Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor.432/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
YYY INDONESIA INC. Ltd., tempat kedudukan di Gedung RRR 2 Lt.
Y, Jl. BBB Kav.D, Pasar Minggu –
Jakarta 12xxx;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
melawan:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto,
No. 40-42, Jakarta;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-61117/PP/M.XVI.A/13/2015, Tanggal 28 April 2015 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa YYY Indonesia Inc Ltd, suatu bentuk usaha tetap
yang beralamat di Gedung RRR 2 Lt. Y, Jl. BBB Kav.D, Pasar
Minggu –
Jakarta 12xxx, dengan Nomor
Pokok Wajib Pajak 01.001.235.9-xxxx (selanjutnya dalam permohonan
banding ini disebut sebagai "Pemohon Banding"), dalam hal ini diwakili
oleh Michael D Wright dalam jabatannya sebagai Vice President Finance
Pemohon Banding, dengan ini mengajukan banding atas Keputusan Direktur
Jenderal Pajak No. KEP-118/WPJ.19/2012 tanggal 16 Februari 2012 tentang
Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan
Masa Januari s.d. Desember Tahun 2006 No. 00004/204/06/091/10 tanggal
27 Desember 2010 (selanjutnya dalam permohonan banding ini disebut
"Keputusan Keberatan" dan terlampir sebagai Bukti Pemohon - 1);
- Terpenuhinya Syarat Formal Pengajuan Permohonan Banding
Bahwa
dalam pengajuan permohonan banding ini, Pemohon Banding telah secara
sah dan meyakinkan memenuhi setiap syarat-syarat formil pengajuan
permohonan banding sebagaimana ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut:
- Persyaratan Kewenangan Pengadilan Pajak Bahwa sesuai
dengan
ketentuan Pasal 27 ayat 1 dan 6 UU KUP serta Pasal 31 UndangUndang No.
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya dalam permohonan
banding ini disebut "UU Pengadilan Pajak"), dalam hal banding,
Pengadilan Pajak mempunyai wewenang untuk memeriksa dan memutus
sengketa pajak atas keputusan keberatan yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak (selanjutnya dalam permohonan banding ini disebut
sebagai "Terbanding");
bahwa dalam hal ini, keputusan keberatan sebagaimana diterangkan di
atas, adalah Keputusan Keberatan yang telah ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak
No.KEP-118NVPJ.19/2012 tanggal 16 Februari 2012 dan Keputusan Keberatan
itu pula yang saat ini Pemohon Banding ajukan kepada Pengadilan Pajak
untuk diperiksa dan diputus;
bahwa dengan demikian, syarat kewenangan Pengadilan Pajak telah
dipenuhi dengan sah dan meyakinkan;
- Persyaratan Administratif Lainnya
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 3,5 dan 6 UU KUP serta
Pasal 35,36 dan 37 UU Pengadilan Pajak, ada beberapa syarat
administratif yang harus dipenuhi sehubungan dengan pengajuan
permohonan banding, sebagai berikut:
- Permohonan Banding diajukan secara tertulis, dalam
Bahasa
Indonesia, dengan alasan yang jelas dan dilampiri salinan dari surat
keputusan tersebut
Bahwa permohonan Banding yang disampaikan oleh Pemohon Banding ini
telah dibuat dan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan
memuat alasan yang jelas (sebagaimana Hakim Pengadilan Pajak yang mulia
dapat lihat dalam bagian selanjutnya dalam permohonan banding ini) dan
juga telah dilampiri dengan salinan dari surat Keputusan Keberatan yang
bersangkutan (terlampir sebagai Bukti Pemohon -1);
- Permohonan Banding telah diajukan dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima
Bahwa Keputusan Keberatan dikeluarkan oleh Terbanding pada tanggal 16
Februari 2012 dan seandainya Keputusan Keberatan tersebut dikirim dan
diterima pada tanggal yang sama dengan tanggal penerbitannya (yakni 16
Februari 2011) maka jatuh tempo masa 3 bulan-nya adalah 15 Mei 2012.
Dalam hal ini, Permohonan Banding ini Pemohon Banding ajukan pada
tanggal 11 Mei 2012 secara jelas dan meyakinkan jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak keputusan keberatan diterima belum lewat;
- Permohonan Banding diajukan terhadap 1 (satu) keputusan
keberatan
Bahwa Permohonan Banding ini diajukan oleh Pemohon Banding hanya
terhadap 1 (satu) keputusan keberatan, yakni atas keputusan keberatan
yang dikeluarkan oleh Terbanding melalui Keputusan Direktur Jenderal
Pajak No. KEP-118NVPJ.19/2012 tanggal 16 Februari 2012;
- Kewajiban pembayaran jumlah pajak terhutang sebesar 50%
(lima puluh persen)
Bahwa sebelum Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan
Keberatan,Pemohon Banding telah membayar sebagian pajak yang kurang
dibayar menurutKeputusan Direktur Jenderal Pajak No.
KEP-118/WPJ.19/2012 tanggal 16 Februari 2012.
Sebesar Rp.15.211.009.337 pada tanggal 10 Mei 2012 (terlampir sebagai
Bukti Pemohon2);
- Pengajuan Permohonan Banding oleh Wajib Pajak
Bahwa dalam hal ini, pengajuan Permohonan Banding dilakukan oleh
Pemohon Banding sendiri sebagai Wajib Pajak, sebagaimana terlihat dalam
kata pengantar/ pembuka dari surat Permohonan Banding ini;
Bahwa dengan demikian, segenap syarat administratif sebagaimana
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku telah
dipenuhi dengan sah dan meyakinkan;
- Latar Belakang Pengajuan Banding
- Bahwa Direktur Jenderal Pajak, melalui Kantor Pelayanan
Pajak
Wajib Pajak Besar Satu (selanjutnya dalam permohonan banding ini
disebut sebagai "Terbanding"), telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 No.00004/204/06/091/10 tanggal
27 Desember 2010 (selanjutnya dalam permohonan banding ini disebut
"SKPKB 04/2010" dan terlampir sebagai Bukti Pemohon -3) yang menetapkan
bahwa terdapat PPh Pasal 26 kurang bayar sebesar Rp48.065.764.178,00
dengan perincian sebagai berikut:
Keterangan |
Jumlah
Menurut (Rp) |
SPT/WP |
Pemeriksa
|
Koreksi |
Dasar
Pengenaan Pajak
|
0 |
443.683.120.380 |
443.683.120.380 |
PPN
yang harus dibayar |
0 |
32.476.867.688 |
32.476.867.688 |
PPN
yang dapat diperhitungkan |
0 |
0 |
0 |
PPN
yang kurang dibayar |
0 |
32.476.867.688 |
32.476.867.688 |
Sanks
administrasi Bunga Pasal 13 (2) KUP |
0 |
15.588.896.490 |
15.588.896.490 |
Jumlah yang masih harus dibayar |
0 |
48.065.764.178 |
48.065.764.178 |
- Bahwa atas SKPKB 04/2010 tersebut, Pemohon Banding telah
mengajukan keberatan melalui surat tanggal 8 Maret 2011 dan diterima
oleh Terbanding pada tanggal 21 Maret 2010;
- Bahwa atas permohonan keberatan tersebut, Terbanding
melalui
Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, menerbitkan jawaban berupa Keputusan
Direktur Jenderal Pajak No. KEP-118/WPJ.19/2012 tanggal 16 Februari
2012 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 No. 00004/204/06/091/10 tanggal 27
Desember 2010, yang isinya adalah sebagai berikut:
Uraian |
Semula
(Rp) |
Ditambah/Dikurangkan
(Rp) |
Menjadi
(Rp) |
PPN
Kurang (Lebih) Dibayar |
32.476.867.688 |
(11.921.449.666) |
20.555.418.022 |
Sanksi
Bunga |
15.588.896.490 |
(5.722.295.839) |
9.886.600.651 |
Sanksi
Kenaikan |
0 |
0 |
0 |
Jumlah
Pajak yang masih harus dibayar |
48.065.764.178 |
(17.643.745.505) |
30.422.018.673 |
Bahwa jumlah Rp30.422.018.673 terdiri dari pengenaan PPh Pasal 26 atas
PCO sebesar Rp30.415.728.670 dan atas jasa lain sebesar Rp6.290.003.
Untuk transaksi atas jasa lain, Pemohon Banding setuju, dan telah
melakukan pembayaran pada tanggal 26 Januari 2011 dan tidak mengajukan
keberatan dan banding;
- Alasan Banding
Banding Atas Pajak Penghasilan Pasal 26 Koreksi Yang Dipertahankan
sebesar Rp30.415.728.670,00
Alasan Terbanding
Bahwa Terbanding telah mempertahankan koreksi Pajak Penghasilan Pasal
26 sebesar Rp. 30.415.728.670 terhadap transaksi yang berhubungan
dengan alokasi biaya kantor pusat (Parent Company Overhead/ PCO);
Bahwa menurut pendapat Terbanding, biaya tersebut di atas merupakan
biaya yang merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 26. Terbanding juga
mengemukakan bahwa Pembayaran/pembebanan biaya atas jasa dalam biaya
overhead, technical assistance dan biaya lain yang dibebankan ke kantor
pusat tetap dikenakan PPh Pasal 26, mekanisme pajak ditanggung
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Surat Menteri Keuangan Nomor
S-604/MK.017/1998 tidak melalui mekanisme penerapan ketentuan
perpajakan, melainkan melalui mekanisme lain yang akan dilaksanakan
oleh DJLK/DJA;
Penjelasan Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas pendapat Terbanding di atas,
dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa Bagian 5.1.3. dari Kontrak Karya Minyak dan Gas antara PERTAMINA
dan Pemohon Banding secara tegas mengatur bahwa:
"5.1.3(b) except with respect to CONTRACTOR's obligation to pay the
income tax including the final tax on profits after tax deduction as
set forth at paragraph 5.1.2(s) of thus Section V, assume and discharge
all other Indonesian taxes of CONTRACTOR ..."
Bahwa dengan kata lain, selain dari pada Pajak Penghasilan dan Pajak
Final atas laba bersih yang menjadi kewajiban dari Pemohon Banding,
maka atas pajak-pajak lainnya termasuk Pajak Penghasilan Pasal 26 bukan
menjadi kewajiban dari Pemohon Banding dan bukan pula menjadi
tanggungan bagi Pemohon Banding;
Bahwa lebih lanjut, Sehubungan dengan masalah ini, Pemerintah, baik
melalui Menteri Keuangan, Direktur Jendral Lembaga Keuangan (sekarang
disebut sebagai Direktur Jenderal Anggaran), Pertamina, BP Migas dan
bahkan Terbanding sendiri, telah berulang kali memberikan pandangan dan
penegasan atas kewajiban Pemerintah untuk membayar dan menanggung
pajak-pajak yang terhutang selain jenis pajak yang sesuai dengan
ketentuan PSC harus dibayar dan ditanggung oleh Pemohon Banding. Secara
singkat, Pemohon Banding sampaikan dokumentasi pandangan dan penegasan
Pemerintah sehubungan dengan masalah ini:
- Bahwa Surat Direktur Pertamina No. 947/C.0000/81 kepada
Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (terlampir sebagai Bukti
Pemohon - 4), yang pada intinya menegaskan bahwa biaya yang timbul dari
Kantor Pusat merupakan biaya yang timbul dari pembebanan biaya akibat
alokasi sebesar 2% dari total biaya yang diclaim ke BP Migas
sebagaimana dilaporkan oleh Pemohon Banding di dalam Financial
Quarterly Report Biaya ini merupakan alokasi biaya tidak langsung
kepada Kantor Pusat;
- Bahwa Surat Menteri Keuangan No.S-604/MK.017/1998
(selanjutnya disebut sebagai "S-604/1998" dan terlampir sebagai Bukti
Pemohon - 5) tertanggal 24 November 1998, yang isinya sebagai berikut:
- Terhadap overhead, technical services dan biaya yang
timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak
production sharing dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Pajak sebagaimana dijelaskan pada butir (1) di atas
ditanggung oleh Pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan;"
Bahwa isi Surat ini secara tegas menyatakan bahwa Pemohon Banding tidak
bertanggung jawab atas pajak-pajak yang dikenakan atas biaya overhead,
biaya technical services dan biaya yang timbul dari Kantor Pusat dalam
rangka memenuhi kewajiban kontrak production sharing. Pajak tersebut
ditanggung oleh Pemerintah;
- Bahwa Nota Dinas Direktur Jenderal Lembaga Keuangan
No.
1495/LK/2000 tertanggal 3 April 2000 (terlampir sebagai Bukti Pemohon -
6), yang sebagian isinya Pemohon Banding kutip sebagai berikut:
"2. Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan Pemerintah sebagaimana
tertuang dalam Surat Menteri Keuangan tersebut diatas, Pertamina
melalui suratnya No. 301/L0I100/99-S4 dan 101//LO1100/99-S4 memohon
kepada Ditjen Lembaga Keuangan agar PPN dan PPh atas technical services
dan overhead untuk KPS: Maxus, Conoco, Total Indonesia, Arco dan CPI
periode 1991, 1992, dan 1993 yang berjumlah Rp. 65.433.862.271,00 agar
dapat diselesaikan pembayarannya;
- Sebagai tindak lanjut penyelesaian pembayaran hutang
pajak para
kontraktor KPS tersebut, Ditjen Pajak melalui suratnya No.
S-51/WPJ.O6/KP.03/1999 dan S-141/PJ.44/1999juga memohon kepada Ditjen
Lembaga Keuangan untuk segera melunasi hutanghutang pajak tersebut;
- Sehubungan dengan hal-hal di atas, agar ketentuan
perundangundangan di
bidang perpajakan dapat terpenuhi dan tuntutan kontraktor KPS untuk
menerapkan P3B dan konsolidasi biaya dapat dihindari serta penerimaan
negara secara keseluruhan tidak berubah, Menteri Keuangan melalui
suratnya No. S-604/MK.017/1998 menegaskan bahwa Pemerintah menanggung
pajak-pajak tersebut dan pelaksanaannya dilakukan oleh Ditjen Lembaga
Keuangan;"
Bahwa dari Nota Dinas di atas dapat dilihat secara nyata bahwa baik
Pertamina, Terbanding, Menteri Keuangan dan Dirjen Lembaga Keuangan
berpandangan dan menegaskan bahwa Pemerintah memang berkewajiban untuk
membayar dan menanggung pajak-pajak yang terhutang selain jenis pajak
yang sesuai dengan ketentuan PSC harus dibayar dan ditanggung oleh
Pemohon Banding;
- Bahwa Surat Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No.
S-3653/LK/2000
tertanggal 31 Juli 2000 (terlampir sebagai Bukti Pemohon - 7) kepada
Terbanding, yang sebagian isinya Pemohon Banding kutip sebagai berikut:
“3. Sesuai dengan pengarahan Bapak Menteri Keuangan dalam
Nota Dinas
kami No. 1495/LK/2000 tertanggal 3 April 2000 (terlampir), terhadap
hutang pajak kelima KPS tersebut atas Technical Services dan Biaya
Overhead tahun 1991, 1992 dan 1993 sebesar Rp. 65.433.862271,00
dihapuskan;"
Bahwa surat ini menegaskan sikap konsisten Pemerintah dalam menjalankan
berkewajibannya untuk membayar dan menanggung pajak-pajak yang
terhutang selain jenis pajak yang sesuai dengan ketentuan PSC harus
dibayar dan ditanggung oleh Pemohon Banding;
Bahwa di luar dokumentasi-dokumentasi di atas, masih terdapat beberapa
dokumentasi yang pada intinya menunjukan dan menegaskan pandangan
Pemerintah, termasuk Terbanding di dalamnya, bahwa Pemerintah memang
berkewajiban untuk membayar dan menanggung pajak-pajak yang terhutang
selain jenis pajak yang sesuai dengan ketentuan PSC harus dibayar dan
ditanggung oleh Pemohon Banding;
Bahwa dengan demikian, seharusnya tidak terdapat suatu keraguan lagi
bahwa apabila memang ada pajak yang dikenakan atas biaya overhead,
biaya technical services dan biaya yang timbul dari Kantor Pusat dalam
rangka memenuhi kewajiban kontrak production sharing, maka pajak-pajak
tersebut adalah tanggung jawab Pemerintah dan bukan Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Pemohon Banding
memohon agar Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang terhormat bersedia
membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan oleh
Terbanding;
- Kesimpulan
Bahwa maka, berdasarkan fakta, bukti dan dasar hukum di atas, Pemohon
Banding dengan ini memohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat yang
berwenang memeriksa perkara ini untuk memberikan putusan sebagai
berikut:
- Menerima seluruh permohonan banding Pemohon Banding;
- Membatalkan dan mencabut Keputusan Direktur Jenderal
Pajak
No. KEP-118/WPJ.19/2012 tanggal 16 Februari 2012 dan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 No. 00004/204/06/091/10
tanggal 27 Desember 2010 serta seluruh surat tagihan pajak ataupun
surat-surat lainnya sehubungan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
No. KEP-118/WPJ.19/2012 tanggal 16 Februari 2012 dan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 No. 000041204/06/091/10
tanggal 27 Desember 2010; dan,
- Memutuskan bahwa kekurangan pembayaran Pajak
Penghasilan
Pasal 26 untuk tahun pajak 2006 adalah NIHIL dan segera mengembalikan
segala kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan sengketa pajak
beserta bunganya;
Bahwa apabila Majelis Hakim Yang Terhormat berpendapat lain, Pemohon
Banding memohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-61117/PP/M.XVI.A/13/2015, Tanggal 28 April 2015 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: KEP-118/WPJ.19/2012 tanggal 16 Pebruari 2012
tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2006 Nomor:
00004/204/06/091/10 tanggal 27 Desember 2010, atas nama: YYY Indonesia
Inc.Ltd., NPWP: 01.001.235.9-xxxx,
beralamat di Gedung RRR 2 Lt. Y, Jl. BBB Kav.D, Pasar Minggu
–
Jakarta 12xxx.
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-61117/PP/M.XVI.A/13/2015, Tanggal 28 April 2015, diberitahukan
kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 19 Mei 2015, kemudian
terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali diajukan permohonan
peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
pada Tanggal 11 Agustus 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 11
Agustus 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 2
September 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan
Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada
Tanggal 3 Oktober 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- DASAR PENGAJUAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3)
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut
Undang-Undang Pengadilan Pajak) dinyatakan sebagai berikut:
"Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas
putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung."
- Bahwa alasan Peninjauan Kembali adalah sebagaimana
dimaksud
dalam ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak yang
menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan
alasan sebagai berikut:
Pasal 91(e)
"Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Bahwa Majelis Hakim telah membuat keputusan yang tidak mencerminkan
keadilan dan tidak sesuai dengan peraturan perudang-undangan perpajakan
yang berlaku dengan didasarkan pada fakta-fakta yang tidak sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya (salah menentukan permasalahan
sengketa).
- Bahwa selanjutnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam
Putusan
61117 tidak memperhatikan atau mengabaikan bukti dan pendapat dalam
persidangan yang merupakan dasar alasan Pemohon PK (dahulu Pemohon
Banding).
- Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang
dilakukan oleh
Majelis Hakim pada tingkat Banding di Pengadilan Pajak yang nyatanyata
terdapat pertimbangan hukum yang bertentangan dengan hukum dan
ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga
menghasilkan putusan yang tidak tepat.
- TERPENUHINYA SYARAT FORMAL JANGKA WAKTU PENGAJUAN MEMORI
PENINJAUAN KEMBALI
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3)
Undang-undang Pengadilan Pajak, dinyatakan sebagai berikut:
"Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim".
- Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Pengadilan Pajak, disebutkan bahwa:
"Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal
faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal
pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung."
- Bahwa Salinan Putusan 61117 yang diucapkan pada tanggal
28 April
2015 atas permohonan banding atas nama YYY Indonesia
Inc. Ltd. (Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding)) telah dikirimkan oleh
Pengadilan Pajak kepada Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) pada
tanggal 20 Mei 2015 (tanggal stempel pos pengiriman).
- Bahwa dengan demikian, karena Permohonan PK ini diajukan
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e
Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan
Kembali atas Putusan 61117 masih dalam tenggang waktu yang diatur dalam
Undang-Undang Pengadilan Pajak.
- Oleh karena itu sudah sepatutnya Permohonan PK ini
diterima dan diproses oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
- POKOK SENGKETA PENGAJUAN PERMOHONAN PK
Bahwa yang menjadi pokok sengketa Permohonan PK ini adalah pengenaan
PPh Pasal 26 oleh Termohon PK atas alokasi PCO;
Bahwa atas sengketa diatas, Majelis Pengadilan Pajak menyatakan menolak
banding Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) meskipun Hakim Tugu Baleo
Nasution menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion).
- URAIAN SELENGKAPNYA MENGENAI ALASAN PERMOHONAN PK
Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) berpendapat alokasi PCO tidak
seharusnya terutang PPh Pasal 26 dengan alasan sebagai berikut:
- Biaya Alokasi PCO bukan merupakan Objek PPh Pasal 26
Terdapat Pertimbangan Majelis Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti yang dikutip dari
Putusan 61117 halaman 36.
“bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Hakim I Putu Setiawan
dan
Hakim Binsar Siregar berkesimpulan koreksi Terbanding benar dan koreksi
Terbanding terhadap PPh Pasal 23 terutang sebesar Rp20.551.168,00 dan
Sanksi Bunga Pasal 13 ayat (2) UU KUP sebesar Rp9.864.560.650,00 tetap
dipertahankan”
Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(selanjutnya dalam permohonan peninjauan kembali ini disebut
“UU
PPh”) menyatakan bahwa:
“Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan
dalam
bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan
pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia,
dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh
pihak yang membayarkan:
- dividen;
- bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
- royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
- imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan;
- hadiah dan penghargaan;
- pensiun dan pembayaran berkala lainnya.”
Berdasarkan kutipan diatas tidak disebutkan bahwa alokasi biaya PCO
termasuk dalam salah satu kategori objek PPh Pasal 26.
Bahwa menurut Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) alokasi PCO kepada
cabang/BUT hanya merupakan mekanisme pencatatan/akunting alokasi beban
biaya dari suatu entitas yang sama, dimana tidak ada tambahan margin
keuntungan atau mark-up atas alokasi PCO tersebut dan tidak terjadi
transaksi pembayaran atau aliran kas antara kantor pusat dan cabang.
Pencatatan demikian dilakukan untuk keperluan Management Accounting,
yang tujuannya semata-mata hanya untuk memaparkan informasi untuk
pengambilan keputusan, perencanaan, pengarahan, dan kontrol dari
operasi perusahaan dan penilaian posisi kompetitif perusahaan.
(“Managerial Accounting by Hilton Platt”).
Pengalokasian PCO dalam hal ini telah disetujui oleh pemerintah dalam
Pasal III Lampiran C dari Kontrak Bagi Hasil Blok B South Natuna antara
Pertamina dan BUT Conoco Indonesia Inc yang ditandatangani pada tanggal
3 Agustus 1990 dan telah disetujui oleh Mentri Energi dan Pertambangan
pada tanggal 15 Januari 1999 (selanjutnya disebut Kontrak Bagi Hasil)
sebagaimana dikutip dibawah ini.
“2. Alokasi Biaya Overhead
Biaya umum dan biaya administrasi, selain biaya-biaya langsung, yang
dapat dialokasikan untuk operasi ini harus ditentukan oleh suatu kajian
mendetil, dan metode yang ditentukan oleh kajian tersebut harus
diterapkan pada masing-masing tahun secara konsisten. Metode yang
dipilih harus disetujui oleh PERTAMINA, dan persetujuan tersebut dapat
dikaji-ulang secara berkala oleh PERTAMINA dan KONTRAKTOR.
Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) melihat ketentuan yang ada dalam
Kontrak Bagi Hasil telah sejalan dengan ketentuan Pasal 5 (3) point a
UU PPh sebagaimana yang dikutip dibawah ini “Pasal 5 (3)
point a
Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap:
- Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan
untuk
dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan
bentuk usaha tetap, yang besarannya ditetapkan oleh Direktur Jendral
Pajak
- …
- …
Penjelasan Pasal 5 (3) point a
Biaya-biaya administrasi yang dikeluarkan oleh kantor pusat sepanjang
digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap di
Indonesia, boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap
tersebut. Jenis serta besarnya biaya yang boleh dikurangkan tersebut
ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak.
Dalam Surat Direktur Pertamina No. 947/C.0000/81 kepada Direktur
Jenderal Pengawasan Keuangan Negara tertanggal 5 Juni 1981 perihal Home
Office Overhead dalam PSC disebutkan.
“… di dalam penerapan Management Control sesuai
dengan
ketentuanketentuan PSC, serta berdasarkan hasil studi overhead yang
telah kami lakukan, maka batas maksimal overhead 2% dari Total
Expenditure merupakan kewajaran”.
Berdasarkan hal di atas, dapat dipahami bahwa alokasi PCO kontraktor
PSC yang dapat sebesar maksimal 2% dari Total Expenditure BUT/PSC
tersebut hanya merupakan mekanisme pencatatan alokasi biaya untuk
keperluan Management Control/Accounting.
Oleh karenanya jelas bahwa alokasi PCO tersebut bukanlah merupakan
penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan pemberian jasa oleh
kantor pusat.
Sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (1) UU PPh dikutip di atas, alokasi PCO
tidak termasuk dalam salah satu kategori obyek PPh Pasal 26.
Bahwa pendapat kami diatas telah didukung sepenuhnya oleh Hakim Tugu
Baleo Nasution dalam Putusan 61117 halaman 31-32 yang berpendapat
sebagai berikut:
“bahwa dengan memperhatikan pasal 5 ayat (3) dan pasal 26
ayat
(1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas
undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan serta
membandingkan dengan fakta bahwa:
- tidak ada peristiwa “yang
dibayarkan” atau “yang terutang”
sebagaimana bunyi Pasal 26 ayat (1);
- yang terjadi adalah pencatatan sebagai biaya atau
pengurang penghasilan Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding);
- yang dibebankan kepada Pemohon Banding adalah
biaya-biaya administrasi sehingga tidak melanggar Pasal 5 ayat (3)
huruf b; dan
- dalam biaya administrasi terkait tidak termasuk
unsur-unsur sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a
sampai f.
bahwa Hakim Tugu Baleo Nasution berpendapat permohonan Banding Pemohon
Banding atas PPh Pasal 26 tahun 2006 sebesar Rp.30.415.728.670
dikabulkan seluruhnya dan koreksi Terbanding tidak
dipertahankan”
“bahwa biaya kantor pusat yang dapat dialokasikan dan
dibebankan
kepada BUT di Indonesia sebanyak-banyaknya berjumlah 2% total biaya
kantor pusat
bahwa mengenai besaran 2% tersebut, instansi berwenang terkait yaitu
BPKP, BP Migas dan perwakilan dari DJP telah melakukan pemeriksaan ke
kantor pusat dan menentukan angka besaran yang dilaporkan oleh Pemohon
Banding memang sudah tepat dan tidak ada perbaikan/koreksi terhadap
biaya tersebut bahwa tidak ada mekanisme pembayaran atau aliran uang
antara Pemohon Banding dengan kantor pusatnya sehubungan dengan alokasi
biaya kantor pusat ini, yang terjadi adalah mekanisme pencatatan
distribusi beban biaya ….
bahwa Hakim Tugu Baleo Nasution berpendapat pembebanan biaya kantor
pusat dalam sengketa ini adalah suatu pembebanan administrasi kantor
pusat yang diperbolehkan ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk
dibebankan kepada usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap”
- Terdapat sejumlah Putusan Pengadilan Pajak atas kasus
serupa
dimana diputuskan bahwa alokasi PCO bukan merupakan obyek PPh Pasal 26.
Pendapat Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) dan Hakim Tugu Baleo
Nasution di atas juga sejalan dengan sejumlah Putusan Pengadilan Pajak
atas kasus serupa yang memenangkan Pemohon Banding, dimana diputuskan
bahwa atas alokasi PCO oleh kontraktor Kontrak Bagi Hasil tidak
terutang PPh Pasal 26.
Berikut ini dapat kami kutipkan sebagai bahan pertimbangan:
a. |
Putusan
Pengadilan Pajak Nomor: Put-39306/PP/M.XV/13/2012 dan Putusan
Pengadilan Pajak Nomor: Put-39308/PP/M.XV/13/2012 Majelis Hakim
mengabulkan Banding dari Pemohon Banding dari YYY
(Grissik) Ltd. dan YYY (South Jambi) Ltd. dimana
keduanya merupakan BUT yang berada dalam grup yang sama dengan Pemohon
PK (dahulu Pemohon Banding), dengan alasan bahwa pembebanan biaya
kantor pusat bukanlah objek dari PPh Pasal 26 UU PPh, sebagai berikut:
“bahwa Majelis berpendapat akun overhead from abroad adalah
akun
pembebanan biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk
dibebankan yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap;
bahwa besarnya pembebanan biaya administrasi kantor pusat yang
diperbolehkan untuk dibebankan kepada Pemohon Banding adalah maximal 2%
dari total expenditure;
bahwa pembebanan biaya administrasi
kantor pusat yang dilakukan oleh Pemohon banding adalah berdasarkan
perhitungan total expenditure atau dideem dari total expenditure;
bahwa Majelis berpendapat tidak ada objek PPh Pasal 26 dalam pembebanan
biaya kantor pusat yang dilakukan oleh Pemohon Banding sehingga Majelis
berkesimpulan koreksi terbanding tidak dapat dipertahankan” |
b. |
Putusan
Pengadilan Pajak Nomor: Put-60120/PP/M.IVB/13/2015 Majelis
Hakim mengabulkan banding dari Pemohon Banding BUT Hess
(Indonesia-Pangkah) Ltd yang juga merupakan Kontraktor Kontrak Bagi
Hasil dengan alasan sebagai berikut: “bahwa biaya overhead
kantor pusat
tidak terdapat dalam ketentuan yang diatur dalam Pasal 26 UU PPh,
dengan demikian maka biaya alokasi kantor pusat bukan merupakan objek
PPh Pasal 26 sehingga Pemohon banding tidak harus memungut PPh Pasal
26”
“bahwa
Majelis berpendapat bahwa kalimat dikenakan pajak sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, terlebih dahulu Terbanding
harus melihat pada ketentuan yang ada apakah terhadap biaya overhead
Kantor Pusat terutang PPh Pasal 26 atau tidak”. |
- Hakim I Putu Setiawan dan Hakim Binsar Siregar telah
salah
dalam menentukan dasar sengketa yang sehingga menghasilkan putusan yang
keliru dan tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Mengutip pendapat Hakim I Putu Setiawan dan Hakim Binsar Siregar pada
Putusan 61117 halaman 34-35:
“bahwa dalil yang kedua Pemohon menyatakan apabila biaya PCO
termasuk objek Pajak Penghasilan menurut ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 33 A ayat (4)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, pajak-pajaknya dihitung berdasarkan
PSC yang berlaku dan juga harus berdasarkan ketentuan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda yang telah disepakati antara Republik
Indonesia dengan Amerika, tempat Resident dari Conoco, Co. yang
ditetapkan oleh Terbanding sebagai pihak yang menerima penghasilan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
tersebut, penghasilan dimaksud adalah merupakan penghasilan yang hak
pemajakannya berada pada Pemerintah Amerika;
bahwa Hakim SSS dan Hakim FFF berpendapat
penerima penghasilan menurut fakta adalah vendor-vendor sebagai berikut:
bahwa ke-6 vendor yang tidak terbukti dalam persidangan adalah Wajib
Pajak Luar Negeri yang berkedudukan di Amerika Serikat”.
Selanjutnya, Hakim I Putu Setiawan dan Hakim Binsar Siregar menambahkan
pada Putusan 61117 halaman 35-36:
“…bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan, 6
vendor
tersebut tidak terbukti merupakan tax resident dari Negara Partner dan
juga tidak terbukti atas penghasilan yang diterima dari Pemohon telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan, yang merupakan kewajiban Undang-undang yang dibebankan
kepada Pemohon untuk melakukan pemotongan dan penyetoran pajak;
…menimbang bahwa Pemohon Banding dan Kantor Pusat Conoco
adalah
Wajib Pajak dari Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia tidak terbukti
telah melakukan pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (ke-6 vendor) dari sumber penghasilan
di Indonesia, Pemotongan pajak wajib dilakukan oleh Pemohon dengan
tarif 20% dari jumlah bruto sesuai ketentuan berlaku;
Bahwa jumlah bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri
(6 vendor) adalah sama besar dengan koreksi Terbanding, yaitu sebesar
Rp20.551.168.020,00”.
1)
Technip QQ Perusahaan Asing
|
Rp.
21.167.360.250,00 |
2)
AAA Pte. Ltd. |
Rp.
21.250.110,00 |
3)
BBB |
Rp.
93.133.180,00 |
4)
CCC Inc. |
Rp.
2.971.905.290,00 |
5)
DDD (Singapore) Pte. Ltd. |
Rp.
27.504.000,00 |
6)
MSTS Asia SHN BHD |
Rp.
81.228.480,00 |
Jumlah |
Rp.
24.362.381.310,00 |
Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) dapat menunjukkan bahwa hal-hal
yang dijelaskan oleh Hakim SSS dan Hakim FFF dalam Putusan 61117 di
atas tidaklah berkaitan dengan pokok
sengketa yang di ajukan oleh Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) dalam
permohonan banding.
Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah dikenakannya PPh Pasal 26 oleh
Termohon PK kepada Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) atas alokasi PCO
kepada BUT, bukan terkait transaksi luar negeri dengan ke-6 vendor di
atas sebagaimana dikemukakan oleh Hakim I Putu Setiawan dan Hakim
Binsar Siregar.
Bahwa transaksi dengan 6 Vendor diatas sudah tidak dipertahankan dalam
SKPKB 04/2010 lagi oleh Termohon PK dikarenakan Pemohon PK (dahulu
Pemohon Banding) dapat membuktikan keberadaan Certificate of Domicile
dari ke-6 vendor tersebut pada saat proses pembahasan akhir (Risalah
Pembahasan Akhir Terlampir).
Bahwa jumlah PPh Pasal 26 atas alokasi PCO kepada BUT tidaklah sama
besar (Rp20.551.168.020,00) dengan jumlah transaksi dengan ke 6 vendor
(Rp24.362.381.310,00) yang tidak termasuk dalam koreksi yang termuat
dalam SKPKB 04/2010.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa Hakim I Putu Setiawan dan Hakim
Binsar Siregar telah salah dalam merumuskan permasalahan sengketa
dimana obyek yang seharusnya tidak merupakan sengketa yakni PPh 26 atas
transaksi dengan ke-6 vendor di atas, dijadikan sebagai dasar sengketa,
sehingga menghasilkan putusan yang keliru yang tidak sesuai dengan
fakta sebenarnya.
- Terdapat bukti-bukti lain yang mendukung bahwa Pemohon PK
(dahulu Pemohon Banding) tidak bertanggung jawab atas pajak apabila
dikenakan terhadap alokasi PCO.
Tanpa mengesampingkan penjelasan dari Pemohon PK (dahulu Pemohon
Banding) diatas, jika Termohon PK tetap berpendapat bahwa terdapat
objek PPh Pasal 26 pada alokasi biaya kantor pusat kepada cabang, maka
berdasarkan hal-hal yang dibawah ini Pemohon PK (dahulu Pemohon
Banding) seharusnya tidak bertanggung jawab atas pajak yang terjadi
terhadap alokasi PCO:
- Kontrak Bagi Hasil Bagian 5.1.3 dari Kontrak Bagi
Hasil
yang mengatur secara tegas bahwa: “Kecuali berkenaan dengan
kewajiban KONTRAKTOR untuk membayar Pajak Penghasilan termasuk pajak
final untuk keuntungan setelah pemotongan pajak sebagaimana yang
ditetapkan pada ayat 1.2 (s) Pasal V ini, menerima dan membebaskan
pajak-pajak Indonesia lainnya dari KONTRAKTOR…”
Dengan
kata lain, selain dari pada Pajak Penghasilan dan Pajak Final atas laba
bersih yang menjadi kewajiban dari Pemohon Banding, maka atas
pajak-pajak lainya termasuk Pajak Penghasilan Pasal 26 bukan menjadi
kewajiban dari Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) dan bukan pula
menjadi tanggungan bagi Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding).
- Surat Menteri Keuangan No. S-604/MK.017/1998 tanggal
24 November 1998 (“S-604”) S-604 menyatakan bahwa:
- Terhadap overhead, technical services dan biaya
yang
timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak
production sharing dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Pajak sebagaimana dijelaskan pada butir (1) di atas
ditanggung oleh pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan”.
Dengan merujuk kepada ketentuan diatas, maka seharusnya Pemohon PK
(dahulu Pemohon Banding) tidak bertanggung jawab atas pajak-pajak yang
dikenakan atas alokasi biaya kantor pusat kepada cabang dikarenakan
pajak yang dikenakan atas alokasi biaya kantor pusat akan ditanggung
oleh Pemerintah.
Berdasarkan Kontrak Bagi Hasil dan S-604 seharusnya tidak terdapat
suatu keraguan lagi bahwa apabila memang ada pajak yang dikenakan atas
alokasi biaya kantor pusat dalam rangka memenuhi kewajiban Kontrak Bagi
Hasil maka pajak-pajak tersebut adalah tanggung jawab Pemerintah dan
Bukan Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding).
Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) tidak setuju dengan pendapat Hakim
I Putu Setiawan dan Hakim Binsar Siregar sebagaimana dikutip dari
halaman 33-34 Putusan 61117 berikut:
- ii. Bahwa Hakim I Putu Setiawan dan Hakim
Binsar
Siregar berpendapat atas alat bukti yang mendukung lainnya yang
tersebut dalam point 3 a,b,c diatas menurut kualifikasinya adalah bukan
Surat Keputusan yang dapat dijadikan landasan hukum karena surat
penegasan, nota dinas itu menurut Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara Profesor DR. Susi Dwi Harjanti (Guru Besar Ilmu
Hukum Tata Negara UNPAD) dan juga DR. Bagir Manan (mantan Hakim Agung,
Ketua Mahkamah Agung) dalam affidafit keterangan ahli dibawah sumpah
dalam siding Majelis XVLA Pengadilan pajak. Surat-surat tersebut diatas
tidak berkualifikasi merupakan tindakan hukum dan juga tidak
berkualifikasi merupakan surat keputusan yang dapat dijadikan landasan
hukum …
- bahwa menurut Hakim I Putu Setiawan dan Hakim
Binsar
Siregar, setiap pajak-pajak yang ditanggung Negara bersifat kewajiban
negara yang harus diputuskan berupa keputusan Pejabat yang Berwenang
untuk maksud itu sehingga terjamin mendapatkan kepastian hukum terhadap
kewajiban Negara dimaksud sesuai dengan ketentuan perundangundangan
berlaku …
- bahwa berdasarkan fakta persidangan surat yang
berkualifikasi keputusan pejabat yang berwenang dimaksud itu tidak
dibuktikan dalam persidangan melainkan yang dapat dibuktikan oleh
Pemohon hanya surat-surat yang tersebut dalam point 3a,b,c tersebut
diatas, maka demi hukum dan berlandaskan azas keadilan, Majelis
berpendapat landasan hukum yang dibuktikan dalam persidangan ini tidak
dapat dipertimbangkan sebagai alat bukti yang cukup karena selain tidak
bersifat atau berkualifikasi Surat Keputusan Pejabat berwenang, juga
surat-surat tersebut bersifat umum yang tidak bersifat individual
kepada Pemohon Banding”.
Adalah tidak benar
bahwa surat
diatas tidak diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Faktanya, S-604
merupakan jawaban Menteri Keuangan atas Surat No. 688/C0000/98-S4
tanggal 18 Juni 1998 (“S-688”) dari Direktur Utama
Pertamina kepada Menteri Keuangan.
Sesuai ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang Pertamina yang
berlaku saat itu, tegas dinyatakan bahwa:
- Pertamina adalah satu-satunya Perusahaan Negara yang
telah
ditugaskan untuk menampung dan melaksanakan semua kegiatan pengusahaan
minyak dan gas bumi di Indonesia; dan
- Pertamina dapat mengadakan kerjasama dengan pihak
lain
dalam bentuk “Kontrak Production Sharing” (Kontrak
Bagi
Hasil).
Dengan demikian jawaban Menteri Keuangan yang tertuang dalam S-604
jelas merupakan Surat Keputusan dari Pejabat yang Berwenang yang
bersifat umum, yang tidak hanya memberikan jawaban kepada Pertamina
sebagai satu-satunya Wakil Pemerintah terkait pengusahaan minyak dan
gas bumi, tetapi juga kepada Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) yang
merupakan kontraktor Kontrak Production Sharing dengan Pertamina.
Selanjutnya, Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) juga tidak setuju
dengan pendapat Hakim I Putu Setiawan dan Hakim Binsar Siregar di atas
yang menyatakan bahwa S-604 tidak dapat dipertimbangkan sebagai alat
bukti yang cukup karena surat tersebut bersifat umum yang tidak
bersifat individual kepada Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding).
Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) melampirkan contoh Putusan Mahkamah
Agung Nomor 798/B/PK/PJK/2011 tentang penegasan terhadap ketentuan
perpajakan dalam Kontrak Karya Pertambangan (Putusan PK Terlampir),
bahwa dalam Putusan tersebut Mahkamah Agung mempertimbangkan Surat
dengan No. S-1032/MK.04/1988 (“S-1032/1988”)
sebagai salah
satu alat bukti, dimana S-1032/1988 merupakan surat yang dikeluarkan
oleh Menteri Keuangan untuk menjawab Surat No. S-1300/PJ.3/1988 yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang juga bersifat umum dan
tidak bersifat individual.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa S-604 seharusnya berlaku bagi
semua Kontraktor Minyak dan Gas Bumi tanpa terkecuali. Dengan demikian,
atas keputusan yang diterbitkan Menteri Keuangan dalam S-604 ini,
Dirjen Pajak selaku Dirjen yang berada dibawah Menteri Keuangan sudah
seharusnya melaksanakan ketentuan S-604. Selain itu, hingga saat ini
tidak ada pencabutan atas S-604 baik oleh Menteri Keuangan ataupun dari
Pejabat yang Berwenang lainnya dengan demikian ketentuan dalam S-604
sudah seharusnya dilaksanakan oleh pihak terkait termasuk oleh Dirjen
Pajak (Termohon PK) berupa pajak ditanggung pemerintah atas alokasi PCO.
Selanjutnya dalam Pendapat Hakim I Putu Setiawan dan Hakim Binsar
Siregar di halaman 32-36 Putusan 61117, jelas bahwa uraian terkait
S-604 di atas dilakukan Hakim I Putu Setiawan dan Hakim Binsar Siregar
tanpa secara seksama menimbang apakah atas alokasi PCO terutang PPh
Pasal 26 atau tidak. Oleh karenanya kami Pemohon PK (dahulu Pemohon
Banding) tidak setuju dengan pendapat Putusan 61117 Hakim I Putu
Setiawan dan Hakim Binsar Siregar di atas.
Berdasarkan uraian diatas penerbitan SKPKB Pasal 26 atas alokasi PCO
telah mencerminkan adanya ketidakadilan dan ketidakpastian hukum
terhadap Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding). Untuk itu Pemohon PK
(dahulu Pemohon Banding) memohon kepada Mahkamah Agung RI untuk
membatalkan Putusan 61117.
- KESIMPULAN
Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak
sebagaimana tertuang dalam Putusan 61117 yang menyebutkan:
“Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor: KEP-118/WPJ.19/2012 tanggal 16
Februari 2012 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2006 Nomor:
00004/204/06/091/10, tanggal 27 Desember 2010, atas nama, YYY Indonesia
Inc. Ltd., NPWP: 01.001.235.9-xxxx,
beralamat di Gedung RRR 2 Lt. Y, Jl. BBB Kav.D, Pasar Minggu
–
Jakarta 12xxx”, adalah tidak tepat
serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan Menolak
permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor
: KEP-118/WPJ.19/2012 tanggal 16 Pebruari 2012, mengenai keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 26
Masa Pajak Januari s.d. Desember 2006 Nomor : 00004/204/06/091/10
tanggal 27 Desember 2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP:
01.001.235.9-xxxx, adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
- Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali
dalam
perkara a quo yaitu koreksi Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar
Rp30.415.728.670,00; terhadap transaksi yang berhubungan dengan alokasi
biaya kantor pusat (Parent Company Overhead/ PCO); tidak dapat
dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil
yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan
Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat
menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap
dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak,
karena dalam perkara a quo alokasi pembebanan berupa biaya overhead
dihitung sebesar 2% dari total expenditure, sehingga bukan merupakan
berkaitan dengan pembelian barang, namun merupakan jasa-jasa
berdasarkan perjanjian PSC (Production Sharing Contract) yang dapat
diperhitungkan dalam cost recovery yang telah dibebankan dalam Laporan
Keuangan (Financial Quarterly Report/FQR) dan terutang PPh Pasal 26,
dan olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Termohon Peninjauan
Kembali) dalam perkara a quo tetap dipertahankan karena telah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana
diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6
ayat (1) dan/atau Pasal 9 ayat (1) serta Pasal 26 ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan jo P3B Indonesia-Amerika Serikat jo
Surat Menteri Keuangan Nomor S-604/MK.017/1998.
- Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan
Pajak
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: YYY INDONESIA INC. Ltd, tersebut
tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan
perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali:
YYY INDONESIA INC. Ltd. tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,- (dua juta lima
ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Kamis, tanggal 8 Juni 2017, oleh Dr. HHH, S.H.,M.Hum, Ketua
Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.FFF,
S.H., M.S. dan GGG, S.H., M.H. Hakim-Hakim
Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota
Majelis tersebut dan dibantu oleh KKK, S.H., M.H.,
Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis :
ttd.
Dr. H.FFF, S.H., M.S.
ttd.
GGG, S.H., M.H
|
|
Ketua
Majelis,
ttd.
Dr. HHH, S.H.,M.Hum,
|
|
|
|
Biaya -
biaya :
1. Meterai...................... Rp
6.000,00
2. Redaksi .................... Rp
5.000,00
3. Administrasi ............. Rp
2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp
2.500.000,00 |
|
Panitera
Pengganti,
ttd.
KKK, S.H., M.H. |
Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.