Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 536/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH
AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
PT. XXX, berkedudukan di Gedung M Lantai YY,
Jalan KKK Blok B, Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, dalam
hal ini diwakili oleh AAA, selaku Direktur;
Selanjutnya memberi kuasa kepada: BBB, S.E., Ak., Kuasa Hukum pada
Pengadilan Pajak, beralamat di Jalan NN Nomor YY,
RT. D/Y, Ilir Timur I, Palembang, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 22 Mei 2014;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Pemohon Banding;
melawan:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto
Nomor 40-42 Jakarta;
Selanjutnya memberi kuasa kepada:
- ABC, Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal
Pajak;
- DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat
Keberatan dan Banding;
- GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan
Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
- JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: SKU-3612/PJ/2016, tanggal 21
Oktober 2016;
Termohon Peninjauan
Kembali dahulu Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-50687/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 26 Februari 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
bahwa sehubungan dengan Keputusan Terbanding Nomor:
KEP-1930/WPJ.07/2012 tanggal 10 Oktober 2012 yang Pemohon Banding
terima pada tanggal 15 Oktober 2012, yang menolak seluruh permohonan
keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPN Masa Pajak Januari 2010 Nomor:
00038/207/10/058/12 tanggal 30 Januari 2012 dengan perincian sebagai
berikut:
Uraian |
Semula
(Rp) |
Ditambah/(Dikurangi)
(Rp) |
Menjadi
(Rp) |
PPN
yang Kurang/(Lebih) bayar |
322.424.197,00 |
0,00 |
322.424.197,00 |
Sanksi
Bunga |
62.066.229,00 |
0,00 |
62.066.229,00 |
Sanksi
Kenaikan |
193.119.554,00 |
0,00 |
193.119.554,00 |
Jumlah
PPN yang masih harus (lebih) dibayar |
577.609.980,00 |
0,00 |
577.609.980,00 |
bahwa dengan ini Pemohon Banding mengajukan banding kepada Pengadilan
Pajak atas permohonan keberatan yang ditolak seluruhnya dengan surat
keputusan di atas;
bahwa alasan yang mendasari permohonan Banding ini adalah sebagai
berikut:
bahwa dasar perhitungan keputusan Terbanding tersebut di atas, adalah
hasil penelitian dari Peneliti Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta Khusus atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Banding
melalui Surat Nomor: 004/BSK/ACC/III/2012 tanggal 21 Maret 2012;
bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa dan dipertahankan oleh
Peneliti Keberatan adalah koreksi positif PPN Masukan atas Pajak
Masukan yang nyata-nyata dipergunakan/diperuntukkan bagi kegiatan kebun
Pemohon Banding dalam memproduksi TBS, yaitu berupa pupuk, bahan-bahan
kimia lainnya serta Pajak Masukan atas pembayaran yang dibutuhkan bagi
kebun sawit sejumlah Rp.322.424.197,00 (terbilang: Tiga Ratus Dua Puluh
Dua Juta Empat Ratus Dua Puluh Empat Ribu Seratus Sembilan Puluh Tujuh
Rupiah);
bahwa menurut pendapat Pemohon Banding tidak seharusnya koreksi ini
dilakukan oleh Terbanding, dengan dasar argumentasi sebagai berikut:
bahwa Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 (Undang-Undang PPN), secara lengkap berbunyi
sebagai berikut:
“Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain
melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang
tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang
terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan unluk penyerahan yang terutang pajak
dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan”;
bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 9 ayat (6) dari Undang-Undang PPN
tersebut di atas, telah ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak;
bahwa Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 3 dari Keputusan Menteri
Keuangan Nomor: 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena
Pajak yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang
Tidak Terutang Pajak, secara lengkap berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2 ayat (1):
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang:
- Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri
dari unit
atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak
terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang
menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan
Nilai; atau
- Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat
penyerahan
yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai; atau
- Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang
dan
usaha jasa yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan
yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau
- Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian
terutang
Pajak Pertambahan Nilai dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai;
maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak yang:
- nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas
penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan,
- digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas
penyerahan hasil
dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai
atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk
unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan
tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding
dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap
peredaran seluruhnya,
- nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas
penyerahan hasil
dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai,
dapat dikreditkan;
Pasal 2 ayat (2):
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) yang telah mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) angka 2, wajib menghitung kembali Pajak Masukan yang
telah dikreditkan tersebut dengan rumus sebagai berikut:
a. untuk Barang Modal:
X PM
--- x -----
Y T
dengan ketentuan bahwa:
X |
adalah
jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang Pajak
Pertambahan Nilai atau yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai selama satu tahun buku; |
Y |
adalah
jumlah seluruh peredaran selama satu tahun buku; |
T |
adalah
masa manfaat Barang Modal sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
angka 2 yang ditentukan sebagai beri kut:
- untuk bangunan adalah 10 tahun
- untuk Barang Modal lainnya adalah 5 tahun |
PM |
adalah
Pajak Masukan
yang telah dikreditkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2); |
b. Untuk bukan Barang Modal:
X
--- x PM
Y
dengan ketentuan bahwa:
X |
adalah
jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang Pajak
Pertambahan Nilai atau yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai selama satu tahun buku; |
Y |
adalah
jumlah seluruh peredaran selama satu tahun buku; |
T |
adalah
masa manfaat Barang Modal sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
angka 2 yang ditentukan sebagai berikut:
- untuk bangunan adalah 10 tahun
- untuk Barang Modal lainnya adalah 5 tahun |
PM |
adalah
Pajak Masukan
yang telah dikreditkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2); |
Pasal 3:
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dari hasil penghitungan
kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat
(2) diperhitungkan kembali dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
pada suatu Masa Pajak paling lambat pada bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun buku;
bahwa berdasarkan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN, secara lengkap
berbunyi sebagai berikut:
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau
perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;
bahwa cuplikan memori Penjelasan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN
tersebut di atas, berbunyi sebagai berikut:
Berbeda dengan ketentuan dalam ayat (2), adanya perlakuan khusus berupa
pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak
adanya Pajak Keluaran, sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh
pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan;
bahwa dalam Pasal 9 ayat (2), ayat (9), dan ayat (8) Undang-Undang PPN,
dinyatakan bahwa:
Pasal 9 ayat (2):
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran
untuk Masa Pajak yang sama;
Pasal 9 ayat (9):
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetap belum dikreditkan dengan
Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa
Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa
Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan
belum dilakukan pemeriksaan;
Pasal 9 ayat (8):
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagai mana diatur
dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
- perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep,
station
wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau
pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
- perolehan barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti
pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
Faktur
Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5);
- pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau
pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
- perolehan Barang Kena Pajakatas Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukannya pemeriksaan;
bahwa berdasarkan Pasal 2 dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-87/PJ./2002 tanggal 18 Februari 2002 tentang Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian
Sendiri dan atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak, secara lengkap dinyatakan sebagai berikut:
Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk
tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
bahwa pengertian dari tujuan produktif secara jelas tercermin pada
Pasal 1 angka 5 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-87/PJ./2002 tanggal 8 Februari 2002 tersebut juga, yang secara
lengkap berbunyi sebagai berikut:
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Pemanfaatan Jasa Kena
Pajak untuk tujuan produktif adalah pemakaian Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi
selanjutnya atau untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan;
bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan pajak yang dipaparkan di atas,
maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
bahwa secara umum Pengusaha Kena Pajak tidak dapat melakukan
pengkreditan terhadap Pajak Masukan bagi pengeluaran yang memenuhi
kondisi atau kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8)
Undang-Undang PPN;
bahwa selain daripada pengaturan pada Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang
PPN tersebut, terhadap suatu transaksi tertentu dapat pula ditentukan
bahwa suatu Pajak Masukan dapat dikreditkan seluruhnya atau sebagian,
atau tidak dapat dikreditkan seluruhnya atau sebagian, yaitu dengan
bertitik tolak pada indikator kunci berupa: realisasi penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena
Pajak, yang dilaporkannya pada SPT Masa PPN (dan juga tercermin pada
SPT Tahunan PPh Badannya);
bahwa terdapat beberapa kemungkinan dari realisasi penyerahan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena
Pajak, yakni berupa:
- Penyerahan yang tidak terutang PPN, dan
- Penyerahan yang terutang PPN, yaitu:
- Ekspor,
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri,
- Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungul PPN,
- Penyerahan yang PPN-nya Tidak Dipungut, serta
- Penyerahan yang PPN-nya Dibebaskan;
bahwa karenanya merupakan hal yang tidak berdasar apabila Terbanding
berkesimpulan bahwa: Pajak Masukan atas biaya kebun Pemohon Banding,
tidak dapat dikreditkan;
bahwa koreksi tersebut baru boleh dilakukan hanya apabila terdapat
penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh
Pemohon Banding. Sehingga, terhadap Pajak Masukan yang dibayar untuk
perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang
atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat
dikreditkan pada SPT Masa PPN Pemohon Banding;
bahwa TBS yang dihasilkan oleh Unit Perkebunan Pemohon Banding yang
selanjutnya dipergunakan/ dipakai sebagai bahan baku dan dititip
olah/dimaklonkan ke Pihak Pengolah/Prosesor untuk diolah menjadi Crude
Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK), pada dasarnya bukanlah merupakan
penyerahan BKP berupa TBS;
bahwa pada Masa Pajak Januari 2010 tersebut, seluruh penyerahan Barang
Kena Pajak (berupa: Crude Palm Oil, Palm Kernel, dan Sparepart) yang
Pemohon Banding lakukan adalah dengan terutang Pajak Pertambahan Nilai,
yakni: Terutang PPN dengan tarif 10% (berupa penyerahan yang PPNnya
harus dipungut sendiri);
bahwa sama sekali tidak ada penyerahan BKP/JKP yang tidak terutang PPN
dan/atau penyerahan BKP/JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN yang
Pemohon Banding lakukan;
bahwa tidak seharusnya dilakukan Koreksi Positif terhadap Pajak Masukan
atas biaya Kebun yang dikreditkan oleh Pemohon Banding pada SPT Masa
Januari 2010;
bahwa berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, Pemohon Banding
memohon agar banding Pemohon Banding ini dapat diterima, dan agar
Majelis dapat meninjau ulang Keputusan Terbanding Nomor:
KEP-1930/WPJ.07/2012 tanggal 10 Oktober 2012 tersebut di atas;
bahwa perhitungan pajak terutang menurut Pemohon Banding untuk Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2010;
No. |
URAIAN |
Jumlah
Rupiah Menurut |
Nilai
Yang Dibanding
(Rp) |
Pemohon
Banding
(Rp) |
Terbanding
(Rp) |
1 |
Dasar
Pengenaan Pajak
a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN:
a.1. Ekspor
a.2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
a.3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN
a.4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
a.5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan
PPN
a.6. Jumlah (a.1 + a.2 + a.3 + a.4 + a.5)
b. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang
PPN:
c. Jumlah Seluruh Penyerahan (a.6 + b)
d. Atas Impor BKP/Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari Luar
Daerah Pabean/Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean/Pemungutan Pajak
oleh Pemungut Pajak/Kegiatan Membangun Sendiri/Penyerahan atas Aktiva
Tetap yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan: |
0,00
4.571.024.828,00
0,00
0,00
0,00
4.571.024.828,00
0,00
4.571.024.828,00 |
0,00
4.571.024.828,00
0,00
0,00
0,00
4.571.024.828,00
0,00
4.571.024.828,00 |
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00 |
|
d.1.
Impor BKP
d.2. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean
d.3. Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean
d.4. Pemungutan Pajak oleh Pemungut PPN
d.5. Kegiatan Membangun Sendiri
d.6. Penyerahan atas Aktiva Tetap yang Menurut Tujuan Semula Tidak
Untuk Diperjualbelikan
d.7. Jumlah (d.1 atau d.2 atau d.3 atau d.4 atau d.5 atau d.6) |
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00 |
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00 |
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00 |
2
3 |
Penghitungan
PPN Kurang Bayar
a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri (tarif x 1.a.2
atau 1.d.7)
b. Dikurangi:
b.1. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang
sama
b.2. Pajak Masukan yang dapat
diperhitungkan
b.3. STP (pokok kurang bayar)
b.4. Dibayar dengan NPWP sendiri
b.5. Lain-lain
b.6. Jumlah (b.1 + b.2 + b.3 + b.4 + b.5)
c. Diperhitungkan:
c.1. SKPPKP
d. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan (b.6 –
c.1)
e. Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar (a –
d)
Kelebihan Pajak yang sudah:
a. Dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya
b. Dikompensasikan ke Masa Pajak ………..
