Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Jenis Pajak | : | Pajak Penghasilan Pasal 26 | ||||||||||||||||||||||||||||||
Tahun Pajak | : | 2008 | ||||||||||||||||||||||||||||||
Pokok Sengketa | : | bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Bunga Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 sebesar Rp227.938.831.318,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding; | ||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Terbanding | : | bahwa berdasarkan data yang terbatas, antara lain diketahui bahwa Pemohon Banding PT AAA (debitur) memiliki 100% (seratus persen) saham pada BBB Finance B.V. (kreditur) sehingga Pemohon Banding mempunyai hubungan istimewa dengan kreditur yang menerima pembayaran bunga sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 9 ayat 1 P3B Indonesia-Belanda; | ||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Pemohon Banding | : | bahwa
sebagaimana dinyatakan oleh Terbanding dalam uraian bandingnya (halaman
14 huruf x), maka atas pembayaran bunga pinjaman kepada ABN Amro Bank
NV. Stockholm Branch to CVI GVF (Lux) Master S.A.R.L sebesar
Rp121.958.100,00 (entitas tersebut merupakan penduduk Negara Luxembourg
bukan negara Belanda) terutang PPh Pasal 26 dengan tarif 10%; bahwa seharusnya Terbanding tidak melakukan koreksi objek PPh Pasal 26 dengan tarif 10% (20% pada saat proses keberatan) karena Pemohon Banding telah menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku; |
||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Majelis | : | bahwa
menurut
Majelis, sengketa banding ini adalah mengenai hak pemajakan atas
penghasilan berupa Bunga yang diterima oleh BBBFinance B.V., CCC
Finance B.V., Asia Special Situation GIDRI B.V. dari Pemohon Banding; bahwa menurut Majelis sengketa banding ini adalah mengenai “apakah BBB Finance B.V., Boondael Finance B.V., Asia Special Situation GIDRI B.V. adalah pemilik manfaat (beneficial owner) dari penghasilan Bunga yang diterima dari Pemohon Banding; bahwa menurut Majelis, secara specifik sengketa banding ini adalah mengenai apakah hak pemajakan atas penghasilan berupa Bunga tersebut sebagian/seluruhnya berada di Negara Domisili (Belanda) atau berada di Indonesia sebagai Negara Sumber; bahwa antara Pemerintah Indonesia dan Belanda telah dibuat suatu Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda dan telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 92 Tahun 2003 (Lembaran Negara Nomor 130 Tahun 2003) tanggal 14 Nopember 2003 yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2004; bahwa Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda adalah perjanjian antara dua negara (bilateral) yang mengatur pembagian hak pemajakan atas tindakan, peristiwa ataupun keadaan yang terjadi di dua negara yang bersangkutan yang menyebabkan pengenaan pajak bagi penduduk masing-masing negara; bahwa dengan diratifikasinya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerinta Indonesia dengan Pemerintah Belanda tersebut maka ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda mulai berlaku efektif terhadap tindakan, peristiwa atau keadaan yang menyebabkan pengenaan pajak pada atau setelah tanggal 1Januari 2004; bahwa dalam sistem perundang-undangan Indonesia, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda diperlakukan sebagai aturan khusus (lex specialis) terhadap undang-undang nasional; bahwa semangat dibentuknya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda adalah “untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak”: bahwa berdasarkan ketentuan “dapat dikenakan pajak (may be taxed)” dalam Pasal 11 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda, hak pemajakan atas penghasilan berupa Bunga diberikan kepada negara domisili, namun bermakna juga negara sumber dapat pula mengenakan pajak; bahwa untuk dapat mengenakan pajak oleh negara sumber dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda, dengan ketentuan bahwa penerapan tarif yang lebih rendah (maksimum 10% dari jumlah bruto bunga yang dibayarkan) dan persyaratan tertentu yaitu hanya berlaku apabila penduduk negara domisili merupakan pemilik manfaat dari bunga tersebut; bahwa hak mengenakan pajak dalam Pasal 11 ayat (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda seluruhnya diserahkan kepada negara domisili (shall be taxable only) dengan persyaratan yaitu hanya berlaku apabila penduduk negara domisili merupakan pemilik manfaat dari bunga yang timbul tersebut dan bunga tersebut dibayarkan atas hutang yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun atau yang dibayarkan sehubungan dengan penjualan