Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-39157/PP/M.XI/12/2012

Jenis Pajak : Penghasilan Pasal 23
Tahun Pajak : 2007
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah sebesar Rp.1.734.387.734,00, dengan uraian sebagai berikut :

Koreksi Objek PPh Pasal 23 atas Biaya Listrik sebesar Rp. 28.944.470,00
Koreksi Objek PPh Pasal 23 atas Biaya Perjalanan Dinas Luar Negeri Rp. 527.978.990,00
Koreksi Objek PPh Pasal 23 atas Bonus Penjualan sebesar Rp. 1.177.464.274,00
Rp. 1.734.387.734,00
  1. Koreksi Objek PPh Pasal 23 atas Biaya Listrik Rp.28.944.470,00
Menurut Terbanding : bahwa Pemeriksa telah melakukan koreksi positif atas biaya listrik sebesar Rp.28.944.470 dikarenakan biaya listrik tersebut dibebankan di kantor pusat untuk kepentingan Pemegang Saham dan keluarganya. Oleh karena itu atas pembebanan tersebut dianggap sebagai deviden terselubung sehingga nilai dimaksud menjadi objek Pajak Penghasilan Pasal 23.
Menurut Pemohon Banding : bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi atas biaya listrik tersebut di atas karena biaya tersebut bukan merupakan obyek PPh Pasal 23 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-70/PJ/2007 tanggal 19 April 2007. Dengan demikian, Pemohon Banding mohon koreksi atas objek PPh Pasal 23 ini dihapuskan.
Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) Nomor: LAP- 62/WPJ.16/KP.0205/2009 tanggal 30 Maret 2009 yang dibuat oleh KPP Pratama Jakarta Gambir Dua diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi positip obyek PPh Pasal 23 atas biaya listrik dengan alasan deviden terselubung;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Penelitian Keberatan Nomor: LAP- 43/WPJ.06/BD.06/2010 tanggal 22 Juni 2010 yang dibuat oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat diketahui alasan koreksi biaya listrik yang dibebankan untuk kepentingan pemegang saham dan atau keluarganya bukan merupakan biaya yang termasuk dalam kategori jasa lain namun merupakan bentuk lain dari deviden sebagimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan sebagai berikut:

bahwa biaya listrik bukan merupakan obyek PPh Pasal 23 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-70/PJ/2007 tanggal 19 April 2007;

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka Majelis meminta kepada Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan pengujian bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding dan Terbanding telah melakukan pengujian bukti yang disampaikan Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding menyampaikan bukti berupa:
  1. Payment Voucher
  2. Rekapitulasi biaya listrik
bahwa hasil pengujian bukti-bukti adalah sebagai berikut:

Menurut Terbanding

bahwa Terbanding telah melihat bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding (PB);

bahwa dari bukti-bukti pendukung yang menunjukkan pembebanan biaya listrik terhadap biaya perusahaan namun dinikmati oleh Pemegang saham, atas nama X dan Y dan atau keluarganya atas nama Z;

bahwa biaya listrik yang dibebankan untuk kepentingan pemegang saham dan atau keluarganya bukan merupakan biaya namun merupakan bentuk lain dari deviden sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh;

bahwa sesuai penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh menyebutkan: Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah : ....
  1. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
bahwa atas deviden tersebut merupakan objek PPh Pasal 23;

bahwa dengan demikian Terbanding berpendapat tetap mempertahankan koreksi

Menurut Pemohon Banding
bahwa biaya listrik merupakan pemberian natura oleh perusahaan sehubungan dengan jabatan dari si penerima jabatan dan bukan merupakan pembayaran deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham;

Menurut Majelis bahwa penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf g angka 12 UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008 yang meyatakan:

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.

Termasuk dalam pengertian dividen adalah :
pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

bahwa berdasarkan penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf g angka 12 UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008 a quo dengan jelas dapat diyakini bahwa pembayaran listrik kepada pemegang saham tersebut adalah deviden’

bahwa pasal 23 ayat (1) huruf a butir 1 UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008 yang meyatakan:

Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan :
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
1) dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a butir 1 UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008 a quo maka biaya litrik yang merupakan pembayaran untuk pemegang saham harus dipotong PPh Pasal 23 nya oleh Pemohon Banding;

bahwa dengan demikian Majelis mempertahankan koreksi Terbanding;
  1. Koreksi Objek PPh Pasal 23 atas Perjalanan Dinas Luar Negeri Rp.527.978.990,00
Menurut Terbanding : Pemeriksa telah melakukan koreksi positif sebesar Rp.527.978.990 atas biaya perjalanan dinas yang dibebankan di kantor pusat. Pembebanan tersebut dikoreksi;
Menurut Pemohon Banding : bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi atas biaya tersebut di atas karena biaya tersebut merupakan biaya pembelian tiket pesawat dan akomodasi. Dengan demikian, biaya tersebut bukan merupakan obyek PPh Pasal 23 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-70/PJ/2007 tanggal 19 April 2007. Pemohon Banding mohon agar koreksi objek PPh Pasal 23 atas biaya ini dapat dihapuskan
Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) Nomor: LAP- 62/WPJ.16/KP.0205/2009 tanggal 30 Maret 2009 yang dibuat oleh KPP Pratama Jakarta Gambir Dua diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi positip obyek PPh Pasal 23 atas biaya perjalanan dinas dengan alasan deviden terselubung;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Penelitian Keberatan Nomor: LAP- 43/WPJ.06/BD.06/2010 tanggal 22 Juni 2010 yang dibuat oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat diketahui alasan koreksi biaya perjalanan dinas luar negeri yang dikeluarkan tersebut bukan merupakan biaya yang termasuk dalam kategori jasa lain namun merupakan bentuk lain dari deviden sebagimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan sebagai berikut:

bahwa biaya perjalanan dinas bukan merupakan obyek PPh Pasal 23 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-70/PJ/2007 tanggal 19 April 2007;

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka Majelis meminta kepada Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan pengujian bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding dan Terbanding telah melakukan pengujian bukti yang disampaikan Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding menyampaikan bukti berupa:
  1. Payment Voucher
  2. Rekapitulasi biaya perjalanan dinas
bahwa hasil pengujian bukti-bukti adalah sebagai berikut:

Menurut Terbanding
bahwa Terbanding telah melihat bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding (PB);

bahwa dari bukti yang disampaikan PB diketahui bahwa biaya perjalanan dinas digunakan untuk pemegang saham (A dan B (istri A));

bahwa SIDJP menyatakan bahwa Pemengan Saham atas nama A dan X beralamat di 8 Peterson Hill, 18-20, Singapore;

bahwa tidak ada data pendukung yang benar-benar dikeluarkan sebagai biaya perjalanan dinas dalam rangka operasional perusahaan;

bahwa sesuai dengan pasal 4 ayat (1) huruf g bahwa hal tersebut ke dalam bentuk deviden sehingga Terbanding berpendapat tetap mempertahankan koreksi obyek PPh Pasal 23;

Menurut Pemohon Banding

bahwa biaya perjalanan dinas merupakan pembelian tiket pesawat dan akomodasi;

Menurut Majelis
bahwa berdasarkan hasil uji bukti yang telah dilakukan oleh Terbanding dan Pemohon Banding a quo diketahui bahwa biaya perjalan dinas adalah merupakan pembelian tiket pesawat dan akomodasi Pemegang saham yang dalam proses uji bukti Pemohon Banding tidak dapat menyerahkan data pendukung yang yang benar-benar dikeluarkan sebagai biaya perjalanan dinas dalam rangka operasional perusahaan;

bahwa dengan demikian bahwa biaya perjalanan dinas tersebut adalah pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan sehingga sesuai dengan bahwa pasal 23 ayat (1) huruf a butir 1 UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008 harus dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%;

bahwa dengan demikian Majelis berpendapat untuk tetap mempertahankan koreksi Terbanding;
  1. Koreksi Objek PPh Pasal 23 atas Bonus Penjualan sebesar Rp.1.177.464.274,00
Menurut Terbanding : Pemeriksa telah melakukan koreksi positif sebesar Rp.1.227.732.770 atas bonus penjualan melebihi atau mencapai tingkat prestasi tertentu sehingga bonus ini termasuk dalam hadiah atau penghargaan yang termasuk objek PPh Pasal 23;
Menurut Pemohon Banding : bahwa Koreksi obyek PPh Pasal 23 atas biaya bonus sebesar Rp.1.177.464.274,00 pada kenyataannya merupakan jumlah yang diperoleh dari akun piutang yang oleh Pemeriksa dianggap sebagai biaya bonus. Pemohon Banding juga telah menyerahkan voucher-voucher terkait bonus penjualan untuk bahan pertimbangan pihak terbanding.

bahwa Karena pada kenyataannya jumlah sebesar Rp.1.177.464.274,00 tersebut bukan merupakan obyek PPh Pasal 23, Pemohon Banding mohon agar koreksi tersebut dapat dihapuskan.
Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) Nomor: LAP- 62/WPJ.16/KP.0205/2009 tanggal 30 Maret 2009 yang dibuat oleh KPP Pratama Jakarta Gambir Dua diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi positip obyek PPh Pasal 23 atas biaya bonus sebesar Rp. 1.227.732.770;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Penelitian Keberatan Nomor: LAP- 43/WPJ.06/BD.06/2010 tanggal 22 Juni 2010 yang dibuat oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat diketahui bahwa dari koreksi obyek PPh Pasal 23 atas biaya bonus sebesar Rp. 1.227.732.770 maka jumlah yang tetap dipertahankan sebagai koreksi obyek PPh Pasal 23 adalah sejulmah Rp. 994.998.084 karena obyek PPh Pasal 23 sejumlah Rp. 182.466.190 telah dipotong pajaknya oleh Pemohon Banding dan jumlah sebesar Rp. 50.268.496 bukan merupakan obyek PPh Pasal 23;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan sebagai berikut:

bahwa koreksi tersebut diambil dari akun piutang yang oleh Terbanding dianggap sebagai biaya bonus. Karena pada kenyataannya biaya tersebut bukan merupakan obyek PPh Pasal 23;

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka Majelis meminta kepada Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan pengujian bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding dan Terbanding telah melakukan pengujian bukti yang disampaikan Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding menyampaikan bukti berupa:
  1. Payment Voucher
  2. Rekapitulasi koreksi akun piutang lain-lain
bahwa hasil pengujian bukti-bukti adalah sebagai berikut:

bahwa diketahui bahwa awal angka koreksi Pemeriksa yaitu Rp. 1.227.732.770, pada saat proses keberatan dikabulkan sebagian (Rp. 50.268.496) dengan hasil penelitian bukan obyek PPh Pasal 23. Dari beberapa transaksi diketahui bahwa PB telah memotong PPh Pasal 23-nya;

bahwa dari bukti yag disampaikan PB terdapat pembayaran bonus penjualan sebesar Rp. 1.177.464.274,00 menurut Terbanding merupakan obyek PPh Pasal 23 sehingga atas PPh-nya wajib dipotong oleh PB;

bahwa menurut PB, pembayaran tersebut akan ditagihkan kepada YYY. Atas alasan tersebut PB belum membuktikan bahwa YYY telah memotong PPh Pasal 23 yang terhutang;

bahwa Terbanding berpendapat sesuai dengan pasal 23 UU PPh bahwa PB sehrusnya memotong PPh Pasal 23 atas transaksi di atas, dengan demikian Terbanding tetap mempertahankan koreksi;

Menurut Pemohon Banding
bahwa biaya ini merupakan piutang Pemohon Banding kepada PT YYY selaku pabrikan sehubungan dengan biaya PT YYY yang dibayarkan terlebih dahulu oleh Pemohon Banding;

bahwa biaya ini Pemohon Banding catat pada akun piutang lain-lain;

