PUTUSAN
Nomor 1794/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal XY Nomor 40 - 42, Jakarta, XXXX0;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan danBanding;
  3. CC, jabatan Kepala Seksi PeninjauanKembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, jabatan Penelaah Keberatan, Sub DirektoratPeninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal XY Nomor 40 - 42, Jakarta, XXXX0, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2052/PJ./2014 tanggal 20 Agustus 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

PT. DFG INDONESIA, tempat kedudukan di Jalan DS, Cawang II RT 003 RW 012, Jakarta, XXXX0;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyataPemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak NomorPut-52243/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 30 April 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Keputusan Terbanding Nomor KEP-871/WPJ.19/BD.05/2011 (KEP-871) tertanggal 22 September 2011 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 26 September 2011 tentang keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2008 Nomor 00335/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 (SKPKB PPN) sebagaimana telah dibetulkan terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00102/WPJ.19/KP.0203/2011 tanggal 1 Juni 2011 perihal Pembetulan Atas Keputusan Pembetulan Nomor KEP-00079/WPJ.19/KP.0203/2011 tanggal 19 Mei 2011, dengan ini perkenankanlah Pemohon Banding mengajukan banding atas keputusan tersebut di atas dengan penjelasan dan alasan sebagai berikut:
Dasar Hukum;
Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentangPerubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Pengadilan Pajak (UU Nomor 14/2002), Pemohon Banding mengajukan banding atas KEP-871 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN;
Latar Belakang;
Bahwa KPP Wajib Pajak Besar Dua menerbitkan SKPKB PPN dengan jumlah pajak kurang bayar sebesar Rp836.657.574;
Bahwa atas SKPKB tersebut, Pemohon Banding telah mengajukan keberatan dengan Surat Nomor L-PGI/10-135/IX/FIN/TK tertanggal 24 September 2010yang diterima oleh KPP Wajib Pajak Besar Dua pada tanggal 24 September 2010;
Bahwa atas keberatan Pemohon Banding tersebut di atas, Terbanding telah mengeluarkan surat keputusan KEP-871 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN dengan isi menolak seluruhnya permohonan keberatan Pemohon Banding dengan rincian sebagai berikut:

No. Uraian Semula
(Rp)
Ditambah/
(Dikurangi)
Rp)
Menjadi
(Rp)
1.
PPN yang kurang/lebih bayar 573.053.133 0
573.053.133
2.
Sanksi Bunga 263.604.441 0
263.604.441
3.
Sanksi Kenaikan 0
0
0
4.
Jumlah PPN ymh/lebih dibayar 836.657.574 0
836.657.574

Materi Pokok Banding;
Bahwa penghitungan PPN menurut keputusan Terbanding Nomor KEP-871 dibandingkan dengan Penghitungan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

No. Uraian Pemohon Banding
(Rp)
KEP-871
(Rp)
Sengketa
(Rp)
1
DPP Penyerahan kepada bukan pemungut 206.070.647.690 211.377.945.465 5.307.297.775
2
Retur Penjualan 4.838.345.150 -
4.838.345.150
3
Pajak Masukan yg dpt diperhitungkan 20.607.064.396 20.564.741.413 42.322.983
4
Jumlah PPN yg Masih Harus Dibayar -
836.657.574 836.657.574

Alasan Pengajuan Banding;
  1. Koreksi atas DPP Penyerahan kepada bukan pemungut sebesar Rp468.952.625,00;
    Dasar Koreksi Pemeriksa;
    Bahwa koreksi sesuai dengan koreksi Peredaran Usaha di PPh Badan;
    Menurut Terbanding;
    bahwa Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding dengan alasan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa atas DPP Penyerahan kepada bukan pemungut sebesar Rp468.952.625 sudah sesuai dengan ketentuan dan data-data yang ada;
    Menurut Pemohon Banding;
    Bahwa sebelum Pemohon Banding menyampaikan penjelasan lebih lanjut terkait sengketa DPP Penyerahan kepada bukan pemungut, perlu Pemohon Banding jelaskan bahwa KPP Wajib Pajak Besar Dua telah melakukan dua kali pembetulan atas SKPKB PPN Masa Pajak Juli 2008 Nomor 00335/207/08/092/10, dimana pembetulan terakhir tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00102/WPJ.19/KP.0203/2011 tanggal 1 Juni 2011 tentang Pembetulan Atas Keputusan Pembetulan Nomor KEP-00079/WPJ.19/KP.0203/2011 tanggal 19 Mei 2011;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding yang ditetapkan berdasarkan koreksi peredaran usaha di PPh Badan dalam SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010.
    Pemohon Banding telah menyampaikan keberatan atas SKPLB PPh Badan tersebut dalam surat keberatan Pemohon Banding Nomor L-PGI/10- 129/IX/FIN/TK tanggal 24 September 2010 atas SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010;
    Bahwa terkait dengan nilai sengketa DPP Penyerahan kepada bukan pemungut yang mengalami perubahan dari Rp5.307.293.644 menurut surat keberatan Pemohon Banding NomorL-PGI/10-135/IX/FIN/TK tentang pengajuan keberatan atas SKPKB PPN masa pajak Juli 2008 Nomor 00335/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 menjadi Rp5.307.297.775 (Rp211.377.945.465 – Rp206.070.647.690) sesuai Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan, terdapat selisih perubahan angka DPP Penyerahan kepada bukan pemungut sebesar Rp4.131, Pemohon banding mohon penjelasan karena hal ini mengubah angka sengketa Pemohon Banding. Menurut Pemohon Banding, nilai sengketa DPP Penyerahan kepada bukan pemungut adalah sebesar Rp5.307.293.644 dengan rincian sebagai berikut:

    Koreksi Jumlah (Rp)
    DPP Penyerahan kepada bukan pemungut 468.948.494
    Retur Penjualan 4.838.345.150
    Total 5.307.293.644