kredit perlengkapan industri, dagang, atau ilmu pengetahuan; bahwa Pasal 11 ayat (5) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda, mengatur adanya persetujuan bersama yang akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat (2), (3), dan (4); bahwa untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam P3B atas suatu peristiwa dan atau keadaan yang belum diatur secara rinci dalam P3B dapat dilakukan interpretasi; bahwa dalam melaksanakan interpretasi suatu perjanjian internasional, termasuk P3B, interpretasi harus didasarkan “good faith” sesuai dengan maksud dan tujuan yang diberikan oleh perjanjian yang disepakati bersama; bahwa “good faith” ini dinyatakan dalam Pasal 31 ayat (1) Konvensi Wina sebagai berikut: “A treaty shall be interpreted in good faith in accordance with the ordinary meaning to be given to term of the treaty in their context and in the light of its object and purpose”; Bahwa menurut pendapat salah seorang ahli yaitu Juan Angel Becerra, pengertian “good faith” antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
bahwa sesuai dengan Pasal 11 ayat (5) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia-Belanda, interpretasi dimaksud dilakukan bersama oleh pihak Indonesia dan Belanda yang selanjutnya dituangkan dalam suatu kesepakatan (persetujuan) bersama; bahwa persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda masih dalam proses penyusunan; bahwa berdasarkan keadaan belum adanya persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda, Terbanding memberlakukan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-17/PJ/2005 tanggal 1 Juni 2005 tentang Petunjuk Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Pasal 11 tentang Bunga pada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dengan Belanda sebagai sikap resmi Pemerintah Indonesia, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
bahwa Terbanding memberikan pendapat baru terkait pelaksanaan Pasal 11 ayat (2), (3) dan (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda sehubungan dengan belum adanya mode of application yang mengatur mengenai cara-cara untuk menerapkan ayat-ayat tersebut yang dalam tahap keberatan direalisasikan dalam produk hukum berupa keputusan keberatan Nomor: KEP-849/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 19 September 2011 yang intinya:
bahwa Terbanding pernah memberikan penegasan atau jawaban tertulis kepada Pemohon Banding yaitu dalam surat Nomor: S-152/PJ.43/2004 tanggal 9 Juni 2004 butir 5a yang menegaskan bahwa: “oleh karena PT. XXX (perusahaan berkedudukan di Indonesia) dan Anak Perusahaan (perusahaan berkedudukan di Belanda) adalah merupakan badan hukum yang terpisah maka Anak Perusahaan tersebut adalah merupakan pemilik manfaat (beneficial owner) atas bunga yang dibayarkan oleh PT. XXX sebagaimana tercantum pada angka 1 diatas. Dengan demikian sepanjang Bunga tersebut adalah Bunga atas hutang yang berjangka waktu lebih dari 2 tahun, maka perlakuan perpajakannya adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda”; bahwa sesuai ketentuan pasal 1 dan pasal 28D UUD 1945 serta pasal 31 UU Pengadilan Pajak yang didukung dengan fakta dan bukti terkait yang ada, sengketa pajak yang seharusnya menjadi obyek pemeriksaan di Pengadilan Pajak secara spesifik adalah apakah hak pemajakan atas penghasilan berupa bunga yang diterima oleh para kreditur Belanda, sebagian/seluruhnya, berada di negara domisili (Belanda) atau Indonesia sebagai negara sumber dapat pula mengenakan pajak; bahwa menurut Pemohon Banding, hak pemajakan atas penghasilan bunga yang diterima oleh BBB Finance, B.V., CCC Finance, B.V., dan Asia Special Situations GIDR1, B.V., seluruhnya berada di negara domisili (hanya akan dikenakan pajak di Belanda); bahwa pembebasan pemotongan pajak atas bunga sebagaimana dimaksud pada pasal 11 ayat (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda, sudah seharusnya dapat diterapkan sejak berlakunya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda yang telah diratifikasi, yaitu sejak 01 Januari 2004 sesuai dengan SE-01/PJ.3/2004 tanggal 16 Januari 2004, tanpa memperhatikan apakah cara-cara penerapan (mode of application) telah dikeluarkan karena cara-cara penerapan tidak dapat merubah validitas atau syarat-syarat dari pasal-pasal yang ada dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda; bahwa walaupun pasal 11 ayat (5) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda menyatakan bahwa "Pejabat yang berwenang dari kedua Negara melalui persetujuan bersama akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat (2), (3), dan (4)", hal tersebut tidak dapat dianggap mengurangi atau membatasi kekuatan hukum pasal 11 ayat (2), (3) dan (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda menurut hukum dalam hal-hal yang tidak disebut dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda dimaksud dan jugs atas pengaturan tersebut tidak berarti Terbanding dapat mengenakan PPh Pasal 26 atas beban bunga tersebut di atas yang bertentangan dari ketentuan pasal 11 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda apalagi dengan hanya menerapkan bagian awal kalimat pada Pasal 11 ayat (2) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda, sebab semua pasal termasuk dan tidak terkecuali ayat (2), (3), dan (4), merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak boleh dipisahkan serta harus diartikan dalam hubungannya satu sama lain; bahwa pengenaan PPh Pasal 26 dengan tarif 10% dalam tahap pemeriksaan dan 20% dalam tahap keberatan atas bunga diperoleh BBBFinance, B.V., CCC Finance, B.V. dan Asia Special Situations GIDR1, B.V., bertentangan dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda mengingat dalam pasal 11 ayat (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Belanda hak pemajakan atas bunga berada di Negara domisili yang dalam hal ini adalah Belanda, sehingga Terbanding selaku competent authority Negara Indonesia tidak seharusnya mengenakan pajak baik sebesar 10% (dalam tahap pemeriksaan) atau 20% (dalam tahap keberatan) atas penghasilan bunga tersebut atas dasar ketentuan sepihak Terbanding yang tertuang dalam SE-17/PJ./2005 tanggal 01 Juni 2005 maupun "pendapat baru" Terbanding yang baru muncul dalam tahap keberatan, dengan demikian Pemohon Banding memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkenan untuk menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding atas objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008; Kesimpulan Majelis terhadap hasil pemeriksaan koreksi Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari s.d Desember 2008 sebagai berikut: bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, Majelis berkesimpulan sebagai berikut: bahwa terbukti terdapat inkonsistensi sikap dan pendapat Terbanding dalam pemajakan atas pembayaran bunga oleh Pemohon Banding kepada BBB Finance B.V., CCC Finance B.V., dan Asia Special Situation GIDRI B.V.; bahwa pendapat Terbanding yang tidak mengakui BBB Finance B.V. sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) atas Bunga yang dibayarkan oleh Pemohon Banding, masih merupakan pendapat Terbanding yang didasarkan pada OECD Model, Doktrin, analisis dan kesimpulan sepihak yang belum didukung bukti-bukti dan informasi lengkap dan akurat serta tidak memperhitungkan sudut pandang perundang-undangan/peraturan yang telah ada serta bertentangan dengan semangat diadakannya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda; bahwa sudut pandang perundang-undangan Belanda merupakan faktor yang harus diperhitungakan karena BBB Finance B.V., CCC Finance B.V., dan Asia Special Situation GIDRI B.V., merupakan perusahaan yang didirikan, berkedudukan dan pembayar pajak di Belanda; bahwa berdasarkan Pasal 11 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda, fasilitas pengurangan sebagian/seluruhnya pajak yang dikenakan atas penghasilan bunga yang timbul hanya diberikan apabila pemilik manfaat (beneficial owner) dari bunga tersebut adalah penduduk Negara Domisili; bahwa dalam tahap keberatan, Terbanding selaku otoritas pajak negara sumber mengenakan pajak atas penghasilan bunga yang diterima oleh BBB Finance B.V., CCC Finance B.V. dan Asia Special Situation GIDRI B.V. dari Pemohon Banding sebesar 20%; bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap Laporan Penelitian Keberatan Nomor: LAP-849/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 19 September 2011, Terbanding sama sekali tidak pernah menyatakan bahwa Boondael Finance B.V. dan Asia Special Situation GIDRI B.V. bukan merupakan pemilik manfaat (beneficial owner) atas bunga yang diterimanya dari Pemohon Banding; bahwa pada tahap pemeriksaan Terbanding pada prinsipnya telah mengakui bahwa Boondael Finance B.V. dan Asia Special Situation GIDRI B.V. telah memenuhi kriteria sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) yaitu dengan menerapkan Pasal 11 ayat (2) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda sebagaimana pelaksanaannya diatur melalui SE-17/PJ./2005 tanggal 01 Juni 2005; bahwa pengenaan pajak dengan tarif sebesar 20% semata-mata diterapkan berdasarkan bagian awal kalimat pada Pasal 11 ayat (2) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda yang