Menurut Majelis

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) Nomor: LAP- 62/WPJ.16/KP.0205/2009 tanggal 30 Maret 2009 yang dibuat oleh KPP Pratama Jakarta Gambir Dua diketahui bahwa Pemohon Banding bergerak dalam bidang usaha perdagangan (dealer) cat yang diproduksi oleh PT YYY Indonesia untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas surat bantahan Pemohon Banding nomor SSN 120/10 tanggal 15 Desember 2010 diketahui bantahan Pemohon Banding sebagai berikut:

Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding karena pada kenyataannya biaya bonus sebesar Rp.1.117.464.274 diperoleh dari akun piutang yang dianggap sebagai biaya bonus. Berdasarkan voucher – voucher terkait bonus penjualan yang telah Pemohon Banding sampaikan kepada pihak Terbanding, terlihat jelas bahwa bonus penjualan tersebut Pemohon Banding catat pada akun piutang lain-lain, bukan pada biaya, yang nantinya akan Pemohon Banding klaim 100% kepada YYY atas penalangan pembayaran insentif kepada pelanggan YYY. Dengan demikian, mohon kiranya agar koreksi obyek PPh Pasal 23 atas bonus penjualan dapat dibatalkan.

bahwa berdasarkan pemeriksaan Laporan Penelitian Keberatan Nomor: LAP-493/WPJ.06/BD.06/2010 tanggal 22 Juni 2010 antara lain menyatakan:

Menurut Penelaah bahwa Pemohon Banding dalam surat keberatannya menyatakan

bahwa atas koreksi bonus penjualan sebesar Rp.1.227.732.770 merupakan besaran akun Piutang Lain-Lain yang oleh Pemeriksa dijadikan objek PPh Pasal 23. Sehingga Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi dimaksud,

Penelaah berpendapat bahwa nilai Rp.1.227.732.770 merupakan saldo akun Piutang Lain-Lain. Namun demikian pada prinsipnya double entry system yang diterapkan oleh Pemohon Banding mengharuskan Pemohon Banding melakukan pencatatan penyeimbang sebagai lawan dari Piutang Lain-Lain. Pencatatan atas lawan transaksi akun Piutang Lain-Lain dapat berupa pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada pihak eksternal,

Dari akun Piutang Lain-Lain-Cat (Acc. No. 110413.C) dapat diketahui transaksi-transaksi yang sangat beragam. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding terhadap pihak lain harus dapat dipastikan atau dibuktikan apakah pada saat terjadinya transaksi-transaksi tersebut timbul objek pajaknya dalam hal ini Pajak Penghasilan Pasal 23 dan apakah Pemohon Banding sudah melakukan kewajiban atas PPh Pasal 23 dengan benar,

Penelaah telah meneliti file (softcopy) berupa rekap Akun Piutang Lain-Lain - Cat (Acc. No. 110413.C) yang telah diberikan oleh Pemohon Banding dan membandingkan dengan KKP atas koreksi dimaksud yang telah dibuat oleh Pemeriksa, Penelaah mengelompokan transaksi-transaksi tersebut dalam 2 kelompok (lihat rincian KKP), terdiri dari:

bahwa berdasarkan pemeriksaan Laporan Penelitian Keberatan Nomor: LAP-493/WPJ.06/BD.06/2010 tanggal 22 Juni 2010 antara lain menyatakan:

Menurut Penelaah bahwa Pemohon Banding dalam surat keberatannya menyatakan bahwa atas koreksi bonus penjualan sebesar Rp.1.227.732.770 merupakan besaran akun Piutang Lain-Lain yang oleh Pemeriksa dijadikan objek PPh Pasal 23. Sehingga Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi dimaksud,

Penelaah berpendapat bahwa nilai Rp.1.227.732.770 merupakan saldo akun Piutang Lain-Lain. Namun demikian pada prinsipnya double entry system yang diterapkan oleh Pemohon Banding mengharuskan Pemohon Banding melakukan pencatatan penyeimbang sebagai lawan dari Piutang Lain-Lain. Pencatatan atas lawan transaksi akun Piutang Lain-Lain dapat berupa pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada pihak eksternal,

Dari akun Piutang Lain-Lain-Cat (Acc. No. 110413.C) dapat diketahui transaksi-transaksi yang sangat beragam. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding terhadap pihak lain harus dapat dipastikan atau dibuktikan apakah pada saat terjadinya transaksi-transaksi tersebut timbul objek pajaknya dalam hal ini Pajak Penghasilan Pasal 23 dan apakah Pemohon Banding sudah melakukan kewajiban atas PPh Pasal 23 dengan benar,

Penelaah telah meneliti file (softcopy) berupa rekap Akun Piutang Lain-Lain - Cat (Acc. No. 110413.C) yang telah diberikan oleh Pemohon Banding dan membandingkan dengan KKP atas koreksi dimaksud yang telah dibuat oleh Pemeriksa, Penelaah mengelompokan transaksi-transaksi tersebut dalam 2 kelompok (lihat rincian KKP), terdiri dari:
  1. Objek PPh Pasal 23 Rp 1.177.464.274
    Dari nilai tersebut Penelaah membagi lagi kedalam kelompok transaksi:
    1. Transaksi dengan PT AAA sebesar Rp.182.466.190
      Pembayaran kepada PT AAA merupakan pembayaran atas jasa penyediaan dan pengelolaan sales counter magicolor serta jasa penyediaan dan pengelolaan tenaga informasi teknologi. Pemohon Banding telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dan telah melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23. Penelaah mempertahankan transaksi tersebut sebagai objek PPh Pasal 23 untuk selanjutnya dihitung kembali PPh Pasal 23 terhutang dan mengkreditkan kembali PPh Pasal 23 tersebut karena Pemohon Banding telah melakukan pemotongan, menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan pajaknya.
    2. Transaksi pembayaran insentif sebesar Rp.994.998.084
      Untuk transaksi yang dikategorikan sebagi pembayaran insentif, Pemohon Banding tidak dapat membuktikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 terkait dengan kewajibannya sebagai Pemotong PPh Pasal 23. Padahal sesuai dengan PPh Pasal 23 dikatakan: "Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Pemohon Banding dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan: a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: 4) hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e," sehingga Penelaah tetap mempertahankan koreksi atas transaksitransaksi kategori ini,
bahwa dari Laporan Penelitian Keberatan No. LAP-493/WPJ.06/BD.06/2010 tanggal 22 Juni 2010 a quo dapat diketahui bahwa ternyata dalam akun piutang lain-lain tersebut nyata-nyata terdapat obyek PPh Pasal 23 sebesar Rp.182.466.190 dan atas obyek tersebut Pemohon Banding telah memotong PPh Pasal 23;

bahwa terdapat juga transaksi pembayaran insentif sebesar Rp. 994.998.084 yang menurut ketentuan pasal 23 UU PPh Nomor 17 Tahun 2000 merupakan obyek PPh Pasal 23 sehingga Pemohon Banding seharusnya memotong PPh Pasal 23 atas obyek tersebut;

bahwa Pemohon Banding tidak menyerahkan Payment Voucher, Rekapitulasi koreksi akun piutang lain-lain, jurnal akun piutang dan jurnal koreksi akun piutang sehingga Majelis tidak dapat memeriksa transaksi yang sebenarnya ada, sehingga Majelis berpendapat koreski Terbanding atas pembayaran insentif sebesar Rp.994.998.084 tetap dipertahankan;

Kesimpulan Majelis:

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas fakta-fakta, bukti-bukti, penjelasan Pemohon Banding dan Terbanding yang terungkap dalam persidangan, penelitian terhadap berkas banding, selanjutnya Majelis berkesimpulan koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp.1.734.387.734 tetap dipertahankan;
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding;
Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan : Menyatakan menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-489/WPJ.06/2010 tanggal 23 Juni 2010, tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari – Desember 2007, Nomor: 00023/203/07/028/09 tanggal 30 Maret 2009, atas nama: PT. XXX;

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA