Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Jenis Pajak | : | Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pokok Sengketa | : | koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 4.121.133.328,00 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Terbanding | : | bahwa atas Jasa Maklon yang dilakukan oleh Pemohon Banding baik untuk pemberi kerja di dalam ataupun di luar negeri merupakan objek PPN Dalam Negeri dan penyerahan jasa maklon tersebut terhutang PPN Dalam Negeri karena jasa tersebut benar benar dilakukan di dalam negeri (yaitu di tempat kedudukan/ di pabrik Pemohon Banding ) walaupun status Pemohon Banding adalah sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat. Fasilitas yang diberikan untuk Pengusaha Kena Pajak di Kawasan Berikat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan menurut Terbanding adalah untuk penyerahan Barang Kena Pajak, tidak ada tercantum baik secara tersurat maupun tersirat untuk penyerahan Jasa Kena Pajak juga, sehingga dalam hal ini atas penyerahan jasa tetap mengacu kepada ketentuan umum perpajakan; | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Pemohon Banding | : | bahwa Pemohon Banding, berlokasi di Jl. BB, Karangjati Ungaran Km.37 Semarang mendapat fasilitas sebagai EPTE berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.172/KMK.05/1997 tanggal 17 April 1997, yang kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1996 Pasal 34 ayat (2) semua EPTE dinyatakan sebagai Kawasan Berikat, yang melakukan kegiatan pemberian jasa maklon untuk luar negeri yang berarti sesuai dengan maksud atau tujuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tersebut. oleh karena itu Pemohon Banding berhak atas fasilitas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16B ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000; | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Majelis | : | bahwa
berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Kontrak Kerja Pemohon
Banding dengan pemberi kerja antara lain : PT AAA Corp (Sanghai China)
dan BBB Inc, CCC Co. Ltd, (Seoul Korea), diketahui pemberi kerja dan
pemilik bahan memberikan pekerjaan kepada Pemohon Banding berupa
pengolahan garmen dan hasilnya dikirimkan kepada pembeli yang ditunjuk
oleh pemberi kontrak kerja dan Pemohon Banding selaku penerima
pekerjaan akan mendapatkan fee yang telah ditentukan sehingga menurut
Majelis termasuk dalam kegiatan usaha Jasa Maklon (Contract
Manufacturing); bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis dari proses pemesanan, pembuatan dan penyerahan maka Majelis berpendapat bahwa perusahaan Pemohon Banding adalah perusahaan yang bergerak dalam kegiatan usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) pengolahan garmen dengan bertransaksi kepada pemberi kerja perusahaan di luar negeri dan penyerahan yang dilakukan adalah termasuk dalam kategori penyerahan jasa kepada pembeli di luar negeri; bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas data yang ada dalam berkas banding berupa : Kontrak Kerja, Debit Note, Pemberitahuan Ekspor Barang dan Invoice, terdapat bukti yang menyakinkan bahwa Jasa pengolahan garmen (jasa maklon) tersebut dilakukan oleh Pemohon Banding yang berada di wilayah Dalam Daerah Pabean Republik Indonesia yang kemudian atas hasil pengolahan garmen tersebut dikirimkan kepada perusahaan pemesan diluar negeri/Luar Daerah Pabean Republik Indonesia; bahwa berdasarkan penjelasan diatas, Majelis berkesimpulan bahwa Pemohon Banding telah melakukan Jasa pengolahan garmen di Dalam Daerah Pabean Republik Indonesia terhadap barang yang masuk atau berada di Dalam Daerah Pabean Republik Indonesia dan hasilnya diserahkan dan dimanfaatkan di Luar Daerah Pabean Republik Indonesia, sebagai ekspor jasa; bahwa Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 menyatakan : angka 5 Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan; angka 6 Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini; angka 7 Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6; bahwa Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 menyatakan Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
bahwa Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tanggal 22 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002, sebagai berikut: Terutangnya pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya; bahwa Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tanggal 22 Desember Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002, sebagai berikut: Tempat Pajak terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat Pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; bahwa menurut Majelis, penyerahan jasa pengolahan garmen yang dilakukan oleh Pemohon Banding termasuk sebagai ekspor jasa yang pengenaan PPNnya tidak diatur oleh Undang-Undang dan peraturan perpajakan, sehingga tidak ada obyek PPNnya, maka saat terutangnya pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 13 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tanggal 22 Desember 2000sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002, tidak dapat diterapkan; bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding serta pemeriksaan dalam persidangan Majelis berpendapat penyerahan Jasa pengolahan garmen (jasa maklon) sebesar Rp 4.121.133.328,00 yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah diserahkan dan dimanfaatkan di luar Daerah Pabean sehingga sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 dan Penjelasannya, penyerahan Jasa pengolahan garmen (jasa maklon) tersebut tidak terutang PPN; bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak PPN dari Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sebesar Rp 4.121.133.328,00 tidak dapat dipertahankan; |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menimbang | : | bahwa
dalam perkara banding ini, berdasarkan pemeriksaan Majelis atas
data yang ada dalam berkas banding dan dalam persidangan diketahui
bahwa penyerahan yang dilakukan oleh Pemohon Banding ada yang terutang
PPN dan ada yang tidak terutang PPN dan penyerahan atas Pajak Masukan
yang terutang atau tidak terutang tidak diketahui secara pasti maka
atas Pajak Masukan yang dapat dikreditkan harus dihitung kembali sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku; bahwa Pasal 9 ayat (6) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 menyatakan “Apabila dalam suatu Masa Pajak , Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang Pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak , sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui secarapasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan”; bahwa Pasal 2 ayat (1) huruf b Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak menyatakan “Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai maka Pajak Masukan yang dibayar atas peroleh Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; bahwa selanjutnya Pasal 2 ayat (2) huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak menyatakan “Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) angka 2, wajib menghitung kembali pajak Masukan yang telah dikreditkan tersebut dengan rumus sebagai berikut :
---- x PM Y dengan ketentuan bahwa :
bahwa selanjutnya berdasarkan pemeriksaan Majelis atas data yang ada dalam berkas banding diperoleh data-data sebagai berikut :
bahwa berdasarkan data dan ketentuan diatas maka Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dihitung kembali dengan perhitungan sebagai berikut : X = ---- x PM Y Rp 4.121.133.328,00 = --------------------------- x Rp 42.022.363,00 Rp 4.496.501.321,00 = Rp 38.514.335,00 bahwa jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah : = Rp 42.022.363,00 – Rp 38.514.335,00 = Rp 3.508.028,00 bahwa dari uraian dan kesimpulan diatas Majelis berpendapat bahwa jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Masa Pajak Januari 2007 adalah sebesar Rp 3.508.028,00; |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Mengingat | : | Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan peraturan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini; | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Memutuskan | : | Mengabulkan
sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-605/WPJ.10/2010 tanggal 9 Juni 2010,
tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Masa Pajak Januari 2007 Nomor:
00119/207/07/511/09 tanggal 15 Juni 2009, atas nama PT.XXX dan pajaknya
dihitung kembali menjadi sebagai berikut: Dasar Pengenaan Pajak
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.