(karena pembetulan)
c. Jumlah (a + b) |
457.102.479,00
0,00
650.222.033,00
0,00
0,00
0,00
650.222.033,00
0,00
650.222.033,00
(193.119.554,00)
193.119.554,00
0,00
193.119.554,00 |
457.102.479,00
0,00
327.797.836,00
0,00
0,00
0,00
327.797.836,00
0,00
327.797.836,00
129.304.643,00
193.119.554,00
0,00
193.119.554,00 |
0,00
0,00
(322.424.197,00)
0,00
0,00
0,00
(322.424.197,00)
0,00
(322.424.197,00)
322.424.197,00
0,00
0,00
0,00 |
4
5
6 |
4
PPN yang kurang dibayar (2.e + 3.c)
5 Sanksi Administrasi:
a. Bunga Pasal 13 (2) KUP
b. Kenaikan Pasal 13 (3) KUP
c. Bunga Pasal 13 (5) KUP
d. Kenaikan Pasal 13A KUP
e. Kenaikan Pasal 17C (5) KUP
f. Kenaikan Pasal 17D (5) KUP
g. Jumlah (a + b + c + d + e + f)
6 Jumlah PPN yang masih harus dibayar (4 + 5.g) |
0,00
0,00 |
322.424.197,00
62.066.229,00
193.119.554,00
0,00
0,00
0,00
0,00
255.185.783,00
577.609.980,00 |
322.424.197,00
62.066.229,00
193.119.554,00
0,00
0,00
0,00
0,00
255.185.783,00
577.609.980,00 |
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-
50687/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 26 Februari 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: KEP-1930/WPJ.07/2012 tanggal 10 Oktober 2012
tentang Keberatan Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor: 00038/207/10/058/12
tanggal 30 Januari 2012 Masa Pajak Januari 2010 atas nama PT. XXX,
NPWP: 02.xxxx, beralamat di Gedung M Lantai YY, Jalan KKK Blok B,
Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-50687/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 26 Februari 2014, diberitahukan
kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 12 Maret 2014, kemudian
terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 Mei 2013, diajukan permohonan
peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
pada tanggal 2 Juni 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 2 Juni
2014;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 7 Oktober
2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 4
November 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pahak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
sangat
keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak,
yang berbunyi sebagai berikut:
Halaman 38 sampai dengan 42:
bahwa yang menjadi sengketa adalah:
Pajak Masukan menurut SPT Pemohon Banding Rp.
650.222.033,00
Pajak Masukan menurut Terbanding
Rp. 327.797.836,00
Koreksi
Rp. 322.424.197,00
bahwa pada dasarnya koreksi Terbanding sesuai dengan Surat Uraian
Bandingnya Terbanding menyatakan bahwa Pajak Masukan tersebut dikoreksi
karena merupakan Pajak Masukan yang terkait dengan kebun sawit berupa
pupuk dan bahan kimia lainnya yang digunakan di kebun;
bahwa Pajak Masukan terkait dengan kebun sawit tersebut dikoreksi
dengan pertimbangan bahwa perkebunan tersebut menghasilkan barang
strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN
sebagaimana ketentuan PP Nomor 12 Tahun 2001 jo. PP Nomor 31 Tahun 2007;
bahwa dari LLP dan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SI DJP)
dapat diketahui bahwa Pemohon Banding bergerak dalam bidang usaha
perkebunan kelapa sawit (KLU: 01134);
bahwa hasil kebun sawit Pemohon Banding adalah TBS (Tandan Buah Segar)
kelapa sawit, TBS termasuk barang strategis sebagaimana ketentuan Pasal
1 dan Pasal 2 PP Nomor 12 Tahun 2001 Jo. PP Nomor 31 Tahun 2007 yang
atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN;
bahwa karena hasil kebun Pemohon Banding merupakan barang kena pajak
tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN maka
Pajak Masukan terkait dengan kebun tersebut tidak dapat dikreditkan
berdasarkan ketentuan Pasal 16B Ayat (3) Undang-Undang PPN jo. Pasal 3
PP Nomor 12 Tahun 2001 jo. PP Nomor 31 Tahun 2007;
bahwa Pemohon Banding mempunyai usaha terintegarasi yang meliputi
perkebunan dan juga memiliki pabrik pengolahan yang menghasilkan
CPO/PK. Terbanding berpendapat Pemohon Banding memiliki 2 unit atau
kegiatan yaitu unit atau kegiatan kebun yang menghasilkan TBS (tandan
buah segar) kelapa sawit dan unit atau kegiatan pengolahan. Disamping
menggunakan TBS dari kebun sawit sendiri, Pemohon Banding juga
melakukan pembelian TBS dari pihak lain untuk diolah menjadi CPO/PK;
bahwa Pemohon Banding menyatakan koreksi tersebut baru boleh dilakukan
hanya apabila terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan
Nilai dan/atau yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
yang dilakukan oleh Pemohon Banding, sehingga terhadap Pajak Masukan
yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa
Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan
Nilai dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak
dapat dikreditkan pada SPT Masa PPN Pemohon Banding;
bahwa menurut Pemohon Banding TBS yang dihasilkan oleh Unit Perkebunan
Pemohon Banding yang selanjutnya dipergunakan/dipakai sebagai bahan
baku dan dititip olah/dimaklonkan ke Pihak Pengolah/Prosesor untuk
diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK), pada dasarnya
bukanlah merupakan penyerahan BKP berupa TBS;
bahwa menurut Pemohon Banding pada Masa Pajak Januari 2010 tersebut
seluruh penyerahan Barang Kena Pajak (berupa: Crude Palm Oil, Palm
Kernel, dan Sparepart) yang Pemohon Banding lakukan adalah terutang
Pajak Pertambahan Nilai, yakni: Terutang PPN dengan tarif 10% (berupa
penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri);
bahwa sama sekali tidak ada penyerahan BKP/JKP yang tidak terutang PPN
dan/atau penyerahan BKP/JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN yang
Pemohon Banding lakukan;
bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas bukti-bukti yang disampaikan
oleh Pemohon Banding, diketahui hal-hal sebagai berikut:
bahwa berdasarkan Surat Persetujuan Penanaman Modal dari BKPM tanggal
20 Desember 2004 Nomor: 127/V/PMA/2004 diketahui Pemohon Banding BKPM
memberikan persetujuan atas Perubahan status perusahaan dari Non
Penanaman Modal Dalam Negeri/Penanaman Modal Asing (Non PMDN/PMA)
menjadi Penanaman Modal Asing (PMA);
bahwa berdasarkan Surat Persetujuan Penanaman Modal dari BKPM tanggal
17 Juli 2009 Nomor: 276/II/PMA/2009 tentang Surat Persetujuan Perluasan
Penanaman Modal diketahui bidang Usaha Pemohon Banding adalah Industri
minyak kasar (minyak makan) dari nabati dengan lokasi Kabupaten
Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, batas waktu surat
persetujuan adalah dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan
terhitung sejak dikeluarkan surat persetujuan ini;
bahwa berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kotawaringin Timur tentang
Izin Mendirikan Bangunan Nomor: 642/77/UPT/CK-PU/2009 tanggal 17 April
2009 memberikan Izin Mendirikan Bangunan untuk Pabrik CPO Kelapa Sawit
dengan kapasitas 45 ton/jam (skala kecil) dan pendukung lainnya, dengan
luas bangunan total 4261 m2 bangunan harus selesai dikerjakan 6
(enam)bulan terhitung sejak tanggal Surat Izin dikeluarkan;
bahwa dari dokumen yang disampaikan Pemohon Banding tidak diketahui
adanya izin perpanjangan apabila ada kendala yang menyebabkan Pemohon
Banding tidak bisa menyelesaikan pembangunan pabrik sebagaimana
ditentukan dalam izin BKPM;
bahwa sesuai dengan penjelasan Pemohon Banding dalam persidangan
diketahui bahwa pembangunan pabrik selesai dibangun dan digunakan untuk
mengolah TBS yang dihasilkan oleh Pemohon Banding menjadi CPO dan PK
pada tanggal 12 Juli 2010 sehingga bisa dinyatakan Pemohon Banding
telah menjadi pengusaha terpadu (integrated) Industri Pengolahan Minyak
Sawit;
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka menurut Majelis sebelum
tanggal 12 Juli 2010 usaha Pemohon Banding belum dapat dikatakan
melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) Industri Pengolahan
Minyak Sawit karena belum mempunyai unit/pabrik yang dapat mengolah TBS
menjadi CPO;
bahwa karena sampai dengan tanggal 11 Juli 2010 Pemohon Banding belum
integrated sehingga menurut Majelis kegiatan usaha dengan memaklonkan
TBS kepada perusahaan afiliasi dan dijual adalah TBS, sehingga PK
adalah 0 dan Pajak Masukan TBS tidak bisa dikreditkan;
bahwa pada tanggal 02 Januari 2010 Pemohon Banding melakukan perjanjian
jasa titip olah TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit (Palm
Karnel/PK) kepada PT YYY sesuai dengan perjanjian Nomor:
001/TO-TBS/MS-BSK/I/2010 tanggal 02 Januari 2010;
bahwa atas penjelasan Pemohon Banding yang menyatakan tidak menyerahkan
TBS namun hanya menjual produk olah kelapa sawit, Majelis melihat pada
tahun 2010 Pemohon Banding menghasilkan TBS yang kemudian
dititipolahkan menjadi CPO dan PK ke PT YYY dan menjualnya;
bahwa berdasarkan hal tersebut Majelis berkesimpulan bahwa pada
dasarnya penyerahan yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah
penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) karena Pemohon Banding tidak
mempunyai pabrik pengolahan tandan buah segar yang dapat Menghasilkan
Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Karnel (PK) sehingga sesuai dengan
ketentuan yang berlaku penyerahan Tandan Buah Segar milik Pemohon
Banding yang dimaklonkan kepada PT YYY dibebaskan dari
pengenaan PPN dan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan sesuai Pasal
16B Undang-Undang PPN;
bahwa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak
Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak pasal 2 ayat 1 (a)
menyebutkan: Bagi Pengusaha Kena Pajak yang:
- Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang
terdiri dari unit
atau kegitan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak
terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang
menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan
Nilai; atau ………
maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak yang:
- nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang
atas
penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat
dikreditkan;……….
bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2001 Tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
Yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan
“Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
- … … … ;
- … … … ;
- barang hasil pertanian;
- …..dst
bahwa selanjutnya pada pasal 1 angka 2 pada peraturan yang sama
disebutkan:
Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan
usaha di bidang:
- pertanian, perkebunan dan kehutanan ;
- ... … … ;
- … … … ;
bahwa selanjutnya pada pasal 2 angka 2 pada peraturan yang sama
disebutkan:
Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis berupa:
- … … … ;
- … … … ;
- barang pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 1
angka 1 huruf c;
- …..dst
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; bahwa Pasal 16B ayat
(1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah disebutkan:
“Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak
terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara
waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk:
- kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di
dalam Daerah Pabean;
- penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan
Jasa Kena Pajak tertentu;
- impor Barang Kena Pajak tertentu;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean;
bahwa Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah disebutkan:
“Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak
dan
atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan”;
bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22
Maret 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambaha
Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007 tentang Perubahan
Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan
Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang
Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Tandan Buah Segar
(TBS) telah ditetapkan sebagai Barang Kena Pajak yang bersifat
strategis (BKP strategis) yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN;
bahwa Peraturan Pemerintah tersebut merupakan aturan pelaksanaan yang
diamanatkan dalam Pasal 16B Undang-Undang PPN yang menjelaskan antara
lain bahwa salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam
Undang-Undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya
perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasuskasus
dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang
teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan, oleh karena itu,
setiap kemudahan dalam bidang perpajakan, jika benar-benar diperlukan,
harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam
penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya
kemudahan tersebut;
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka menurut Majelis bahwa pada
dasarnya penyerahan yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah Tandan
Buah Segar karena Pemohon Banding tidak mempunyai unit pengolahan
tandan buah segar yang dapat menghasilkan CPO dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku penyerahan tandan buah segar milik Pemohon
Banding kepada PT YYY dibebaskan dari pengenaan PPN;
bahwa dalam Akta Notaris berupa Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT
XXX Nomor: 12 Tanggal 19 Nopember 2003 yang dibuat oleh WWW, SH,
Notaris di Jakarta Pusat, dalam Pasal 3, Angka 1
disebutkan maksud dan tujuan Perseroan ialah berusaha dalam bidang
Perkebunan, Perindustrian dan Perdagangan;
bahwa atas penyerahan kepada PT YYY yang diserahkan adalah
berupa CPO dan PK sebagai Barang Kena Pajak (BKP), dan Majelis tidak
melakukan reklas atas penyerahan tersebut dari penyerahan yang dipungut
sendiri menjadi penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN, meskipun
perusahaan tersebut merupakan perusahaan afiliasi dari Pemohon Banding,
karena Pemohon Banding dalam penyerahan tersebut bertindak sebagai
trader/pedagang TBS dari CPO/PK dan telah memungut PPN atas
penyerahannya;
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat penyerahan yang dilakukan
Pemohon Banding adalah berupa penyerahan Tandan Buah Segar yang atas
penyerahan tersebut dibebaskan dari pengenaan PPN maka atas Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan, sehingga koreksi Terbanding atas
Pajak Masukan Masa Pajak Januari 2010 sebesar Rp. 322.424.197,00 tetap
dipertahankan;
- Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan hukum Majelis
Hakim
Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.50687/PP/M.VIIIB/16/2014 tanggal 26 Pebruari 2014 tersebut di atas,
maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan ini
menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa
dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah, keliru, atau
setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam
membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan
fakta-fakta dan bukti-bukti yang Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) ajukan.
- Bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan
Kedua atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (selanjutnya disebut
Undang-Undang PPN), menyatakan:
Pasal 1 Angka 2:
“Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau
hukumnya
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang
tidak berwujud.”
Pasal 1 Angka 3:
“Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam
angka
2 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.”
Pasal 1 Angka 4:
“Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan
penyerahan
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 3.”
Pasal 1A ayat (1):
“Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena
Pajakadalah:
- penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu
perjanjian;
- pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu
perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;
- penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara
atau melalui juru lelang;
- pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas
Barang Kena Pajak;
- persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut
tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva
tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
- penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau
sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang;
- penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi."
Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d:
“Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan
pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi
sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pemberian cuma-cuma
diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang
produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian
contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.”
Pasal 9 Ayat (5):
“Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain
melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang
tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak
dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan
dengan penyerahan yang terutang pajak.”
Penjelasan Pasal 9 Ayat (5)Paragraf ke-1, ke-2, dan ke-3:
"Dalam ayat ini, yang dimaksud dengan penyerahan yang terutang pajak
adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan
Undang-undang ini, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai."
"Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa
yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud Pasal 16B."
“Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan
penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang
pajak, hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak.Bagian penyerahan yang terutang pajak
tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha
Kena Pajak.”
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 29; Pasal 28 Ayat
(1),
(3), (5), (6), (7) dan (11); serta Pasal 29 Ayat (3) huruf a dari
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2009, menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 1 Angka 29:
“Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode
Tahun Pajak tersebut.”
Pasal 28 Ayat (1):
“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan.”
Pasal 28 Ayat (3):
“Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan
dengan
memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya.”
Pasal 28 Ayat (5):
“Pembukuan diselengarakan dengan prinsip taat asas dan dengan
stelsel akrual atau stelsel kas.”
Pasal 28 Ayat (6):
“Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku
harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.”
Pasal 28 Ayat (7):
“Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang.”
Penjelasan Pasal 28 Ayat (7):
“Pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka
29.Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan agar berdasarkan pembukuan
tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.”
“Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak
lainnya
juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat dihitung
dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau
nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual
dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah
pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat
dikreditkan.”
“Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara
atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan
perpajakan menentukan lain.”
Pasal 28 Ayat (11):
“Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi
on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di
tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di
tempat kedudukan Wajib Pajak badan.”
Penjelasan Pasal 28 Ayat (11):
“Buku, catatan, dan dokumen termasuk yang diselenggarakan
secara
program aplikasi on-line dan hasil pengolahan data elektronik yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10
(sepuluh) tahun di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar apabila Direktur
Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan
atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera
disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan,
dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai
dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus
dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan
kewajaran penyimpanan.”
Pasal 29 Ayat (3) huruf a:
“Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan
yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek
yang terutang pajak;”
- Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Undang- undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 69 Ayat (1):
“Alat bukti dapat berupa:
- Surat atau tulisan;
- Keterangan ahli;
- Keterangan para saksi;
- Pengakuan para pihak; dan/atau
- Pengetahuan Hakim.”
Pasal 70:
“Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari:
- akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di
hadapan seorang
pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang
membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti
tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
- akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan
ditandatangani oleh
pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai
alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di
dalamnya;
- surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan
oleh pejabat yang berwenang;
- surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf
a, huruf b,
dan huruf c yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan.”
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1).”
Penjelasan Pasal 76 Paragraf ke-1 dan ke-2:
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran
materiil sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan.
Oleh karena itu, hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
Penjelasan Pasal 78:
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Pasal 84 Ayat (1) huruf f:
“Putusan Pengadilan Pajak harus memuat: pertimbangan dan
penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa.”
- Bahwa atas sengketa ini Majelis Hakim Pengadilan Pajak
telah menolak
permohonan banding Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
dan mempertahankan koreksi Termohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding), dengan pertimbangan sebagai berikut:
- “bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka
menurut Majelis
bahwa pada dasarnya penyerahan yang dilakukan oleh Pemohon Banding
adalah Tandan Buah Segar karena Pemohon Banding tidak mempunyai unit
pengolahan tandan buah segar yang dapat menghasilkan CPO dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku penyerahan tandan buah segar milik
Pemohon Banding kepada PT YYY dibebaskan dari pengenaan
PPN;”
- “bahwa atas penyerahan kepada PT YYY yang
diserahkan adalah berupa CPO dan PK sebagai Barang Kena Pajak (BKP),
dan Majelis tidak melakukan reklas atas penyerahan tersebut dari
penyerahan yang dipungut sendiri menjadi penyerahan yang dibebaskan
dari pengenaan PPN, meskipun perusahaan tersebut merupakan perusahaan
afiliasi dari Pemohon Banding, karena Pemohon Banding dalam penyerahan
tersebut bertindak sebagai trader/pedagang TBS dari CPO/PK dan telah
memungut PPN atas penyerahannya;”
- “bahwa dengan demikian Majelis berpendapat
penyerahan yang
dilakukan Pemohon Banding adalah berupa penyerahan Tandan Buah Segar
yang atas penyerahan tersebut dibebaskan dari pengenaan PPN maka atas
Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan, sehingga koreksi Terbanding
atas Pajak Masukan Masa Pajak Januari 2010 sebesar Rp. 322.424.197,00
tetap dipertahankan;”
merupakan hal yang tidak dapat diterima karena tidak berdasarkan fakta
dan data yang ada di dalam persidangan.
- Kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang beranggapan
bahwa
pada dasarnya penyerahan yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) kepada pihak Pengolah (PT. YYY)
adalah Tandan Buah Segar, karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) tidak mempunyai unit pengolahan Tandan Buah Segar yang
dapat menghasilkan CPO, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
penyerahan Tandan Buah Segar milik Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) kepada PT YYY dibebaskan dari pengenaan
PPN, adalah merupakan kesimpulan yang salah dan keliru dengan
mengabaikan fakta-fakta dan bukti-bukti ada di dalam persidangan
banding di Pengadilan Pajak.
- Padahal, fakta-fakta dan bukti-bukti kebenaran
material/substansialnya, adalah sebagai berikut:
- Bahwa nyata-nyata secara fisik yang diserahkan atau
dijual oleh
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada PT. YYY
adalah barang kena pajak berupa Crude Palm Oil (CPO) dan Palm
Kernel (PK), bukan Tandan Buah Segar (TBS). Terlampir disampaikan
kembali bukti-bukti berupa Invoice Penjualan dan Faktur Pajak Keluaran
yang diterbitkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) kepada PT. YYY selama Masa Pajak Januari sampai
dengan Desember 2010.
- Penyerahan atau penjualan barang kena pajak berupa CPO
dan PK
dilaksanakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
dengan harga jual yang lebih tinggi dari harga pasar TBS, yang
membuktikan telah adanya pertambahan nilai (added value) terhadap suatu
barang. Bahwa prinsip dasar PPN sebagai pajak atas konsumsi barang dan
jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur
produksi dan distribusi, telah benar-benar terpenuhi pada transaksi
penyerahan atau penjualan barang kena pajak berupa CPO dan PK yang
dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding).Terlampir disampaikan kembali Rekapitulasi Harga Jual CPO dan
PK yang
dilaksanakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
kepada PT. YYY selama Masa Pajak Januari sampai dengan
Desember 2010, disandingkan dengan harga pasar TBS pada periode yang
sama.
- Nyata-nyata walaupun Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon
Banding) belum mempunyai Pabrik/Unit Pengolahan TBS (Pabrik Kelapa
Sawit) namun memiliki barang kena pajak CPO dan PK hasil olahan dari
prosesor/pengolah (dengan mengeluarkan/membayar beban jasa olah atas
maklon/titip olah yang dilakukan), dan secara faktual atas barang kena
pajak CPO dan PK ini yang dilakukan penjualan/penyerahan.
- Adanya transaksi penjualan lokal atas hasil olah berupa
CPO dan PK
oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding, selaku pemilik
CPO dan PK) kepada PT. YYY adalah merupakan suatu
transaksi dagang lainnya yang juga lazim dilakukan dalam dunia usaha.
Sama halnya apabila penjualan lokal tersebut dilakukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada pihak selain PT.
YYY, dimana tetap akan dicatat secara sistematis dalam
pembukuan Perusahaan, dan juga pasti akan didukung dengan bukti-bukti
berupa Kontrak Penjualan, Invoice, arus barang, dan arus uang
(penerimaan hasil penjualan).
- Bagaimana mungkin Majelis Hakim Pengadilan Pajak dapat
berpendapat:
“bahwa atas penyerahan kepada PT YYY yang diserahkan
adalah berupa CPO dan PK sebagai Barang Kena Pajak (BKP), dan Majelis
tidak melakukan reklas atas penyerahan tersebut dari penyerahan yang
dipungut sendiri menjadi penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN,
meskipun perusahaan tersebut merupakan perusahaan afiliasi dari Pemohon
Banding, karena Pemohon Banding dalam penyerahan tersebut bertindak
sebagai trader/pedagang TBS dari CPO/PK dan telah memungut PPN atas
penyerahannya;”. Pendapat ini bersifat kontradiksi
(kontradiktif), karena di satu sisi tidak mau mengakui adanya CPO dan
PK hasil olahan milik Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) yang berasal dari TBS yang dititip-olahkan, sementara di sisi
lain:
- mengakui adanya penyerahan atau penjualan barang kena
pajak CPO dan
PK hasil olahan kepada PT. YYY, dimana Pajak Keluaran atas
penyerahan/penjualan CPO dan PK ini telah dipungut dan dilaporkan oleh
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- mengakui adanya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
atas jasa
pengolahan TBS menjadi CPO dan PK tersebut yang dibayarkan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada PT. YYY
selaku Pihak Pengolah (Pemilik Pabrik/Prosesor).
Selain itu, bagaimana dan darimana Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) dapat memperdagangkan/menjual barang kena pajak berupa
CPO dan PK tersebut, apabila tidak memiliki stock/persediaan CPO dan
PK. Kepemilikan CPO dan PK tentunya merupakan kunci utama untuk dapat
melakukan perdagangan/penjualan CPO dan PK. Dalam hal ini, walaupun
bukan merupakan hasil produksi dari pabrik sendiri, CPO dan PK tersebut
dimiliki oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dari
hasil titip olah yang dilaksanakan di Pabrik milik Prosesor (Pihak
Pengolah).
- Dan bahwa berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti kebenaran
material/substansial sebagaimana dipaparkan pada poin 8 tersebut di
atas, maka kebenaran yuridis/formal yang telah dilaksanakan oleh
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebagai
berikut:
- Karena nyata-nyata secara fisik yang diserahkan atau
dijual oleh
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada PT. YYY
adalah barang kena pajak berupa Crude Palm Oil (CPO) dan Palm
Kernel (PK), maka atas penyerahan/penjualan ini diterbitkan Faktur
Pajak Keluaran dengan PPN 10 %. Hal ini dilaksanakan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (= Undang-Undang PPN), khususnya Pasal 1 Angka 2, 3, dan 4; Pasal
1A ayat (1); Pasal 4; Pasal 11; dan Pasal 13 ayat (1).
- Atas penyerahan/penjualan lokal barang kena pajak
berupa CPO dan PK
yang dilakukan ini, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
telah melaksanakan pemungutan PPN atasnya (merupakan penyerahan yang
terutang PPN), dan telah pula melaporkannya pada SPT Masa PPN (sebagai
Pajak Keluaran) serta SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2010 (sebagai
Pendapatan Usaha / Omzet Usaha). Penyerahan/penjualan CPO dan PK yang
dilakukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) kepada PT. YYY dan PT. XXX telah
dicatat secara sistematis dalam pembukuan
Perusahaan, dan juga didukung dengan bukti-bukti berupa Kontrak
Penjualan, Invoice, arus barang, dan arus uang(penerimaan hasil
penjualan).
- Bahwa adanya Surat Perjanjian/Kontrak Titip Olah Nomor:
001/TOTBS/MS-BSK/I/2010 tanggal 02 Januari 2010 antara Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT. YYY, secara
jelas adalah merupakan suatu kesepakatan titip olah
yang terjadi antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
selaku Pemilik Barang, dengan PT. YYY selaku Pihak
Pengolah (Pemilik Pabrik/Prosesor). Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) sepenuhnya memiliki
hak atas barang kena pajak berupa TBS yang dititip-olahkan, dan
selanjutnya juga sepenuhnya akanmemiliki hak atas barang kena pajak
hasil olahan berupa CPO dan PK (setelah TBS tersebut diproses olah di
Pabrik Kelapa Sawit milik PT. YYY selaku prosesor).
Transaksi titip olah ini disepakati bersama karena pada tahun pajak
2010 (sebelum tanggal 12 Juli 2010), Pabrik Pengolahan Tandan Buah
Segar (Pabrik Kelapa Sawit) milik Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) masih dalam tahap pembangunan, sehingga hasil TBS dari
kebun sendiri dititip-olahkan ke Pabrik Kelapa Sawit milik prosesor
(PT. YYY). Atas transaksi titip-olah TBS ini, Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) selaku Pemilik Barang akan
memperoleh/mendapatkan barang jadi berupa barang kena pajak Crude Palm
Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK), serta akan membayarkan beban jasa olah
kepada prosesor (selaku Pemilik Pabrik). Pada tanggal 12 Juli 2010
Pabrik Pengolahan Tandan Buah Segar (Pabrik Kelapa Sawit) milik Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah selesai
dikonstruksikan dan mulai dioperasikan secara komersial, yang dalam hal
ini dipergunakan untuk mengolah TBS milik Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding)sehingga dihasilkan barang jadi berupa barang
kena pajak CPO dan PK.
- Sesuai dengan Pasal 2 dari Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor:
KEP-87/PJ./2002 tanggal 18 Februari 2002 tentang Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian
Sendiri dan atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak, secara lengkap dinyatakan sebagai berikut:
“Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak
untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahaan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.” Sementara itu,
pengertian dari ‘tujuan produktif’ secara
jelas tercermin pada Pasal 1 Angka 5 dari Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor: KEP-87/PJ./2002 tanggal 18 Februari 2002 tersebut juga,
yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut: “Pemakaian
sendiri Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa
Kena Pajak untuk tujuan produktif adalah pemakaian Barang Kena Pajak
dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk
kegiatan produksi selanjutnya atau untuk kegiatan yang mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha pengusaha yang
bersangkutan.” Jadi, TBS yang dihasilkan oleh kebun Pemohon
Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) yang selanjutnya dipergunakan/dipakai sebagai bahan
baku yang dititip-olahkan (dimaklonkan) ke Pihak Pengolah (Prosesor),
pada dasarnya bukanlah merupakan penyerahan BKP tertentu yang bersifat
strategis berupa TBS. Karena, TBS ini dipergunakan/dipakai untuk tujuan
produktif dalam rangka menghasilkan barang jadi berupa barang kena
pajak CPO dan PK bagi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding).
- Pasal 9 ayat (5) dari Undang-Undang PPN, menyatakan:
“Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain
melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang
tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak
dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan
dengan penyerahan yang terutang pajak.” Cuplikan Memori
Penjelasan Pasal 9 Ayat (5) dari Undang-Undang PPN, menyatakan: "Dalam
ayat ini, yang dimaksud dengan penyerahan yang terutang pajak
adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan
Undang-undang ini, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai." "Yang dimaksud
dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa
yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud Pasal 16B." “Pengusaha Kena Pajak yang
dalam
suatu Masa Pajak melakukan
penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang
pajak, hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak.Bagian penyerahan yang terutang pajak
tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha
Kena Pajak.” Oleh karena itu, sudah selayaknya apabila Pajak
Masukan yang berkenaan
dengan penyerahan yang terutang pajak (Pajak Pertambahan Nilai)
tersebut di atas (berupa barang kena pajak: CPO, PK, dan
Material/Sparepart)yang menjadi sengketa peninjauan kembali ini, dapat
dikreditkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
- Bahwa salah satu pokok perubahan yang dilakukan pada
Undang-
Undang
Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Barang Mewah, sebagaimana tercantum pada “Memori
Penjelasan, Bagian Umum, huruf c”adalah: “Apabila
dalam
suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak belum berproduksi atau belum
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dan
atau ekspor Barang Kena Pajak, maka Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan yang dibayar pada saat perolehan Barang Kena Pajak,
penerimaan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean, dan atau impor Barang Kena Pajak tetap dapat
dikreditkan.” Pada tahun pajak 2010 (sebelum tanggal 12 Juli
2010), Pabrik/Unit
Pengolahan Tandan Buah Segar (Pabrik Kelapa Sawit) milik Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) masih dalam tahap
pembangunan, sehingga hasil TBS dari kebun sendiri dititip-olahkan ke
Pabrik Kelapa Sawit milik prosesor (PT. YYY). Unit/Pabrik
Pengolahan Tandan Buah Segar (Pabrik Kelapa Sawit) milik Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)telah selesai
dikonstruksikan dan mulai dioperasikan secara komersial sejak tanggal
12 Juli 2010, yang dalam hal ini dipergunakan untuk mengolah TBS milik
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)sehingga dihasilkan
barang jadi berupa barang kena pajak CPO dan PK.
- Adanya fakta-fakta hukum baru berupa:
- Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
21/PMK.011/2014
tanggal
30 Januari 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak
dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak (terlampir), menegaskan dapat
dikreditkannya pajak masukan yang dibayarkan yang terkait dengan
perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dalam rangka
kegiatan menghasilkan TBS, yang diolah lebih lanjut (baik di pabrik
sendiri ataupun dititip olah di pabrik PKP lainnya) menjadi CPO dan PK
yang dijual/diserahkan sebagai barang kena pajak yang terutang PPN.
Pada Pasal 2A ayat (1)dinyatakan: “Pengusaha Kena Pajak yang:
- menghasilkan Barang Kena Pajak yang atas
penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; dan
- mengolah dan/atau memanfaatkan lebih lanjut Barang
Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada huruf a, baik melalui unit pengolahan sendiri
maupun melalui titip olah dengan menggunakan fasilitas pengolahan
Pengusaha Kena Pajak lainnya sehingga menjadi Barang Kena Pajak yang
atas seluruh penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Terutang
Pajak, seluruh Pajak Masukan yang sudah dibayar dapat dikreditkan
sesuai ketentuan peraturan perundang undangan di bidang
perpajakan.” Landasan filosofis yang mendasari perlunya
ditetapkannya Peraturan
Menteri Keuangan Nomor: 21/PMK.011/2014 tanggal 30 Januari 2014 ini,
secara jelas dan tegas adalah: ”untuk lebih memberikan
kepastian
hukum dan mendorong peningkatan nilai tambah komoditas
primer”.
- Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 70
P/HUM/2013
mengenai Perkara Permohonan Hak Uji Materiil terhadap Pasal 1 ayat (1)
huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal
2 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang
Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang
Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat
Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
TERHADAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana
Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (terlampir). Sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 70
P/HUM/2013 ini, pasal-pasal yang menjadi objek dalam perkara hak uji
materiil yang diajukan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia
(Indonesian Chamber of Commerce and Industry) dinyatakan tidak sah dan
tidak berlaku untuk umum.
BahwaPasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat
(1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf cdari Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, yang dipergunakan sebagai dasar hukum oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk mengkoreksi sebagian Pajak
Masukan yang dapat diperhitungkan sejumlah Rp. 322.424.197,00 ini,
adalah merupakan ketentuan pajak yang tidak sah dan tidak berlaku untuk
umumkarena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
- Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara
nyata-nyata bahwa
amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan
Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.50687/PP/M.VIIIB/16/2014 tanggal 26 Pebruari 2014 tersebut telah
dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang
telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding
tersebut, bukti yang valid (sah) serta aturan perpajakan yang berlaku,
sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka Putusan Pajak Nomor:
Put.50687/PP/M.VIIIB/16/2014 tanggal 26 Pebruari 2014 yang
mempertahankan Koreksi Positif atas sebagian Pajak Masukan yang dapat
diperhitungkan sejumlah Rp. 322.424.197,00 tersebut, harus dibatalkan;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dapat
dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak
permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor:
KEP-1930/WPJ.07/2012 tanggal 10 Oktober 2012, mengenai keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2010 Nomor: 00038/207/10/058/12
tanggal 30 Januari 2012 atas nama Pemohon Banding, NPWP: 02.xxxx,
adalah yang secara nyata-nyata bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan pertimbangan:
- Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali
dalam
perkara a quo yaitu Koreksi Positif atas sebagian Pajak Masukan yang
dapat diperhitungkan sejumlah Rp322.424.197,00 yang tidak dapat
dikabulkan oleh Majelis Hakim pada tingkat banding dapat dibenarkan,
karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan
dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali
dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan kembali dapat menggugurkan
fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan
serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara
a quo bahwa Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali
melakukan pengolahan terpadu dari Kebun Sawit menghasilkan Tandan Buah
Segar (TBS) yang pada dasarnya merupakan Barang Kena Pajak (BKP)
Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN,
kemudian dari pada itu, Tandan Buah Segar (TBS) imaksud
diolah
menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel yang merupakan Barang Kena
Pajak. Lagi pula Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali
hanya menyerahkan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel dan menyertakan
fakta-fakta dan bukti-bukti yang dapat menggugurkan dalil-dalil
Terbanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali, sehingga Pajak Masukan
yang telah dibayar tetap dapat dikreditkan dan olehkarenanya koreksi
Terbanding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo
tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Pasal 1A, Pasal 9 ayat (5) dan ayat (6) serta Pasal 16B ayat (3)
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai juncto Pasal 2 ayat (1) huruf a
angka (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000;
- Bahwa dengan demikian, alasan-alasan permohonan Pemohon
Peninjauan Kembali cukup berdasar dan patut untuk dikabulkan karena
terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan
permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali: PT. XXX dan membatalkan Putusan Pengadilan
Pajak Put.50687/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 26 Februari 2014, serta
Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar
sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim Agung telah membaca dan mempelajari
Jawaban Memori Peninjauan Kembali dari Termohon Peninjauan Kembali,
namun tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan alasan Peninjauan
Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali;
Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali,
maka Termohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah,
dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan
Kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali: PT. XXX tersebut;
Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.50687/PP/M.VIIIB/16/2014, tanggal 26 Februari 2014;
MENGADILI KEMBALI,
Mengabulkan permohonan banding dari Pemohon Banding sekarang Pemohon
Peninjauan Kembali;
Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara
dalam pemeriksaan peninjauan kembali sebesar Rp.2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Rabu, tanggal 17 Mei 2017, oleh Dr. H. FFF, S.H., M.H., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
Dr. H. CCC, S.H., M.S., dan Dr. DDD, S.H.,
C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta
Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh GGG, SH, Panitera
Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis :
ttd./
Dr. H. CCC, S.H., M.S.
ttd./
Dr. DDD, S.H.,
C.N.
|
|
Ketua
Majelis,
ttd./
Dr. H. FFF, S.H., M.H.
|
|
|
|
Biaya -
biaya :
1. Meterai...................... Rp
6.000,00
2. Redaksi .................... Rp
5.000,00
3. Administrasi ............. Rp
2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp
2.500.000,00 |
|
Panitera
Pengganti,
ttd./
GGG, SH,
|
Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.