berbunyi “bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara di mana bunga tersebut berasal (Indonesia) dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut (Indonesia)”; bahwa selanjutnya Terbanding berpendapat bahwa bagian kedua/akhir kalimat pada Pasal 11 ayat (2) yang berbunyi “akan tetapi, apabila pemilik manfaat dari bunga tersebut adalah penduduk Negara lainnya, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10% (sepuluh persen) dan jumlah bruto bunga” hanya dapat dilaksanakan apabila mode of application sudah diatur; bahwa sudut pandang perundang-undangan/peraturan yang ada merupakan faktor yang harus diperhitungkan karena BBB Finance B.V., CCC Finance B.V. dan Asia Special Situation GIDRI B.V. merupakan perusahaan yang didirikan, berkedudukan dan pembayar pajak di Belanda; bahwa Pasal 27 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, menyatakan “party may not invoke the provissions of its internal law as justification for its failure to perform a treaty. This rule is without prejudice to article 46” yang dalam bahasa Indonesia berarti “peserta perjanjian (treaty) tidak boleh menggunakan ketentuan undang-undang internal/dalam negeri sebagai alasan untuk tidak menerapkan perjanjian (treaty)”; bahwa dengan demikian interpretasi Terbanding terhadap Pasal 11 ayat (5) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda yang digunakan sebagai dasar untuk menolak keberatan Pemohon Banding dan menambah jumlah PPh yang masih harus dibayar, yang pada pokoknya adalah karena belum diaturnya mode of application terkait penerapan Pasal 11 ayat (2), (3) dan (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda oleh kedua Pejabat yang berwenang, belum sepenuhnya menerapkan prinsip “good faith”; bahwa terdapat cukup bukti yang diberikan Pemohon Banding bahwa jangka waktu perjanjian pinjaman antara Pemohon Banding dengan BBB Finance B.V., CCC Finance B.V., Asia Special Situation GIDRI B.V., adalah dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun; bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada BBB Finance B.V, CCC Finance B.V., dan Asia Special Situation GIDRI B.V. timbul sehubungan dengan transaksi peminjaman uang (restrukturisasi utang) sehingga pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah pembayaran bunga dan bukan merupakan deviden (terselubung) dari Pemohon Banding kepada BBB Finance B.V. yang merupakan anak perusahaan Pemohon Banding sebagaimana dinyatakan oleh Terbanding; bahwa menurut Majelis pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan tarif 20% tidak bisa begitu saja langsung diterapkan apalagi semata-mata hanya dengan alasan bahwa Pejabat yang berwenang dari kedua Negara belum mengatur tatacara untuk menerapkan Pasal 11 ayat (2), (3) dan (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda, karena menurut Pasal 11 ayat (2) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda, Indonesia selaku negara sumber dapat mengenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan yang ada apabila pemilik manfaat dari bunga tersebut bukan merupakan penduduk Belanda (may be taxed principle); bahwa sampai dengan berakhirnya persidangan, Terbanding tidak dapat memberikan bukti-bukti yang cukup untuk meyakinkan Majelis bahwa BBB Finance B.V., CCC Finance B.V. dan Asia Special Situation GIDRI B.V. bukan merupakan pemilik manfaat (beneficial owner) atas bunga yang diterimanya dari Pemohon Banding berdasarkan ketentuan perundang-undangan/peraturan yang ada; bahwa berdasarkan hasil penilaian pembuktian yang dan keyakinan hakim serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, terdapat cukup bukti yang terungkap pada saat jalannya sidang pemeriksaan sengketa banding ini baik secara substansi maupun secara legal formal untuk meyakinkan Majelis bahwa BBB Finance B.V., CCC Finance B.V. dan Asia Special Situation GIDRI B.V. merupakan pemilik manfaat (beneficial owner) atas bunga yang diterimanya dari Pemohon Banding, yang dapat dirangkum sebagai berikut:
bahwa meskipun pihak Indonesia dan Belanda belum mencapai kesepakatan mengenai mode of application untuk Pasal 11 ayat (2), (3) dan (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda, sedangkan disisi lain terdapat prinsip bahwa belum adanya cara-cara pelaksanaan yang mengatur suatu ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tidak menunda pelaksanaan dan penerapannya bersifat lex specialis; bahwa Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda merupakan perjanjian bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Belanda dan mempunyai kedudukan sebagai lex specialis yang mempunyai kedudukan hukum yang lebih tinggi dari ketentuan perpajakan domestik dari Negara Indonesia dan Kerajaan Belanda yang berlaku khusus bagi Wajib Pajak yang merupakan penduduk (reidence tax payers) masing-masing negara tersebut sehingga ketentuan perpajakan domestik yang diterbitkan tidak boleh bertentangan dengan isi dan maksud dari pasal-pasal dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda; bahwa menurut Majelis, walaupun Pasal 11 ayat (5) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda menyatakan bahwa “Pejabat yang berwenang dari kedua Negara melalui persetujuan bersama akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat (2), (3), dan (4)”, hal tersebut tidak dapat dianggap atau diinterpretasikan mengurangi atau membatasi ketentuan hukum Pasal 11 ayat (2), (3) dan (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda, sebab semua pasal termasuk dan tidak terkecuali Pasal 11 ayat (2), (3) dan (4) harus diartikan dalam hubungannya satu sama lain sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan; bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-17/PJ./2005 tanggal 01 Juni 2005 yang dimaksud sebagai peraturan pelaksanaan yang mewajibkan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 10% sesuai Pasal 11 ayat (2) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda atas pembayaran bunga pinjaman yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun merupakan pengaturan yang dilakukan secara sepihak dan bukan merupakan hasil persetujuan bersama; bahwa Majelis meyakini bahwa pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan tarif 10% dalam tahap pemeriksaan dan 20% dalam tahap keberatan atas bunga yang dibayarkan Pemohon Banding kepada BBB Finance B.V., CCC Finance B.V., dan Asia Special Situation GIDRI B.V. yang seluruhnya adalah penduduk Negara Belanda (Negara Domisili) dan merupakan pemilik manfaat (beneficial owner) dari bunga yang diterimanya atas hutang yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun bertentangan dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda mengingat dalam Pasal 11 ayat (4) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia – Belanda hak pemajakan atas bunga berada di Negara Domisili yakni dalam hal ini adalah Belanda (shall be taxable only principle); bahwa mengingat Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: “Putusan Pengadilan Pajakdiambil berdasarkan hasil penilain pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangn perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”; bahwa pada memori penjelasan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilain pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”; bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan dari Pemohon Banding maupun Terbanding yang terungkap dalam persidangan, serta berdasarkan penilain pembuktian Majelis berpendapat bahwa pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan tarif 20% atas bunga yang dibayarkan Pemohon Banding kepada BBB Finance B.V., bertentangan dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda mengingat dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda masih ada pasal yang dapat diterapkan serta tidak mengandung potensi sengketa mengenai pemilik manfaat (beneficial owner) yakni Pasal 11 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Belanda dan dengan demikian mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding sehingga koreksi Terbanding atas objek Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 sebesar Rp227.938.831.318,00 tidak dapat dipertahankan; |
||||||||||||||||||||||||||||||
Menimbang | : | bahwa dalam banding
ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak; bahwa dalam banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak; bahwa dalam perkara banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya; bahwa oleh karena atas jumlah Pajak Penghasilan Pasal 26 yang masih harus dibayar disengketakan oleh Pemohon Banding sebesar Rp.429.082.842,00 dikabulkan oleh Majelis, maka Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding; |
||||||||||||||||||||||||||||||
Mengingat | : | Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundangundangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini, | ||||||||||||||||||||||||||||||
Memutuskan | : | Menyatakan
mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-849/WPJ.19/BD.05/2011
tanggal 19 September 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai
dengan Desember 2008 Nomor: 00026/204/08/092/10 tanggal 28 Juli 2010,
atas nama: PT. XXX yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.