PUTUSAN
Nomor 256/B/PK/PJK/2011

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali Perkara Pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara :

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding ;
  2. DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding ;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat Keberatan dan Banding ;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding ;
Kesemuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-96/PJ./2010 tanggal 12 Maret 2010 ;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding ;

melawan :

PT XXX, beralamat di Jalan D Blok Y, Jakarta Utara d.h. Jalan R Nomor Y, Medan Satria, Bekasi 17xxx;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut ;

Membaca surat-surat yang bersangkutan ;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XII/16/2009 tanggal 09 November 2009 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding dengan posita perkara sebagai berikut :

Pemenuhan Ketentuan Formal Banding ;
Bahwa surat banding ini diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.d. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP) yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak ;

Bahwa untuk memenuhi ketentuan formal pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 35 ayat (2), Pasal 36 ayat (1), Pasal 36 ayat (2), Pasal 36 ayat (3), Pasal 36 ayat (4) dan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP), berikut ini Pemohon Banding lampirkan hal-hal sebagai berikut :
  1. Fotokopi Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-438/WPJ.22/BD.06/2008 ;
  2. Fotokopi SKPKB Nomor 00047/207/05/407/07 ;
  3. Fotokopi Surat Keberatan Nomor ANDI/FA/ACC/15/VII/2007 ;
  4. Fotokopi SSP atas SKP Nomor 00047/207/05/407/07 ;
  5. Fotokopi Akta Pendirian Perusahaan ;
Pemenuhan Ketentuan Material ;

Perhitungan Pajak menurut SKP ;
Bahwa sesuai dengan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor 00047/207/05/407/07 tanggal 1 Mei 2007, Tim Pemeriksa telah melakukan koreksi DPP PPN Dalam Negeri dengan alasan terdapat PPN yang kurang dipungut sebesar Rp 38.193.184.538,00 ;

URAIAN PKP (WP) FISKUS SELISIH
1 Dasar Pengenaan Pajak
a Export
b Penyerahan yg PPNnya harus dipungut
c Dikurangi : Retur Penjualan
d Jumlah (a + b + c)
-
-
-
-
-
-
-
38.193.184.538
-
38.193.184.538
-
-
38.193.184.538
-
38.193.184.538
2 Pajak Keluaran
a Pajak keluaran keseluruhan
b Dikurangi : Retur Penjualan
c Jumlah PK yang dipungut

-
-
-

3.819.318.454
-
3.819.318.454

3.819.318.454

3.819.318.454
3 Pajak yang dapat diperhitungkan
a PM yang dapat dikreditkan
b Dibayar dengan NPWP sendiri
c Kompensasi bulan lalu
d Dikurangi : PPN atas retur pembelian
e Jumlah pajak yg dapat diperhitungkan
-

-
-
-
-
-

-
-
-
-
-

-
-
-
-
4 PPN yang lebih bayar - 3.819.318.454 3.819.318.454
5 Kelebihan pajak yg sudah - - -
6 PPN Kurang Bayar 3.819.318.454
7 Sanksi Administrasi :
a Bunga Ps.13 (2) KUP
b Kenaikan Ps.13 (3) KUP
c Jurnlah sanksi administrasi

1.833.272.858
-
5.652.591.312
8 Jumlah yang masih harus dibayar 5.652.591.312

Perhitungan Pajak menurut Surat Keputusan Keberatan ;
Bahwa Pemohon Banding mengajukan surat keberatan melalui surat Nomor ANDI/FA/ACC/15/VII/2007 tanggal 27 Juli 2007. Terhadap permohonan keberatan Pemohon Banding ini, Terbanding telah menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-438/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008 tentang Keputusan Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00047/207/05/407/07 tanggal 1 Mei 2007 untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2005 yang menolak surat keberatan Pemohon Banding dengan perhitungan pajak sebagai berikut :

Uraian Pajak Kurang/
(lebih) Bayar
Sanksi Bunga Kenaikan Jumlah Kurang/
(lebih) dibayar
Rp. Rp Rp Rp
Semula

Ditambah/(Dikurangi)

Menjadi
3.819.318.454

0

3.819.318.454
1.833.272.858

0

1.833.272.858
0

0

0
5.652.591.312

0

5.652.591.312

Alasan Material Pengajuan Banding :
Uraian Jumlah Menurut Selisih

(Rp)
Wajib Pajak
(Rp)
Fiskus
(Rp)
DPP PPN Keluaran - 38.193.184.538 38.193.184.538

Selisih (koreksi) tersebut di atas berasal dari :
Penyerahan dari Pondok Ungu ke Kantor Pusat
Bulan Januari s.d. Maret Rp 38.193.184.538,-
Total Rp 38.193.184.538,-

Dasar Koreksi Terbanding :
Bahwa Pemeriksa Terbanding telah melakukan ekualisasi penjualan dengan membandingkan peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan DPP PPN Keluaran menurut SPT Masa PPN Masa Pajak Januari s.d. Desember 2005. Dari ekualisasi ini ditemukan adanya selisih PPN yang kurang dipungut sebesar Rp 3.819.318.454,- Tim Pemeriksa berpendapat bahwa atas penyerahan dari Pondok Ungu ke Kantor Pusat sebesar Rp 38.193.184.538,- merupakan obyek PPN ;

Tanggapan Pemohon Banding :
Bahwa terhadap koreksi Terbanding yang dipertahankan dalam surat keputusan keberatan, Pemohon Banding menyatakan tidak setuju dan mengajukan banding dengan alasan dan penjelasan sebagai berikut :
1. Penyerahan dari Cabang Pondok Ungu ke Kantor Pusat sebesar Rp 38.193.184.538 ;
  1. Dasar hukum yang digunakan oleh Terbanding adalah Pasal 1A huruf f UU PPN yang menyatakan : Bahwa yang termasuk penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang ;
  2. Kegiatan Pemohon Banding adalah unit perakitan yang berlokasi di PPP Bekasi (terdaftar di KPP Bekasi dengan kewajiban pajak pemotongan dan pemungutan PPh) dimana Pemohon Banding merakit komponen yang dikirim dari Kantor Pusat di Sunter (terdaftar di KPP Jakarta Tanjung Priok, sekarang KPP Madya Jakarta Utara) ;
  3. Proses kegiatan Pemohon Banding adalah sebagai berikut :
  1. Material (komponen import dan komponen lokal) dibeli oleh Kantor Pusat di Sunter ;
  2. Material ini kemudian dikirim ke Pabrik Perakitan Pemohon Banding yang berlokasi di PPP Bekasi ;
  3. Pabrik Perakitan di Pondok Ungu Bekasi tidak melakukan aktivitas pembelian material ;
  4. Kendaraan yang sudah dirakit di pabrik kemudian dikirim lagi ke Kantor Pusat untuk kemudian dipasarkan ;
  5. Semua aktivitas pemasaran/penjualan dilakukan di Kantor Pusat di Sunter dan di pabrik sama sekali tidak terdapat aktivitas penjualan ;
2. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.3/1984 angka 3 huruf f dijelaskan bahwa dalam hubungannya dengan penyiapan Keputusan Pengukuhan diharapkan perhatian Saudara akan hal-hal sebagai berikut :
  1. Pengukuhan terhadap cabang perusahaan hendaknya hanya dilakukan terhadap cabang yang melakukan penyerahan kena pajak dan mengeluarkan Faktur Pajak. Cabang, Pabrik dan Perwakilan Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengeluarkan Faktur Pajak (pengeluaran Faktur Pajak dilakukan oleh Kantor Pusatnya) hendaknya tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali kalau meminta untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak ;
1.5. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.3/1985 tanggal 28 Januari 1985 tentang PPN Dalam Perusahaan Terpadu yang Menghasilkan Baik BKP maupun bukan BKP (Seri PPN-24) butir 1 dijelaskan bahwa di dalam dunia usaha sering dijumpai perusahaan yang dalam rangka usaha, atau pekerjaannya melakukan kegiatan yang terpadu (integrated) baik dalam rangka produksi maupun dalam rangka distribusi untuk menghasilkan dan memasarkan sekaligus Barang Kena Pajak maupun bukan Barang Kena Pajak. Perusahaan terpadu dapat terjadi menurut bentuk-bentuk sebagai berikut :
1.5.1. Industri-industri : Sebagai contoh, pabrik tekstil yang terdiri dari unit pemintalan unit pertenunan dan unit pencelupan/ printing ;
1.5.2. Agraria-industri : Sebagai contoh, Perkebunan yang mengusahakan kelapa sawit (tidak diproses) dan pabrik/kilang minyak kelapa sawit melalui proses produksi, baik untuk dijual di dalam negeri maupun ekspor ;
Bahwa pada dasarnya penyerahan antar unit (intern) perusahaan, bukan merupakan Penyerahan Kena Pajak dan karenanya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai. Penyerahan kepada pihak luar (pembeli) dapat terutang atau tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, tergantung dari barang yang dihasilkan oleh unit-unit yang bersangkutan yaitu berupa Barang Kena Pajak atau bukan Barang Kena Pajak ;
Bahwa berdasarkan penjelasan mengenai proses kegiatan Pemohon Banding sebagaimana diuraikan dalam butir 1.2 dan 1.3 serta ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.4 dan 1.5 maka penyerahan material (komponen impor dan komponen lokal) dari Pabrik di Pondok Ungu ke Kantor Pusat di Sunter tidak termasuk penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 A huruf f UU PPN ;
1.6. Dengan tidak pemah terjadinya penyerahan barang di Pondok Ungu kepada pihak lainnya, maka tidak ada penyerahan Barang Kena Pajak, sehingga perusahaan tidak pernah terutang PPN. Dengan demikian Pemohon Banding tidak menimbulkan kerugian pada keuangan negara ;
Bahwa perhitungan Pajak menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut :

Bahwa sebagaimana yang telah Pemohon Banding jelaskan, bahwa Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP438/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008 tentang Keputusan Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00047/207/05/407/07 tanggal 1 Mei 2007 untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2005 tidak mempunyai alasan hukum yang kuat, sehingga Pemohon Banding memohon kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara banding ini untuk mengabulkan seluruh permohonan banding ini, sehingga perhitungan pajak Pemohon Banding menjadi sebagai berikut :
URAIAN FISKUS
1 Dasar Pengenaan Pajak
a Export
b Penyerahan yang PPN nya harus dipungut
c Dikurangi : Retur Penjualan
d Jumlah (a + b + c)
-

-

-
2 Pajak Keluaran
a Pajak keluaran keseluruhan
b Dikurangi : Retur Penjualan Jumlah
c PK yang dipungut
-

-
3 Pajak yang dapat diperhitungkan
a PM yang dapat dikreditkan
b Dibayar dengan NPWP sendiri
c Kompensasi bulan lalu
d Dikurangi : PPN atas retur pembelian
e Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan
-

-

-
4 PPN yang lebih bayar -
5 Kelebihan pajak yg sudah dikompensasi ke Masa Pajak berikutnya -
6 PPN Kurang Bayar
7 Sanksi Administrasi
a Bunga Ps. 13 (2) KUP
b Kenaikan Ps. 13 (3) KUP
c Jumlah sanksi administrasi
-
-
-
8 Jumlah yang masih harus Dibayar -

Kesimpulan dan Permohonan Pemohon Banding ;
Bahwa berdasarkan penjelasan dan alasan sebagaimana diuraikan di atas, maka Pemohon Banding dapat memberikan kesimpulan bahwa tidak ada penyerahan Barang Kena Pajak dari Pondok Ungu ke Sunter ;

Bahwa berdasakan kesimpulan ini, maka Pemohon Banding mengajukan permohonan Majelis Hakim yang menyidangkan sengketa banding ini untuk mengabulkan banding Pemohon Banding terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor Pajak Nomor KEP-438/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008 ;
Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/ M.XII/16/2009 tanggal 09 November 2009 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut :

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-438/WPJ.22/ BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008, mengenai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Januari sampai dengan Desember Tahun Pajak 2005 Nomor 00047/207/05/407/07, tanggal 01 Mei 2007, atas nama PT XXX, NPWP : 01.xxxx, Alamat : Jalan D Blok Y, Jakarta Utara, dengan perhitungan pajak terutang sebagai berikut :
DPP menurut Terbanding Rp 38.193.184.538,00
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan (Rp 38.193.184.538,00)
DPP yang seharusnya Rp -
PPN Terutang Rp -
PPN telah dibayar Rp -
Jumlah Pajak yang masih harus dibayar Rp NIHIL

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap i.c. putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XII/16/ 2009 tanggal 09 November 2009 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding pada tanggal 22 Desember 2009 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 12 Maret 2010 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis pada tanggal 19 Maret 2010 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-207/SP.51/AB/III/2010 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai oleh alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga ;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama pada tanggal 26 Maret 2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya telah diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tanggal 05 Mei 2010 ;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu formal dapat diterima ;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasanalasan peninjauan kembali yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut :
  1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut : "Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung" ;
    1. Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
      Huruf e : "Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan";
    2. Bahwa dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.VIl/16/2009 tanggal 9 November 2009 yang amarnya memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-438/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008, mengenai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari s.d. Desember Tahun Pajak 2005 Nomor 00047/207/05/407/07, tanggal 01 Mei 2007, atas nama : PT. XXX, NPWP : 01.xxxx, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia ;
    3. Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada Tingkat Banding di Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan dapat mengakibatkan kerugian kepada negara sebagai akibat tidak diabaikannya ketentuan formal pengajuan banding sesuai Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan dibatalkannya Koreksi DPP PPN sebesar Rp38.193.184. 538,00 oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, dengan perincian sebagai berikut :
      • PPN Masa Pajak Januari s.d.Desember 2005 Yang Masih Harus Dibayar cfm. KEP-438/ WPJ.22/BD.06/ 2008 tanggal 5 Mei 2008. Rp 5.652.591.312,00 PPN Masa Pajak Januari s.d. Desember 2005 Yang Masih Harus Dibayar cfm. Put. 20516/ PP/M.XII/16/2009 tanggal 9 November 2009.
        Total kerugian yang akan diderita negara akibat dikabulkannya seluruh permohonan banding Termohon PK atas Surat Keputusan Pemohon PK Nomor KEP-438/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008. Rp5.652.591.312,00
        Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut :
        "Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim" ;
        1. Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XII/16/ 2009 tanggal 9 November 2009, atas nama : PT XXX (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan dikirimkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) oleh Pengadilan Pajak pada tanggal 21 Desember 2009 dengan surat Nomor P.1147/SP.33/2009 ;
        2. Bahwa dengan demikian, pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XIl/16/2009 tanggal 9 November 2009 ini, masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyaIah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia ;
          1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah :
            1. Formal Pengajuan Banding ;
            2. Koreksi DPP PPN sebesar Rp 38.193.184.538,00 ;
          2. Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XIl/16/2009 tanggal 9 November 2009, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan tidak tepat sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ;
            1. Formal Pengajuan Banding :
              1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
                Halaman 15 Alinea ke-7 :
                "Bahwa Surat Banding Nomor ANDI/FA/AAC/12/VI/2008 tanggal 25 Juni 2008 telah memenuhi ketentuan formal sebagai Surat Banding" ;
              2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim PengadilanPajak yang tertuang dalam putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XII/16/2009 tanggal 09 November 2009 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku dalam pengakuan penghasilan, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar Asas Kepastian Hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia ;
              3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6, Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak), menyebutkan sebagai berikut :
                Pasal 1 angka 6 :
                "Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku" ;
                Pasal 37 ayat (1) :
                "Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya" ;
                Pasal 78 :
                "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim" ;
    4. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 1, 4 dan 5, Pasal 13 ayat (1) beserta penjelasannya, Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP), yang menyatakan :
      Pasal 1 angka 1, 4 dan 5 :
      "1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu ;
      4. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana di-maksud pada angka 3 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak ;
      5. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya" ;
      Pasal 13 ayat (1) :
      "Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut :
      1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar ;
      2. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran ;
      3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0 % (nol persen) ;
      4. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang" ;
      Penjelasan Pasal 13 ayat (1) :
      "Ketentuan ayat ini memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, yang pada hakekatnya hanya terhadap kasus-kasus tertentu seperti dalam ayat ini, dengan perkataan lain hanya terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban materiil. Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskal tersebut dibatasi sampai dengan kurun waktu 10 (sepuluh tahun);
      Menurut ketentuan ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan baru diterbitkan bilamana Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya menurut peraturan perundang-undangan perpajakan ;
      Diketahuinya bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak, adalah karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar dari jumlah yang seharusnya terutang ;
      Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat juga diterbitkan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya. Untuk memastikan kebenaran data ltu, terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan ;
      Pasal 25 ayat (1) :
      "Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
      1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar" ;
      Pasal 27 ayat (1) :
      "Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak" ;
    5. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut, secara nyata-nyata telah mengabaikan fakta-fakta yang telah terungkap dalam proses pemeriksaan sengketa banding tersebut di Pengadilan Pajak dan telah nyata-nyata diakui sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), yaitu sebagai berikut :
      5.1. Bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak Karikpa Jakarta Empat Nomor LAP-051/WPJ.21/RP.01/2006 tanggal 12 Maret 2007 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masa Pajak Januari sampai Desember 2005 Nomor 00047/207/05/407/07 tanggal 1 Mei 2007 : Atas nama : PT XXX ; NPWP : 01.xxx ; Alamat : Jalan RR Nomor YY, Kotamadya Bekasi ;
      SKPKB PPN Masa Pajak Januari sampai Desember 2005 Nomor 00047/207/05/407/07 tanggal 1 Mei 2007 diterbitkan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) berupa mobil Nissan Diesel yang telah dirakit oleh pabrik rakitan yang terletak di kawasan PPP, Bekasi ;
      5.2. Bahwa atas SKPKB PPN Masa Pajak Januari sampai Desember 2005 Nomor 00047/207/05/407/07 tanggal 1 Mei 2007 tersebut telah diajukan permohonan keberatan melalui Surat Nomor ANDI/FA/ACC/15/ VII/2007 tanggal 27 Juli 2007 yang diterima KPP Bekasi berdasarkan LPAD Nomor S-17/WPJ.22/KP.0109/ 2007 tanggal 30 Juli 2007 oleh PT XXX, NPWP : 01.xxxx. Atas Surat Keberatan tersebut oleh Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II telah diterbitkan Keputusan KEP-438/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00047/207/05/407/07 tanggal 1 Mei 2007 Masa Pajak Januari - Desember 2005 ;
      5.3. Bahwa atas Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Nomor KEP-438/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008 tersebut telah diajukan banding dengan surat Nomor ANDI/FA/AAC/12/VI/2008 tanggal 25 Juni 2008 yang diterima oleh Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 1 Juli 2008 (diantar) dan terdaftar dengan Nomor Berkas : 16-035392-2005, oleh : Atas nama : PT XXX ; NPWP : 01.366.425.5-407.000 ; Alamat : Jalan Danau Sunter Selatan Blok O/5 Jakarta Utara ;
      5.4. Bahwa berdasarkan Surat Keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), Surat Keterangan Domisili Perusahaan dan Master File Direktorat Jenderal Pajak, diketahui :
      5.4.1. PT XXX Cabang Bekasi merupakan fasilitas perakitan yang dimiliki oleh PT XXX Pusat ;
      5.4.2. Berdasarkan Surat Keterangan Domisili Perusahaan Nomor 503/68/Ekbang/IV/2005 tanggal 8 April 2005 yang diterbitkan oleh Kelurahan Medan Satria, PT XXX Cabang Bekasi berlokasi di Jalan RR Nomor YY, Kotamadya Bekasi ;
      5.4.3. PT XXX Cabang Bekasi terdaftar pada KPP Pratama Bekasi Utara dengan NPWP 01.xxxx, sedangkan PT XXX terdaftar pada KPP Madya Jakarta Utara dengan NPWP 01.366.425.5-046.000 ;
      5.5. Bahwa Direktur Jenderal Pajak berhak untuk menerbitkan SKPKB terhadap Wajib Pajak tertentu sesuai kondisi yang telah ditetapkan sesuai Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP beserta penjelasannya, dan Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan atas SKPKB yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang KUP ;
      5.6. Bahwa dari uraian di atas dan berdasarkan pada Pasal 1 angka 1, 4 dan 5, Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang KUP diketahui dengan jelas dan nyata-nyata bahwa Wajib Pajak yang dimaksud dalam SKPKB PPN Masa Pajak Januari sampai Desember 2005 Nomor 00047/207/05/407/07 tanggal 1 Mei 2007 maupun Keputusan Keberatan Nomor KEP-438/WPJ.22/BD.06/ 2008 tanggal 5 Mei 2008 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00047/207/05/407/07 tanggal 1 Mei 2007 Masa Pajak Januari - Desember 2005, adalah PT XXX yang terdaftar pada KPP Pratama Bekasi Utara dengan NPWP 01.366.425.5-407.001 ;
      Bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP juncto Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak, yang berhak mengajukan banding adalah PT XXX dengan NPWP 01.366.425.5-407.001. Dengan demikian pengajuan banding atas Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Nomor KEP-438/ WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008 dengan surat Nomor ANDI/FA/AAC/12/VI/2008 tanggal 25 Juni 2008 oleh PT XXX dengan NPWP 01.xxxx membuktikan bahwa banding telah diajukan oleh pihak yang tidak berhak mengajukan banding (Iegitima persona standi in judicio), sehingga permohonan banding yang diajukan telah salah karena telah bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP, Pasal 1 angka 6 dan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak. Hal ini menyebabkan Put. 20516/PP/M.XIl/16/2009 tanggal 09 November 2009 menjadi cacat hukum sehingga harus dibatalkan demi hukum ;
    6. Bahwa untuk mendukung pendapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) bahwa permohonan banding dapat dianggap salah (error in persona) jika diajukan oleh pihak yang tidak berhak, berikut dikemukakan literatur yang mendukung, diantaranya :
      Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., dalam bukunya "Hukum Acara Perdata Indonesia", Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2006, halaman 69, menyatakan :
      "Pada asasnya setiap orang yang merasa mempunyai hak dan ingin menuntutnya atau ingin mempertahankan atau membelanya, berwenang untuk bertindak selaku pihak, baik selaku Penggugat maupun selaku Tergugat (legitima persona standi in judicio)" ;
      PUSDIKLAT FH-UII, 2000, Karya Latihan Hukum : Taktik dan Strategi Penanganan Perkara Perdata, Pusdiklat Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Hal. 17, menyatakan :
      "Kelengkapan dalam merumuskan siapa yang seharusnya menjadi Penggugat atau Tergugatnya, maka gugatan yang diajukan dapat dianggap telah salah error in persona atau kesalahan subyek hukum ;
      Ada beberapa error in persona dalam hukum perdata, yaitu :
      1. Disqualificate In Persona :
      • Penggugat bukan persona standing in juditio ;
      • Karena belum dewasa ;
      • Bukan orang yang mempunyai hak dan kepentingan ;
      • Di bawah pengampuan ;
      • Tidak mendapat kuasa baik dengan lisan maupun dengan surat kuasa atau surat kuasa khusus tidak sah;
      1. Gemis Aanhoedanigheid :
      yaitu orang yang ditarik sebagai Tergugat tidak tepat, misalnya seorang pengurus yayasan digugat secara pribadi" ;
    7. Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas telah terbukti dengan jelas dan nyatanyata Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengajukan banding atas Keputusan Keberatan yang diterbitkan bukan untuk dan atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), pengajuan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) secara jelas dan nyata-nyata tidak memenuhi ketentuan formal pengajuan banding ke Pengadilan Pajak dan telah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP juncto Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak, serta Majelis Hakim Pengadilan Pajak terbukti telah mengabai-kan fakta-fakta yang terutangkap pada persidangan sehingga putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XII/16/2009 tanggal 09 November 2009 telah diputus tidak sesuai Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, sehingga cacat hukum dan harus dibatalkan demi hukum ;
      1. Koreksi DPP PPN sebesar Rp 38.193.184.538,00 :
      1. Bahwa seandainya Majelis Hakim Mahkamah Agung berpendapat lain atas formal pengajuan banding oleh Termohon Peninjauan Kembali semula (Pemohon Banding) maka terhadap dalil-dalil Termohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada poin A di atas dianggap sebagai satu kesatuan dengan dalil yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas materi sengketa Koreksi DPP PPN sebesar Rp 38.193.184.538,00 ;
      2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
        Halaman 22 Alinea ke-6 :
        "Bahwa Majelis berpendapat penyerahan hasil rakitan dari pabrik Pemohon Banding di PPP kepada Kantor Pusat Pemohon Banding di Sunter dapat dimasukkan dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sepanjang pabrik Pemohon Banding di PPP, Bekasi juga bertransaksi dan menyerahkan hasil rakitannya kepada pembeli, sehingga dapat dikatakan bahwa pabrik Pemohon Banding di PPP juga merupakan tempat Pajak Terutang, sehingga memenuhi syarat terdapat lebih dari satu tempat Pajak Terutang dan terjadi penyerahan Barang Kena Pajak antar 2 (dua) tempat Pajak Terutang sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf f UU PPN/PPnBM" ;
        Halaman 23 Alinea ke- 1 s.d. 4 :
        "Karena baik dalam Surat Uraian Bandingnya maupun dalam persidangan Terbanding tidak memberikan bantahan atas pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa seluruh penyerahan hasil produksi dari pabriknya di PPP kepada pembeli hanya dilakukan oleh Kantor Pusat Pemohon Banding di Sunter, Jakarta, demikian juga seluruh administrasi penjualannya (surat pesanan, Nota, Faktur Pajak, dll) hanya dibuat dan diterbitkan oleh Kantor Pusat Pemohon Banding di Sunter Jakarta, sedang pabrik di PPP, Bekasi semata-mata hanya sebagai pabrik perakitan dan tidak pernah melakukan transaksi penjualan maupun penyerahan hasil perakitannya, Majelis berpendapat bahwa terbukti pabrik Pemohon Banding di PPP bukan merupakan tempat Pajak Terutang, sehingga penyerahan komponen dari Kantor Pusat Pemohon Banding di Sunter kepada pabriknya di PPP tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1A Ayat (1) huruf f UU PPN/PPnBM dan penjelasannya, sehingga penyerahan tersebut tidak dapat dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN ;
        "Bahwa dari persidangan diketahui Pemohon Banding juga mengajukan banding atas koreksi Dasar Pengenaan Pajak oleh Terbanding atas nilai penyerahan komponen dari Kantor Pusat Pemohon Banding di Sunter, Jakarta ke pabrik perakitannya di PPP, Bekasi, dengan nilai koreksi yang sama sebesar Rp 38.193.184.538,00 yang tertuang dalam SKPKB Nomor 00062/207/ 05/042/07 tanggal 13 Maret 2007 dan dipertahankan oleh Terbanding dalam keputusan atas keberatan Nomor KEP-149/WPJ.21/BD.06/2008 tanggal 17 Maret 2007 ;
        "Bahwa atas banding yang diajukan Pemohon Banding terhadap keputusan atas keberatan Nomor KEP-149/WPJ.21/BD.06/2008 tanggal 17 Maret 2007 tersebut telah diputus oleh Majelis XII Pengadilan Pajak dengan Putusan Nomor Put. 20515/M.XII/16/ 2009 yang menyatakan koreksi Terbanding sebesar Rp 38.193. 184.538,00 tersebut tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan";
        "Bahwa dari uraian di atas Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 38.193. 184.538,00 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan" ;
      3. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XIl/16/2009 tanggal 9 November 2009 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar Asas Kepastian Hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia ;
      4. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP), menyebutkan sebagai berikut :
        Pasal 78 :
        "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim" ;
      5. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 2, 3, 4, 17, 18 dan 23, Pasal 1 A ayat (1) huruf f beserta penjelasannya, Pasal 3A ayat (1) beserta penjelasannya, Pasal 4 huruf a beserta penjelasannya, Pasal 4A, Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasan Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 13 ayat (1), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (selanjutnya disebut Undang-undang PPN dan PPnBM), yang menyatakan :
        Pasal 1 angka 2, 3, 4, 17, 18 dan 23 :
        1. ā€œBarang adalah barang berwujud, yang menurut sitat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud ;
        2. Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini ;
        3. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 3 ;
        1. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggan-tian, Nilai lmpor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang ;
        2. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak ;
        1. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai" ;
        Pasal 1 A ayat (1) huruf f :
        "Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah :
        f Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang" ;
        Penjelasan Pasal 1 A ayat (1) huruf f :
        "Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka undang-undang ini menganggap bahwa pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat-tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak.
        Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan sejenisnya" ;
        Pasal 3A ayat (1) :
        "Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang" ;
        Penjelasan Pasal 3A ayat (1) :
        "Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak diwajibkan :
        1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak ;
        2. Memungut pajak yang terutang ;
        3. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang ;
        4. Melaporkan penghitungan pajak" ;
        Pasal 4 :
        "Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
        1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha" ;
        Penjelasan Pasal 4 huruf a :
        "Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan" ;
        Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
        1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak ;
        2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud ;
        3. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
        4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya" ;
        Pasal 4A :
        1. "Jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ;
        2. Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut :
        1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya ;
        2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak ;
        3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya ;
        4. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga" ;
        Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) :
        1. "Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c dan huruf f terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak ;
        2. Atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan satu tempat atau lebih sebagai tempat Pajak Terutang" ;
        Penjelasannya Pasal 12 ayat (1) :
        "Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, maka setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak. dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak ;
        Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat Pajak Terutang yang berada di wilayah kerja satu Kantor Direktorat Jenderal Pajak, maka untuk seluruh tempat-tempat terutang tersebut, Pengusaha Kena Pajak memilih salah satu tempat kegiatan usaha sebagai tempat Pajak Terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan usahanya" ;
        Pasal 13 ayat (1) :
        "Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c" ;
      6. Bahwa Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ./2003 tanggal 22 April 2003 tentang Penetapan Satu Tempat Atau Lebih Sebagai Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Bagi Wajib Pajak Selain Yang Terdaftar Di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, yang menyatakan :
        Pasal 2 :
        1. "Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM melalui Media Elektronik (e-filing) yang memiliki lebih dari satu tempat untuk melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dapat mengajukan pemberitahuan untuk penetapan satu tempat atau lebih sebagai tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang ;
        2. Pengusaha Kena Pajak selain yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM melalui Media Elektronik (e-filing) yang memiliki lebih dari satu tempat untuk melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk penetapan satu tempat atau lebih sebagai tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang" ;
      7. Bahwa berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Jenis Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, yang menyatakan :
        Pasal 1 :
        "Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah :
        1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya ;
        2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak ;
        3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya ; dan
        4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga" ;
    8. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam Surat Bandingnya Nomor ANDI/FA/ACC/12/VI/2008 tanggal 25 Juni 2008 telah secara jelas dan nyata-nyata mengakui hal-hal sebagai berikut :
      8.1. Bahwa kegiatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah unit perakitan yang berlokasi di PPP Bekasi (terdaftar di KPP Bekasi dengan kewajiban pajak pemotongan dan pemungutan PPh) dimana Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merakit komponen yang dikirim dari Kantor Pusat di Sunter (terdaftar di KPP Jakarta Tanjung Priok), sekarang KPP Madya Jakarta Utara. (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/XII/16/2009 tanggal 9 November 2009, Halaman 5 Alinea ke-1) ;
      8.2. Bahwa proses kegiatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebagai berikut :
      1. Material (komponen import dan komponen lokal) dibeli oleh Kantor Pusat di Sunter ;
      2. Material ini kemudian dikirim ke pabrik perakitan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang berlokasi di PPP Bekasi ;
      3. Pabrik, perakitan di PPP Bekasi tidak melakukan aktivitas pembelian material ;
      4. Kendaraan yang sudah dirakit di pabrik kemudian dikirim lagi ke Kantor Pusat untuk kemudian dipasarkan ;
      5. Semua aktivitas pemasaran/penjualan dilakukan Kantor Pusat di Sunter dan di pabrik sama sekali tidak terdapat aktivitas penjualan ;
      (vide putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/XII/ 16/2009 tanggal 9 November 2009, Halaman 5 Alinea ke-1) ;
    9. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat tidak setuju dan keberatan dengan pertimbangan hukum yang telah dilakukan Majelis Hakim dalam memutus perkara ini, dengan alasan :
      9.1. Bahwa Majelis Hakim pada pertimbangan hukumnya merujuk pada putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20515/M.XII/ 16/2009 tanggal 9 November 2009 Banding terhadap keputusan atas keberatan Nomor KEP-149/WPJ.21/BD.06/ 2008 tanggal 17 Maret 2007 atas nama : PT XXX, NPWP : 01.366.425.5-046.000, yang merupakan Kantor Pusat dari PT XXX, NPWP : 01.366.425.5-407.001, dan telah diputus oleh Majelis XII Pengadilan Pajak yang pada intinya membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas DPP PPN sebesar Rp 38.193.184.538,00. Atas Put. 20515/M.XIl/16/2009 tanggal 9 November 2009, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung dengan Surat Nomor S-2034/PJ.07/2010 tanggal 9 Maret 2010 ;
      9.2. Bahwa pada persidangan banding di Pengadilan Pajak, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyerahkan tanggapan tertulis dengan surat yang sama isi dan materinya antara Surat Nomor S-2334/PJ.073/2009 tanggal 19 Maret 2009 yang diserahkan berkenaan dengan permohonan banding KEP-438/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008 dan surat tanggapan Nomor S-1273/PJ.073/2009 tanggal 13 Februari 2009 yang diserahkan berkenaan dengan permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berkenaan dengan KEP-149/ WPJ.21/BD.06/2007 tanggal 17 Maret 2008. (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/XII/16/2009 tanggal 9 November 2009, Halaman 17 Alinea ke-9) ;
      9.3. Bahwa tanggapan tertulis yang disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sesuai dengan Surat Nomor S-2334/PJ.073/2009 tanggal 19 Maret 2009, secara rinci menyatakan :
      1. Bahwa dalam proses pemeriksaan diketahui Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah melakukan penyerahan yang nyata-nyata merupakan Barang Kena Pajak (BKP) di lokasi tempat kegiatan usahanya yang berkedudukan di kawasan PPP, Bekasi, sebaliknya pabrik perakitan di PPP, Bekasi telah melakukan penyerahan hasil rakitan berupa mobil Nissan ke Kantor Pusat yang terletak di Sunter, Jakarta sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UU PPN ;
      2. Bahwa Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengajukan permohonan pemusatan tempat terutang PPN dan atas permohonan tersebut, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta V telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-03/WPJ.21/BD.04/2005 tanggal 14 Maret 2005 tentang Persetuiuan Pemusatan Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM melalui Media Elektronik ;
      3. Bahwa dengan adanya permohonan pemusatan tersebut maka secara eksplisit, Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengakui bahwa sebelum adanya keputusan tentang persetujuan tempat terutang PPN :
        1. Lokasi pabrik di kawasan PPP, Bekasi dapat dikategorikan sebagai cabang sebagaimana dimaksud Pasal 1A ayat (1) huruf f UU PPN serta memori penjelasannya ;
        2. Terdapat 2 tempat terutang PPN yaitu di Kantor Pusat yang berkedudukan di kawasan Sunter dan di cabangnya yang berkedudukan di kawasan PPP, Bekasi ;
      4. Bahwa oleh karenanya, penyerahan BKP yang dilakukan oleh Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ke lokasi pabriknya yang berkedudukan di PPP, Bekasi dan sebaliknya pada Masa Pajak sebelum diterbitkannya keputusan tersebut di atas (pada Masa Pajak Januari s.d. Maret 2005), sesuai dengan ketentuan Pasal 1A huruf f UU PPN seharusnya penyerahan BKP tersebut tetap terutang PPN ;
      5. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak melaporkan dalam SPT-nya tentang adanya penyerahan di atas, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada proses pemeriksaan melakukan koreksi atas penyerahan BKP pada Masa Pajak Januari s.d. Maret 2005 ke cabangnya yang berkedudukan di PPP sebesar Rp 38.193.184.538,00 ;
      9.4. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah pabrik perakitan yang berlokasi di PPP Bekasi (terdaftar di KPP Bekasi) sedangkan Kantor Pusat di Sunter (terdaftar di KPP Jakarta Tanjung Priok, sekarang KPP Madya Jakarta Utara) adalah Sole Distributor Mobil Nissan Diesel ;
      9.5. Bahwa berdasarkan proses bisnis Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai Kantor Cabang telah merakit material yang dikirim ke Kantor Pusat di Sunter, Jakarta dan setelah selesai dirakit maka hasil rakitan dikirim kembali ke Kantor Pusat yang terletak di Sunter, Jakarta;
      9.6. Bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang PPN dan PPnBM juncto Pasal 2 ayat (1) KEP-128/PJ./2003, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk ditetapkannya satu tempat atau lebih sebagai tempat Pajak Terutang ;
      9.7. Bahwa Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang terletak di Sunter, Jakarta telah mengajukan permohonan pemusatan tempat terutang PPN dan atas permohonan tersebut Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta V telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-03/WPJ.21/BD.04/2005 tanggal 14 Maret 2005 tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM melalui Media Elektronik. Adanya permohonan Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk pemusatan tempat terutang PPN yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta V menunjukkan bahwa Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) maupun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga mengakui bahwa memang benar terdapat 2 (dua) tempat terutang pajak, yaitu Kantor Pusat di Sunter, Jakarta dan pabrik perakitan yang terletak di PPP, Bekasi ;
      9.8. Bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang PPN dan PPnBM beserta penjelasannya pada intinya secara jelas menyatakan bahwa tempat terutang pajak adalah :
      • Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha ;
      • Apabila Wajib Pajak mempunyai tempat kegiatan usaha yang bisa di luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak ;
      Oleh karena itu, meskipun pabrik di PPP, Bekasi semata-mata hanya sebagai pabrik perakitan dan tidak pernah melakukan transaksi penjualan maupun penyerahan hasil perakitannya kepada pihak lain atau pembeli, maka berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang PPN dan PPn BM pabrik PPP tetap merupakan tempat terutangnya pajak karena merupakan salah satu tempat kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ;
      9.9. Bahwa berdasarkan Pasal 1 A dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang PPN dan PPnBM, dapat diketahui bahwa Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mempunyai 2 (dua) tempat terutang pajak, yaitu :
      • Kantor Pusat di Sunter, Jakarta (terdaftar di KPPJakarta Tanjung Priok, sekarang KPP Madya Jakarta Utara) ;
      • Unit pabrik perakitan yang berlokasi di PPP, Bekasi (terdaftar di KPP Bekasi) yaitu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ;
      9.10. Bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas penyerahan hasil rakitan dari pabrik perakitan di PPP, Bekasi kepada Kantor Pusat yang terletak di Sunter, Jakarta sebesar Rp 38.193.184.538,00 adalah untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2005, yaitu Masa Pajak sebelum Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memperoleh izin pemusatan tempat Pajak Terutang dari Direktorat Jenderal Pajak ;
      9.11. Bahwa berdasarkan Pasal 4a Undang-Undang PPN dan PPnBM juncto Pasal 1 PP Nomor 144 Tahun 2000, Mobil Nissan (hasil rakitan) dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai pabrik rakitan yang terletak di PPP, Bekasi kepada Kantor Pusat di Sunter, Jakarta bukan termasuk Barang Kena Pajak (BKP) yang atas penyerahannya tidak dikenakan PPN. Oleh karena itu atas penyerahan BKP berupa Mobil Nissan (hasil rakitan) dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai pabrik perakitan yang terletak di PPP, Bekasi kepada Kantor Pusat yang terletak di Sunter, Jakarta sesuai Pasal 1 A huruf f Undang-Undang PPN dan PPnBM termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. Berdasarkan Pasal 4 huruf a Undang-Undang PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP tersebut terutang PPN, dan sesuai Pasal 1 A dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang PPN dan PPnBM di tempat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP tersebut ;
    10. Bahwa alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menyatakan dalam pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak bahwa seluruh penyerahan hasil rakitan dari pabrik di PPP kepada pembeli hanya dilakukan oleh Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di Sunter, Jakarta, demikian juga seluruh administrasi penjualannya (surat pesanan, Nota, Faktur Pajak, dll) hanya dibuat dan diterbitkan oleh Kantor Pusat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di Sunter, Jakarta, sedang pabrik di PPP Bekasi semata-mata hanya sebagai pabrik perakitan dan tidak pernah melakukan transaksi penjualan maupun penyerahan hasil perakitannya, maka atas penyerahan hasil rakitan dari pabrik ke Kantor Pusat bukan obyek pengenaan PPN, merupakan alasan yang mengada-ada saja dan patut untuk diduga Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah dengan sengaja (dolus determinativus) tidak mengenakan PPN atas penyerahan BKP berupa hasil rakitan yaitu Mobil Nissan yang dilakukannya. Sesuai Pasal 1 A huruf f Undang-Undang PPN dan PPnBM termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. Sesuai Pasal 4 huruf a Undang-Undang PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP tersebut terutang PPN, dan sesuai Pasal 1A dan Pasal 12 ayat (1) Undang- Undang PPN dan PPnBM di tempat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP tersebut. Majelis Hakim Pengadilan Pajak terbukti telah mengabaikan fakta-fakta serta bukti-bukti yang terungkap pada persidangan banding sehingga putusan Pengadilan Pajak bertentangan dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ;
    11. Bahwa telah terbukti secara nyata-nyata tindakan yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak mengenakan PPN atas penyerahan BKP berupa hasil rakitan yaitu Mobil Nissan ke Kantor Pusat di Sunter, Jakarta selama Masa Pajak Januari s.d. Maret 2005 telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas DPP PPN sebesar Rp 38.193.184.538,00 telah sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan yang berlaku ;
    12. Bahwa dengan demikian telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XII/16/2009 tanggal 9 November 2009 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding tersebut, bukti yang valid serta aturan perpajakan yang berlaku mengenai Koreksi DPP PPN sebesar Rp 38.193.184.538,00, sehingga hal tersebut terbukti dengan jelas dan nyata-nyata telah melanggar ketentuan perpajakan yang berlaku, maka putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XII/16/2009 tanggal 9 November 2009 tersebut adalah cacat secara hukum dan harus dibatalkan demi hukum ;
  2. Bahwa dengan demikian putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put. 20516/PP/M.XII/16/2009 tanggal 9 November 2009 yang menyatakan :
    • Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-438/WPJ.22/ BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008, mengenai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januarl s.d. Desember Tahun Pajak 2005 Nomor 00047/207/05/407/07, tanggal 01 Mei 2007, atas nama : PT. XXX, NPWP : 01.xxxx, Alamat : Jalan D Blok Y, Jakarta Utara;
    adalah tidak benar dan telah cacat hukum serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ;
PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa selanjutnya Mahkamah Agung mempertimbangkan alasan-alasan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali sebagai berikut :
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-438/WPJ.22/ BD.06/2008 tanggal 5 Mei 2008, mengenai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Januari sampai dengan Desember Tahun Pajak 2005 Nomor 00047/207/05/407/07, tanggal 01 Mei 2007, atas nama Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali, dengan perhitungan pajak terutang menjadi Nihil adalah sudah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf (e) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali : Direktur Jenderal Pajak tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak ;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali ditolak, maka Pemohon Peninjauan Kembali harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali yang besarnya sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini ;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait ;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut ;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu Rupiah) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 13 Maret 2012 oleh CCC, S.H.,M.Sc. Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. AAA, S.H.,M.H. dan H. BBB, S.H.,M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H.,M.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd.
Dr. H. AAA, S.H.,M.H.

ttd.
H. BBB, S.H.,M.H.

Ketua Majelis,

ttd.
CCC, S.H.,M.Sc.


Biaya - biaya :
1. Meterai...................... Rp 6.000,00
2. Redaksi .................... Rp 5.000,00
3. Administrasi ............. Rp 2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd.
DDD, S.H.,M.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx

Ā© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA