Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1685/B/PK/PJK/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN
CUKAI, tempat kedudukan di Jalan Jenderal AY, Jakarta,
XXXX0;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
- AA, jabatan Pelaksana Tugas Kepala Sub Direktorat Peraturan
dan
Bantuan Hukum pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan
Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
- BB, S.H., jabatan Penangan Perkara Tk. IV pada Direktorat
Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai;
- CC, S.H., jabatan Penangan Perkara Tk. IV pada Direktorat
Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai;
- DD, S.H., jabatan Pelaksana pada Direktorat Penerimaan dan
Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
Kesemuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
Jalan Jenderal AY, Jakarta, XXXX0, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-79/BC/2012 tanggal 2 November 2012;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. DFG,
tempat kedudukan di Jalan Jenderal FG Kav. 43, Kuningan Timur, Jakarta
Selatan, XXXX0;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-39194/PP/M.XVII/19/2012 tanggal 18 Juli 2012 yang telah berkekuatan
hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali
dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding
Nomor: KEP- 37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011 dengan penjelasan
sebagai berikut:
- Pada tanggal 13 Juli 2011, Terbanding menerbitkan Keputusan
Nomor: KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011 dengan rincian Bea
Keluar Rp1.540.851.815,00 (satu milyar lima ratus empat puluh juta
delapan ratus lima puluh satu ribu delapan ratus lima belas rupiah);
- Pada tanggal 13 Juli Pemohon Banding menerima Keputusan
Terbanding Nomor: KEP- 37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011 atas
keberatan yang Pemohon Banding ajukan dengan hasil sebagai berikut:
sesuaikan dengan keputusannya,
- Atas keputusan Terbanding tersebut, Pemohon Banding
mengajukan banding dengan penjelasan sebagai berikut:
Tanggapan atas keberatan Keputusan sebagai berikut:
Bahwa
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang atas Pengenaan
Bea Keluar terhadap barang ekspor Pasal 9 (1) Pejabat Bea dan Cukai
dapat menetapkan perhitungan Bea Keluar dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean ekspor
disampaikan, bila dilihat dari keputusan tersebut telah melewati waktu
ditetapkan, seharusnya Terbanding melalui tata laksana audit dan atau
tidak semata-mata mengeluarkan surat keputusan terse but tanpa
pemberitahuan dahulu;
Bahwa harga ekspor dan tarif ekspor berlaku pada saat pendaftaran PEB,
sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 214/PMK.04/2004 Pasal 14
(2) huruf a "Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor yang digunakan adalah
Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor yang berlaku pada tanggal
pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean" dan Pemohon
Banding sudah melakukan transaksi pada saat pembayaran pada tanggal
tersebut yang sesuai Harga Ekspor dan Tarif, serta sesuai dengan
penetapan dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat;
Bahwa berdasarkan Nota Pelayanan Ekspor (NPE) pada tanggal 8 Februari
2011 atas PEB Nomor 000010 sudah ditetapkan dan diakui, apabila pada
saat tersebut terjadi perbedaan Harga Ekspor dan Tarif tidak sesuai,
maka Terbanding seharusnya menolak atas transaksi tersebut, hal ini
sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 214/PMK.04/2004 Pasal 8 (2)
"Dalam hal eksportir tidak mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean
ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap eksportir tersebut
tidak diberikan pelayanan ekspor";
Bahwa perlu diketahui Pemohon Banding sudah membetulkan Pemberitahuan
Pembetulan PEB (PP-PEB) pada tanggal 8 Februari Nomor: 02/WSSL/2011 dan
seharusnya Terbanding untuk mengeluarkan nota pembetulan (Notul) Pajak
Ekspor Tambahan;
Bahwa proses penerbitan PEB tersebut dilakukan oleh Terbanding, dan
Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), Pemohon Banding menyetor
uang ke bank dan kemudian Pemohon Banding lapor ke Kantor Pelayanan Bea
dan Cukai setempat;
Bahwa hanya berdasarkan pada Laporan Hasil PeneIitian dokumen yang
telah melewati waktu perkiraan ekspor 7 (tujuh) hari disebutkan secara
umum, maka tidak adil berdasarkan fakta hukum sebenarnya, karena pada
hari Sabtu dan Minggu Terbanding Iibur dan atau tidak melayani
pengapalan ekspor;
Bahwa barang Pemohon Banding sudah siap ditangki untuk dikapalkan
langsung ekspor, dan atau dalam kata tidak ada pengangkutan
transportasi menghambat pengapalan, keterlambatan hal ini pun
disebabkan terjadi karena adanya faktor cuaca memburuk, dan atau ombak
yang tinggi, sehingga mengakibatkan kapal tidak dapat disandarkan
(force majeour);
Bahwa demikianlah fakta-fakta hukum yang sebenarnya dan Pemohon Banding
tidak setuju dengan pendapat dari hasil peneIitian dokumen yang
dilakukan oleh Terbanding;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-39194/PP/M.XVII/19/2012 tanggal 18 Juli 2012 yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding
dengan membatalkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011, atas nama: PT. DFG, NPWP:
0X.XX0.X0X.X-0XX.000, beralamat di Jalan Jenderal FG Kav. 43, Kuningan
Timur, Jakarta Selatan, XXXX0, sehingga tagihan kurang bayar atas PEB
Nomor 000010 tanggal 31 Januari 2011 menjadi Nihil;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-39194/PP/M.XVII/19/2012
tanggal 18 Juli 2012 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali
pada tanggal 13 Agustus 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 2 November 2012 diajukan permohonan peninjauan kembali
secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 6
November 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 6 November 2012;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 26
Desember 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan
jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada
tanggal 11 Februari 2013;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan
alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Pasal 91 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU 14/2002) menyatakan
“Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan
berdasarkan
alasan-alasan sebagai berikut:
- Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu
kebohongan
atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya
diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh Hakim
Pidana dinyatakan palsu;
- Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan
bersifat
menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan
Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda;
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau
lebih
dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat
(1) huruf b dan huruf c;
- Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; atau
- Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
- Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 91 huruf e UU 14/2002 di
atas,
maka Pemohon Peninjauan Kembali memohon pembatalan putusan Pengadilan
Pajak a quo kepada Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir penegakan
supremasi hukum di Indonesia, karena putusan a quo telah nyata tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
- II. Bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
03
Tahun 2002 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali
Putusan Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut PERMA 03/2002),
yangmengatur tata cara pengajuan permohonan peninjauan kembali Putusan
Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung dalam Pasal 6 dinyatakan,
“Permohonan Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu
90
(sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak:
- Diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan
Hakim
Pengadilan Pidana memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 91 huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak;
- Ditemukan surat-surat bukti sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91
huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang
hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan
disahkan oleh pejabat yang bewenang;
- Putusan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak”.
- Bahwa Putusan Pengadilan Pajak tersebut di atas
diberitahukan
secara resmi dengan Surat dari Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor:
P.1015/SP.23/2012 tanggal 07 Agustus 2012. Oleh karenanya baik
Permohonan Peninjauan Kembali maupun pengajuan Memori PeninjauanKembali
a quo, diajukan masih dalam tenggang waktu dan dengan cara sebagaimana
yang ditentukan dalam Pasal 92 Ayat (3) UU 14/2002 jo. Pasal 6 huruf c
PERMA 03/2002, yang pada pokoknya menyatakan Permohonan Peninjauan
Kembali diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja,
maka diketahui jangka waktu pengajuan Peninjauan Kembali adalah sampai
dengan tanggal 19 Desember 2012 (5 hari kerja dalam seminggu, karena
sabtu-minggu, hari libur nasional, dan cuti bersama merupakan hari
libur/bukan hari kerja), sehingga permohonan Peninjauan Kembali dan
Memori Peninjauan Kembali a quo secara formal dapat diterima.
- Bahwa Putusan Pengadilan Pajak adalah putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap, sebagaimana diatur dalam UU 14/2002:
- Pasal 77 Ayat (1) menyatakan, “Putusan Pengadilan
Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum
tetap.”
- Pasal 77 Ayat (3) menyatakan, “Pihak-pihak yang
bersengketa dapat
mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada
Mahkamah Agung.”
- Pasal 89 Ayat (1) menyatakan, “Permohonan
peninjauan kembali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan 1
(satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.”
- Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.
39194/PP/M.XVII/19/2012 tanggal 15 Mei 2012 adalah putusan akhir yang
telah berkekuatan hukum tetap sehingga telah memenuhi syarat untuk
diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung melalui
Pengadilan Pajak.
- Bahwa segala hal yang telah diuraikan dan disampaikan oleh
Pemohon Peninjauan Kembali dalam persidangan, Keputusan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011
tentang Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar Atas Barang Yang
Diekspor Oleh PT DFG, Surat Uraian Banding Pemohon Peninjauan Kembali
Nomor: SR-697/BC.8/2012 tanggal 19 Desember 2011, dan penjelasan
tertulis dalam perkara a quo, merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam uraian-uraian di bawah ini.
- Sehingga hal-hal yang telah diuraikan di dalamnya dianggap
telah termuat kembali di dalam Memori Peninjauan Kembali ini.
- Bahwa yang menjadi obyek sengketa dalam banding perkara a
quo
adalah Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor:
KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011 tentang Penetapan Kembali
Perhitungan Bea Keluar Atas Barang Yang Diekspor Oleh PT. DFG, yang
menetapkan atas Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) oleh Termohon
Peninjauan Kembali Nomor: 000010 tanggal 31 Januari 2011 dengan jenis
barang Crude Palm Oil (CPO) sebanyak 2.250,284 MT diberitahukan dengan
Tarif 20% Harga Ekspor = USD 1.112/MT (Kurs 1 USD = Rp 9.041,00)
menjadi Tarif 25% Harga Ekspor = USD 1.194/MT (Kurs 1 USD Rp.
9.030,00), maka tagihan bea keluar yang harus dibayar sebesar Rp.
6.065.539.259,00, sehingga terdapat kekurangan pembayaran bea keluar
yang harus dilunasi oleh Termohon Peninjauan Kembali sebesar Rp.
1.540.851.815,00.
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan peninjauan
kembali
karena terdapat pertimbangan-pertimbangan hukum (Judex Facti)
Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa
banding a quo bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan
menghasilkan putusan yang tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, sehingga putusan tersebut mutlak harus dibatalkan.
- Bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum (Judex Facti) dalam
putusan Pengadilan Pajak a quo nyata-nyata tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dinyatakan pada
halaman 16 s.d. halaman 27 putusan a quo yang menyatakan sebagai
berikut:
- Bahwa menurut Majelis tanggal perkiraan ekspor adalah
tanggal
perkiraan keberangkatan sarana pengangkut (Pasal 1 angka 14 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008) masih merupakan tanggal dugaan
atau praduga yang belum pasti …… Oleh karenanya
tidak adil apabila baru
perkiraan sudah dinyatakan salah dan dikenakan koreksi berupa tambah
bayar dengan alasan tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal
perkiraan ekspor dan Pemohon Banding tidak mengajukan pembetulan data
PEB dan pembatalan PEB;
- bahwa Menurut Majelis PEB barang curah Pemohon Banding yang
menurut Terbanding Tanggal Realisasi Ekspor melampaui tanggal perkiraan
ekspor bukan obyek yang dapat diajukan pembatalan, karena barang telah
diekspor dan Pemohon Banding tidak mungkin membatalkan barang yang
telah diekspor dan PEB barang curah Pemohon Banding yang disengketakan
tidak memenuhi persyaratan yang disyaratkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor: 55 Tahun 2008 dan Pasal
16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 145/PMK.04/2007 sebagaimana
…. ;
- Bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa apabila Pasal
8
ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 214/PMK.04/2008 tidak
dilaksanakan, maka eksportir mengajukan PEB baru, yang diatur adalah
apabila Pasal 8 ayat (1) tidak dilaksanakan maka sanksinya Pasal 8 ayat
(2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 214/PMK.04/2008 eksportir
tersebut tidak diberi pelayanan;
- bahwa pada tanggal 13 Juli 2011 Terbanding dalam hal ini
Kepala
Kantor Wilayah Bea dan Cukai Kalimantan Barat atas nama Direktur
Jenderal berdasarkan Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor:
S-446/BC/2011 tanggal 12 Mei 2011 ……..
menggunakan data dan bukti yang
sama yang digunakan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Kepala
Seksi Pabean bukan data dan bukti baru (novum) menetapkan kembali
perhitungan Bea Keluar dengan menggunakan tanggal realisasi ekspor
………... ;
- Bahwa Majelis berpendapat bahwa antara Terbanding sendiri
terjadi
perbedaan pendapat dalam menetapkan dasar perhitungan Bea Keluar yang
dapat merugikan Pemohon Banding yang seharusnya untuk memberikan
kepastian hukum dan pelayanan, hal tersebut tidak terjadi;
- Bahwa Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
214/PMK.04/2008
merupakan pendelegasian dari Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor: 55
Tahun 2008 ……… tidak mendelegasikan
mengenai “pembetulan terhadap
tanggal perkiraan ekspor” sebagaimana diatur dalam Pasal 7
dan mengenai
kewajiban Eksportir mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor
karena pembetulan melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor”
sebagaimana
diatur dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan No. 214/PMK.04/2008;
- Bahwa berdasarkan Lampiran Bab II Nomor Urut 173
Undang-Undang Nomor:
10 Tahun 2004 yang menyebutkan antara lain “pendelegasian
dari
Undang-undang kepada Menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat
Teknis Adminsitratif” ……
Pendelegasian dari Pasal 2A ayat (3) Undang-undang Kepabeanan a quo
hanya mendelegasikan kepada Peraturan Pemerintah tidak ada subdelegasi;
- Bahwa alasan Penetapan Kembali Terbanding mengkoreksi
kurang
bayar Bea Keluar PEB Pemohon Banding dengan menggunakan Pasal 7 dan
Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan No. 214/PMK.04/2008 karena Tanggal
Realisasi Ekspor melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor dan Pemohon Banding
tidak mengajukan pembetulan tanggal perkiraan ekspor dan tidak
mengajukan pembatalan PEB. Menurut Majelis seharusnya hal tersebut
tidak terjadi, …….;
- Bahwa oleh karenanya tidak adil apabila kesalahan
Terbanding
dalam menerapkan atau melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
mengatur Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar atas eskpor barang
curah CPO ditanggung oleh pengguna jasa kepabeanan dalam hal ini
Pemohon Banding;
- Bahwa Majelis berpendapat bahwa kata
“dapat” pada Pasal 4 ayat
(2) mempunyai arti bahwa atas ekspor barang curah, PEB dibolehkan
disampaikan ke Kantor Pabean pemuatan sebelum atau sesudah
keberangkatan sarana pengangkut dan Pasal 4 ayat (2) khusus mengatur
ekspor barang curah, kata “dapat” pada Pasal 4 ayat
(2) bukan berarti
untuk ekspor barang curah boleh mengajukan PEB dengan menggunakan
prosedur ekspor dengan mekanisme ayat (1) PEB mekanisme biasa atau
mekanisme ayat (2) PEB barang curah, seharusnya pelaksanaan ekspor
barang curah sesuai dengan lampiran V ……..;
- Bahwa seharusnya Terbanding tidak melayani ekspor barang
curah
yang menggunakan PEB mekanisme biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1), tetapi secara konsisten pelayanan ekspor barang curah harus
menggunakan PEB barang curah yang secara khusus sudah diatur dalam
Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 25 ayat (5) dan Lampiran V Peraturan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai a quo;
- Bahwa akibat dari penjelasan Terbanding tersebut telah
membingungkan bagi Pemohon Banding dan Terbanding sendiri dalam
membayar dan memungut Penerimaan Negara berupa Bea Keluar atas barang
curah CPO;
- Bahwa menurut Majelis, dengan diizinkannya eksportir dalam
mengekspor barang curah dengan menggunakan dua pilihan dalam prosedur
pelayanan ekspor barang curah oleh Terbanding menunjukkan tidak adanya
kepastian hukum yang dilakukan oleh Terbanding dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa kepabeanan dalam hal ini
Pemohon Banding.
- Bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
barang
ekspor yang dikenakan Bea Keluar yang mengatur bahwa perhitungan Bea
Keluar dihitung dengan menggunakan Tanggal Realisasi Ekspor. Seharusnya
jika Terbanding ……;
- Bahwa menurut Majelis PEB Nomor: 000010 tanggal 31 Januari
2011
adalah PEB yang sah menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 145/PMK.04/2007 sebagaimana telah diubah dengan
……………, sehingga
Penetapan Terbanding SPKPBK Nomor: KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli
2011 yang perhitungan Bea Keluar dengan menggunakan tanggal realisasi
ekspor bukan dengan tanggal PEB yang telah didaftarkan ke Kantor Pabean
Pemuatan, tidak sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri
Keuangan No. 214/PMK.04/2008 dan aturan yang mengatur perhitungan Bea
Keluar ……;
- Bahwa Terbanding dalam penetapan kembali SPKPBK terhadap
ekspor
barang curah dengan menggunakan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri
Keuangan: 214/PMK.04/2008 ……. Penetapan
Terbanding tersebut tidak
sesuai dengan prosedur ekspor barang curah yang secara khusus sudah
diatur ……..;
- Bahwa …….. tetapi di dalam
pelaksanaannya Terbanding tidak
menerapkan prosedur ekspor barang curah yang secara khusus sudah diatur
…….;
- Bahwa menurut Majelis, Sengketa tersebut tidak terjadi
apabila
Terbanding dalam memungut Bea Keluar melaksanakan prosedur ekspor
barang curah CPO sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar a quo secara benar dan
konsisten. Oleh karenanya, penetapan kembali SPKPBK Terbanding tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan a quo, sehingga penetapan
Terbanding SPKPBK Nomor: KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011 cacat
hukum;
- Bahwa berdasarkan alasan-alasan Terbanding Tanggal
Realisasi
Ekspor melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor, Pemohon Banding tidak
mengajukan pembetulan data PEB, dan tidak mengajukan pembatalan PEB,
maka Terbanding menetapkan kembali
………………,
Majelis berpendapat
penetapan kembali Terbanding tidak berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan Bea
Keluar a quo, sehingga penetapan Terbanding cacat hukum;
- Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,
Majelis berpendapat dasar penetapan Terbanding terhadap SPKPBK Nomor:
KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011 tidak berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur Barang Ekspor yang dikenakan Bea
Keluar a quo, sehingga Majelis berkesimpulan mengabulkan seluruhnya
permohonan banding Pemohon Banding dengan membatalkan keputusan
Terbanding dan tagihan kurang bayar atas PEB Nomor: 000010 tanggal 31
Januari 2011 menjadi Nihil.
- Bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum (Judex Facti)
sebagaimana
tersebut di atas (romawi VIII angka 1), sama sekali tidak
mempertimbangkan terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan, khususnya pemenuhan ketentuan dalam hal
Keberatan di bidang Kepabeanan sebagaimana diatur dalam:
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (selanjutnya
disebut UU 17/2006);
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan
Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor (selanjutnya disebut PP 55/2008);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 tentang
Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2011 (selanjutnya disebut
PMK 145/2007);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang
Pemungutan Bea Keluar (selanjutnya disebut PMK 214/2008);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang
Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar
(selanjutnya disebut PMK 67/2010);
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 173/KM.4/2011 tentang
Penetapan
Harga Ekspor Untuk Penghitungan Bea Keluar (selanjutnya disebut KMK
173/KM.4/2011);
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 64/KM.01/2011 tentang
Nilai
Kurs sebagai dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor dan Pajak
Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 07 Februari 2011 sampai dengan
13 Februari 2011 (selanjutnya disebut KM 64/KM.01/2011);
- Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
01/M-DAG/PER/1/2011 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Barang
Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar (selanjutnya disebut PERMENDAG
01/M-DAG/PER/1/2011);
Sehingga menunjukan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah tidak
cermat dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo serta
telah membuat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan
ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan.
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali akan menguraikan Dasar
Hukum dan
peraturan pelaksanaannya yang mengatur tentang ketentuan dalam hal
Ekspor dan Penetapan Kembali Bea Keluar di Bidang Kepabeanan,
sebagaimana tersebut di bawah ini:
- UU 17/2006;
- Pasal 2 Ayat (2) menyatakan “Barang yang
telah dimuat di sarana
pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean dianggap telah diekspor
dan diperlakukan sebagai barang ekspor”.
- Pasal 2A:
- Ayat (1) menyatakan “Terhadap barang ekspor
dapat dikenakan bea keluar”.
- Ayat (2) menyatakan “Bea keluar dikenakan
terhadap barang ekspor dengan tujuan untuk:
- Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
- Melindungi kelestarian sumber daya alam;
- Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastic
dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; atau
- Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di
dalam negeri.”
- Ayat (3) menyatakan “Ketentuan mengenai
pengenaan bea keluar terhadap
barang ekspor sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”.
- Pasal 6 Ayat (1) menyatakan “Terhadap
barang yang diimpor atau diekspor
berlaku segala ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini”.
- PP 55/2008:
- Pasal 2:
- Ayat (1) menyatakan “Terhadap barang ekspor
dapat dikenakan Bea Keluar”.
- Ayat (3) menyatakan “Penetapan barang
ekspor yang dikenakan Bea
Keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri
setelah mendapat pertimbangan dan/atau usul menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang perdagangan dan/atau menteri/kepala lembaga
pemerintah non departemen/kepala badan teknis terkait”.
- Pasal 5:
- Ayat (1) menyatakan “Harga Ekspor untuk
penghitungan Bea Keluar
ditetapkan oleh Menteri sesuai harga patokan ekspor yang ditetapkan
secara periodik oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perdagangan setelah berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga
pemerintah non departemen/kepala badan teknis terkait”.
- Ayat (2) menyatakan “Dalam hal Harga
Ekspor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk periode berikutnya belum ditetapkan oleh Menteri,
berlaku ketentuan Harga Ekspor periode sebelumnya”.
- Pasal 7 Ayat (1) menyatakan “Barang yang
akan diekspor wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean
Ekspor”.
- Pasal 12:
- Ayat (1) menyatakan “Direktur Jenderal
dapat menetapkan kembali
perhitungan Bea Keluar dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung
sejak tanggal Pemberitahuan Pabean Ekspor disampaikan ke Kantor
Pabean”.
- Ayat (3) menyatakan “Bea Keluar yang
kurang dibayar atau pengembalian
Bea Keluar yang lebih dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dibayar sesuai dengan penetapan kembali”.
- PMK 145/2007;
Pasal 2:
- Ayat (1) menyatakan “Barang yang akan
diekspor wajib diberitahukan ke
kantor pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean ekspor”.
- Ayat (2) menyatakan “Pemberitahuan pabean
ekspor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan oleh eksportir/kuasanya ke kantor pabean
pemuatan paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal perkiraan ekspor
paling lambat sebelum dimasukkan ke Kawasan Pabean”.
- Ayat (3) menyatakan “Atas ekspor barang
curah, pemberitahuan pabean
ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat disampaikan sebelum
keberangkatan sarana pengangkut”.
- PMK 214/2008:
- Pasal 5 Ayat (1) menyatakan “Tarif Bea
Keluar dan Harga Ekspor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang digunakan untuk penghitungan
Bea Keluar adalah Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor yang berlaku pada
tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor
Pabean”.
- Pasal 7 Ayat (5) menyatakan “Pembetulan
terhadap Tanggal Perkiraan
Ekspor untuk Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar yang ditimbun atau
dimuat di tempat lain selain di kawasan pabean, hanya dapat dilakukan
dalam hal Tanggal Perkiraan Ekspor yang diajukan pembetulan tidak
melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor yang dibetulkan”.
- Pasal 8:
- Ayat (1) menyatakan “Eksportir wajib
mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor dalam hal:
- pemasukan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar ke
kawasan pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan setelah Tanggal
Perkiraan Ekspor;
- pengajuan pembetulan Tanggal Perkiraan Ekspor
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) melampaui jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean;
atau
- Tanggal Perkiraan Ekspor yang diajukan pembetulan
untuk Barang Ekspor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) melampaui Tanggal Perkiraan
Ekspor yang dibetulkan”.
- Ayat (2) menyatakan “Dalam hal Eksportir
tidak mengajukan pembatalan
pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terhadap Eksportir tersebut tidak diberikan pelayanan ekspor”.
- Pasal 11 Ayat (1) menyatakan “Bea Keluar
harus dibayar paling lambat
pada saat pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor
Pabean”.
- Pasal 14:
- Ayat (1) menyatakan “Direktur Jenderal
menetapkan kembali perhitungan
Bea Keluar dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak
pemberitahuan pabean ekspor mendapat nomor pendaftaran, dalam hal:
- berdasarkan hasil penelitian ulang atas pemberitahuan
pabean ekspor; atau
- dalam pelaksanaan audit kepabeanan, ditemukan adanya
kekurangan
dan/atau kelebihan pembayaran Bea Keluar yang disebabkan oleh perbedaan
Tarif Bea Keluar, Harga Ekspor, jenis dan/atau jumlah barang ekspor.
- Ayat (2) menyatakan “Terhadap penetapan
kembali perhitungan Bea
Keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai
berikut:
- Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor yang digunakan
adalah Tarif Bea
Keluar dan Harga Ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean
ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean; dan
- Nilai Tukar Mata Uang yang digunakan adalah Nilai
Tukar Mata Uang
yang berlaku pada saat pembayaran Bea Keluar untuk penyampaian
pemberitahuan pabean ekspor”.
- Ayat (4) menyatakan “Penetapan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dituangkan dalam Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar
(SPKPBK) sesuai dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III
Peraturan Menteri Keuangan ini”.
- Ayat (5) menyatakan “Surat Penetapan
Kembali Perhitungan Bea Keluar
(SPKPBK) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berfungsi sebagai:
- penetapan Direktur Jenderal;
- pemberitahuan; dan
- penagihan kepada eksportir”.
- PMK 67/2010:
- Pasal 1 Angka 6 menyatakan “Harga Referensi
adalah harga ratarata
internasional komoditi tertentu untuk penetapan tarif Bea
Keluar”.
- Pasal 3 Ayat (1) menyatakan “Barang ekspor
yang dikenakan Bea Keluar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah rotan, kulit, kayu, kelapa
sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya, serta biji
kakao”.
- KMK 173/KM.4/2011:
Diktum KEEMPAT menyebutkan:
“Berdasarkan harga referensi yang ditetapkan oleh menteri
yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan, tarif Bea Keluar yang
digunakan untuk barang ekspor berupa:
(a) Kelapa Sawit, CPO dan produk-produk turunannya adalah sebagaimana
tercantum pada Kolom 13 Lampiran II (b) Biji Kakao adalah sebagaimana
tercantum pada kolom 3 Lampiran III
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan
Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar”.
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali untuk selanjutnya
menyampaikan
bantahan terhadap pertimbangan hukum Judex Facti Pengadilan Pajak yang
menjadi alasan Pemohon Peninjauan Kembali dalam mengajukan permohonan
peninjauan kembali dan penjelasannya kepada Majelis Hakim Agung Yang
Terhormat secara lebih terperinci sebagaimana tersebut di bawah ini.
- Keberatan Pertama;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali menolak dengan tegas pertimbangan
hukum Judex Facti perkara a quo yang menyatakan:
- Bahwa Menurut Majelis PEB barang curah Pemohon
Banding yang menurut
Terbanding Tanggal Realisasi Ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor
bukan obyek yang dapat diajukan pembatalan, karena barang telah
diekspor dan Pemohon Banding tidak mungkin membatalkan barang yang
telah diekspor dan PEB barang curah Pemohon Banding yang disengketakan
tidak memenuhi persyaratan yang disyaratkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor: 55 Tahun 2008 dan Pasal
16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 145/PMK.04/2007 sebagaimana
…. ;
- Bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa apabila
Pasal 8 ayat
(1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 214/PMK.04/2008 tidak
dilaksanakan, maka eksportir mengajukan PEB baru, yang diatur adalah
apabila Pasal 8 ayat (1) tidak dilaksanakan maka sanksinya Pasal 8 ayat
(2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 214/PMK.04/2008 eksportir
tersebut tidak diberi pelayanan;
-
Bahwa alasan Penetapan Kembali Terbanding mengkoreksi kurang bayar
Bea Keluar PEB Pemohon Banding dengan menggunakan Pasal 7 dan Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan No. 214/PMK.04/2008 karena Tanggal Realisasi
Ekspor melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor dan Pemohon Banding tidak
mengajukan pembetulan tanggal perkiraan ekspor dan tidak mengajukan
pembatalan PEB. Menurut Majelis seharusnya hal tersebut tidak terjadi,
…….;
- Bahwa oleh karenanya tidak adil apabila kesalahan
Terbanding dalam
menerapkan atau melaksanakan peraturan perundang-undangan yang mengatur
Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar atas eskpor barang curah CPO
ditanggung oleh pengguna jasa kepabeanan dalam hal ini Pemohon Banding;
- Bahwa Majelis berpendapat bahwa kata
“dapat” pada Pasal 4 ayat (2)
mempunyai arti bahwa atas ekspor barang curah, PEB dibolehkan
disampaikan ke Kantor Pabean pemuatan sebelum atau sesudah
keberangkatan sarana pengangkut dan Pasal 4 ayat (2) khusus mengatur
ekspor barang curah, kata “dapat” pada Pasal 4 ayat
(2) bukan berarti
untuk ekspor barang curah boleh mengajukan PEB dengan menggunakan
prosedur ekspor dengan mekanisme ayat (1) PEB mekanisme biasa atau
mekanisme ayat (2) PEB barang curah, seharusnya pelaksanaan ekspor
barang curah sesuai dengan lampiran V ……..;
- Bahwa seharusnya Terbanding tidak melayani ekspor
barang curah yang
menggunakan PEB mekanisme biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1), tetapi secara konsisten pelayanan ekspor barang curah harus
menggunakan PEB barang curah yang secara khusus sudah diatur dalam
Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 25 ayat (5) dan Lampiran V Peraturan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai a quo;
- Bahwa akibat dari penjelasan Terbanding tersebut
telah membingungkan
bagi Pemohon Banding dan Terbanding sendiri dalam membayar dan memungut
Penerimaan Negara berupa Bea Keluar atas barang curah CPO;
- Bahwa menurut Majelis, dengan diizinkannya eksportir
dalam mengekspor
barang curah dengan menggunakan dua pilihan dalam prosedur pelayanan
ekspor barang curah oleh Terbanding menunjukkan tidak adanya kepastian
hukum yang dilakukan oleh Terbanding dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat pengguna jasa kepabeanan dalam hal ini Pemohon Banding.
- Bahwa Terbanding dalam penetapan kembali SPKPBK
terhadap ekspor
barang curah dengan menggunakan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri
Keuangan: 214/PMK.04/2008 ……. Penetapan
Terbanding tersebut tidak
sesuai dengan prosedur ekspor barang curah yang secara khusus sudah
diatur ……..;
- Bahwa …….. tetapi di dalam
pelaksanaannya Terbanding tidak menerapkan
prosedur ekspor barang curah yang secara khusus sudah diatur
…….;
- Bahwa menurut Majelis, Sengketa tersebut tidak
terjadi apabila
Terbanding dalam memungut Bea Keluar melaksanakan prosedur ekspor
barang curah CPO sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar a quo secara benar dan
konsisten. Oleh karenanya, penetapan kembali SPKPBK Terbanding tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan a quo, sehingga penetapan
Terbanding SPKPBK Nomor: KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011 cacat
hukum;
Dengan alasan sebagai berikut:
- Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa,
mengadili, dan
memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan
kekhilafan, sehingga memberikan pertimbangan hukum yang tidak sesuai
dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan sebagaimana
tersebut di atas.
- Berdasarkan ketentuan PMK 145/2007 secara jelas dan
tegas Pasal 2 Ayat (2) dan Ayat (3) menyatakan bahwa:
Ayat (2) menyatakan “Pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) disampaikan oleh eksportir/kuasanya ke kantor pabean
pemuatan paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal perkiraan ekspor
paling lambat sebelum dimasukkan ke Kawasan Pabean”.
Ayat (3) menyatakan “Atas ekspor barang curah, pemberitahuan
pabean
ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat disampaikan sebelum
keberangkatan sarana pengangkut”, maka jelas terhadap ekspor
barang
curah atas pemberitahuan pabean ekspornya dapat disampaikan sebelum
keberangkatan sarana pengangkut.
- Berdasarkan ketentuan Pasal 2 PMK 145/2007 tersebut,
cara
penyampaian Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) untuk komoditi yang
terkena Bea Keluar dimungkinkan dengan 2 (dua) cara sebagaimana
diuraikan di atas, dan pemilihannya diserahkan kepada Eksportir (in
casu Termohon Peninjauan Kembali) untuk menggunakan mekanisme biasa
atau mekanisme barang curah.
Oleh karenanya, sesuai dengan kata “dapat” pada
ketentuan Pasal 2 Ayat
(3) PMK 145/2007 tersebut, maka untuk ekspor barang dengan
karakteristik curah tidak berarti wajib menggunakan mekanisme curah,
melainkan diperkenankan untuk menggunakan mekanisme biasa.
- Bahwa sengketa banding dalam perkara a quo merupakan
akibat dari
ketidaktaatan Termohon Peninjauan Kembali dalam mematuhi konsekuensi
dari mekanisme yang dipilihnya.
- Bahwa PEB dalam perkara a quo adalah PEB yang
pengajuannya
menggunakan mekanisme biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (2)
PMK 145/2007, yang pengajuannya dilakukan di akhir-akhir bulan dimana
tarif Bea Keluar pada bulan berikutnya mengalami kenaikan, walaupun
jadwal kapal maupun kesiapan barang sendiri belum jelas, Termohon
Peninjauan Kembali memanfaatkan keuntungan dari pengajuan PEB di depan
karena tarif dan Harga Ekspor lebih rendah namun Termohon Peninjauan
Kembali tidak mematuhi konsekuensi yang diatur dalam Pasal 7 dan Pasal
8 PMK 214/2008.
- Bahwa sesuai ketentuan Pasal 7 Ayat (5) PMK 214/2008
telah secara
tegas dinyatakan “Pembetulan terhadap Tanggal Perkiraan
Ekspor untuk
Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar yang ditimbun atau dimuat di
tempat lain selain di kawasan pabean, hanya dapat dilakukan dalam hal
Tanggal Perkiraan Ekspor yang diajukan pembetulan tidak melampaui
Tanggal Perkiraan Ekspor yang dibetulkan”.
- Bahwa sesuai ketentuan Pasal 8 Ayat (1) huruf c PMK
214/2008 secara
tegas menyatakan “Eksportir wajib mengajukan pembatalan
pemberitahuan
pabean ekspor dalam hal: c. Tanggal Perkiraan Ekspor yang diajukan
pembetulan untuk Barang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(5) melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor yang dibetulkan”.
- Berdasarkan fakta hukum yang ada bahwa Termohon
Peninjauan Kembali
melakukan penimbunan dan pemuatan barang ekspor di luar kawasan pabean,
yang apabila eksportasi tidak sesuai tanggal perkiraan ekspor dan tidak
memenuhi kondisi yang dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (5) PMK 214/2008,
maka berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) huruf c PMK 214/2008 atas PEB 000010
tanggal 31 Januari 2011 wajib dibatalkan. Dan apabila eksportasi tetap
akan dilakukan, maka eksportir wajib mengajukan PEB baru dengan
membayar Bea Keluar sesuai tarif dan Harga Ekspor yang berlaku pada
tanggal PEB baru dimaksud (sesuai Pasal 6 PP 55/2008 jo. Pasal 5 PMK
214/2008, perhitungan bea keluar adalah berdasarkan tarif Bea Keluar
dan Harga Ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor
didaftarkan ke Kantor Pabean).
- Bahwa sesuai ketentuan Pasal 8 Ayat (2) PMK 214/2008,
apabila PEB
000010 tanggal 31 Januari 2011 tidak dibatallkan, maka atas eksportasi
tersebut tidak dilayani.
- Bahwa berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) huruf c PMK
214/2008 telah diatur
mengenai kewajiban membatalkan PEB atas eksportasi yang melampaui
tanggal perkiraan ekspor dan ditimbun serta dimuat diluar kawasan
pabean.
- Bahwa pembatalan PEB sebagaimana diatur dalam Pasal 8
Ayat (1) huruf
c PMK 214/2008 untuk eksportasi yang melampaui tanggal perkiraan ekspor
dan ditimbun serta dimuat ditempat lain selain kawasan pabean adalah
mutlak dan melakukan pembayaran Bea Keluar dengan menggunakan Tarif Bea
Keluar dan Harga Ekspor baru adalah mutlak apabila eksportasi tetap
akan dilakukan (mengingat barang ekspor dalam perkara a quo melebihi
tanggal perkiraan ekspor dan dimuat di tempat lain selain kawasan
pabean).
- Berdasarkan fakta hukum dalam perkara a quo yaitu
eksportasi
melampaui tanggal perkiraan ekspor (tanggal perkiraan ekspor adalah 03
Februari 2011 dan realisasi ekspor tanggal 08 Februari 2011) dan barang
ekspor ditimbun dan dimuat di tempat lain selain kawasan pabean, namun
PEB tidak dibatalkan dan tidak diajukan PEB baru dengan penghitungan
bea keluar baru (tarif bea keluar telah berubah), maka pembatalan dan
pembayaran bea keluar dengan penghitungan baru adalah mutlak dan
pelayanan eksportasi yang tidak memenuhi ketentuan tersebut tidak serta
merta menggugurkan kewajiban eksportir untuk melakukan pembayaran bea
keluar yang seharusnya.
- Berdasarkan Pasal 2 PP 55/2008 telah diatur bahwa
terhadap barang
ekspor dapat dikenakan Bea Keluar, yang artinya ketentuan untuk
membayar Bea Keluar eksportasi komoditi yang ditetapkan untuk dikenakan
Bea Keluar adalah hal yang mutlak.
Sehingga apabila ada kejadian suatu eksportasi komoditi yang terkena
Bea Keluar diberitahukan dalam PEB tanpa membayar Bea Keluar dan atas
eksportasi tersebut telah dilayani oleh Pejabat Bea dan Cukai, tidak
serta merta menggugurkan kewajiban eksportir untuk membayar Bea Keluar.
Oleh karena itu, apabila terdapat eksportasi komoditi yang terkena Bea
Keluar yang masih terdapat kewajiban membayar Bea Keluar namun tetap
dilayani eksportasinya oleh Pejabat Bea dan Cukai (pejabat pemeriksa
dokumen), maka Pemohon Peninjauan Kembali (in casu Direktur Jenderal
Bea dan Cukai) akan menggunakan kewenangannya dalam rangka pengawasan
dan evaluasi melalui mekanisme penetapan kembali sebagaimana diatur
dalam Pasal 12 Ayat (1) PP 55/2008 untuk menagih Bea Keluar yang
seharusnya atau kurang dibayar oleh eksportir (in casu Termohon
Peninjauan Kembali).
- Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
pertimbangan hukum
Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah, keliru, dan tidak cermat
dalam menerapkan Peraturan Perundang-undangan dibidang Kepabeanan
khususnya terkait Penetapan Kembali Penghitungan Bea Keluar atas Barang
yang Diekspor oleh PT. DFG sebagaimana diatur dalam UU 17/2006, PP
55/2008, PMK 145/2007, dan PMK 214/2008, sehingga Putusan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak dalam perkara a quo layak dan/atau patut untuk
dibatalkan.
- Keberatan Kedua;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali menolak dengan tegas pertimbangan
hukum Judex Facti perkara a quo yang menyatakan:
- Bahwa Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
214/PMK.04/2008
merupakan pendelegasian dari Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor: 55
Tahun 2008 ……… tidak mendelegasikan
mengenai “pembetulan terhadap
tanggal perkiraan ekspor” sebagaimana diatur dalam Pasal 7
dan mengenai
kewajiban Eksportir mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor
karena pembetulan melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor”
sebagaimana
diatur dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan No. 214/PMK.04/2008;
- Bahwa berdasarkan Lampiran Bab II nomor urut 173
Undang-undang Nomor:
10 Tahun 2004 yang menyebutkan antara lain “pendelegasian
dari
Undang-undang kepada Menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat
Teknis Adminsitratif” …… Pendelegasian
dari Pasal 2A ayat (3)
Undang-undang Kepabeanan a quo hanya mendelegasikan kepada Peraturan
Pemerintah tidak ada subdelegasi;
Dengan alasan sebagai berikut:
- Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa,
mengadili, dan
memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan
kekhilafan dalam melakukan pertimbangan hukumnya, sehingga memberikan
pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau
peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas.
- Bahwa berdasarkan Pasal 14 dan Pasal 18 PP 55/2008:
- Pasal 14 menyatakan “Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pembayaran Bea Keluar, penetapan penghitungan Bea Keluar oleh Pejabat
Bea dan Cukai, penetapan kembali penghitungan Bea Keluar oleh Direktur
Jenderal, dan permohonan perubahan atas kesalahan Pemberitahuan Pabean
Ekspor diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri”.
- Pasal 18 menyatakan “Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengajuan keberatan, penetapan keberatan, dan tata cara pengembalian
Bea Keluar diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri”.
- Bahwa dalam konsiderans menimbang PMK 214/2008 telah
disebutkan
“bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (5),
Pasal 14,
dan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan
Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Pemungutan Bea Keluar”, sehingga telah nyata
dan jelas
bahwa PMK 214/2008 merupakan pengaturan lebih lanjut yang diamanatkan
Pasal 14 dan Pasal 18 PP 55/2008.
- Bahwa berdasarkan Pasal 2A Ayat (3) UU 17/2006
disebutkan “Ketentuan
mengenai pengenaan bea keluar terhadap barang ekspor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah”.
- Bahwa dalam konsiderans menimbang PP 55/2008 telah
disebutkan “bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2A ayat (3) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang
Ekspor”,
sehingga telah nyata dan jelas bahwa PP 55/2008 merupakan pengaturan
lebih lanjut sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2A Ayat (3) UU 17/2006.
- Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, PMK 214/2008
adalah Peraturan
Menteri Keuangan yang sah dan merupakan pengaturan lebih lanjut
sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan (in casu PP
55/2008).
- Bahwa berdasarkan Pasal 31 UU 14/2002:
- Ayat (1) menyatakan “Pengadilan Pajak
mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa
Pajak”.
- Ayat (2) menyatakan “Pengadilan Pajak dalam
hal Banding hanya
memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
- Ayat (3) menyatakan “Pengadilan Pajak dalam
hal Gugatan memeriksa dan
memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan
pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku”.
sehingga telah jelas bahwa kewenangan Pengadilan Pajak hanya memeriksa
dan memutus sengketa pajak, dan tidak ada kewenangan pengadilan pajak
untuk menguji sebuah peraturan terhadap peraturan yang lebih tinggi
dan/atau terhadap undang-undang, karena kewenangan menguji peraturan
dibawah undang-undang terhadap undang-undang adalah kewenangan Mahkamah
Agung.
- Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
pertimbangan hukum
Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah, keliru, dan tidak cermat
dalam melaksanakan kewenangan yang dimilikinya, sehingga menghasilkan
putusan yang keliru dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam
perkara a quo layak dan/atau patut untuk dibatalkan.
- Keberatan Ketiga;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali menolak dengan tegas pertimbangan
hukum Judex Facti perkara a quo yang menyatakan:
- Bahwa menurut Majelis tanggal perkiraan ekspor adalah
tanggal
perkiraan keberangkatan sarana pengangkut (Pasal 1 angka 14 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008) masih merupakan tanggal dugaan
atau praduga yang belum pasti …… Oleh karenanya
tidak adil apabila baru
perkiraan sudah dinyatakan salah dan dikenakan koreksi berupa tambah
bayar dengan alasan tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal
perkiraan ekspor dan Pemohon Banding tidak mengajukan pembetulan data
PEB dan pembatalan PEB;
- Bahwa pada tanggal 13 Juli 2011 Terbanding dalam hal
ini Kepala
Kantor Wilayah Bea dan Cukai Riau dan Sumbar atas nama Direktur
Jenderal berdasarkan Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor:
S-446/BC/2011 tanggal 12 Mei 2011 ……..
menggunakan data dan bukti yang
sama yang digunakan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Kepala
Seksi Pabean bukan data dan bukti baru (novum) menetapkan kembali
perhitungan Bea Keluar dengan menggunakan tanggal realisasi ekspor
………... ;
- Bahwa Majelis berpendapat bahwa antara Terbanding
sendiri terjadi
perbedaan pendapat dalam menetapkan dasar perhitungan Bea Keluar yang
dapat merugikan Pemohon Banding yang seharusnya untuk memberikan
kepastian hukum dan pelayanan, hal tersebut tidak terjadi;
- Bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang
mengatur barang
ekspor yang dikenakan Bea Keluar yang mengatur bahwa perhitungan Bea
Keluar dihitung dengan menggunakan tanggal realisasi ekspor. Seharusnya
jika Terbanding ……;
- Bahwa menurut Majelis PEB Nomor: 000010 tanggal 31
Januari 2011
adalah PEB yang sah menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 145/PMK.04/2007 sebagaimana telah diubah dengan
……………, sehingga
Penetapan Terbanding SPKPBK Nomor: KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli
2011 yang perhitungan Bea Keluar dengan menggunakan tanggal realisasi
ekspor bukan dengan tanggal PEB yang telah didaftarkan ke Kantor Pabean
Pemuatan, tidak sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri
Keuangan No. 214/PMK.04/2008 dan aturan yang mengatur perhitungan Bea
Keluar ……;
- Bahwa berdasarkan alasan-alasan Terbanding, Tanggal
Realisasi Ekspor
melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor, Pemohon Banding tidak mengajukan
pembetulan data PEB, dan tidak mengajukan pembatalan PEB, maka
Terbanding menetapkan kembali
………………,
Majelis berpendapat penetapan
kembali Terbanding tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
mengatur barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar a quo, sehingga
penetapan Terbanding cacat hukum;
Dengan alasan sebagai berikut:
- Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa,
mengadili, dan
memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan
kekhilafan dalam melakukan pertimbangan hukumnya, sehingga memberikan
pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau
peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas.
- Bahwa dapat Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan,
tidak
diterbitkannya Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK) adalah
karena pada saat penelitian perhitungan bea keluar pada tanggal 31
Januari 2011 adalah telah sesuai dengan pemberitahuan (tarif yang
berlaku pada saat PEB di daftarkan), namun permasalahan muncul sebagai
akibat ketidakpatuhan Termohon Peninjauan Kembali dalam melakukan
realisasi ekspor (selesai muat barang ekspor) sesuai dengan yang
diberitahukan yaitu tanggal 03 Februari 2011.
- Bahwa penentuan tanggal selesai muat untuk penetapan
kembali bea
keluar telah menjunjung prinsip keadilan bagi eksportir karena titik
ini merupakan titik paling menguntungkan bagi eksportir, karena
berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) UU 17/2006 barang dianggap diekspor
apabila telah dimuat di sarana pengangkut. Dan berdasarkan 1 butir 14
PMK 214/2008, tanggal perkiraan ekspor dimaksudkan dengan tanggal
perkiraan keberangkatan sarana pengangkut yang akan menuju keluar
daerah pabean yang justru memberikan keuntungan bagi ekportir untuk
menghindari kenaikan tarif karena bea keluar telah dibayarkan pada saat
pengajuan PEB sementara barang masih belum terealisasi ekspornya.
- Bahwa sesuai ketentuan Pasal 6 PP 55/2008 jo. Pasal 5
PMK 214/2008,
perhitungan bea keluar adalah berdasarkan tarif Bea Keluar dan Harga
Ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor
didaftarkan ke Kantor Pabean.
- Bahwa dapat Pemohon Peninjauan Kembal sampaikan,
sesuai penjelasan
ketentuan Pasal 2 Ayat (2) UU 17/2006 disebutkan bahwa secara yuridis
ekspor dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut telah dimuat di
sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar daerah pabean.
- Bahwa fakta hukum dalam perkara a quo dapat
disampaikan sebagai berikut:
- PEB dalam perkara a quo adalah Nomor: 000010 tanggal
31 Januari 2011 dengan tanggal perkiraan ekspor 03 Februari 2011;
- Selesai muat barang ekspor ke sarana pengangkut
(realisasi ekspor)
adalah tanggal 08 Februari 2011 (sesuai catatan petugas Bea dan Cukai
pengawas pemuatan barang pada Nota Pelayanan Ekspor);
- Barang ekspor dalam perkara a quo adalah barang
ekspor yang terhadap
proses ekpsortasnya ditimbun dan dimuat ditempat lain diluar kawasan
pabean.
- Bahwa terhadap permasalahan eksportasi yang melampaui
tanggal
perkiraan ekspor dan barang ekspor dimuat diluar kawasan pabean
berdasarkan ketentuan Pasal 8 Ayat (1) huruf c dan Pasal 7 ayat (5) PMK
214/2008 pembatalan PEB adalah mutlak, namun apabila tidak dilakukan
pembatalan PEB dan atas eksportasinya telah dilayani oleh Pejabat Bea
dan Cukai, maka Direktur Jenderal Bea dan Cukai (in casu Pemohon
Peninjauan Kembali) menggunakan kewenangannya sebagaimana diatur dalam
Pasal 12 PP 55/2008 jo. Pasal 14 PMK 214/2008 untuk melakukan penetapan
kembali yang juga berfungsi sebagai pengawasan dan evaluasi atas
kegiatan eksportasi dengan pengenaan bea keluar.
- Bahwa apabila Termohon Peninjauan Kembali melakukan
pembatalan
ekspor atas PEB 000010 tanggal 31 Januari 2011 pada tanggal 03 Februari
2011 sebagai akibat tidak selesainya proses muat (ekspor tidak dapat
dilaksanakan pada tanggal 03 Februari 2011), maka terhadap ekspor yang
dilaksanakan pada tanggal 08 Februari 2011, Termohon Peninjauan Kembali
seharusnya mengajukan PEB baru yang tentunya akan dikenakan
penghitungan tarif Bea Keluar yang berlaku saat PEB baru.
- Bahwa sesuai ketentuan Pasal 6 PP 55/2008 jo. Pasal 5
PMK 214/2008,
perhitungan bea keluar adalah berdasarkan tarif Bea Keluar dan Harga
Ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor
didaftarkan ke Kantor Pabean, maka terhadap PEB baru yang seharusnya
diajukan (sebelum dilakukan ekspor tanggal 08 Februari 2011) akan
dikenakan tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor sesuai ketentuan yang
berlaku pada hari itu yaitu dengan tarif Bea Keluar 25% Harga Ekspor =
USD 1.194/MT (Kurs 1 USD Rp. 9.030,00) sesuai KMK 173/KM.4/2011 jo.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 64/KM.01/2011 tentang Nilai Kurs
sebagai dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor dan Pajak
Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 07 Februari 2011 sampai dengan
13 Februari 2011.
- Bahwa penagihan melalui mekanisme penetapan kembali
atas PEB yang
tidak memenuhi ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 PMK 214/2008 telah
memberikan rasa keadilan bagi eksportir lain yang mematuhi ketentuan
yang diatur dalam ketentuan tersebut dan/atau tindakan yang seharusya
dilakukan eksportir. Sebagai contoh dapat Pemohon Peninjauan Kembali
sampaikan eksportasi yang sebagai implementasi wujud kepatuhan
eksportir terkait Pasal 7 dan Pasal 8 PMK 214/2008 sebagai berikut:
- PT. Smart Tbk., mengajukan PEB dengan menggunakan
mekanisme biasa dan
mendapat Nomor Pendaftaran 051124 tanggal 25 November 2011;
- Bahwa tanggal perkiraan ekspor yang disampaikan pada
PEB adalah 02 Desember 2011;
- PT. Smart Ybk., mengajukan permohonan pembatalan PEB
pada tanggal 02
Desember 2011 dengan alasan kerusakan kapal, sehingga waktu pemuatan
tidak sesuai yang direncanakan sedangkan tanggal perkiraan ekspornya
sesuai PEB yang disampaikan adalah 02 Desember 2011;
- Karena PT. Smart Tbk., tetap akan melakukan
eksportasi atas barang
ekspor dimaksud, maka yang bersangkutan mengajukan kembali PEB baru
dengan melakukan pembayaran Bea Keluar dengan Tarif Bea Keluar dan
Harga Ekspor yang berlaku pada bulan pengajuan PEB;
- Bahwa penagihan melalui mekanisme penetapan kembali
sebagaimana yang
dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali adalah merupakan kewenangan yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan (in casu Pasal 12 PP
55/2008 jo. Pasal 14 PMK 214/2008) yang merupakan konsekuensi logis
atas ketidakpatuhan Termohon Peninjauan Kembali dalam mematuhi
ketentuan di bidang ekspor karena Termohon Peninjauan Kembali
menghindari adanya kenaikan tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor yang
berlaku sejak tanggal 01 Februari 2011 s.d. tanggal 28 Februari 2011.
- Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan
Pajak yang
menyatakan “bahwa Majelis berpendapat bahwa antara Terbanding
sendiri
terjadi perbedaan pendapat dalam menetapkan dasar perhitungan Bea
Keluar yang dapat merugikan Pemohon Banding yang seharusnya untuk
memberikan kepastian hukum dan pelayanan, hal tersebut tidak
terjadi”
adalah pertimbangan hukum yang sangat keliru dan menunjukkan
ketidakpahaman Majelis Hakim Pengadilan Pajak terkait mekanisme
penetapan kembali oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Bahwa dapat Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan
kembali,
pengitungan PEB 000010 tanggal 31 Januari 2011 adalah sesuai tarif Bea
Keluar dan Harga ekspor yang berlaku pada tanggal 31 Januari 2011
dengan tanggal perkiraan ekspor 03 Februari 2011, namun mengingat
ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor dan barang ekspor dimuat
diluar kawasan pabean maka sesuai ketentuan Pasal 8 Ayat (1) huruf c
dan Pasal 7 Ayat (5) PMK 214/2008 pembatalan PEB adalah mutlak dan
wajib dilakukan pengajuan PEB baru yang kemudian dihitung dan
dievaluasi pada mekanisme penetapan kembali, dengan penghitungan Bea
Keluar berdasarkan tarif dan harga ekspor yang berlaku pada saat
apabila PEB baru tersebut didaftarkan yaitu sebelum ekspor dilakukan
(tanggal 08 Februari 2011).
- Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
pertimbangan hukum
Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah, keliru, dan tidak cermat
dalam menerapkan Peraturan Perundang-undangan dibidang Kepabeanan
khususnya terkait Penetapan Kembali Penghitungan Bea Keluar atas Barang
yang Diekspor oleh PT. DFG sebagaimana diatur dalam UU 17/2006, PP
55/2008, PMK 145/2007, dan PMK 214/2008, sehingga Putusan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak dalam perkara a quo layak dan/atau patut untuk
dibatalkan.
- Keberatan Keempat;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sangat keberatan dengan pertimbangan
Hakim yang menyatakan “menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan
tersebut di atas, Majelis berpendapat dasar penetapan Terbanding
terhadap SPKPBK Nomor: KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011 tidak
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur Barang Ekspor
yang dikenakan Bea Keluar a quo, sehingga Majelis berkesimpulan
mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding dengan
membatalkan keputusan Terbanding dan tagihan kurang bayar atas PEB
Nomor: 000010 tanggal 31 Januari 2011 menjadi Nihil” karena
pertimbangan tersebut telah terbantahkan dengan penjelasan dan uraian
yang Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan dalam poin
keberatan-keberatan di atas.
- Berdasarkan hal tersebut, Pemohon Peninjauan kembali
sampaikan penjelasan atas pokok perkara sebagai berikut di bawah ini.
- Bahwa barang ekspor dalam perkara a quo adalah barang
ekspor yang
terhadap proses eksportasinya ditimbun dan dimuat ditempat lain diluar
kawasan pabean.
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali melakukan pemberitahuan
ekspor
barang berdasarkan PEB Nomor: 000010 tanggal 31 Januari 2011 dengan
jenis barang Crude Palm Oil (CPO) sebanyak 2.250,284 MT dengan Bea
Keluar Tarif 20% Harga Ekspor USD 1.112/MT Kurs 1 USD = Rp. 9.041,00
dengan tanggal perkiraan ekspor tanggal 03 Februari 2011.
- Bahwa berdasarkan fakta yang terjadi, atas PEB 000010
tanggal 31
Januari 2011 pemuatan barang ekspor ke atas sarana pengangkut selesai
pada tanggal 08 Februari 2011, sehingga ekspor dianggap terjadi pada
tanggal 08 Februari 2011 (sesuai Pasal 2 ayat (2) UU 17/2006).
- Bahwa terhadap permasalahan eksportasi yang melampaui
tanggal
perkiraan ekspor dan barang ekspor dimuat di luar kawasan pabean
berdasarkan ketentuan Pasal 8 Ayat (1) huruf c dan Pasal 7 Ayat (5) PMK
214/2008 pembatalan PEB adalah mutlak, dan Termohon Peninjauan Kembali
wajib mengajukan PEB baru apabila tetap ingin melakukan ekspor namun
apabila tidak dilakukan pembatalan PEB dan atas eksportasinya telah
dilayani oleh Pejabat Bea dan Cukai, maka Direktur Jenderal Bea dan
Cukai (in casu Pemohon Peninjauan Kembali) dapat menggunakan
kewenangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 12 PP 55/2008 jo. Pasal 14
PMK 214/2008 untuk melakukan penetapan kembali dalam rangka mengamankan
hak-hak negara.
- Bahwa pada tanggal 31 Januari 2011 telah dikeluarkan KMK
173/KM.4/2011 yang menetapkan Harga Ekspor untuk penghitungan Bea
Keluar terhadap barang ekspor berupa CPO adalah sebesar USD 1.194/MT
dengan Bea Keluar sebesar 25%, yang berlaku mulai tanggal 01 Februari
2011 s.d. tanggal 28 Februari 2011.
- Berdasarkan ketentuan Pasal 5 PMK 214/2008 secara tegas
menyatakan
“Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4
yang digunakan untuk penghitungan Bea Keluar adalah Tarif Bea Keluar
dan Harga Ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor
didaftarkan ke Kantor Pabean”, sehingga dengan demikian jelas
bahwa
Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor yang berlaku adalah Tarif Bea Keluar
dan Harga Ekspor pada saat Pemberitahuan Ekspor Barang didaftarkan ke
kantor Pemohon Peninjauan Kembali.
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 PMK 214/2008 dan KMK
173/KM.4/2011, maka terhadap Ekspor Barang berupa CPO yang
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) nya dilakukan pada rentang waktu
antara tanggal 01 Februari 2011 s.d. 28 Februari 2011 dikenakan tarif
Bea Keluar sebesar 25% dengan Harga Ekspor sebesar USD 1.194/MT.
- Berdasarkan ketentuan di atas, maka terhadap barang
ekspor milik
Termohon Peninjauan Kembali yang diberitahukan melalui PEB Nomor:
000010 tanggal 31 Januari 2011 berupa CPO sebanyak 2.250,284 Ton dengan
Tarif Bea Keluar 20% Harga Ekspor USD 1.112/MT (Kurs 1 USD = Rp.
9.041,00), ditetapkan kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali (in casu
Direktur Jendeal Bea dan Cukai) dengan Tarif Bea Keluar 25% dan Harga
Ekspor USD 1.194/MT (Kurs 1 USD = Rp. 9.030,00) dengan total Bea Keluar
yang harus dibayar sebesar Rp. 6.065.539.259,00 (USD 1.194 x 25% x
2.250,284 x Rp. 9.030,00), sehingga terdapat kekurangan pembayaran Bea
Keluar yang harus dilunasi oleh Termohon Peninjauan Kembali sebesar Rp.
1.540.851.815,00 dengan pertimbangan bahwa seharusnya PEB 000010
tanggal 31 Januari 2011 dibatalkan dan wajib mengajukan PEB baru pada
saat sebelum ekspor dilakukan.
- Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam:
- PP 55/2008;
- PMK 214/2008;
- PMK 67/2010;
- PERMENDAG 01/M-DAG/PER/1/2011; dan
- KMK 173/KM.4/2011,
maka penetapan kembali Pemohon Peninjauan Kembali yang menetapkan
pembebanan Bea Keluar atas ekspor CPO yang diberitahukan berdasarkan
PEB Nomor: 000010 tanggal 31 Januari 2011 (yang seharusnya dibatalkan
dan diajukan PEB baru) dengan Tarif Bea Keluar 25% dan Harga Ekspor USD
1.194/MT, sehingga terdapat kekurangan pembayaran Bea Keluar yang harus
dilunasi oleh Termohon Peninjauan Kembali sebesar Rp. 1.540.851.815,00
adalah telah benar dan berdasar ketentuan dan/atau peraturan
perundang-undangan.
- Bahwa dapat Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan, tetap
dilayaninya
eksportasi oleh pejabat Bea dan Ckai atas PEB biasa yang melampaui
tanggal perkiraan ekspor dan tidak dilakukan pembatalan adalah
semata-mata karena mengedepankan pelayanan. Lain halnya dibidang impor
dimana UU 17/2006 memberikan penekanan berimbang antara pelayanan dan
pengawasan, sementara dibidang ekspor lebih ditekankan adalah sisi
pelayanannya sehingga walaupun Pasal 8 ayat (2) PMK 214/2008 mengatur
untuk dilayani eksportasi yang tidak memenuhi kondisi Pasal 7 Ayat (5)
PMK 214/2008, dengan memegang prinsip UU 17/2006 maka pelayanan tetap
diberikan dengan pertimbangan hal tersebut tetap tidak menghilangkan
kewajiban eksportir dalam membayar Bea Keluar sesuai dengan yang
seharusnya dibayar yang akan dievaluasi dan diawasi melalui mekanisme
penetapan kembali oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai (in casu Pemohon
Peninjauan Kembali) demi mengamankan hak-hak negara untuk kepentingan
bersama (bangsa dan negara) di atas kepentingan pribadi atau golongan.
- Bahwa dengan demikian telah terbukti dan tidak
terbantahkan lagi
bahwa penetapan Bea Keluar oleh Pemohon Peninjauan Kembali terhadap PEB
Nomor: 000010 tanggal 31 Januari 2011 (yang seharusnya dibatalkan dan
diajukan PEB baru) a.n. Termohon Peninjauan Kembali dengan Tarif Bea
Keluar 25% dan Harga Ekspor USD 1.194/MT, sehingga terdapat kekurangan
pembayaran Bea Keluar yang harus dilunasi oleh Termohon Peninjauan
Kembali sebesar Rp. 1.540.851.815,00 telah benar dan sesuai dengan
ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan.
- Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, sudah terbukti
dan tidak
terbantahkan lagi bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam
pertimbangan hukumnya telah salah menerapkan hukum, melakukan
kelalaian, dan tidak cermat sebagaimana yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan terkait dalam memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara a quo. Sehingga sangat berdasar hukum dan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan bagi Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung
Yang Terhormat menyatakan batal putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.
39194/PP/M.XVII/19/2012 tanggal 15 Mei 2012.
- Berdasarkan uraian tersebut di atas, disimpulkan sebagai
berikut:
- Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa,
mengadili, dan
memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan
kekhilafan dalam melakukan pertimbangan hukumnya, sehingga memberikan
pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau
peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas.
- Berdasarkan ketentuan Pasal 2 PMK 145/2007 tersebut,
cara
penyampaian Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) untuk komoditi yang
terkena Bea Keluar dimungkinkan dengan 2 (dua) cara sebagaimana
diuraikan di atas, dan pemilihannya diserahkan kepada Eksportir (in
casu Termohon Peninjauan Kembali) untuk menggunakan mekanisme biasa
atau mekanisme barang curah.
- Berdasarkan fakta hukum yang ada bahwa Termohon
Peninjauan Kembali
melakukan pemuatan barang ekspor di luar kawasan pabean, yang apabila
eksportasi tidak sesuai tanggal perkiraan ekspor dan tidak memenuhi
kondisi yang dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (5) PMK 214/2008, maka
berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) huruf c PMK 214/2008 atas PEB 000010
tanggal 31 Januari 2011 wajib dibatalkan. Dan apabila eksportasi tetap
akan dilakukan, maka eksportir wajib mengajukan PEB baru dengan
membayar Bea Keluar sesuai tarif dan Harga Ekspor yang berlaku pada
tanggal PEB baru dimaksud (sesuai Pasal 6 PP 55/2008 jo. Pasal 5 PMK
214/2008, perhitungan bea keluar adalah berdasarkan tarif Bea Keluar
dan Harga Ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor
didaftarkan ke Kantor Pabean).
- Bahwa kewenangan Pengadilan Pajak hanya memeriksa dan
memutus
sengketa pajak, dan tidak ada kewenangan pengadilan pajak untuk menguji
sebuah peraturan terhadap peraturan yang lebih tinggi dan/atau terhadap
undang-undang, karena kewenangan menguji peraturan dibawah
undang-undang terhadap undang-undang adalah kewenangan Mahkamah Agung.
- Bahwa terhadap permasalahan eksportasi yang melampaui
tanggal
perkiraan ekspor dan barang ekspor dimuat diluar kawasan pabean
berdasarkan ketentuan Pasal 8 Ayat (1) huruf c dan Pasal 7 Ayat (5) PMK
214/2008 pembatalan PEB adalah mutlak, namun apabila tidak dilakukan
pembatalan PEB dan atas eksportasinya telah dilayani oleh Pejabat Bea
dan Cukai, maka Direktur Jenderal Bea dan Cukai (in casu Pemohon
Peninjauan Kembali) menggunakan kewenangannya sebagaimana diatur dalam
Pasal 12 PP 55/2008 jo. Pasal 14 PMK 214/2008 untuk melakukan penetapan
kembali yang juga berfungsi sebagai pengawasan dan evaluasi atas
kegiatan eksportasi dengan pengenaan bea keluar.
- Bahwa sesuai ketentuan Pasal 6 PP 55/2008 jo. Pasal 5
PMK 214/2008,
perhitungan bea keluar adalah berdasarkan tarif Bea Keluar dan Harga
Ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor
didaftarkan ke Kantor Pabean, maka terhadap PEB baru yang seharusnya
diajukan (sebelum ekspor tanggal 08 Februari 2011) akan dikenakan tarif
Bea Keluar dan Harga Ekspor sesuai ketentuan yang berlaku pada hari itu
yaitu dengan tarif Bea Keluar 25% Harga Ekspor = USD 1.194/MT (Kurs 1
USD Rp. 9.030,00).
- Bahwa penagihan melalui mekanisme penetapan kembali
sebagaimana yang
dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali adalah merupakan kewenangan yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan (in casu Pasal 12 PP
55/2008 jo. Pasal 14 PMK 214/2008) yang merupakan konsekuensi logis
atas ketidakpatuhan Termohon Peninjauan Kembali dalam mematuhi
ketentuan di bidang ekspor karena Termohon Peninjauan Kembali
menghindari adanya kenaikan tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor yang
berlaku sejak tanggal 01 Februari 2011 s.d. tanggal 28 Februari 2011.
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 PMK 214/2008 dan
KMK
173/KM.4/2011, maka terhadap Ekspor Barang berupa CPO yang
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) nya dilakukan pada rentang waktu
antara tanggal 01 Februari 2011 s.d. 28 Februari 2011 dikenakan tarif
Bea Keluar sebesar 25% dengan Harga Ekspor sebesar USD 1.194/MT.
- Bahwa terhadap barang ekspor milik Termohon
Peninjauan Kembali yang
diberitahukan melalui PEB Nomor: 000010 tanggal 31 Januari 2011 berupa
CPO sebanyak 2.250,284 Ton dengan Tarif Bea Keluar 20% Harga Ekspor USD
1.112/MT (Kurs 1 USD = Rp. 0.041,00), ditetapkan kembali oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (in casu Direktur Jendeal Bea dan Cukai) dengan
Tarif Bea Keluar 25% dan Harga Ekspor USD 1.194/MT (Kurs 1 USD = Rp.
9.030,00) dengan total Bea Keluar yang harus dibayar sebesar Rp.
6.065.539.259,00 (USD 1.194 x 25% x 2.250,284 x Rp. 9.030,00), sehingga
terdapat kekurangan pembayaran Bea Keluaryang harus dilunasi oleh
Termohon Peninjauan Kembali sebesar Rp. 1.540.851.815,00 dengan
pertimbangan bahwa seharusnya PEB 000010 tanggal 31 Januari 2011
dibatalkan dan wajib mengajukan PEB baru pada saat sebelum ekspor
dilakukan.
- Bahwa dengan demikian telah terbukti dan tidak
terbantahkan lagi
bahwa penetapan Bea Keluar oleh Pemohon Peninjauan Kembali terhadap PEB
Nomor: 000010 tanggal 31 Januari 2011 (yang seharusnya dibatalkan dan
diajukan PEB baru) a.n. Termohon Peninjauan Kembali dengan Tarif Bea
Keluar 25% dan Harga Ekspor USD 1.194/MT, sehingga terdapat kekurangan
pembayaran Bea Keluar yang harus dilunasi oleh Termohon Peninjauan
Kembali sebesar Rp. 1.540.851.815,00 telah benar dan sesuai dengan
ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan.
- Berdasarkan uraian tersebut di atas, terbukti dan tidak
terbantahkan lagi bahwa Putusan Judex Facti Pengadilan Pajak Nomor:
Put. 39194/PP/M.XVII/19/2012 tanggal 15 Mei 2012 tidak dapat
dipertahankan lagi karena bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, sehingga sangat layak untuk dibatalkan oleh Majelis
Hakim Agung Yang Terhormat;
PERTIMBANGAN
HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa
alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan
seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding dengan membatalkan
Keputusan Terbanding Nomor : KEP-37/WBC.13/2011 tanggal 13 Juli 2011
atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XX0.X0X.X-0XX.000, sehingga
tagihan kurang bayar atas PEB Nomor: 000010 tanggal 31 Januari 2011
menjadi Nihil adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
- Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam
perkara
a quo yaitu Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar atas Barang yang
diekspor oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding),
yang menetapkan atas Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Nomor : 000010 tanggal 31
Januari 2011 dengan jenis barang Crude Palm Oil (CPO) sebanyak
2.250,284 MT diberitahukan dengan Tarif 20% Harga Ekspor = USD1.112/MT
(Kurs 1 USD = Rp9.041,00) menjadi Tarif 25% Harga Ekspor = USD 1.194/MT
(Kurs 1 USD Rp9.030,00), maka Tagihan Bea Keluar Yang Harus Dibayar
sebesar Rp6.065.539.259,00, sehingga terdapat kekurangan pembayaran bea
keluar yang harus dilunasi oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) sebesar Rp.1.540.851.815,00 tidak dapat dibenarkan,
karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan
dakam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali
dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat
menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap
dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak,
karena dalam perkara a quo Pemohon Banding (sekarang Termohon
Peninjauan Kembali) telah melaksanakan dengan benar prosedur ekspor
barang (PO yang dimuat dalam PEB Nomor : 000010 tanggal 31 Januari 2011
dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan
Kembali) dalam perkara a quo yang didalilkan pada butir 11, 12, 18
huruf f dan h pada halaman 19-21 dari 22 halaman mengenai rentang waktu
bertentangan dengan prinsip Self Assessment yang menjadi politik hukum
pemungutan pajak. Disamping itu, bertentangan dengan ajaran
taatsbestand sehingga tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana
diatur dalam Pasal 2, Pasal 2A juncto Pasal 30 Undang-Undang Kepabeanan;
- Bahwa Pembayaran bea ekspor CPO dilakukan paling lambat
pada saat
PEB disampaikan, bukan pada saat realisasi ekspor, karena tanggal
perkiraan ekspor sering tidak sesuai dengan tanggal realisasi ekspor
yang bukan karena kemauan Pemohon banding, oleh karena itu tidak adil
kesalahan diluar kehendak dan kemauan Pemohon banding dibebankan kepada
Pemohon Banding;
- Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan
Pajak
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR
JENDERAL BEA DAN CUKAI tersebut tidak beralasan, sehingga
harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali
ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI tersebut;
Menghukum
Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Senin, tanggal 19 Desember 2016 oleh H. XYZ, S.H., M.H., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
Dr. H. M. FFF, S.H., M.S. dan GGG, S.H., M.Hum, Hakim-Hakim Agung
sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota
Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti
dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis :
ttd/
Dr. H. M. FFF, S.H., M.S.
ttd/
GGG, S.H., M.Hum,
Biaya – biaya :
1. M e t e r a
i……………..
Rp
6.000,00
2. R e d a k s
i…………….. Rp
5.000,00
3. Administrasi
………..….
Rp
2.489.000,00
Jumlah
……….
Rp 2.500.000,00
|
Ketua Majelis:
ttd/
H. XYZ, S.H., M.H.,
Panitera Pengganti
ttd/
HHH, S.H., M.H.,
|
Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
atas nama Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
H. RTY, S.H.
NIP. : XXXX0XXX XXXX0X X 00X
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.