    Bahwa dilain pihak Pemohon Banding ingin menegaskan bahwa sengketa atas retur penjualan merupakan bagian dari koreksi atas DPP Penyerahan kepada bukan pemungut. Namun, hasil penelitian Terbanding memisahkan koreksi atas retur penjualan dari koreksi DPP Penyerahan kepada bukan pemungut;
    Bahwa maka, Pemohon Banding tidak sependapat dengan keputusan Terbanding tersebut mengingat sesungguhnya sengketa retur penjualan tersebut merupakan bagian dari sengketa DPP Penyerahan kepada bukan pemungut sebagaimana Pemohon Banding sebutkan dalam surat keberatanPemohon Banding;
    Bahwa Pemohon Banding mohon agar koreksi PPN yang dihitung berdasarkan koreksi Peredaran Usaha ini dibatalkan sesuai dengan permohonan Pemohon Banding untuk membatalkan koreksi yang sama dalam keberatan Pemohon Banding terhadap SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010;
    Bahwa adapun alasan keberatan Pemohon Banding atas koreksi PeredaranUsaha dalam SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 adalah sebagai berikut:
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pemeriksa yang dihitung berdasarkan pengujian arus piutang karena penghitungan arus piutang yang dilakukan Pemeriksa tidak benar, dengan alasan sebagai berikut:
    • Terdapat dua kali Penghitungan atas Penerimaan:
      • Bahwa Pemeriksa telah menggunakan seluruh penerimaan yang tercatat dalam akun Penerimaan Kas, Penerimaan Bank QQ danPenerimaan Bank YY sebagai penerimaan atas penjualan tanpa mempertimbangkan penjelasan atas tata cara pencatatan penerimaan tersebut;
      • Bahwa penghitungan Pemeriksa tersebut menyebabkan terjadinya dua kali penghitungan penerimaan karena Akun Penerimaan Kas sebesar Rp119.309.959.271 adalah akun yang berfungsi sebagai akun perantara (working account). Penerimaan yang dicatat dalam akun Penerimaan Kas ini akan dipindah ke akun Penerimaan Bank QQ ataupun akun Penerimaan Bank Sumitono SO dalam waktu-waktu tertentu;
      • Bahwa sedangkan penghitungan Arus Piutang Pemeriksa hanya menggunakan sisi debit dari masing-masing akun. Pemeriksa tidak memperhitungkan proses pemindahaan dari akun Penerimaan Kas keakun-akun Bank yang seharusnya, yaitu dengan mempertimbangkan sisi kredit dalam akun Pemerimaan Kas yang berfungsi untuk mengeliminasi sisi debit atas penerimaan yang dipindahkan ke akun Penerimaan Bank. Apabila Pemeriksa memperhitungkan sisi kredit dalam akun Penerimaan Kas tersebut tidak akan terjadi dua kali pengakuan atas pelunasan piutang;
      Bahwa dengan mempertimbangkan kondisi dimana transaksi yang dicatat dalam akun Penerimaan Kas adalah bersifat sementara maka seharusnya semua penerimaan dalam akun ini tidak dianggap sebagai bagian dari pelunasan piutang;
    • Disamping itu, tercatat dalam akun Penerimaan Bank QQ adalah penerimaan yang tidak berhubungan dengan pelunasan piutang dagang. Sehingga pelunasan ini seharusnya dikeluarkan dari penghitungan Arus Piutang;
    • Pemeriksa tidak menambahkan penerimaan atas pelunasan piutang yang Pemohon Banding catat dalam akun Cash on Hand sebesar Rp93.537.613.859;
    Bahwa dalam tabel di bawah ini, Pemohon Banding sertakan penghitungan arus piutang yang sebenarnya:

    Arus Penerimaan Bank
    Piutang Akhir Tahun 94.210.340.821
    Pelunasan Piutang Usaha:
    Cash on Hand 93.537.613.859
    Penerimaan Bank – QQ Pusat 2.291.900.578.397
    Penerimaan Bank – YY SO 93.570.359.128
    Penjualan Including PPN 2.573.218.892.205
    Dikurangi:
    Piutang awal tahun 140.055.512.065
    PPN dipungut sendiri 211.912.324.351
    Penjualan menurut arus bank 2.211.251.055.789
    Penjualan menurut SPT 2.163.290.756.621
    Selisih penjualan 47.960.299.168
    Rekon
    Cash Discount 29.832.872.686
    Rebate 18.127.426.482

    47.960.299.168
    Selisih Rekonsiliasi -

    Bahwa berdasarkan alasan/penjelasan yang Pemohon Banding sampaikan di atas dan data-data yang telah Pemohon Banding sampaikan, maka terlihat bahwa koreksi atas Peredaran Usaha tidak dapat di pertahankan dengan demikian tidak terdapat penetapan PPN 10% sebagaimana dalam koreksi Pemeriksa;
    Bahwa Pemohon Banding mohon agar Majelis Hakim dapat membatalkan koreksi Pemeriksa ini;
  2. Koreksi atas Retur Penjualan sebesar Rp4.838.345.150,00;
    Dasar Koreksi Pemeriksa;
    bahwa berdasarkan penelitian atas sample bukti nota retur yang disertakan dalam pembahasan, diketahui bahwa terdapat nota retur yang tidak ditandatangani dan dicap oleh pembeli sehingga Pemeriksa tidak dapat mengakui sebagai retur penjualan yang mengurangi DPP PPN;
    Menurut Terbanding;
    Bahwa Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding dengan alasan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa atas retur penjualan sebesar Rp4.838.345.150 sudah sesuai dengan ketentuan dan data-data yang ada;
    Menurut Pemohon Banding:

