapat dikembalikan.
Pembebasan dan pengembalian pajak yang telah dibayar atas barang yang diekspor ini adalah sesuai dan sejalan dengan prinsip pengenaan pajak atas konsumsi (pemakaian umum) barang dan jasa di dalam negeri atau di dalam Daerah Pabean;"
Bahwa ketentuan Pasal 4 UU PPN tersebut mempertegas prinsip dasar dari pengenaan PPN, bahwa : "PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam Daerah Pabean. "(konsumsi domestik);”
Bahwa UU PPN sama sekali tidak menyinggung masalah konsumsi (pemanfaatan) Jasa Kena Pajak (JKP) di luar negeri (luar Daerah Pabean). Hal ini sebenarnya dapat dimengerti karena memang pada prinsipnya UU PPN tidak berniat untuk mengenakan pajak atas konsumsi barang dan jasa yang dilakukan di luar Daerah Pabean. Dengan demikian, atas jasa yang dikonsumsi (dimanfaatkan) di luar negeri tidak dapat dikenakan PPN. Ini sesuai dengan prinsip "Destination Principle" yang dianut UU PPN kita, yakni prinsip dimana PPN itu dikenakan di tempat tujuan dimana barang atau jasa tersebut dikonsumsi;
Bahwa sesuai ketentuan Pasal 4 huruf c dan huruf e UU PPN dinyatakan bahwa:
Pasal 4 huruf c:
"PPN dikenakan alas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;”
Pasal 4 huruf e:
"PPN dikenakan alas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;”
Bahwa selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 4A UU PPN juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 tahun 2000 juga hanya mengatur tentang "jenis jasa yang tidak dikenakan PPN dan penyerahan jasa di dalam Daerah Pabean dan tidak mengatur untuk jenis penyerahan jasa ke luar Daerah Pabean;”
Bahwa menurut Pemohon Banding ketentuan Pasal 4 huruf c UU PPN (penyerahan JKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha) jelas-jelas tidak dapat digunakan untuk transaksi cross border area (Iintas batas negara), karena pembeli/penerima jasanya dalam hal ini FG berada di luar Daerah Pabean, bukan di dalam Daerah Pabean (tidak relevan);
Bahwa seandainya menurut Terbanding bahwa ketentuan Pasa14 huruf c VV PPN bisa diterapkan untuk transaksi cross border area, hal ini jelas keliru.
Kenapa demikian? Karena kalau benar Pasal 4 huruf c UU PPN bisa diterapkan untuk transaksi cross border area, namun kenapa kalau diteliti kembali, kenapa ada ketentuan Pasal 4 huruf a UU PPN yang khusus mengatur tentang penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha dan ada juga ketentuan Pasal 4 huruf f UU PPN yang khusus mengatur tentang ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
Bahwa hal ini menurut Pemohon Banding, sekaligus juga membuktikan in casu bahwa UU PPN kita menganut konsep manfaat sebagaimana dimaksud a quo Pasal 4 huruf e UU PPN yang mengatur bahwa pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean merupakan obyek PPN, sedangkan untuk peristiwa sebaliknya yakni pemanfaatan jasa dari Daerah Pabean ke Luar Daerah Pabean sama sekali tidak diatur. Oleh karena itu dalam rangka mengisi kekosongan hukum dalam UU PPN ini dan untuk memenuhi rasa keadilan dalam pemungutan PPN, menurut Pemohon Banding perlu ada suatu penafsiran hukum yaitu penafsiran "a contrario (terbalik)" terhadap ketentuan Pasal 4 huruf e UU PPN. Dus karena pemanfaatan jasa dari Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean memang tidak diatur, maka dalam hal ini pemanfaatan jasa pemasaran dan jasa pengurusan dokumen yang merupakan satu kesatuan termasuk jasa angkutan umum di laut yang dilakukan oleh perusahaan Pemohon Banding kepada pembeli/penerima jasa (dalam hal ini FG) seharusnya memang tidak dikenakan PPN;
Bahwa menurut Pemohon Banding, ada penyimpangan aturan sehubungan dengan referensi Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-2330/PJ.532/2000 tanggal 30 November 2000 yang dijadikan dasar koreksi Terbanding, dengan alasan-alasan yang dapat Pemohon Banding sampaikan sebagai berikut;
Bahwa konsiderans Surat Dirjen Pajak Nomor S-2330/PJ.532/2000 tidak mempunyai alas/dasar hukum yang jelas, selain sifatnya hanya kasuistis dalam arti berisi tanggapan Direktorat Jenderal Pajak terhadap suatu kasus yang dihadapi salah satu Wajib Pajak Badan. Surat Dirjen Pajak Nomor S-2330/PJ.532/2000 juga diketahui tidak ada cantelan/alas hukum di UU PPN itu sendiri. Dengan demikian surat Dirjen Pajak ini jelas-jelas bertentangan isinya dengan UU PPN yang ada;
Bahwa Surat Dirjen Pajak Nomor S-2330/PJ.532/2000 bukan merupakan sumber hukum atau peraturan perundang-undangan yang dapat mengikat publik, karena sebuah Surat Direktorat Jenderal in casu ternyata tidak termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang ada sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Bahwa maka sesuai prinsip hukum yang berlaku bahwa "Lex superior derogate legi inferiori yang artinya UU yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan berlakunya dari pada UU yang lebih rendah." Namun mengingat ironisnya bahwa Surat Dirjen Pajak Nomor S-2330/PJ.532/2000 itu sendiri bukan merupakan sumber hukum atau peraturan perundang-undangan yang dapat berlaku umum dan mengikat publik, maka seharusnya Surat Dirjen Pajak Nomor S- 2330/PJ.532/2000 menjadi "null and void (invalidated to be ineffective) yang artinya batal demi hukum (tidak sah dan tidak efektif);”
Bahwa terhadap salah satu pendapat Terbanding yang menyatakan bahwa terdapat bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari BVT FG Container Lines Feeder di Indonesia atas komisi yang diterima oleh Pemohon Banding dapat diartikan bahwa "secara fiskal" transaksi jasa keagenan dilakukan antara Pemohon Banding dengan BUT FG Container Lines Feeder di Indonesia, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerima Jasa Kena Pajak adalah BUT FG Container Lines Feeder yang berkedudukan di dalam Daerah Pabean, dengan ini Pemohon Banding menyampaikan tanggapan bahwa sebagaimana telah Pemohon Banding jelaskan dalam butir 1 (satu) sampai dengan 6 (enam) di atas, karena mengingat Pemohon Banding menerima penghasilan komisi atas jasa keagenan yang diterima langsung dari FG. Dengan demikian sebenarnya atas usaha FG ini tidak seharusnya menimbulkan suatu BUT di Indonesia.
Namun seandainyapun karena ada satu dan lain sebab yang menyebabkan perlunya suatu BUT bagi FG di Indonesia, dalam hubungan ini Pemohon Banding sampaikan bahwa sebagaimana kita ketahui BUT itu hanya dikenal sebagai subyek pajak penghasilan (tidak mengatur ketentuan tentang kewajiban Pajak Pertambahan 'Nilai) dan statusnyapun sebenarnya tetap sebagai Subyek Pajak Luar Negeri sebagaimana diatur di dalam Pasal 2 ayat (4) juncto Pasal 2 ayat (5) UU Pajak Penghasilan. Hal ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan pemanfaatan jasa dari dalam daerah pabean (Pemohon Banding) ke luar Daerah Pabean (FG Singapura), yang kemudian oleh Terbanding telah disalah tafsirkan dan dianggap sebagai penyerahan jasa yang terutang PPN;
Bahwa mengingat jurisprudensi Putusan Pengadilan Pajak (Putusan PP) Nomor Put.19939/PP/M.II/16/2009 tanggal 15 September 2009 terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1177/WPl.04/2008 tanggal 19 November 2008 dalam perkara banding pajak yang sama antara Pemohon Banding melawan Terbanding, dimana Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabulkan permohonan banding dari Pemohon Banding. Adapun pendapat Majelis adalah sebagai berikut;
"Bahwa atas komisi/imbalan atas jasa keagenan yang dibayarkan langsung oleh DF, Pte., Ltd. yang bekedudukan di Singapore kepada Pemohon Banding dan berdasarkan Agency Agreement antara DF Pte., Ltd. dan Pemohon Banding serta secara nyata atas keagenan tersebut dimanfaatkan oleh DF Pte., Ltd. Singapore di luar negeri, maka atas penyerahan jasa keagenan tersebut tidak terhutang PPN, dengan demikian maka koreksi Terbanding berupa koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai masa pajak Ianuari sampai dengan Desember 2006 atas penyerahan jasa keagenan kapal sebesar Rp.6.525.599.B94,00 tidak dapat dipertahankan;”
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan sebagaimana tercermin dalam inti amar Putusan PP telah memutuskan sebagai berikut;
"Mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-1177/WPJ.04/2008 tanggal 19 November 2008 mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006, Nomor 00017/207/06/063/0B tanggal 27 Maret 200B, atas nama : PT. DFG, NPWP : 0X.XXX.XXX. X-0XX.000, alamat : Plaza CR Lt. 6, Jalan Jenderal SD Nomor 47, Jakarta, XXX0 sehingga penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai menjadi Nihil;”
Bahwa mengingat jurisprudensi Putusan Pengadilan Pajak (Putusan PP) Nomor Put.20744/PP/M.II/16/2009 tanggal 24 November 2009 terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-17/WPJ.11/BD.0604/2009 tanggal 6 Maret 2009 dalam perkara banding pajak yang sama antara Pemohon Banding cabang Surabaya melawan Terbanding, dimana Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabulkan permohonan banding dari Pemohon Banding cabang Surabaya;
Bahwa pendapat Majelis adalah sebagai berikut:
“Bahwa atas komisi/imbalan alas jasa keagenan yang dibayarkan langsung oleh DF, Pte., Ltd. yang bekedudukan di Singapore kepada Pemohon Banding dan berdasarkan Agency Agreement antara DF Pte., Ltd. dan Pemohon Banding serta secara nyata atas keagenan tersebut dimanfaatkan oleb DF Pte., Ltd. Singapore di luar negeri, maka atas penyerahan jasa keagenan tersebut tidak terhutang PPN, dengan demikian maka koreksi Terbanding berupa koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006 atas penyerahan jasa keagenan kapal sebesar Rp. 2.712.296.350,00 tidak dapat dipertahankan";
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan sebagaimana tercermin dalam inti amar putusan Putusan PP telah memutuskan sebagai berikut:
"Mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-17/WPJ.11/BD.0604/2009 tanggal 06 Maret 2009 mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006, Nomor 00013/207/06/613/08 tanggal 15 April 2008, atas nama PT. DFG Cab. Surabaya, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-XXX.00X, alamat : Gedung QQ Lt. Dasar, Jalan RJ No. 84, Surabaya, X0XXX sehingga penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai menjadi Nihil";
Bahwa jurisprudensi Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung (PK MA) Nomor Put.136/B/PK/PJK/2004 tanggal 25 Mei 2005 terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.02722/PP/M.IV/16/2004 tanggal 12 Mei 2004 dalam perkara banding pajak antara PT. Bintang Kartika Makmur melawan Direktorat Jenderal Pajak telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon, PT. Bintang Kartika Makmur, selanjutnya membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.02722/PP/M.IV/2004 tanggal 12 Mei 2004.
Adapun inti amar Putusan PK MA telah memutuskan sebagai berikut;
"Bahwa jasa yang diberikan PT. Bintang Kartika Makmur berkaitan dengan pelayaran jalur internasional yang mana merupakan pemanfaatan jasa dari daerah pabean ke luar daerah pabean, maka tidak termasuk jasa yang dikenakan PPN sebagaimana dimaksud Pasal 4 e Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 jis Pasal 9 dan Pasal 18 PP Nomor 50/1994;”
Bahwa berdasarkan alasan-alasan, dalil-dalil, dan fakta-fakta hukum dari Pemohon Banding yang telah diuraikan dengan jelas di atas, demi keadilan dan kepastian hukum serta untuk menghindari kekeliruan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang tidak seharusnya dibebankan kepada Pemohon Banding yakni sejumlah Rp 1.730.871.418,00 (satu milyar tujuh ratus tiga puluh juta delapan ratus tujuh puluh satu ribu empat ratus delapan belas rupiah), maka dengan ini Pemohon Banding mohon agar Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, berkenan untuk memberi putusan sebagai berikut:
Bahwa mengabulkan permohonan Banding yang diajukan Pemohon Banding untuk seluruh jumlah dalam SKPKB PPN, yakni sejumlah Rp.1.730.871.418,00, dengan perincian penghitungan kembali Pajak Pertambahan Nilai terutang untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007 menurut Pemohon Banding yang seharusnya adalah sebagai berikut;

Objek DPP PPN (a)
PPN Terutang (b)=(a) x 10%
Pajak yang Dapat Diperhitungkan :
Kredit Pajak (c)
Dibayar dengan NPWP sendiri (d)
Total Pajak yang dapat diperhitungkan (e) = (c) + (d)
PPN Kurang Bayar/Terutang (f) = (b) - (e)
Sanksi Administrasi :
. Bunga Ps 13(2) KUP (g) = 100% x (f)
Total Yang Masih Harus Dibayar (h) + (g)
Rp 0,00
Rp 0,00

Rp 0,00
Rp 0,00
Rp 0,00
Rp 0,00

Rp 0,00
Rp 0,00

Bahwa menetapkan status Pemohon Banding adalah bukan Pengusaha Kena Pajak;
Bahwa atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat lain, mohon kebijaksanaan Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-1968/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor: 00022/207/07/063/09 tanggal 23 Juni 2009, atas nama: PT. DFG, NPWP: 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, alamat: Plaza CR Lantai 6, Jalan Jenderal SD Nomor 47, Jakarta, XXXX0, sehingga penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar menjadi Nihil;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 23 Agustus 2011, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 1 November 2011 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 14 November 2011, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14 November 2011;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 29 November 2011, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 30 Desember 2011;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.”
    2. Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
      “Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
    3. Bahwa dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor : Put.32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011, yang amarnya memutuskan Mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP- 1968/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor : 00022/207/07/063/09 tanggal 23 Juni 2009 atas nama : PT. DFG, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, alamat : Plaza CR Lt. 6 Jl. Jend. SD Nomor 47 Jakarta, XXXX0, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
    4. Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada tingkat banding di Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil;
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali:
    1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dinyatakan sebagai berikut:
      “Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”.
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, disebutkan sebagai berikut:
      “Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.”
    3. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011, atas nama : PT. DFG, (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan disampaikan secara langsung oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 08 September 2011 berdasarkan Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Registrasi : 2011090802840007.
    4. Bahwa dengan demikian, pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 ini, masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    5. Bahwa oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut :
    • Tentang sengketa atas Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp 11.970.709.322,00;
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
Tentang sengketa atas Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp 11.970.709.322,00;
  1. Bahwa pokok permasalahan/sengketa yang diajukan Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam sengketa Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 berupa jasa pemasaran angkutan laut sebesar Rp11.970.709.322,00 yang dibatalkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan sehingga tidak sesuai dengan pembuktian dalam persidangan.
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
    Halaman 34 alinea ke-4 dan 5:
    ”Bahwa mengenai adanya bukti pemotongan PPh Pasal 23 oleh BUT FG atas jasa yang diterima oleh Pemohon Banding, Majelis berpendapat hal tersebut tidak serta merta dapat membuktikan telah terjadi penyerahan jasa di dalam Daerah Pabean, karena hal tersebut tidak sejalan dengan bukti lain yang ada yaitu Agency Agreement antara FG Pte.Ltd. Singapore dengan Pemohon Banding serta fakta bahwa imbalan jasa keagenan diterima Iangsung oleh Pemohon Banding dari FG Pte.Ltd. Singapore;
    Bahwa berdasarkan data yang terdapat dalam berkas banding serta hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam sidang, Majelis berpendapat bahwa atas komisi/imbalan atas jasa keagenan yang dibayarkan langsung oleh FG Pte. Ltd yang berkedudukan di Singapore kepada Pemohon Banding dan berdasarkan Agency Agreement antara FG Pte. Ltd dan Pemohon Banding serta secara nyata atas keagenan tersebut dimanfaatkan oleh FG Pte. Ltd Singapore di Iuar negeri, maka atas penyerahan jasa keagenan tersebut tidak terhutang PPN, dengan demikian maka koreksi Terbanding berupa koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 atas penyerahan jasa keagenan kapal sebesar Rp.11.970.709.322,00 tidak dapat dipertahankan;”
  3. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku terkait Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp11.970.709.322,00, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
  4. Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta yang Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) ajukan dalam pembuktian di persidangan atas Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp11.970.709.322,00.
  5. Bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPN), disebutkan sebagai berikut:
    Pasal 1 angka 5, 6, 7 dan 19:
    1. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
    2. Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
    3. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6.
    1. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.”
    Pasal 4 huruf c dan e:
    “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
    1. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
    1. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean”
    Penjelasan Pasal 4 huruf c:
    “Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.
    Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
    1. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
    2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
    3. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.”
    Pasal 4A ayat (1) dan ayat (3):
    “(1) Jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
    (2) ….
    (3) Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut :
    1. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
    2. jasa di bidang pelayanan sosial;
    3. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
    4. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
    5. jasa di bidang keagamaan;
    6. jasa di bidang pendidikan;
    7. asa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
    8. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
    9. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
    10. jasa di bidang tenaga kerja;
    11. jasa di bidang perhotelan;
    12. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;"
    Pasal 7 ayat (1):
    “Tarif Pajak Pertambahan Nilai berjumlah 10% (sepuluh persen).”
  6. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juncto Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN, menyebutkan:
    “Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
    1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
    2. Jasa di bidang pelayanan sosial;
    3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
    4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
    5. Jasa di bidang keagamaan;
    6. Jasa di bidang pendidikan;
    7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan;
    8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
    9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
    10. Jasa di bidang tenaga kerja;
    11. Jasa di bidang perhotelan; dan
    12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;”
  7. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan diatur bahwa Perusahaan angkutan laut asing yang menyelenggarakan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia untuk perdagangan luar negeri secara berkesinambungan dapat menunjuk perwakilan di Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Perwakilan di Indonesia hanya melakukan kegiatan pengurusan administrasi sebagai wakil dari pemilik kapal di luar negeri tetapi tidak boleh melakukan kegiatan keagenan.
  8. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 69 ayat (1), Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak), menyebutkan sebagai berikut:
    Pasal 69 ayat (1):
    ”Alat bukti dapat berupa:
    1. Surat atau tulisan;
    2. keterangan ahli;
    3. keterangan para saksi
    4. pengakuan para pihak; dan/atau
    5. pengetahuan Hakim;”
    Pasal 76:
    Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
    Pasal 78:
    “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
  9. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut:
    1. Bahwa pokok sengketa adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN Masa Pajak Januari s.d. Desember 2007 sebesar Rp.11.970.709.322,00 atas jasa pemasaran dan pengurusan dokumen pelayaran atas pengiriman barang. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bergerak di bidang Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) (KLU XXXX0).
      Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat Bahwa perusahaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan FG terdapat pemberian jasa lintas negara (border crossing services) yang tidak seharusnya dikenakan PPN, karena jasa tersebut secara nyata dimanfaatkan di luar negeri (dalam hal ini oleh FG). Bahwa pendapat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut adalah keliru dan tidak sesuai dengan Perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
    2. Bahwa Regional Container Line Feeder (FG) Pte. Ltd adalah perusahaan pelayaran yang berdomisili di Luar Negeri (Singapura) dan merupakan perusahaan pelayaran yang memberikan jasa pengiriman kepada perusahaan-perusahaan yang akan mengirimkan barangnya ke atau dari luar negeri. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan jasa pemasaran kepada FG Pte. Ltd yang berada di luar daerah pabean dan mengurusi dokumen-dokumen pelayaran yang merupakan satu kesatuan dengan jasa angkutan umum di laut, untuk itu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memperoleh pendapatan komisi/keagenan atas jasa pemasaran tersebut. Bahwa untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2007 terdapat jasa pemasaran dan pengurusan dokumen pelayaran sebesar Rp.11.970.709.322,00.
      Bahwa Atas penerimaan komisi dari FG Pte Ltd telah dipotong PPh Pasal 23 oleh BUT FG yang terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing I dengan NPWP 0X.0XX.XXX X-0XX.000. Bahwa berdasarkan Agency Agreement antara FG Pte.Ltd. Singapore dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), imbalan jasa keagenan diterima Iangsung oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dari FG Pte.Ltd. Singapore.
    3. Bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang PPN atas Jasa Perdagangan (seri PPN 31-95) mengatur bahwa:
      Butir 1:
      “Yang dimaksud dengan Jasa Perdagangan adalah Jasa yang diberikan oleh orang atau badan kepada pihak lain, karena menghubungkan pihak lain tersebut kepada pembeli barang pihak lain itu atau menghubungkan pihak lain tersebut kepada penjual barang yang akan dibeli pihak lain itu. Jasa perdagangan dengan demikian dapat berupa jasa perantara, jasa pemasaran, maupun jasa mencarikan penjual.”
      Butir 2.2.a:
      “Jasa perdagangan tidak dikenakan PPN dalam hal:
      1. Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada diluar Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT di Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan.”
      Butir 3:
      “apabila penjual tersebut pada butir 2.2.a atau pembeli tersebut pada butir 2.2.b mempunyai BUT di Indonesia, maka sekalipun pembayaran atas penggantian jasa tersebut dibayarkan langsung oleh pengusaha yang berarti tidak melalui BUT-nya di Indonesia, penyerahan jasa tersebut merupakan penyerahan jasa di dalam Daerah Pabean dan oleh karena itu terutang PPN.”
      Bahwa Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 tersebut mengatur bahwa apabila pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada diluar Daerah Pabean dan penjual tersebut mempunyai BUT di Indonesia, maka sekalipun pembayaran atas penggantian jasa tersebut dibayarkan langsung oleh pengusaha yang berarti tidak melalui BUT-nya di Indonesia, penyerahan jasa tersebut merupakan penyerahan jasa di dalam Daerah Pabean dan oleh karena itu terutang PPN.
      Apabila dianalogikan dengan ketentuan jasa perdagangan tersebut, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa atas jasa keagenan/pemasaran yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada FG Pte. Ltd merupakan penyerahan jasa di dalam Daerah Pabean, dimana FG Pte. Ltd sebagai pemilik angkutan yang berdomisili di luar negeri (Singapura) memiliki BUT di Indonesia sehingga walaupun berdasarkan Agency Agreement pembayaran jasa keagenan diterima Iangsung oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dari FG Pte.Ltd. Singapore, atas penyerahannya terutang PPN.
    4. Bahwa selain itu berdasarkan Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, dimana dalam penjelasan Pasal 4 huruf c Undang- Undang PPN antara lain dinyatakan bahwa Pengusaha yang melakukan kegiatan Penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
      1. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
      2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
      3. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
      Bahwa berdasarkan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN diatur bahwa Jasa Keagenan Kapal tidak termasuk dalam kelompok jenis jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN, sehingga atas jasa keagenan/pemasaran Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dikenakan PPN;
      Berdasarkan uraian di atas, penyerahan jasa keagenan/pemasaran Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan penyerahan jasa di dalam daerah Pabean karena walaupun FG Pte. Ltd sebagai pemilik angkutan yang berdomisili di luar negeri (Singapura) melakukan pembayaran langsung kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) akan tetapi memiliki BUT di Indonesia. Selain itu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bukan memberikan jasa pengangkutan/ pelayaran (bukan sebagai pemilik angkutan) akan tetapi sebagai agen pemasaran dan pengurusan dokumen di dalam Daerah Pabean yang mencari pelanggan untuk pemilik angkutan (FG Pte. Ltd) yang tidak dapat menentukan tarif atas jasa angkutan tersebut dan lainnya yang hanya memperoleh komisi dari jasa keagenannya tersebut.
      Bahwa Penyerahan jasa keagenan/pemasaran Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya sebagaimana yang diketahui dari Master File Wajib Pajak (MFWP) jenis usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) (KLU 63510).
    5. Berdasarkan Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
      Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan diatur bahwa Perusahaan angkutan laut asing yang menyelenggarakan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia untuk perdagangan luar negeri secara berkesinambungan dapat menunjuk perwakilan di Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Perwakilan di Indonesia hanya melakukan kegiatan pengurusan administrasi sebagai wakil dari pemilik kapal di luar negeri tetapi tidak boleh melakukan kegiatan keagenan.
      Berdasarkan ketentuan diatas bahwa Perusahaan angkutan laut asing yang menyelenggarakan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia untuk perdagangan luar negeri dapat menunjuk/mendirikan perwakilan (BUT) di Indonesia dan melakukan kegiatan pengurusan administrasi sebagai wakil dari pemilik kapal di luar negeri, sehingga apabila terdapat transaksi jasa keagenan maka penerima jasa kena pajak adalah perwakilan perusahaan angkutan laut asing tersebut (BUT) yang berkedudukan di dalam Daerah Pabean, sehingga merupakan penyerahan di dalam Daerah Pabean;
      Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jasa keagenan/pemasaran Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada FG Pte. Ltd merupakan jasa kena pajak yang atas penyerahannya terutang PPN.
  10. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan dasar-dasar hukum perpajakan yang berlaku dalam amar pertimbangan dan amar putusannya tersebut, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan terkait Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp11.970.709.322,00, hal tersebut nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 4 Undang-Undang PPN, dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 tersebut harus dibatalkan.
  1. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put.32739/PP/M.II/16/2011 tanggal 26 Juli 2011 yang menyatakan:
    • Mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1968/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010 mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor : 00022/207/07/063/09 tanggal 23 Juni 2009 atas nama : PT. DFG, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, alamat : Plaza CR Lantai 6, Jalan Jend. SD Nomor 47 Jakarta, XXXX0, sehingga penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar menjadi nihil adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-1968/WPJ.04/2010 tanggal 28 Juni 2010, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor: 00022/207/07/063/09 tanggal 23 Juni 2009, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Nihil adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp11.970.709.322,00 tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo atas komisi/imbalan atas jasa keagenan yang dibayar langsung oleh FG Pte Ltd yang berkedudukan di Singapore kepada Pemohon Banding tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 4A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 19 Desember 2016 oleh H. XYZ, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. FFF, S.H., M.S. dan GGG, S.H., M.Hum, Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis :

ttd/

Dr. H. M. FFF, S.H., M.S.

ttd/

GGG, S.H., M.Hum,






Biaya – biaya :
1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,00
2. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,00
3. Administrasi ………..…. Rp 2.489.000,00
Jumlah ………. Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

H. XYZ, S.H., M.H.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H., M.H.,



Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
atas nama Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,




H. RTY, S.H.
NIP. : XXXX0XXX XXXX0X X 00X

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA