Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1057/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
- ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal
Pajak;
- DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
- GHI, Kepala Seksi Peninjauan kembali, Sub Direktorat
Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
- JKL, Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan kembali
dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU- 4136/PJ/2015 tanggal 23
Desember 2015;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. YYY, tempat kedudukan di Gedung Y Lantai DD, Suite A, Jalan CC
Nomor D, Pasar Minggu,
Cilandak Timur;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put. 63970/PP/M.XIB/16/2015, tanggal 23 September 2015 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Keputusan Terbanding Nomor
KEP-1916/WPJ.19/2013 tanggal 24 Desember 2013 terhadap Surat Permohonan
Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa Nomor 00394/207/09/091/12 tanggal 13 November
2012 Masa Pajak Maret 2009, maka dengan ini Pemohon Banding mengajukan
permohonan banding atas keputusan tersebut dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
- Koreksi Positif Biaya Warranty Replacement (Akun SRE31)
Sebesar
Rp6.841.001.296,00 dengan Alasan Dianggap Sebagai Pemberian Cuma-Cuma;
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi positif tersebut
dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa sebagaimana telah dinyatakan secara tertulis dalam Purchase Order
(PO) harga jual sudah termasuk warranty (jaminan) selama dua belas
bulan.
Dalam harga jual tersebut tentu saja sudah memperhitungkan timbulnya
kewajiban dalam masa warranty. Pemohon Banding telah menyampaikan PO
tersebut baik kepada Pemeriksa pada saat pemeriksaan pajak maupun
kepada Terbanding pada saat pengajuan keberatan. Jaminan purnajual
(garansi atau warranty) sudah merupakan suatu kelaziman dalam dunia
bisnis perdagangan kendaraan bermotor termasuk alat berat. Masa
warranty meliputi jangka waktu tertentu yaitu selama 12 bulan setelah
penyerahan barang, sehingga adalah lazim jika saat penyerahan suku
cadang untuk perbaikan dalam masa warranty berbeda dengan saat
penjualan unit alat berat. Melakukan perbaikan di kemudian hari
sehubungan dengan warranty merupakan kewajiban penjual yang telah
diatur dalam perjanjian pada saat penjualan barang (di dalam PO) dan
penjual sudah memperoleh atau menerima tambahan kemampuan ekonomi saat
penjualan barang tersebut;
Bahwa dengan demikian dapat Pemohon Banding tegaskan bahwa apa yang
disampaikan oleh Terbanding dalam Surat Pemberitahuan untuk Hadir dan
Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan Nomor
S-4317/WPJ.19/2013 tertanggal 4 Desember 2013 yang menyatakan Pemohon
Banding tidak dapat membuktikan bahwa penggantian (warranty) telah
dibayar pada saat penjualan unit alat berat karena ada perbedaan waktu
antara saat penyerahan BKP (unit) dan penyerahan BKP (suku cadang) saat
terjadi claim warranty oleh customer adalah tidak beralasan.
Perbedaan waktu penyerahan BKP (unit) dengan waktu penyerahan BKP (suku
cadang) adalah sesuatu yang lazim terjadi karena jaminan (warranty)
diberikan dalam jangka waktu 12 bulan setelah penyerahan barang (unit)
dan umumnya kerusakan itu baru terjadi setelah barang tersebut
diserahkan kepada pembeli;
- Koreksi Positif Pajak Masukan Sebesar Rp68.156.386,00
dengan Alasan Hasil Klarifikasi Diperoleh Jawaban Tidak Ada;
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi tersebut dengan
alasan sebagai berikut:
- Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
Tahun 1984, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan:
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya telah
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena
Pajak;
- Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang PPN Tahun 1984,
sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
menyatakan, “Pajak Masukan suatu Masa Pajak dikreditkan
dengan
Pajak Keluaran Masa Pajak yang sama”;
- Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN Tahun 1984,
sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 mengatur
tentang Pajak Masukan yang tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak
Keluaran menyatakan:
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat
diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
- Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa
sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan;
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- Dihapus;
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat,
dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur
Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (6);
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
- Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau
Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2a);
Bahwa Pajak Masukan sebesar Rp68.156.386,00 yang telah Pemohon Banding
perhitungkan dengan Pajak Keluaran Masa Pajak Maret 2009 adalah Pajak
Masukan karena:
- Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak; dan/atau
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar daerah pabean
dan/atau impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 24
Undang-Undang PPN Tahun 1984 sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009; dan
- Tidak berkaitan dengan pengeluaran untuk hal-hal
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat 8 Undang-Undang PPN Tahun 1984 sebagaimana
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
- Pajak Masukan tersebut juga telah Pemohon Banding bayar
melalui
Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual yang menerbitkan Faktur Pajak
Masukan dan bukti pembayaran tersebut siap Pemohon Banding serahkan
jika diminta;
- Perolehan Barang dan Jasa Kena Pajak tersebut berhubungan
dengan kegiatan usaha Perusahaan Pemohon Banding (pembeli) dan terkait
dengan penyerahan yang terutang PPN;
Bahwa oleh karena itu, maka Pajak Masukan tersebut menurut Pemohon
Banding merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran walaupun hasil klarifikasi Terbanding atas Pajak Masukan
tersebut dinyatakan “tidak ada”, karena Pajak
Masukan
tersebut telah dibayar oleh Pemohon Banding melalui PKP penjual dan
dilengkapi bukti pemungutan Faktur Pajak yang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka menurut perhitungan
Pemohon Banding besarnya PPN yang kurang dibayar Masa Pajak Maret 2009
adalah sebagai berikut:
PPN
yang Kurang Dibayar Sesuai KEP-1916/WPJ.19/2013 |
Rp752.256.516,00 |
Dikurangi: |
|
-
Koreksi PPN atas Biaya Warranty |
Rp
684.100.130,00 |
-
Koreksi PPN Masukan |
Rp
68.156.386,00 |
PPN
yang Kurang Dibayar |
NIHIL |
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.
63970/PP/M.XIB/16/2015, tanggal 23 September 2015 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1916/WPJ.19/2013 tanggal 24
Desember 2013 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak
Maret 2009 Nomor 00394/207/09/091/12 tanggal 13 November 2012, atas
nama: PT. YYY, NPWP 02.xxxx, beralamat di Gedung Y Lantai DD, Suite A,
Jalan CC Nomor D, Pasar Minggu, Cilandak Timur 12xxx, sehingga Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2009, dihitung
kembali menjadi sebagai berikut:
1.
Dasar Pengenaan Pajak: |
|
a. Ekspor |
Rp
9.630.397.516,00 |
b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri: |
Rp
600.897.412.024,00 |
c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut |
Rp
187.299.427.542,00 |
d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut |
Rp
5.381.033.208,00 |
e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN |
Rp
0,00 |
f. Jumlah seluruh penyerahan |
Rp
803.208.270.290,00 |
2.
Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri |
Rp
59.687.413.042,00 |
3.
Pajak yang dapat diperhitungkan: |
Rp
286.648.550.157,00 |
4.
Perhitungan PPN yang Kurang/(Lebih) Bayar |
Rp(226.961.137.115,00) |
5.
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke masa berikutnya |
Rp
227.675.420.940,00 |
6.
PPN yang Kurang Bayar |
Rp
714.283.825,00 |
7.
Sanksi Administrasi Kenaikan Pasal 13 ayat (3) UU KUP |
Rp
714.283.825,00 |
8.
Jumlah PPN yang masih harus dibayar |
Rp
1.428.567.650,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 63970/PP/M.XIB/16/2015,
tanggal 23 September 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada tanggal 16 Oktober 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-4136/PJ/2015 tanggal 23 Desember 2015, diajukan
permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak pada tanggal 6 Januari 2016, dengan disertai
alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
tersebut pada tanggal 6 Januari 2016;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 10
Februari 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan
Jawaban yang ditujukan di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada
tanggal 8 Maret 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.63970/PP/M.XIB/16/2015 tanggal 23 September 2015, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut,
karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta
hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau
setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti
maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya,
sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah
digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang
nyatanyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra
legem), khususnya peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku;
- Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas
sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a
quo halaman 32 - 33, antara lain berbunyi sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding dalam penjualannya telah menjanjikan adanya
Warranty kepada pembeli barang yang dijualnya;
Bahwa dalam pelaksanaan warranty Pemohon Banding memberikan jasa dan
menggunakan spare part dalam persediaan, yang kemudian atas spare part
yang digunakan diganti dalam bentuk tunai senilai harga beli oleh
Caterpillar USA dengan cara mengekspor spare part bekas yang digantikan
dalam pelaksanaan warranty, yang oleh Pemohon Banding menyebut sebagai
"returnable part";
Bahwa Pemohon Banding mengeluarkan beban dalam bentuk jasa atas
pelaksanaan warranty kepada pihak ketiga sebagai konsekuensi
pelaksanaan janji yang sebelumnya telah diperbuat pada saat penjualan
unit, dan atas beban pemberian jasa tidak mendapat penggantian dari
Caterpillar USA;
Bahwa Pemohon Banding telah menghitung nilai warranty dalam penyerahan
harga unit dan telah menyetorkan serta melaporkan PPN Keluaran atas
penyerahan unit kepada pihak ketiga, mengeluarkan beban dalam bentuk
jasa atas pelaksanaan warranty kepada pihak ketiga sebagai konsekuensi
pelaksanaan janji yang sebelumnya telah diperbuat pada saat penjualan
unit;
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan pengkreditan PPN Impor atas impor
dalam satuan unit atas barang yang dijual dan diberikan warranty;
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan penyerahan dalam satuan unit dan
telah melakukan penyetoran dan pelaporan atas PPN Keluaran;
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan pengkreditan PPN Impor atas impor
dalam bentuk spare part yang dimasukkan dalam persediaan, kemudian
diserahkan kepada pihak ketiga sebagai pendapatan dan digunakan dalam
pelaksanaan warranty;
bahwa Pemohon Banding telah melakukan penyerahan spare part kepada
pihak ketiga dalam pelaksanaan warranty;
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Majelis berkesimpulan untuk
mengabulkan banding Pemohon Banding dan membatalkan koreksi Terbanding
atas DPP pemberian cuma-cuma dalam bentuk jasa pelaksanaan warranty
untuk Masa Maret sebesar Rp80.227.735,00 dan mempertahankan koreksi
Terbanding atas DPP pemberian cuma-cuma dalam bentuk penggunaan barang
(BKP) yaitu spare part pada pelaksanaan warranty, yang oleh Pemohon
Banding disebut sebagai "returnable part", yang diganti oleh
Caterpillar USA;
- Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan
pokok
sengketa Peninjauan Kembali ini dan digunakan sebagai dasar pengajuan
Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak,antara lain mengatur :
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
- Surat atau tulisan;
- Keterangan ahli;
- Keterangan para saksi;
- Pengakuan para pihak; dan/atau
- Pengetahuan Hakim;
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya disebut UU KUP) mengatur sebagai
berikut:
Pasal 28 ayat (3):
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya;
Pasal 29 ayat (1):
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN), antara lain mengatur:
Pasal 1A ayat (1) huruf d;
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah
pemakaian sendiri dan atau pemberian cumacuma atas Barang Kena Pajak;
Pasal 4 huruf a;
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Pasal 4 huruf c:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Penjelasan Pasal 4 huruf c:
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syaratsyarat sebagai
berikut:
- Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
- Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
- Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya;
Pasal 4A ayat (3):
Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok
jasa sebagai berikut:
- Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
- Jasa di bidang pelayanan sosial;
- Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
- Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna
usaha dengan hak opsi;
- Jasa di bidang keagamaan;
- Jasa di bidang pendidikan;
- Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah
dikenakan pajak tontonan;
- Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
- Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
- Jasa di bidang tenaga kerja;
- Jasa di bidang perhotelan;
- Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum;
- Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
KEP-87/PJ/2002 tanggal 18 Februari 2002, mengatur sebagai berikut:
Pasal 1 angka 3:
Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak adalah pemberian yang diberikan
tanpa imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan
produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang untuk promosi kepada
relasi atau pembeli;
Pasal 1 angka 4:
Pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak adalah pemberian Jasa Kena Pajak
yang dilakukan kepada pihak lain tanpa imbalan pembayaran;
Pasal 1 angka 5:
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena
Pajak untuk tujuan produktif adalah pemakaian Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk keglatan
produksi selanjutnya atau untuk kegiatan yang mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan;
Pasal 4 ayat (1):
Atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara
tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual terutang Pajak
Pertambahan Nilai dan hams diterbitkan Faktur Pajak;
Pasal 4 ayat (2):
Atas pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak terutang Pajak Pertambahan
Nilai dan harus diterbitkan Faktur Pajak;
Pasal 4 ayat (3):
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang harus dipungut dan disetor oleh
Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan;
Pasal 4 ayat (4):
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar merupakan Pajak Keluaran;
Pasal 4 ayat (5):
Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang adalah Harga Jua! atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
- Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang
berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di
Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan
Pengadilan Pajak Nomor: Put.63970/PP/M.XIB/16/2015 tanggal 23 September
2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang
nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis
Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas
dengan alasan sebagai berikut:
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali melakukan koreksi atas
DPP PPN Masa Pajak Maret 2009 sebesar Rp6.841.001.296,00 karena
terdapat warranty replacement yang merupakan pemberian barang dan jasa
kena pajak cuma-cuma yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali kepada
pelanggannya;
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan
koreksi
tersebut karena warranty replacement sudah diperhitungkan dengan harga
jual dan biaya tersebut diprovisikan pada saat terjadinya penjualan;
- Bahwa dengan demikian materi sengketa adalah sengketa
yuridis
dan uji bukti atas warranty replacement sebesar Rp6.841.001.296,00
apakah warranty yang sebenarnya merupakan pemberikan BKP/JKP secara
cuma-cuma, PPNnya sudah diperhitungkan oleh Termohon Peninjauan Kembali
dalam harga jual;
- Bahwa berdasarkan data-data dan fakta-fakta pada saat
pemeriksaan, keberatan, dan banding diperoleh informasi sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan KKP
pemeriksa, terdapat penyerahan BKP dan JKP yang belum dilaporkan dan
dibuatkan faktur pajak sebesar Rp6.841.001.296,00 sebagai berikut:
a.
Penyerahan BKP: |
|
|
- 1600 PARTSOH (Parts Stock on Hand) |
Rp
14.836.030 |
|
- 1600 CORESOH (Remain Core Stock on Hand) |
Rp
6.745.937.631 |
|
b.
Penyerahan JKP: |
|
|
- 6304 SRE03 (Salary Servicemen Reccovery) |
Rp
80.227.735 |
|
Jumlah
penyerahan BKP dan JKP (Pemberian Cuma-Cuma) |
|
Rp
6.841.001.296 |
- Bahwa berdasarkan fakta hasil pemeriksaan, alasan
keberatan, dan proses penelitian keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali
mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
- Termohon Peninjauan Kembali tidak menyangkal
fakta
adanya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak terkait
penggantian dalam rangka garansi (warranty replacement) sebesar
Rp6.841.001.296,00 selama periode Maret 2009;
- Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat
menunjukkan bahwa warranty replacement telah masuk dalam perhitungan
harga jual produk;
- Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat
menunjukkan
bahwa warranty replacement telah masuk dalam perhitungan harga juai
pabrikan kepada dealer yang ditunjuk;
- Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat
menjelaskan atas unit yang mana aksesoris/spare parts tersebut terlekat;
- Fakta pembukuan. menunjukkan bahwa pencatatan
jumlah
persediaan barang dagangan yang dikeluarkan dari gudang tidak
dipisahkan antara barang yang keluar untuk dijual dengan barang yang
keluar untuk mengganti (pelayanan purnajual);
- Bahwa berdasarkan fakta tersebut, Pemohon
Peninjauan
Kembali berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1)
huruf d Undang-Undang PPN, jumlah sebesar Rp6.745.937.531,00 merupakan
warranty replacement yang termasuk dalam pengertian pemberian barang
secara cuma-cuma dan sebesar Rp80.227.735,00 merupakan jasa service
dalam rangka purna jual yang tidak termasuk dalam kelompok jasa yang
tidak dikenakan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A ayat (3),
sehingga warranty replacement sebesar Rp6.745.937.531,00 dan jasa
service dalam rangka purna jual sebesar Rp80.227.735,00 merupakan BKP
dan JKP yang terhutang PPN;
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan
koreksi tersebut dengan alasan sebagai berikut:
- Bahwa bukti biaya warranty (warranty replacement)
telah
masuk dalam perhitungan harga pokok produk dapat dilihat dalam Kartu
Harga Pokok Penjualan yang dalam pembukuan Termohon Peninjauan Kembali
berupa Equipment Transaction Register (ETR);
- Bahwa dalam ETR tersebut tercatat semua biaya
yang
membentuk harga pokok penjualan dari masing-masing produk (unit) yang
meliputi harga barang dari pabrikan, Bea Masuk, transport, dan biaya
warranty sebesar 1,5% dari harga jual serta biaya lainnya;
- Bahwa jika biaya warranty dilaporkan dalam akun
harga
pokok penjualan masing-masing unit, maka akan mempersulit manajemen
mengetahui total biaya warranty yang telah dicadangkan dan juga
mempersulit manajemen mengevaluasi kecukupan cadangan biaya warranty
tersebut. Untuk memudahkan pengawasan manajemen atas biaya warranty
sebesar 1,5% tersebut kemudian dikeluarkan dari ETR dan dibukukan dalam
satu akun yaitu SRE31 Warranty Replacement;
- Bahwa Purchase Order (PO) adalah dokumen yang
berfungsi
sebagai Perjanjian Jual Beli antara Termohon Peninjauan Kembali dengan
pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Bahwa dalam PO tersebut berisi kesepakatan antara
Termohon Peninjauan Kembali dengan pembeli mengenai harga jual barang
dan jaminan (warranty) yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali
kepada pembeli;
- Bahwa kesepakatan tersebut memberikan hak kepada
Termohon Peninjauan Kembali untuk menerima pembayaran uang dari pembeli
sebesar jumlah yang disepakati di dalam PO dan mewajibkan Termohon
Peninjauan Kembali melakukan penggantian dan atau perbaikan apabila
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan barang yang diserahkan tersebut
mengalami kerusakan yang bukan disebabkan oleh kesalahan penggunaan
oleh pembeli dengan tanpa dipungut biaya tambahan;
- Bahwa dengan demikian, maka jelas bahwa harga
jual yang
dibayar oleh pembeli sudah termasuk biaya warranty yang mungkin timbul
di kemudian hari;
- Bahwa oleh karena dalam harga jual sudah termasuk
biaya
warranty, maka Termohon Peninjauan Kembali tidak melihat pentingnya
menyelenggarakan pembukuan yang dapat mengetahui setiap aksesoris/spare
part yang melekat pada unit tertentu, demikian pula perlunya membuat
catatan khusus yang memisahkan antara barang yang keluar untuk dijual
dengan barang yang dipakai untuk penggantian;
- Bahwa menurut pendapat Termohon Peninjauan
Kembali oleh
karena dalam harga jual sudah dihitung biaya warranty, maka harga jual
atas suku cadang yang digunakan untuk melakukan penggantian tersebut
dikemudian hari, sudah dibayar oleh pembeli pada saat pembelian unit;
- Bahwa oleh karena di dalam harga jual sudah
termasuk
biaya warranty yang timbul di kemudian hari, maka kepada Majelis Hakim
Termohon Peninjauan Kembali mohon agar koreksi positif biaya warranty
yang dianggap sebagai pemberian cuma-cuma kiranya dapat dibatalkan;
- bahwa sedangkan jasa perbaikan dalam rangka
layanan
purna jual sebesar Rp80.227.735,00 sebenarnya berasal dari biaya tenaga
kerja dalam rangka pelaksanaan warranty yang juga telah diperhitungkan
dengan harga pokok penjualan;
- Bahwa Majelis dalam pertimbangan amarnya memberikan
pendapat sebagai berikut:
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali dalam
penjualannya telah menjanjikan adanya Warranty kepada pembeli barang
yang dijualnya;
- Bahwa dalam pelaksanaan Warranty Termohon
Peninjauan
Kembali memberikan jasa dan menggunakan spare part dalam persediaan,
yang kemudian atas spare part yang digunakan diganti dalam bentuk tunai
senilai harga beli oleh Caterpillar USA dengan cara mengekspor spare
part bekas yang digantikan dalam pelaksanaan warranty, yang oleh
Termohon Peninjauan Kembali disebut sebagai "returnable part";
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali mengeluarkan
beban
dalam bentuk jasa atas pelaksanaan warranty kepada pihak ketiga sebagai
konsekuensi pelaksanaan janji yang sebelumnya telah diperbuat pada saat
penjualan unit, dan atas beban pemberian jasa tidakmendapat penggantian
dari Caterpillar USA;
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah
menghitung
nilai warranty dalam penyerahan harga unit dan telah menyetorkan serta
melaporkan PPN Keluaran atas penyerahan unit kepada pihak ketiga,
mengeluarkan beban dalam bentuk jasa atas pelaksanaan warranty kepada
pihak ketiga sebagai konsekuensi pelaksanaan janji yang sebelumnya
telah diperbuat pada saat penjualan unit;
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah melakukan
pengkreditan PPN Impor atas impor dalam satuan unit atas barang yang
dijual dan diberikan warranty;
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah melakukan
penyerahan dalam satuan unit dan telah melakukan penyetoran dan
pelaporan atas PPN Keluaran;
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah melakukan
pengkreditan PPN Impor atas impor dalam bentuk spare part yang
dimasukkan dalam persediaan, kemudian diserahkan kepada pihak ketiga
sebagai pendapatan dan digunakan dalam pelaksanaan warranty;
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah melakukan
penyerahan spare part kepada pihak ketiga dalam pelaksanaan warranty;
- Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas,
Majelis
berkesimpulan untuk mengabulkan banding Termohon Peninjauan Kembali dan
membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP pemberian
cuma-cuma dalam bentuk jasa pelaksanaan warranty untuk Masa Maret
sebesar Rp80.227.735,00 dan mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan
Kembali atas DPP pemberian cuma-cuma dalam bentuk penggunaan barang
(BKP) yaitu spare part pada pelaksanaan warranty, yang oleh Termohon
Peninjauan Kembali disebut sebagai "returnable part", yang diganti oleh
Caterpillar USA;
- Bahwa berdasarkan data-data dan fakta-fakta pada saat
pemeriksaan, keberatan, dan banding dihubungkan dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, Pemohon Peninjauan Kembali
berpendapat sebagai berikut:
- Bahwa menurut Pasal 1 A ayat (1) huruf d
Undang-Undang
PPN, pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma termasuk dalam
pengertian penyerahan barang kena pajak.
Maksud dikenakannya PPN atas pemakaian sendiri dan/atau pemberian
cuma-cuma karena pada saat perolehan barang yang dipakai sendiri atau
diberikan secara cuma-cuma tersebut terdapat pajak masukan yang telah
dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali, oleh karena Indonesia
menganut sistem PK-PM dalam pemungutan PPNnya, maka pada saat pemberian
BKP secara cuma-cuma tersebut, terdapat PPN yang terhutang;
- Bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas akun
SRE
31 (warranty replacement) sebesar Rp6.841.001.296,00 berasal dari akun
1600 Coresoh sebesar nilai pemakaian part Rp6.745.937.531,00 ditambah
dengan nilai salary akun SRE 03 sebesar Rp80.227.735,00;
- Bahwa dalam suratnya Termohon Peninjauan Kembali
menjelaskan pencatatan akuntansi atas biaya warranty (SRE31 Warranty
Replancement) sebagai berikut:
- Bahwa dalam setiap penjualan unit Termohon
Peninjauan
Kembali memberikan jaminan/warranty kepada pelanggan untuk jangka waktu
12 bulan sejak penyerahan barang. Jaminan/warranty ini dinyatakan
secara tertulis dalam Purchase Order (PO) yang merupakan perjanjian
tertulis antara pembeli dan penjual. Sebagai konsekuensi hukum dari
perjanjian yang dinyatakan dalam PO tersebut, maka semua biaya yang
berkaitan dengan pekerjaan warranty menjadi beban Termohon Peninjauan
Kembali sebagai penjual dan pembeli tidak dikenakan biaya atas
pekerjaan warranty tersebut;
- Bahwa apabila dalam pekerjaan warranty tersebut
terdapat komponen/suku cadang yang mengalami kerusakan, maka suku
cadang yang rusak tersebut akan diganti oleh Termohon Peninjauan
Kembali. Selanjutnya oleh Termohon Peninjauan Kembali, suku cadang yang
rusak tersebut dikembalikan ke Caterpillar, oleh Caterpillar suku
cadang yang rusak dihargai sebesar harga dealer nett;
- Bahwa harga dealer nett adalah harga jual
Caterpillar
kepada dealer (Termohon Peninjauan Kembali) tidak termasuk Bea Masuk,
biaya transport, dan asuransi yang dibayar oleh Termohon Peninjauan
Kembali sehubungan dengan perolehan suku cadang tersebut;
- Bahwa cadangan biaya warranty yang telah
diperhitungkan
dalam harga jual sebesar 1,5% dari harga tersebut dibentuk antara lain
untuk menutupi selisih antara harga perolehan suku cadang dari
Caterpilar dengan harga yang dibayar oleh Caterpilar atas suku cadang
yang dikembalikan ke Caterpilar;
- Bahwa Warranty Replacement sudah disisihkan pada
saat
penjualan yaitu sebesar 1,5% dari harga jual yang sudah dikenakan PPN.
Karena sudah dibentuk suatu cadangan, setiap pelaksanaan warranty
dibebankan kepada akun Warranty Replacement. Salary Serviceman Recovery
adalah biaya untuk mekanik. Dalam pelaksanaan warranty pasti diperlukan
tenaga mekanik yang berasal dari internal Termohon Peninjauan Kembali.
Mekanik tersebut sudah dibayar gajinya setiap bulan dan sudah dipotong
PPh Pasal 21;
- Bahwa parts yang digunakan untuk warranty akan
diganti
oleh prinsipal (Caterpilar) berupa uang senilai parts tersebut,
sedangkan untuk jasa pemasangan tidak diganti. Apabila ada parts yang
diganti, maka pada saat penggantian parts yang baru tidak dibebankan
sebagai biaya, sementara parts yang sudah rusak masuk kembali ke
inventory yang kemudian akan diekspor kembali untuk mendapat
penggantian. Apabila nilai pencadangan lebih besar dari nilai
penggantian maka akan menjadi pendapatan Iain-Iain. Penghasilan dicatat
sebesar harga jual tanpa dikurangi dengan pencadangan;
- Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali, warranty
replacement sebesar Rp6.841.001.296,00 merupakan pemberian barang kena
pajak cuma-cuma sebesar Rp6.745.937.531,00 dan pemberian jasa kena
pajak cumacuma sebesar Rp80.227.735,00 yang diserahkan oleh Termohon
Peninjauan Kembali kepada pelanggan dimana Termohon Peninjauan Kembali
belum memungut PPN atas warranty replacement tersebut dengan
argumentasi sebagai berikut:
- Bahwa dalam kasus ini terdapat dua peristiwa
penyerahan
barang kena pajak dan atau / jasa kena pajak, yaitu saat penjualan alat
berat dan saat penggantian spare part. Saat penjualan alat berat
berbeda waktunya dengan saat penggantian sparepart dimana penjualan
alat berat mendahului penggantian sparepart. Penggantian sparepart
terjadi setelah diketahui terdapat kerusakan pada alat berat, sehingga
tidak dapat dikatakan bahwa PPN atas penggantian sparepart telah
dibayar pada saat penjualan alat berat karena belum ada peristiwa
penggantian spare part pada saat penjualan alat berat;
- Bahwa dalam kasus ini terdapat dua jenis barang
kena
pajak yang berbeda, yaitu alat berat dan sparepart. Alat berat
merupakan BKP yang sudah dikenakan PPN pada saat penjualan. Sedangkan
spare part merupakan sparepart baru yang diambil oleh Termohon
Peninjauan Kembali dari persediaan dimana spare part tersebut digunakan
untuk mengganti sparetpart alat berat yang rusak. Spare part baru yang
diambil dari stok persediaan ini pada saat perolehannya terdapat PPN
pajak masukan yang telah dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali,
oleh karena Indonesia menganut sistem PK-PM dalam pemungutan PPNnya,
maka pada saat penggantian spare part dalam rangka pelaksanaan
warranty, penyerahan spare part tersebut harus dikenakan PPN;
- Bahwa selain terdapat spare part baru yang
digunakan
pada saat pelaksanaan warranty terdapat pula jasa dalam rangka
penggantian spare part. Jasa penggantian sparepart merupakan jasa yang
tidak termasuk dalam kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN. Selain itu
penyerahan jasa penggantian sparepart sudah memenuhi syarat sebagai
penyerahan jasa kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
Undang-Undang PPN;
- Bahwa pada faktanya, penyerahan sparepart baru
dan jasa
dalam rangka penggantian sparepart diberikan oleh Termohon Peninjauan
Kembali kepada pembeli tanpa imbalan apapun (cuma-cuma);
- Bahwa pemberian BKP/JKP secara cuma-cuma sesuai
Pasal
1A ayat (1) huruf d Undang-Undang PPN dan Pasal 1 ayat (3) dan (4),
Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor :
KEP-87/PJ./2002 tanggal 18 Februari 2002 terhutang PPN. Dengan demikian
sparepart baru dan jasa dalam rangka penggantian sparepart yang
diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali secara cuma-cuma terhutang
PPN;
- Bahwa pada purchase order terdapat pernyataan
bahwa
Termohon Peninjauan Kembali akan memberikan penggantian atas penjualan
alat berat apabila terdapat kerusakan selama masa garansi, namun pada
faktanya dalam pelaksanaan warranty, Termohon Peninjauan Kembali
menggunakan sparepart yang ada dalam persediaan, kemudian atas
sparepart tersebut diganti oleh principal (Caterpilar USA) senilai
harga beli dalam bentuk tunai dan atas sparepart bekas yang rusak,
Termohon Peninjauan Kembali mengekspor kembali (returnable part) kepada
Caterpilar USA. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang menanggung
biaya sparepart apabila terdapat kerusakan sebenarnya adalah Caterpilar
USA, bukan Termohon Peninjauan Kembali;
- Bahwa warranty replacement sebenarnya merupakan
pencadangan biaya yang disisihkan sebesar 1,5% dari harga jual.
Warranty replacement ditujukan untuk menutupi selisih antara harga
perolehan suku cadang dengan harga yang dibayar oleh Caterpilar atas
suku cadang yang dikembalikan. Apabila nilai pencadangan lebih besar
dari nilai penggantian maka akan menjadi pendapatan Iain-Iain bagi
Termohon Peninjauan Kembali. Oleh karenanya pada saat penjualan alat
berat belum diketahui berapa biaya warranty sebenarnya yang ditanggung
oleh Termohon Peninjauan Kembali, karena belum ada penggantian
spareparts, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa PPN atas biaya
warranty sudah dikenakan pada saat penjualan;
- Bahwa selain itu, berdasarkan fakta hasil
pemeriksaan,
Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan bahwa warranty
replacement yang sudah dibebankan termasuk dalam penghitungan harga
pokok yang kemudian menjadi dasar perhitungan harga jual, Termohon
Peninjauan Kembali juga tidak dapat menjelaskan atas unit yang mana
sparepart baru tersebut terlekat, dan dari fakta pembukuan menunjukkan
bahwa pencatatan jumlah persediaan barang dagangan yang dikeluarkan
tidak dipisahkan antara barang yang keluar untuk dijual dengan barang
yang keluar untuk mengganti (purna jual). Fakta-fakta tersebut sesuai
dengan penjelasan Termohon Peninjauan Kembali dalam surat bantahannya
sebagaimana tertera pada halaman 18 huruf c Putusan Pengadilan Pajak a
quo yang menyatakan bahwa jika biaya warranty dilaporkan dalam akun
harga pokok penjualan masing-masing unit, maka akan mempersulit
manajemen mengetahui total biaya warranty yang telah dicadangkan dan
juga mempersulit manajemen mengevaluasi kecukupan cadangan biaya
warranty tersebut. Untuk memudahkan pengawasan manajemen atas biaya
warranty sebesar 1,5% tersebut kemudian dikeluarkan dari ETR dan
dibukukan dalam satu akun yaitu SRE31 Warranty Replacement dan halaman
18 huruf f Putusan Pengadilan Pajak a quo yang menyatakan bahwa oleh
karena dalam harga jual sudah termasuk biaya warranty, maka Termohon
Peninjauan Kembali tidak melihat pentingnya menyelenggarakan pembukuan
yang dapat mengetahui setiap aksesoris/spare part yang melekat pada
unit tertentu, demikian pula perlunya membuat catatan khusus yang
memisahkan antara barang yang keluar untuk dijual dengan barang yang
dipakai untuk penggantian;
- Bahwa dengan demikian terbukti bahwa Termohon
Peninjauan Kembali belum memungut PPN atas warranty replacement sebesar
Rp6.841.001.296,00 yang sebenarnya merupakan pemberian barang kena
pajak cuma-cuma sebesar Rp6.745.937.531,00 dan pemberian jasa kena
pajak cuma-cuma sebesar Rp80.227.735,00 dimana berdasarkan Pasal 1A
ayat (1) huruf d Undang-Undang PPN dan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2)
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-87/PJ./2002 tanggal 18
Februari 2002, pemberian cuma-cuma barang kena pajak dan/atau jasa kena
pajak terhutang PPN;
- Bahwa atas pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang
tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP
pemberian jasa cuma-cuma sebesar Rp80.227.735,00, Pemohon Peninjauan
Kembali menanggapi sebagai berikut:
- Bahwa jasa penggantian sparepart tidak termasuk
dalam
kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN sesuai dengan Pasal 4A ayat (3)
Undang-Undang PPN;
- Bahwa penyerahan jasa penggantian sparepart sudah
memenuhi syarat sebagai penyerahan jasa kena pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN;
- Bahwa berdasarkan fakta, dalam rangka mengganti
spare
part yang rusak Termohon Peninjauan Kembali memberikan jasa penggantian
sparepart kepada pelanggan secara cuma-cuma;
- Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
KEP-87/PJ./2002 tanggal 18 Februari 2002 menyatakan:
Pasal 1 ayat (4):
Pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak adalah pemberian Jasa Kena Pajak
yang dilakukan kepada pihak lain tanpa imbalan pembayaran;
Pasal 4 ayat (2):
Atas Pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak terutang Pajak Pertambahan
Nilai dan harus diterbitkan Faktur Pajak;
- Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut pemberian jasa
warranty yang diberikan secara cuma-cuma oleh Termohon Peninjauan
Kembali kepada pelanggan terhutang PPN;
- Bahwa selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak
dalam
pendapatnya secara tersirat mempertimbangkan adanya penggantian
pembayaran jasa dari Caterpilar USA, menurut Pemohon Peninjauan Kembali
ada/tidaknya penggantian dari Caterpilar USA tidak dapat dijadikan
pertimbangan karena menurut ketentuan Pasal 4 ayat (2) Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-87/PJ./2002 tanggal 18 Februari
2002 jasa kena pajak yang diberikan secara cuma-cuma nyatanyata
terhutang PPN, disamping itu Termohon Peninjauan Kembali sudah
mencadangkan dana sebelumnya sebesar 1,5% dari harga jual untuk jasa
penggantian sparepart, sehingga pengenaan PPNnya tidak perlu menunggu
ada/tidaknya penggantian dari Caterpilar USA;
- Bahwa dengan demikian pendapat Majelis Hakim
Pengadilan Pajak yang
tidak mempertahankan DPP PPN dari pemberian jasa cuma-cuma sebesar
Rp80.227.735,00 nyata-nyata diputus tidak sesuai dengan Pasal 78
Undang-Undang Pengadilan Pajak, yaitu
diputus tidak sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
KEP-87/PJ./2002 tanggal 18 Februari 2002;
- Bahwa dengan demikan Pemohon Peninjauan Kembali
sependapat
dengan pendapat Majelis yang tetap mempertahankan koreksi Pemohon
Peninjauan Kembali atas DPP pemberian Barang Kena Pajak cuma-cuma
sebesar Rp6.745.937.531,00 dan tidak sependapat dengan pendapat Majelis
yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP
pemberian Jasa Kena Pajak cuma-cuma sebesar Rp80.227.735,00, oleh
karenanya Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan Peninjauan Kembali atas
DPP PPN atas Pemberian Jasa Kena Pajak Secara Cuma-Cuma sebesar
Rp80.227.735,00 ke Mahkamah Agung;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi)
tersebut
di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan
nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara
a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang
berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada
pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah
salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang
perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi
ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.63970/PP/M.XIB/16/2015 tanggal 23 September 2015 harus dibatalkan;
- Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak
Nomor Put.63970/PP/M.XIB/16/2015 tanggal 23 September 2015 yang
menyatakan:
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1916/WPJ.19/ 2013 tanggal
24 Desember 2013 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa
Pajak Maret 2009 Nomor 00394/207/09/091/12 tanggal 13 November 2012,
atas nama : PT. YYY, NPWP 02.025.873.7-091.000, beralamat di Gedung Y
Lantai DD, Suite A, Jalan CC Nomor D, Pasar Minggu, Cilandak Timur
12xxx, sehingga Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2009, dihitung
kembali menjadi,
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan
sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor
KEP-1916/WPJ.19/2013 tanggal 24 Desember 2013, mengenai keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2009 Nomor 00394/207/09/091/12 tanggal
13 November 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP 02.025.873.7-091.
000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi
Rp1.428.567.650,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
- a. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan
Kembali
dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai atas pemberian Cuma-Cuma sebesar Rp80.227.735,00 yang
tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak
dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali
dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali
tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang
terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan
Pajak, karena dalam perkara a quo berupa penyerahan jasa dan penyerahan
spare part baru dalam masa garansi sebagai penyerahan Cuma-Cuma
bersifat sukarela dan apabila tidak dipenuhi tidak mempunyai akibat
hukum sedangkan pemenuhan kewajiban garansi mempunyai akibat hukum
apabila tidak dipenuhi karena ada perjanjian sebelumnya antara penjual
dan pembeli yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi kedua
belah pihak, di samping itu penjual tidak menerima penggantian yang
dapat dinilai dengan uang yang pada hakekatnya merupakan service
excelent di bidang bisnis dan oleh karenanya koreksi Terbanding
(sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat
dipertahankan, karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan
Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan juncto Pasal 1A ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai;
- b. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan
Pajak
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Senin, tanggal 19 Juni 2017 oleh Dr. CCC, S.H., M.H., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
Dr. H.AAA, S.H., M.S. dan Dr. BBB, S.H.,
C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta
Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H.,
M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis :
ttd.
Dr. H.AAA, S.H., M.S.
ttd.
Dr. BBB, S.H.,
C.N.
|
|
Ketua
Majelis,
ttd.
Dr. CCC, S.H., M.H.
|
|
|
|
Biaya -
biaya :
1. Meterai...................... Rp
6.000,00
2. Redaksi .................... Rp
5.000,00
3. Administrasi ............. Rp
2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp
2.500.000,00 |
|
Panitera
Pengganti,
ttd.
DDD, S.H.,
M.H. |
Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.