    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi yang ditetapkan Pemeriksa dan hasil penelitian Terbanding dengan alasan sebagai berikut:
    Bahwa Pemohon Banding telah memberikan keterangan dan pembuktian atas Nota Retur yang telah dikoreksi Pemeriksa. Namun pembuktian tersebut tidak diterima oleh Tim Pemeriksa dan Terbanding dimana hal ini menyebabkan terjadinya dua kali pemungutan PPN atas objek pajak yang sama. Dua kali pemungutan PPN terjadi karena:
    1. Retur yang ditolak Pemeriksa seharusnya berfungsi untuk mengeliminasi PPN yang dilaporkan atas penjualan yang berhubungan dengan retur tersebut.
    2. Sehingga di dalam Laporan SPT Masa PPN Pemohon Banding, setelah retur yang ditolak Pemeriksa, terdapat PPN atas Penjualan pertama (yang seharusnya diretur) dan penjualan yang terjadi setelah retur;
    Bahwa sebagaimana telah Pemohon Banding jelaskan dalam surat Keberatan dan proses Penelitian, di bawah ini Pemohon Banding sertakan penjelasan lengkap atas Nota Retur yang telah di koreksi;
    1. Nota Retur dengan kondisi yang lengkap
      Bahwa pada saat pemeriksaan Pemohon Banding telah mempersiapkan sample nota retur. Namun sample tersebut tidak diterima oleh Pemeriksa karena terdapat sample nota retur yang menurut Pemeriksa tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu untuk kondisi yang Pemohon Banding jelaskan dalam huruf b dan c di bawah ini. Sehingga secara keseluruhan nota retur yang Pemohon Banding sampaikan ditolak oleh Pemeriksa;
      Bahwa penolakan/koreksi Pemeriksa atas nota retur tersebut menyebabkan terjadinya kesalahan penghitungan PPN dalam SPT Masa PPN untuk masa Juli 2008 karena terdapat dua kali pembayaran PPN atas penjualan yang sama. Dengan penolakan nota retur, Pemeriksa tetap mengakui penjualan barang yang sebenarnya telah dikembalikan/diretur dan juga Faktur Pajak Pengganti yang telah dilaporkan atas setiap nota retur yang diterima;
      Bahwa dalam hal ini, Pemohon banding mohon Terbanding untuk membatalkan koreksi yang menolak Retur Penjualan tersebut;
    2. Retur Penjualan akibat kesalahan administrasi Perusahaan Bahwa dalam menjalankan administrasi penjualan, yaitu menerima pesanan, mempersiapkan faktur penjualan (yang juga merupakan Faktur Pajak) Pemohon Banding menggunakan sistem komputerisasi dengan karyawan perusahaan sebagai operatornya. Kesalahan dalam menjalankan operasi tersebut seringkali terjadi, antara lain adalah pengetikan kode dan jenis barang yang dipesan, jumlah barang yang dipesan. Setelah menyadari adanya kesalahan tersebut sistem komputerisasi perusahaan tidak memungkinkan adanya pembetulan faktur penjualan (termasuk Faktur Pajak) tanpa melakukan pembatalan atas faktur yang sudah dikeluarkan tersebut. Untuk memperbaiki kesalahan ini perusahaan melakukan tindakan-tindakan berikut:
      1. Para operator melakukan pembatalan dengan menggunakan cara adanya retur barang. Pemilihan dengan cara retur barangdisebabkan karena jumlah persediaan telah berkurang pada saatfaktur penjualan dikeluarkan sehingga dengan cara retur barang, jumlah persediaan dapat dikembalikan ke jumlah semula. Nota retur tersebut kemudian ditandatangani oleh petugas perusahaan yang berwenang dan dibubuhi cap perusahaan.
      2. Setelah menerbitkan nota retur dan membatalkan transaksi penjualan yang salah, perusahaan menerbitkan faktur penjualan dan Faktur Pajak yang baru.
      3. Setiap bulan perusahaan melaporkan seluruh dokumen perpajakan PPN yang telah dikeluarkan dalam SPT Masa PPN. Hal ini kami lakukan dengan lengkap untuk menghindari adanya kurang bayarPPN pada bulan yang bersangkutan. Sehingga Kas Negara tidak mengalami kerugian apapun.
      4. Dari sisi pembeli, Faktur Pajak yang diterima adalah Faktur Pajak yang sebenarnya sehingga pembeli tetap dapat menggunakan kredit pajak atas PPN yang sudah mereka lunasi dengan memakaiFaktur Pajak yang sah.
      Bahwa penolakan/koreksi Pemeriksa atas nota retur tersebutmenyebabkan terjadinya kesalahan penghitungan PPN dalam SPT Masa PPN untuk masa Juli 2008 karena terdapat dua kali pembayaran PPN atas penjualan yang sama. Dengan penolakan nota retur, Pemeriksa tetap mengakui penjualan barang yang sebenarnya telah dikembalikan/diretur dan juga Faktur Pajak Pengganti yang telah dilaporkan atas setiap nota retur yang diterima;
      Bahwa oleh sebab itu Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi pada nota retur tersebut;
    3. Retur Penjualan yang berasal dari pembeli yang tidak mempunyai NPWP;
      Bahwa penjualan produk Panasonic juga dilakukan kepada dealer dengan menggunakan Faktur Pajak Sederhana. Hal in disebabkan karena pada saat terjadinya transaksi penjualan, dealer tersebut tidak mempunyai informasi yang lengkap untuk pembuatan Faktur Pajak Standar, sebagai contoh beberapa dealer bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP);
      Bahwa pada saat-saat tertentu para dealer tersebut kemudian melakukan pengembalian atas barang produk Panasonic yang telah dibeli. Peraturan perpajakan mengharuskan pembeli memberikan nota retur kepada penjual sebagai dokumen yang sah atas pengembalian barang yang dilakukan. Pembuatan nota retur tersebut tidak dapat dilakukan oleh dealer karena belum memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
      Bahwa dengan demikian guna melancarkan proses penjualan tanpa menyebabkan kerugian negara akibat penghitungan PPN yang tidaktepat, perusahaan setuju untuk menyiapkan nota retur atas nama pembeli. Hal tersebut Pemohon Banding lakukan karena tidak terdapat prosedur perpajakan yang mengatur tata cara pengembalian barang dari pembeli yang bukan PKP;
      Bahwa disamping itu, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan huruf a dan b, telah terjadi dua kali pengenaan PPN atas penjualan yang sama dengan adanya penolakan nota retur ini. Dimana Pemeriksa tetap mengakui penjualan barang yang sebenarnya telah dikembalikan/diretur dan juga Faktur Pajak Pengganti yang telah dilaporkan atas setiap nota retur yang diterima;
      Bahwa berdasarkan penjelasan diatas Pemohon Banding mohon agar koreksi Pemeriksa dapat dibatalkan;
  3. Sengketa atas Pajak Masukan (PM) yang dapat diperhitungkan sebesar Rp 42.322.983,00;
    Menurut Terbanding:
    Bahwa Pemeriksa melakukan koreksi atas PM Dalam Negeri berdasarkan jawaban klarifikasi Faktur Pajak dari KPP tempat penerbit Faktur Pajak dengan jawaban “tidak ada”;
    Bahwa Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding dengan alasan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa atas PM yang dapat diperhitungkan sebesar Rp42.322.983 sudah sesuai dengan ketentuan dan data-data yang ada;
    Menurut Pemohon Banding:
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi PM yang ditetapkan dengan alasan konfirmasi negatif dengan alasan sebagai berikut:
    Bahwa Pemeriksa tidak dapat melakukan koreksi ini walaupun telah menerima konfirmasi negatif dari KPP tempat penerbit Faktur Pajak dengan alasan tanggung jawab renteng mengingat Pemohon Banding telah melunasi PPN pada setiap terjadinya pembelian barang ataupun penggunaan jasa untuk setiap PPN Masukan yang Pemohon Banding laporkan dalam SPT Masa PPN bulan Juli 2008;
    Bahwa Pemohon Banding juga tidak meyakini bahwa hasil konfirmasi yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa atas jawaban “tidak ada” mempunyai tingkat akurasi yang tinggi. Berdasarkan pengalaman Pemohon Banding, hasil konfirmasi dengan jawaban “tidak ada” seringkali terjadi karena kesalahan administrasi dari kantor pajak yang bersangkutan sehingga sangatlah tidak adil atas kesalahan tersebut, Pemohon Banding dikenakan sanksi tidak boleh mengkreditkan PPN yang benar-benar telah Pemohon Banding bayar.
    Dalam hal tersebut, Pemohon Banding berpendapat bahwa Tim Pemeriksa tidak seyogyanya menjadikan hasil konfirmasi dengan jawaban “tidak ada” sebagai dasar koreksi tetapi Tim Pemeriksa harus melihat dokumen pendukung Pemohon Banding dalam mengkreditkan PPN yang telah dibayar oleh Pemohon Banding tersebut;
    Bahwa berdasarkan uraian penjelasan di atas, dalam hal Pemohon Banding dapat menunjukkan bukti bahwa atas PPN yang dikoreksi tersebut telah dibayar maka seharusnya tidak terdapat koreksi atas PM sebagaimana yang dilakukan oleh Pemeriksa;
    Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding di atas, Pemohon Banding mohon atas koreksi-koreksi tersebut diatas dapat dibatalkan.
    Pemohon Banding bersedia memberikan bukti – bukti pendukung pada saat proses persidangan berlangsung;
    Kesimpulan:
    Bahwa sesuai dengan penjelasan dan alasan yang Pemohon Banding uraikan di atas, maka penghitungan PPN Masa Pajak Juli 2008 atas nama Pemohon Banding menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

    Uraian Pemohon Banding
    (Rp)
    DPP Penyerahan yang PPN-nya hrs dipungut sendiri 206.070.647.690
    Pajak Keluaran 20.607.064.396
    Pajak Masukan 19.096.457.878
    Dibayar dengan NPWP sendiri 1.510.606.518
    PPN kurang/lebih bayar -
    PPN lebih kurang yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya -
    Jumlah PPN yang kurang/lebih bayar dibayar -
    Sanksi bunga Pasal 13 ayat (2) KUP -
    Jumlah PPN yang masih harus dibayar -

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-52243/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 30 April 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-871/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 22 September 2011 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2008 Nomor 00335/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010, atas nama: PT DFG Indonesia, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan DS, Cawang II RT 003/12, Jakarta 13630, sehingga PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2008 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

1.
1. Dasar Pengenaan Pajak
2. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri
3. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan
4. Penghitungan PPN Kurang Bayar
5. Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
6. PPN yang kurang/lebih dibayar
7. Sanksi Administrasi:
a. Bunga Pasal 13 ayat (2) UU KUP
b. Kenaikan Pasal 13 ayat (3) UU KUP
8. Jumlah pajak yang masih harus/lebih dibayar
Rp 207.001.866.794
Rp 20.700.186.679
Rp (20.596.349.475)
Rp 103.837.204
Rp 0
Rp 103.837.204

Rp 47.765.114
Rp 0
Rp 151.602.318


Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-52243/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 30 April 2014 diberitahukan kepada Pemohon PeninjauanKembali pada tanggal 30 Mei 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 Agustus 2014 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 27 Agustus 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27 Agustus 2014;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebuttelah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 27 Mei 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 25 Juli 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 52243/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 30 April 2014, Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-871/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 22 September 2011 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2008 Nomor 00335/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010, atas nama: PT DFG Indonesia, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan DS, Cawang II RT 003/12, Jakarta XXXX0, telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
    Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.52243/PP/M.XIB/16/2014. tanggal 30 April 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak):
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
  1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 52243/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 30 April 2014 atas nama PT. DFG Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor : Put. 52243/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 28 Mei 2014 , dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 6 Juni 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201406060488
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 52243/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 30 April 2014 masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang- undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali;
  1. Koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp 468.948.494,00;
  2. Koreksi Retur Penjualan sebesar Rp 4.838.345.150,00;
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 52242/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 30 April 2014 , maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakanyang berlaku dalam pemeriksaan banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
    1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo,antara lain berbunyi sebagai berikut:
      1.1.
      Tentang Koreksi Koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00;
      Koreksi DPP Penyerahan kepada Bukan Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 berasal dari koreksi omzet (peredaran usaha) pada berkas sengketa banding PPh Badan untuk Tahun Pajak2008 sebesar Rp5.627.381.927,00 (April 2008 s.d. Maret 2009) yang dibagi 12 bulan.
      Atas koreksi DPP PPN tersebut di atas, Majelis berpendapat sebagaimana pendapat Majelis untuk sengketa omzet pada sengketa banding PPh Badan yang telah diputus dengan Putusan Nomor Put-52240/PP/M.XIB/15/2014, dengan pendapat sebagai berikut:
      "Bahwa atas sengketa peredaran usaha sebesar Rp5.627.381.927,00, berdasarkan penjelasan, bukti-bukti yang disampaikan para pihak dan pelaksanaan uji bukti pada tanggal 12 Oktober 2012 yang dituangkan dalam Berita Acara Pengujian Bukti, Majelis berpendapat:
      • Atas sengketa penerimaan kas yang menurut Terbanding adalah Rp 119.309.959.271,00, Pemohon Banding menyatakan penerimaan yang sebenarnya adalah Rp 119.805.263.882,00, dalam hal ini Terbanding pada saat uji bukti menyetujuinya, dengan demikian Majelis sependapat bahwa penerimaan kas adalah sebesarRp 119.805.263.882,00.
      • Atas sengketa Debit Bank YY SO (titipan) Rp 24.411.146.447,00, dimana menurut Pemohon Banding penerimaan yang sebenarnya adalah Rp24.418.146.447,00 lebih besar Rp7.000.000,00. Penerimaan tersebut setelah dikurangi dengan tagihan biaya promosi dan dealer sebesar Rp1.857.795.197,00 sehingga piutang usaha yang sebenarnya Rp26.275.571.592,00. Terbanding setuju dengan pendapat Pemohon Banding, namun akun accrued biaya (marketing) sebesar Rp1.857,425.145,00 haws diperhitungkan sebagai unsur penambah pelunasan piutang untuk mencerminkan jumlah pelunasan piutang. Majelis berpendapat karena penerimaan kas sudah dikurangi dengan biaya promosi (di offset) maka penerimaan kas harus dihitung dengan menambah berapa nilai yang di offset, hal ini sejalan dengan pendapat Terbanding;
      • Atas sengketa penerimaan Bank YY SO dimana Terbanding menyatakan sebesar Rp 95.806.302.657,00 dan Pemohon Banding menyatakan sebesar Rp 93.537.613.859,00. Pemohon Banding dalam uji bukti menyatakan setuju dengan pendapat Terbanding sehingga Majelis berpendapat tidak ada sengketa lagi;
      • Atas sengketa penerimaan Bank QQ, Terbanding menyatakan sebesar Rp2.293.937.817.831,00 sedangkan Pemohon Banding dalam surat bandingnya menyatakan sebesar Rp2.291.900.578.397,00. Dalam uji bukti Pemohon Banding menyampaikan data bahwa penerimaan Bank QQ adalah Rp2.293.719.765.042,00 berbeda Rp218.052.789,00 dari Risalah Terbanding dan dalam uji bukti disetujui oleh Terbanding.
      Pemohon Banding menjelaskan dalam penerimaan Bank QQ tersebut terdapat Rp3.567.720.200,00 yang belum dicatat sebagai pengurangan akun piutang tetapi masih dicatat sebagai Advance Receipt untuk 3 penerimaan tanggal 31-03-2009 dan 1 penerimaan tanggal 30-03-2009.
      Berdasarkan hai-hai tersebut Majelis berpendapat dapat menerima permohonan Pemohon Banding atas penerimaan Bank QQ, namun demikian karena Pemohon Banding dalam perhitungan SPT menghitung penerimaan Bank QQ sebesar Rp 2.291.900.578.397,00, mengingat bahwa tidak dilakukan pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU KUP yang berbunyi:
      "Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan," maka penerimaan Bank QQ sesuai dengan yang dijadikan perhitungan Pemohon Banding dalam SPT/Surat Banding yaitu Rp2.291.900.578.397,00;
      Dengan demikian penjualan dihitung kembali sebagaimana tabel berikut: (tabel 2).

      Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan serta perhitungan di atas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding sebesar Rp1.541.934.822,00 harus dibatalkan karena telah dibuktikan oleh Pemohon Banding dokumen pendukungnya, sedangkan sisanya sebesar Rp4.085.447.105,00 tetap dipertahankan."
      Berdasarkan uraian pertimbangan di atas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding terhadap DPP PPN sebesar Rp340.453.925,00 (Rp4.085.447.105,00 dibagi dua belas) tetap dipertahankan sesuai hasil penghitungan omzet pada berkas sengketa PPh Badan dan sisanya sebesar Rp128.494.569,00 dibatalkan.
      1.2.
      Tentang Koreksi Retur Penjualan sebesar Rp4.838.345.150,00;
      1. Retur Penjualan Administrasi;
        Atas retur penjualan administrasi Majelis berpendapat bahwa Pembeli belum menerima fisik BKP maupun Faktur Pajak sehingga Pembeli tidak dapat menerbitkan Nota Retur.
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 mengatur tata cara pembuatan nota retur apabila Faktur Pajak telah diterima oleh Pembeli, sedangkan dalam sengketa retur administrasi terungkap bahwa pihak pembeli tidak pernah menerima Faktur Pajak sehingga ketentuan Terbanding bahwa retur harus dibuat oleh Pembeli, tidak dapat dilaksanakan.
        Mengingat sengketa ini adalah ekualisasi dengan PPh Badan dan retur dimaksud sudah diakui di PPh Badan maka sengketa retur administrasi yang merupakan sengketa yuridis, Terbanding tidak dapat membuktikan bahwaPemohon Banding telah melanggar ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, maka Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan..
      2. Retur Penjualan Fisik;
        Atas retur penjualan fisik, Majelis berpendapat bahwa Pembeli telah menerima fisik BKP maupun Faktur Pajak dan Pembeli telah menerbitkan Nota Retur. Atas dasar Nota Retur yang diterbitkan Pembeli seharusnya Pemohon Banding melaporkan Nota Retur tersebut dalam SPT Masa PPN diterimanya Nota Retur tersebut. Oleh karena itu penerbitan Nota Retur yang dilakukan oleh Pemohon Banding tidak sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, maka koreksi Terbanding tetap dipertahankan.
        Berdasarkan uraian pertimbangan di atas, maka Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding terhadap Retur Penjualan sebesar Rp4.247.584.102,00 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan karena tidak dapat dibuktikan oleh Terbanding telah terjadi pelanggaran ketentuan yang didalilkan oleh Terbanding sebagai dasar hukum dan alasan koreksi, sedangkan sisanya koreksi sebesar Rp590.762.648,00 tetap dipertahankan karena sudah benar dan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994.

    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      2.1.
      Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
      Pasal 69 ayat (1):
      Alat bukti dapat berupa:
      1. Surat atau tulisan;
      2. Keterangan ahli;
      3. Keterangan para saksi;
      4. Pengakuan para pihak; dan/atau
      5. Pengetahuan Hakim;
      Pasal 76:
      “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
      Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
      “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukankebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan.
      Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
      Pasal 78:
      “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaianpembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
      Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
      “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
      Pasal 84 ayat (1):
      “Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
      1. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;”
      Pasal 91 huruf e:
      Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
      2.2.
      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPN), antara lain mengatur
      Pasal 4 ayat (1):
      Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
      1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
      2. Impor Barang Kena Pajak
      3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
      4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
      5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
      6. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
      7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
      8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
      2.3.
      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan PPN dan PPnBM untuk BKP yang dikembalikan (KMK-596), antara lain mengatur:
      Pasal 1:
      1. Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan oleh pembeli mengurangi :
        1. Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak penjualsepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
      Pasal 3:
      1. Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur kepada Pengusaha Kena Pajak penjual.
      1. Nota Retur sekurang-kurangnya mencantumkan :
      1. Nomor urut;
      2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
      3. Nama, alamat dan NPWP pembeli;
      4. Nama, alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak;
      5. Macam, jenis, kuantum dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
      6. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
      7. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan;
      8. Tanggal pembuatan Nota retur;
      9. Tanda tangan pembeli.
      1. Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur.
      2.4.
      Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar (PER-159), antara lain mengatur :
      Lampiran VIII huruf A:
      Tata Cara Penggantian Faktur Pajak Standar yang Cacat, Rusak, Salah Dalam Pengisian, atau Salah Dalam Penulisan:
      1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak atau kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Standar Pengganti terhadap Faktur Pajak Standar Pengganti terhadap Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan.
      2. Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud dalam butir 1.
      3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang telah ditetapkan.
      4. Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir I, diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam penulisan atau salah dalam pengisian tersebut.

    3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/ Pemohon PK (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak terkait putusan Majelis yang tidak mempertahankan Koreksi dengan alasan sebagai berikut:
      3.1.
      Tentang Koreksi Koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00;
      1. Pemohon PK melakukan koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 sesuai dengan koreksi Peredaran Usaha di PPh Badan Tahun Pajak 2008 yaitu sebesar Rp5.627.381.927,00 yang dihitungberdasarkan hasil pengujian pelunasan piutang.
      2. Dalam proses penelitian keberatan, koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 tetap dipertahankan karena berdasarkan penelitian terhadap administrasi dan surat keberatan Termohon PK diketahui bahwa Termohon PK juga mengajukan keberatan terhadap koreksi Peredaran Usaha dalam SKPLB PPh Badan Tahun Pajak 2008 Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 dengan Surat Nomor L-PGI/10-129/FIN/TK tanggal 24 September 2010 dan sesuai hasil penelitian terhadap keberatan atas SKPLB PPh Badan nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 Tahun Pajak 2008, telah diputuskan untuk menolak dan mempertahankan koreksi Pemeriksa/Pemohon PK terhadap peredaran usaha sebesar Rp5.627.381.927,00 sebagaimana tertuang dalam Lap-343/WPJ.19/BD.05/2011 dan Surat Keputusan Nomor KEP-343/WPJ.19/BD,05/2011 tanggal 27 April 2011.
      3. Termohon PK tidak setuju dengan koreksi Pemohon PK sesuai dengan permohonan Termohon PK untuk membatalkan koreksi yang sama dalam keberatan Termohon PK terhadap SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 dengan penjelasan sebagai berikut:
        1. Terdapat dua kali Perhitungan atas penerimaan.
        2. Disamping itu, tercatat dalam akun Penerimaan Bank QQ adalah penerimaan yang tidak berhubungan dengan pelunasan piutang dagang. Sehingga pelunasan ini seharusnya dikeluarkan dari perhitungan Arus Piutang.
        3. Pemohon PK tidak menambahkan penerimaan atas pelunasan piutang yang Termohon PK catat dalam akun Cash on Hand sebesar Rp93.537.613.859,00
      4. Dalam putusannya, Majelis berpendapat sebagaimana pendapat Majelis untuk sengketa omzet pada sengketa banding PPh Badan yang telah diputus dengan Putusan Nomor Put-52240/PP/ M.XIB/15/2014. Dalam putusan tersebut Majelis menyatakan bahwa Majelis dapat menerima permohonan Termohon PK atas penerimaan Bank QQ,namun demikian karena Termohon PK dalam perhitungan SPT menghitung penerimaan Bank QQ sebesar Rp2.291.900.578.397,00, mengingat bahwa tidak dilakukan pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU KUP. Dengan demikian koreksi Pemohon PK sebesar Rp1.541.934.822,00 harus dibatalkan karena telah dibuktikan oleh Termohon PK dokumen pendukungnya, sedangkan sisanya sebesar Rp4.085.447.105,00 tetap dipertahankan. Berdasarkan haltersebut maka Majelis berkesimpulan koreksi Pemohon PK terhadap DPP PPN sebesar Rp340.453.925,00 (Rp4.085.447.105,00 dibagi dua belas) tetap dipertahankan sesuai hasil penghitungan omzet pada berkas sengketa PPh Badan dan sisanya sebesar Rp128.494.569,00 dibatalkan.
      5. Berdasarkan ketentuan, fakta serta data-data diatas, Pemohon PK berpendapat sebagai berikut:
        1. Koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 merupakan hasil ekualisasi dengan koreksi peredaran usaha di PPh Badan yang telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dengan Putusan Nomor Put.52240/PP/M.XIB/ 15/2014.
        2. Adapun atas koreksi peredaran usaha di PPh Badan sebesar Rp5.627.381.927,00 dalam Putusan Nomor Put.52240/PP/M.XIB/15/2014 tersebut telah dilakukan evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
        • Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh mengatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
        • Berdasarkan uji arus piutang terdapat selisih penjualan yang merupakan objek PPh yang belum dilaporkan oleh Termohon PK
        • Pada saat uji bukti di persidangan, perhitungan akhir selisih peredaran usaha menurut Pemohon PK adalah sebesar Rp 5.904.633.750 dan menurut Termohon PK sebesar Rp 479.488.405,00 dimana selisihnya berasal dari akun accrued biaya marketing sebesar Rp 1.857.425.145,00 dan akun penerimaan Bank QQ sebesar Rp3.567.720.200,00
        • Atas accrued biaya marketing sebesar Rp 1.857.425.145,00 dapat dijelaskan sebagai berikut:
            • Terdapat pelunasan piutang sebesar Rp26.275.571.592,00, namun pada saat pelunasan, dealer mengurangi jumlah piutang usaha yang seharusnya dibayar dengan tagihan atas biaya promosi dari dealer sebesar Rp 1.857.795.197,00 sehingga jumlah yang diterima melalui Bank YY SO adalah sebesar Rp 24.418.146.447,00
            • Jurnal dari transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
        Bank YY So Rp 24.418.146.447
        Accrued biaya (marketing) Rp 1.857.425.145
        Account Receivable Rp 26.275.571.592
            • Dari jurnal tersebut terlihat bahwa penerimaan tersebut mengurangi piutang dagang (AR) sebesar Rp 26.575.571.592,00, sehingga transaksi tersebut berhubungan dengan penjualan;
            • Dengan demikian pencatatan akun accrued biayamarketing sebesar Rp 1.857.425.145,00 harus diperhitungkan sebagai unsur penambah pelunasan piutang untuk mencerminkan jumlah pelunasanpiutang;
        • Atas selisih perhitungan penerimaan bank QQ sebesar Rp3.567.720.200,00 karena Termohon PK tidak dapat membuktikan bahwa selisih tersebut bukan sebagai pelunasan piutang, maka jumlah penerimaan Bank QQ yang dimasukkan dalam perhitungan adalah sebesar Rp 2.293.719.765.042,00.
        • Dengan demikian Pemohon PK berendapat koreksi atas selisih peredaran usaha sebesar Rp 5.904.633.750,00 karena perhitungannya sudah benar dan sesuai dengan bukti-bukti yang sebenarnya
        • Dalam perkembangan persidangan, majelis menghitung kembali peredaran usaha berdasarkan uji arus piutang dimana majelis memasukkan akun accrued biaya marketing sebesar Rp 1.857.795.197,00sebagai unsur penambah piutang dan penerimaan Bank QQ (sesuai dengan nilai pada SPT Tahunan PPh badan) sebesar Rp 2.291.900.578.397,00 sehingga perhitungan omset berdasarkan uji arus piutang menurut majelis adalah sebagai berikut:

        Uraian Cfm Majelis
        Piutang Usaha Akhir 94.210.340.821
        Pelunasan Piutang Usaha
        - Penerimaan Kas
        119.805.263.882
        Debit Bank-YY SO (titipan) (26.275.571.592)
        Penerimaan Kas net 93.529.692.290
        Accrued market 1.857.425.145
        Penerimaan Bank-YY So 95.806.302.657
        Penerimaan Bank-QQ 2.291.900.578.397
        Penerimaan Bank-BOT
        -
        Penerimaan Bank-DF
        -
        Penjualan inlclude PPN 2.577.304.339.310
        Dikurangi:
        Piutang Usaha awal 140.055.512.065
        PPN dipungut sendiri cfm SPT PPN 221.912.324.351
        Discount dan rabat (sesuai audir) 47.960.299.168
        Penjualan Cfm Pemeriksa 2.167.376.203.726
        Penjualan cfm SPT/WP 2.163.290.756.621
        Selisih Penjualan 4.085.447.105
        Sesuai dengan perhitungan tersebut dalamputusannya Majelis mempertahankan koreksi Pemohon PK atas selisih penjualan sebesar Rp 4.085.477.105,00 dan tidak mempertahankan koreksi Pemohon PK sebesar Rp 1.541.934.822,00.
        • Pemohon PK tidak sependapat dengan perhitungan Majelis tersebut, dimana dalam menghitung peredaran usaha berdasarkan uji arus piutang, majelis memasukkan angka dari penerimaan Bank QQ sebesar Rp 2.291.900.578.397 dengan alasan sebagai berikut:
          • Penerimaan bank QQ menurut Pemohon PK adalah sebesar Rp 2.293.937.817.831,00 sedangkan menurut Termohon PK adalah sebesar Rp 2.290.152.044.842,00, sehingga terdapat selisih sebesar Rp 3.567.720.200,00.
          • Dalam pertimbangan amarnya, majelis sependapatdengan penjelasan Termohon PK yang menyatakanbahwa selisih sebesar Rp 3.567.720.200,00 disebabkan karena perbedaan waktu dalam pencatatan pelunasan piutang antara akun piutang dan akun penerimaan Bank QQ yang terjadi pada saat akhir tahun buku.
          • Pemohon PK tidak sependapat dengan penjelasan Termohon PK tersebut, karena:
          • Bahwa dalam contoh jurnal yang diperlihatkan oleh pemohon banding berikut ini:
          31/03/2009 Bank 100
          Advance receipt 100
          10/04/2009 Advance receipt 100
          Account receivable 100
          • Dimana terdapat uang masuk pada tanggal 31 Maret 2009 (akhir tahun buku 2008), namun pelunasan piutang baru diakui pada tanggal 10 April 2009 (awal tahun buku 2009) mengartikan bahwa sebenarnya telah terjadi penjualan di tahun 2008 karena tidak mungkin terdapat pelunasan piutang terlebih dahulu tanpa adanya penjualan. Dengan demikian uang masuk yang diterima oleh pemohon banding pada akhir tahun buku (31 Maret 2009) merupakan pelunasan piutang sehubungan dengan adanya penjualan di tahun 2008.
          • Pencatatan piutang yang dilakukan oleh pemohon banding yang melewati dua tahap:
        1. Saat penerimaan uang dari pembeli, dimana uang dicatat dalam akun Bank dan akun Advance Receipt;
        2. Saat pencatataan pelunasaan tersebut, yaitudengan pembalikan akun Advance Receipt dan mencatatnya dalam pelunasan dalam akunPiutang;
          Dilakukan oleh Termohon PK dengan maksud untuk menunda pengakuan pelunasan piutang, karena saat ada uang masuk dari pelanggan seharusnya langsung mengurangi jumlah account receivable tanpa harus ada akun advance receipt; - Pada dasarnya Termohon PK meragukan sendiri adanya advance receipt (uang muka) sebagaimana pernyataaan pemohon banding pada halaman 30 Putusan Pengadilan Pajak a qua bahwa uang muka sebesar Rp3.785.772.989,00 dilakukan dengan cara pesan lewat telepon kemudian dilakukan pembayaran yang dapat dilihat pada RekeningKoran sehingga tidak ada bukti tertulis sebagai uangmuka, dengan demikian advance receipt (uang muka) sebenarnya adalah pelunasan piutang dari pelanggan.
        • Selain itu, tidak terdapat bukti pelunasan piutangsebesar Rp 3.567.720.200,00 yang dicatat oleh Termohon PK di tahun buku berikutnya (2009), pada saat uji bukti Termohon PK hanya menyerahkan rincian penerimaan pelunasan di Bank QQ pusat sebesar Rp 2.291.900.578.397,00, tidak ada bukti lain yang terkait dengan penerimaan bank QQ.
        • Dengan demikian berdasarkan bukti-bukti sebagaimana disebut di atas. angka yang seharusnya dimasukkan sebagai penerimaanBank QQ dalam uji arus piutang adalah sebesar Rp 2.293.937.817.831,00;
      6. Berdasarkan hal tersebut maka putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon PK atas peredaran usaha sebesar Rp 1.541.934.822,00 nyata-nyata diputus tidak sesuai dengan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, oleh karenanya Pemohon PK mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
      7. Mengingat bahwa koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 merupakan hasil ekualisasi dengan koreksi peredaran usahaberdasarkan di PPh Badan dan terhadap putusan majelis atas koreksi peredaran usaha di PPH Badan dilakukanPeninjauan Kembali maka atas koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 juga diusulkan diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
      3.2.
      Tentang Koreksi Retur Penjualan sebesar Rp 4.838.345.150,00;
      1. Pemohon PK melakukan koreksi atas Retur Penjualan sebesar Rp4.838.345.150,00 karena berdasarkan hasilpemeriksaan diketahui adanya nota retur yang tidak ditandatangani dan dicap oleh Pembeli sehingga tidak dapat diakui sebagai nota retur.
      2. Dalam proses penelitian keberatan koreksi Pemohon PKtetap dipertahankan dengan pertimbangan bahwa TermohonPK tidak menyampaikan data/dokumen yang dapat menjelaskan alasan keberatannya.
      3. Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksiPemohon PK dengan alasan terjadinya dua kali pemungutanPPN atas objek pajak yang sama yang disebabkan karena retur yang ditolak Pemohon PK seharusnya berfungsi untuk meng-eliminasi PPN yang dilaporkan atas penjualan yang berhubungan dengan retur tersebut sehingga di dalam Laporan SPT Masa PPN Termohon PK, setelah retur yangditolak Pemeriksa/Pemohon PK, terdapat PPN atas penjualan pertama (yang seharusnya diretur) dan Penjualan yang terjadi setelah retur.
      4. Dalam putusannya Majelis menyatakan pendapatnya bahwakoreksi Pemohon PK terhadap retur penjualan sebesar Rp4.247.584.102,00 tidak dapat dipertahankan dan harusdibatalkan karena tidak dapat dibuktikan oleh Pemohon PK, telah terjadi pelanggaran ketentuan yang didalilkan olehPemohon PK sebagai dasar hukum dan alasan koreksi, sedangkan sisanya koreksi sebesar Rp590.762.648,00 tetap dipertahankan karena sudah benar dan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994.
      5. Berdasarkan ketentuan, fakta serta data-data diatas, Termohon PK berpendapat sebagai berikut:
        1. Dalam persidangan diketahui bahwa terdapat 2 jenis retur penjualan yang diterbitkan oleh Termohon PK yaitu :
      1. Retur penjualan administrasi, yaitu retur yang terjadi karena kesalahan internal Termohon PK, misalnya barang yang tercantum dalam Faktur Pajak tidak sesuai dengan yang diminta pada Purchase Order (PO), baik dalam segi jumlah atau tipe barang;
        barang yang dikirim tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Faktur Pajak; barang dikirim melebihi tanggal pengiriman yang diinginkan oleh dealer; atau penyebab lainnya. Retur penjualan administrasi terjadi tanpa adanya pengembalian barang dari pembeli. Jumlah retur penjualan administrasi berdasarkan hasil uji bukti yang telah disepakati antara Pemohon PK dan Termohon PK untuk Masa Pajak Juli 2008 adalah sebesar Rp4.247.584.102,00.
      2. Retur penjualan fisik adalah retur yang terjadi karena ada pengembalian barang dari dealer karena barang cacat/rusak/dealer tutup. Dealer menerbitkan nota retur jika terdapat barang yang cacat/rusak. Atas nota retur yang Termohon PK terima dicatat dalam BTB dan merupakan dasar Termohon PK untuk menerbitkan nota retur. Kemudian, Termohon PK menerbitkan nota retur dan melaporkannya pada SPT PPN. Jumlah retur penjualan fisik berdasarkan hasil uji bukti yang telah disepakati antara Pemohon PK dan Termohon PK untuk Masa Pajak Juli 2008 adalah sebesar Rp590.762.648,00.
      1. Dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar diatur mengenai penggantian Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak, salah dalam pengisian dan salah dalam penulisan sebagai berikut :
      2. Lampiran VIII huruf A. Tata Cara Penggantian Faktur Pajak Standar yang Cacat, Rusak, Salah Dalam Pengisian, atau Salah Dalam Penulisan
      1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak atau kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajakpenjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Standar Pengganti terhadap Faktur Pajak Standar Pengganti terhadap Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan.
      2. Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud dalam butir 1.
      3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan danperuntukan Faktur Pajak Standar yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang telah ditetapkan.
      4. Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir I, diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam penulisan atau salah dalam pengisian tersebut.
      1. Dalam persidangan Termohon PK telah mengakui bahwa retur penjualan sebesar Rp4.247.584.102,00 merupakan retur penjualan administrasi, yaitu retur yang terjadi karena kesalahan internal Termohon PK, misalnya barang yang tercantum dalam Faktur Pajak tidak sesuai dengan yang diminta pada Purchase Order (PO), baik dalam segi jumlah atau tipe barang; barang yang dikirim tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Faktur Pajak; barang dikirim melebihi tanggal pengiriman yang diinginkan oleh dealer; atau penyebab lainnya. Atas hal tersebut Pemohon PK berpendapat bahwa atas kesalahan yang dilakukan Termohon PK tersebut seharusnya Termohon PK membuat Faktur Pajak pengganti dan melaporkannya dalam SPT PPN Pembetulan sebagaimana diatur dalam PER-159, bukan dengan menerbitkan nota retur. Adapun nota retur hanya diterbitkan apabila terdapat pengembalian barang dari pihak pembeli sehingga pihak yang menerbitkan nota retur tersebut adalah pihak pembeli.
      2. Berdasarkan hal tersebut maka Pemohon PK menyatakan tidak sependapat dengan Majelis yang menyatakan bahwa koreksi Pemohon PK terhadap retur penjualan sebesar Rp4.247.584.102,00 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan karena tidak dapat dibuktikan oleh Pemohon PK telah terjadi pelanggaran ketentuan yang didalilkan olehPemohon PK sebagai dasar hukum. Adapun pendapat Termohon PK tersebut didasarkan pada fakta di persidangan mengenai adanya kesalahan dalam penerbitan nota retur yang dilakukan Termohon PK dengan nilai sebesar Rp4.247.584.102,00 karena seharusnya yang diterbitkan Termohon pK adalah Faktur Pajak pengganti untuk selanjutnya dilaporkan dalam SPT PPN Pembetulan. Dengan demikian nota retur yang diterbitkan Termohon PK sebesar Rp4.247.584.102,00 tidak dapat diperhitungkan sebagai DPP PPN dalam pelaporan SPT PPN.
      1. Terkait dengan koreksi retur penjualan yang tetap dipertahankan Majelis sebesar Rp590.762.648,00 Pemohon PK menyatakan sependapat dengan Majelis karena putusan Majelis telah didasarkan pada pembuktian dan ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994.
      2. Berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak antara lain diatur bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim".
      3. Dengan demikian Pemohon PK berpendapat bahwa putusan Majelis terkait untuk membatalkan koreksi retur penjualan sebesar Rp4.247.584.102,00 tidak tepat karena tidak didasarkan pada pembuktian yang dilakukan dalam persidangan maupun ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga atas sengketa koreksi retur penjualan sebesar Rp4.247.584.102,00 diusulkan untuk diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
  1. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif), sehingga sudah seharusnya Majelis hakim Pengadilan Pajak meneliti dan memberikan pertimbangan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga harus mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak (Asas Audio Et Alterampartem) namun dalam sengketa a quo Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah bersikap tidak berimbang dalam pembuktian di persidangan, karena tanpa adanya pembuktian yang kuat (adanya bukti eksternal) atas dalil yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi dalam putusannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak tetap mengabulkan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
  2. Bahwa sesuai dengan Pasal 84 UU Pengadilan Pajak huruf f dinyatakan Putusan Pengadilan Pajak harus memuat pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa, sedangkan dalam sengketa banding ini tidak dapat diketahui apakah bukti yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah sesuai dengan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena terdapat bukti yang belum disampaikan dalam persidangan.
  3. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.52243/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 30 April 2014 harus dibatalkan.
  1. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put.52243/PP/M.XIB/16/2014 tanggal 30 April 2014, yang menyatakan:
    • Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-871/WPJ.19/ BD.05/2011 tanggal 22 September 2011 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2008 Nomor 00335/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010, atas nama: PT DFG Indonesia, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan DS, Cawang II RT 003/12, Jakarta, 13630, adalah tidak benar serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-871/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 22 September 2011 mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2008 Nomor : 00335/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp151.602.318,00 adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 dan tentang Koreksi atas Retur Penjualan sebesar Rp4.838.345.150,00; yang tidak dipertahankan seluruhnya oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo telah dilakukan Uji Kebenaran Materi dan pengujian arus uang dan barang dan retur penjualan merupakan equalisasi pada Pajak Penghasilan badan yang telah diakui kebenarnya oleh Majelis Pengadilan Pajak dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 21 Desember 2016 oleh H. XYZ, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. FFF, S.H., M.S. dan Dr. GGG, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.





Anggota Majelis :

ttd/

Dr. H. M. FFF, S.H., M.S.

ttd/

Dr. GGG, S.H., C.N.,






Biaya – biaya :
1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,00
2. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,00
3. Administrasi ………..…. Rp 2.489.000,00
Jumlah ………. Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

H. XYZ, S.H., M.H.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H., M.H.,



Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
atas nama Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. RTY, S.H.
NIP. : XXXX0XXX XXXX0X X 00X

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA