PUTUSAN
Nomor 1826/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal AF Nomor X0-XX Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. D, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan Jenderal AF Nomor X0-XX Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: SKU-108/PJ./2016 tanggal 12 Januari 2016;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

PT. DFG INDONESIA, tempat kedudukan di Jalan XX VI Lot L-1, Kawasan Industri YY, Sukaluyu, Karawang;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.64225/PP/M.IIA/15/2015 tanggal 29 September 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut :

Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor: 026/KMI/FA-ACC/XII/2013 tanggal 27 Desember 2013, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan Nomor: KEP-1387/WPJ.22/BD.06/2013 tanggal 2 Oktober 2013 tentang Keberatan atas SKPKB PPh Badan tahun pajak 2010 Nomor: 00001/206/10/408/12 tanggal 10 Juli 2012. Surat Keputusan tersebut Pemohon Banding terima pada tanggal 3 Oktober 2013. Adapun alasan dan penjelasan Pemohon Banding menanggapi koreksi Terbanding yang masih dipertahankan dalam Surat Keputusan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
  1. Alasan Koreksi Terbanding;
    1. SKPKB PPh Badan tahun pajak 2008 Nomor: 00001/206/10/408/12;
      Sengketa: Koreksi Biaya Royalti Rp123.280.060;
      Bahwa menurut Pemeriksa atas biaya royalty sebesar Rp123.280.060,00 tersebut tidak dapat dibebankan karena tidak didukung oleh dokumen-dokumen transaksinya seperti Transfer Pricing Documentation, Hak Paten atas kepemilikan, ketentuan perundang-undangan HAKI di negara induk, dan sebagainya;
    1. Surat Keputusan Keberatan Nomor: KEP-1387/WPJ.22/BD.06/2013 tanggal 2 Oktober 2013;
      bahwa berdasarkan Surat Keputusan tersebut, keberatan Pemohon Banding atas koreksi biaya royalti tersebut di atas ditolak dengan alasan yang sama dengan Pemeriksa;
      Bahwa berdasarkan alasan tersebut perhitungan PPh Badan Tahun Pajak 2010 menurut Terbanding adalah sebagai berikut:

      Uraian Jumlah (Rp)
      Penghasilan Neto
      Kompensasi Kerugian
      Penghasilan Kena Pajak
      PPh Terutang
      Kredit Pajak
      PPh Kurang(Lebih) Dibayar
      Sanksi Administrasi
      Jumlah PPh ymh (Lebih) dibayar
      2.252.780.293
      (1.710.547.000)
      542.233.293
      115.738.642
      138.736.808
      (22.998.166)
      0
      (22.998.166)

  1. Alasan Pemohon Banding;
    Sengketa: Koreksi Biaya Royalti Rp123.280.060,00;

    Bahwa Pemohon Banding dengan tegas menolak alasan koreksi Terbanding atas biaya royalti sebesar Rp123.280.060,00 dengan alasan sebagai berikut:
    Bahwa alasan koreksi yang dilakukan Terbanding adalah atas biaya royalti tersebut tidak didukung oleh dokumen-dokumen transaksinya seperti Transfer Pricing Documentation, Hak Paten atas kepemilikan, ketentuan perundang-undangan HAKI di negara induk, dan sebagainya, merupakan alasan yang tidak sesuai dengan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), UU PPh dan ditegaskan lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-32/PJ/2011 yang menyatakan:
    "Transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
    1. transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud benar-benar terjadi;
    2. terdapat manfaat ekonomis atau komersial; dan
    3. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan Istimewa mempunyai nilai yang sama dengan transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding dengan menerapkan analisis kesebandingan";
    Bahwa berdasarkan Pasal 3, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-32/PJ/2011, diatur ketentuan sebagai berikut:
    • Ayat (2), Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
    • melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
    • menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
    • menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan
    • mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
    • Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar Rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
    Bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah produsen/pabrikan mold, XYa untuk dapat menciptakan produk mold dibutuhkan pengetahuan dan teknologi produksi mold. Dalam hal ini, Pemohon Banding tidak mengembangkan sendiri teknologi pembuatan mold (Pemohon Banding tidak memiliki fungsi riset dalam Perusahaan) sehingga Pemohon Banding bergantung pada teknologi pembuatan mold dari QQ Co. Ltd;
    Bahwa dengan menggunakan teknologi pembuatan mold dari QQ Co. Ltd. telah memungkinkan Pemohon Banding untuk dapat memproduksi mold dengan kualitas yang memenuhi standar permintaan pasar, sehingga jelas sekali manfaat ekonomis yang diterima oleh Pemohon Banding.
    Dengan kata lain, tanpa menggunakan teknologi pembuatan Mold dari QQ Co. Ltd., tidak mungkin Pemohon Banding dapat menjalankan kegiatan usahanya untuk memproduksi mold. Seandainyapun teknologi tersebut harus didapatkan dari pihak lain yang tidak memiliki hubungan istimewa dengan Pemohon Banding, maka pasti akan terdapat pembayaran biaya penggunaan teknologi dari Pemohon Banding kepada pihak pemilik/pemberi teknologi tersebut;
    Bahwa koreksi Terbanding tidak didasarkan pada analisis kesebandingan untuk menentukan kembali jumlah biaya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Sehingga, Terbanding tidak dapat menunjukkan nilai wajar yang seharusnya dibebankan oleh Pemohon Banding;
    Bahwa Terbanding telah mengakui eksistensi dari pembayaran biaya Royalti tersebut dalam perhitungan objek Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan PPh Pasal 26;
    Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya tersebut merupakan biaya sehubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Pemohon Banding.
    Oleh karena itu, Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim untuk membatalkan koreksi Terbanding atas biaya Royalty sebesar Rp123.280.060;
  1. Perhitungan Pajak Menurut Pemohon Banding;
    Bahwa berdasarkan penjelasan di atas menurut Pemohon Banding PPh Badan terutang untuk tahun pajak 2010 adalah sebagai berikut :
    Keterangan
    Menurut
    Terbanding
    Menurut Pemohon
    Banding
    Koreksi yang harus
    dibatalkan/
    (ditambah)
    Penghasilan Netto 2.252.780.293
    2.129.500.233
    123.280.060
    Kompensasi Kerugian (1.710.547.000)
    (1.710.547.000)
    -
    Penghasilan Kena pajak 542.233.293
    418.953.000
    123.280.293
    PPh Terutang 115.738.642
    89.423.206
    26.315.436
    Kredit pajak 138.736.808
    138.736.808
    -
    PPh yang kurang/(lebih) bayar (22.998.166)
    (49.313.602)
    (26.315.436)
    Sanksi administrasi
    -
    -
    -
    PPh yang masih harus (lebih) dibayar
    (22.998.166)
    (49.313.602)
    (26.315.436)
    Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.64225/ PP/M.IIA/15/2015 tanggal 29 September 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut :
    Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-1387/WPJ.22/BD.06/2013 tanggal 2 Oktober 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2010 Nomor : 00001/206/10/408/12 tanggal 17 Juli 2012, atas nama : PT. DFG Indonesia, NPWP: 0X.XXX.XX0.X-X0X.000, beralamat di : Jl. XX VI Lot L-1, Kawasan Industri YY, Sukaluyu, Karawang, sehingga perhitungan pajak yang masih harus (lebih) dibayar menjadi sebagai berikut :

    Penghasilan Netto
    Kompensasi Kerugian
    Penghasilan Kena pajak
    PPh Terutang
    Kredit pajak
    PPh yang kurang/(lebih) bayar
    Rp. 2.129.500.233,00
    (Rp. 1.710.547.000,00)
    Rp. 418.953.000,00
    Rp. 89.423.206,00
    Rp. 138.736.808,00
    (Rp. 49.313.602,00)

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.64225/PP/ M.IIA/15/2015 tanggal 29 September 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 28 Oktober 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: SKU-108/PJ./2016 tanggal 12 Januari 2016, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 20 Januari 2016, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 20 Januari 2016;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 5 Februari 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak mengajukan Jawaban sesuai surat yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut Nomor : TKM-359/PAN.Wk/2016 tanggal 30 Agustus 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Koreksi atas Biaya Usaha Lainnya berupa Biaya Royalti sebesar Rp123.280.060,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam halam 25-27 putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Bahwa menurut Majelis yang menjadi pokok sengketa banding ini adalah "Apakah pembebanan biaya royalty sebesar Rp123.280.060,00; yang tidak didukung dokumen transaksi yang memadai, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan?";
      Bahwa terkait dengan dokumen yang dijadikan alasan Terbanding untuk melakukan koreksi, antara lain berupa Transfer Pricing Document (TPDoc), menurut Majelis dalam pengungkapan TPDoc yang detil memang diwajibkan dilampirkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan;

      Wajib Pajak Badan, antara lain: 1) Daftar pihak yang mempunyai hubungan istimewa; 2) Rincian transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, mencakup jenis transaksi, nilai transaksi, metode penetapan harga, alasan penggunaan metode dan 3) Dokumentasi penetapan harga wajar;
      Bahwa menurut Majelis, TPDoc dapat digunakan untuk melihat apakah tarif royalti sudah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha adalah perusahaan memiliki rencana bisnis (business plan) yang baik. Sungguh beralasan untuk mengasumsikan bahwa perusahaan tentunya akan memiliki rencana bisnis yang baik sebagai basis untuk memulai suatu negosiasi penentuan tarif dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Rencana bisnis yang baik tentunya rencana bisnis yang cukup memadai untuk memungkinkan pengambil keputusar bagi manajemen perusahaan untuk melihat seluruh aspek baik faktor eksternal maupun internal, termasuk resiko, dan dampaknya ke depan bagi masa depan perusahaan;
      Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan bahwa kepemilikan saham QQ (lawan transaksi) pada Pemohon Banding sebesar 5% dan Terbanding menyatakan inti koreksi ini bukan transaksi dengan pihak berafiliasi namun adalah eksistensi pembuktian dari pembayaran royalty;
      bahwa dari uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan TPDoc dalam sengketa ini hanya digunakan untuk melihat apakah transaksi antara para pihak yang mempunyai hubungan istimewa sudah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Oleh karena transaksi dalam sengketa ini adalah transaksi antara Pemohon Banding dengan QQ Jepang pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa menurut Majelis alasan koreksi yang mengharuskan adanya TPDoc tidak tepat;
      Bahwa terkait dengan Hak Paten atas kepemilikan, menurut Pemohon Banding, terkait dengan royalty mengacu pada Unite Nation Model Double Taxation between Developed and developing Countries (UN Model) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembayaran royalty atas informasi/keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan adalah pembayaran royalty terkait dengan transfer informasi tertentu yang tidak dipatenkan. Transfer tersebut dapat dilakukan dalam bentuk instruksi, nasihat/saran, maupun pengajaran/pelatihan.
      Dengan demikian menurut Majelis hak paten kepemilikan harta/jasa tidak berwujud bukan merupakan persyaratan yang diwajibkan/mutlak dalam pembayaran royalty;
      Bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (3) P3B Indonesia - Jepang dinyatakan: "Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film-sinematografi dan film atau pita-pita untuk siaran radio atau televisi, paten, merek dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia atau pengolahan, atau penggunaan atau hak menggunakan perlengkapan-perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan";
      Bahwa Pemohon Banding menyatakan, Terbanding mengakui eksistensi dari pembayaran biaya royalty dalam perhitungan obyek Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan PPh Pasal 26;
      Bahwa dalam persidangan, Pemohon Banding menyampaikan bukti-bukti berupa P1 sampai dengan P11 untuk memperkuat dalil-dalilnya;
      Bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa besarnya penghasilan kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasiolan termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1), ..3) bunga, sewa, dan royalty; 4)...9);
      Bahwa dari uraian, bukti dan ketentuan tersebut di atas, Majelis berkeyakinan dan berpendapat atas pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada QQ Co.Ltd Jepang merupakan pembayaran biaya royalty yang dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto;
      Bahwa dengan demikian koreksi Terbanding atas pembayaran biaya professional fee yaitu berupa pembebanan biaya royalty sebesar Rp123.280.060,00 tidak dapat dipertahankan;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      1. Bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
        Pasal 69 ayat (1):
        Alat bukti dapat berupa:
        1. surat atau tulisan;
        2. keterangan ahli;
        3. keterangan para saksi;
        4. pengakuan para pihak; dan/atau
        5. pengetahuan Hakim;
        Pasal 76:
        Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
        Penjelasan Pasal 76:
        Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan;
        Pasal 77 ayat (3):
        Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung;
        Pasal 78:
        Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
        Penjelasan Pasal 78:
        Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
        Pasal 84 ayat (1) huruf f:
        Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
        1. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
        Pasal 91 huruf e:
        Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
        1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku;
      2. Bahwa Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya disebut dengan UU KUP), mengatur sebagai berikut:
        Pasal 1 angka 26:
        Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir;
        Pasal 28 ayat (1):
        Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan;
        Pasal 28 ayat (7):
        Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
      3. Bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut dengan UU PPh), antara lain mengatur sebagai berikut:
        Pasal 6 ayat (1):
        Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk:
        1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
          1. biaya pembelian bahan;
          2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
          3. bunga, sewa, dan royalti;
          4. biaya perjalanan;
          5. biaya pengolahan limbah;
          6. premi asuransi;
          7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
          8. biaya administrasi; dan
          9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
        Pasal 18 ayat (3):
        Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya;
        Pasal 18 ayat (4):
        Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila :
        1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
        2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
        3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat;
        Penjelasan Pasal 18 ayat (4):
        Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:
        1. kepemilikan atau penyertaan modal; atau
        2. adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi;
        Selain karena hal-hal tersebut, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan;
        Huruf a:
        Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung;
        Misalnya, PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa.;
        Apabila PT A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat juga terjadi antara orang pribadi dan badan;
        Huruf b:
        Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan;
        Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama.
        Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut;

    3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut :
      1. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali atas biaya royalty sebesar Rp123.280.060,00 tersebut tidak dapat dibebankan karena tidak didukung oleh dokumen-dokumen transaksinya seperti Transfer Pricing Documentation, Hak Paten atas kepemilikan, ketentuan perundang-undangan HAKI di negara induk, dan sebagainya;
      2. Bahwa pada proses keberatan, berdasarkan data/dokumen yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali berupa Invoice, Detail Account Royalti, Memorial Jurnal, fotocopy rekening koran Bank of FG UFJ,Ltd Masa november 2011 dan Royalty Payment Agreement antara Termohon Peninjauan Kembali dengan QQ Co.,Ltd diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali memberikan royalti kepada QQ Co.,Ltd sebesar 2% dari total penjualan produk Termohon Peninjauan Kembali;
      3. Bahwa selama proses keberatan, Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menunjukkan dokumen yang diminta Pemohon Peninjauan Kembali berupa bukti-bukti pembayaran atas bantuan teknik, jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan oleh QQ, Termohon Peninjauan Kembali hanya memberikan dokumen berupa Invoice, Detail Account Royalti, Memorial Jurnal, fotocopy rekening koran Bank of FG UFJ.Ltd Masa November 2011 dan Royalty Payment Agreement antara Wajib Pajak dengan QQ Co.,Ltd;
      4. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali menolak alasan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas biaya royalti sebesar Rp123.280.060,00 karena koreksi Pemohon Peninjauan Kembali tidak didasarkan pada analisis kesebandingan untuk menentukan kembali jumlah biaya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Sehingga, Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat menunjukkan nilai wajar yang seharusnya dibebankan oleh Termohon Peninjauan Kembali;
      5. Bahwa Majelis Hakim, membatalkan koreksi biaya royalti sebesar Rp123.280.060,00 dengan pertimbangan dalam halaman 25-26 putusan a quo sebagai berikut:
        Bahwa terkait dengan dokumen yang dijadikan alasan Terbanding untuk melakukan koreksi, antara lain berupa Transfer Pricing Document (TPDoc), menurut Majelis dalam pengungkapan. TPDoc yang detil memang diwajibkan dilampirkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, antara lain: 1) Daftar pihak yang mempunyai hubungan istimewa; 2) Rincian transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, mencakup jenis transaksi, nilai transaksi, metode penetapan harga, alasan penggunaan metode dan 3) Dokumentasi penetapan harga wajar;
        Bahwa menurut Majelis, TPDoc dapat digunakan untuk melihat apakah tarif royalti sudah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha adalah perusahaan memiliki rencana bisnis (business plan) yang baik. Sungguh beralasan untuk mengasumsikan bahwa perusahaan tentunya akan memiliki rencana bisnis yang baik sebagai basis untuk memulai suatu negosiasi penentuan tarif dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Rencana bisnis yang baik tentunya rencana bisnis yang cukup memadai untuk memungkinkan pengambil keputusan bagi manajemen perusahaan untuk melihat seluruh aspek baik faktor eksternal maupun internal, termasuk resiko, dan dampaknya ke depan bagi masa depan perusahaan;

        Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan bahwa kepemilikan saham QQ (lawan transaksi) pada Pemohon Banding sebesar 5% dan Terbanding menyatakan inti koreksi ini bukan transaksi dengan pihak berafiliasi namun adalah eksistensi pembuktian dari pembayaran royalty;
        Bahwa dari uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan TPDoc dalam sengketa ini hanya digunakan untuk melihat apakah transaksi antara para pihak yang mempunyai hubungan istimewa sudah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Oleh karena transaksi dalam sengketa ini adalah transaksi antara Pemohon Banding dengan QQ Jepang pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa menurut Majelis alasan koreksi yang mengharuskan adanya TPDoc tidak tepat;
        Bahwa terkait dengan Hak Paten atas kepemilikan, menurut Pemohon Banding, terkait dengan royalty mengacu pada United Nation Model Double Taxation between Developed and developing Countries (UN Model) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembayaran royalty atas informasi/keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan adalah pembayaran royalty terkait dengan transfer informasi tertentu yang tidak dipatenkan. Transfer tersebut dapat dilakukan dalam bentuk instruksi, nasihat/saran, maupun pengajaran/pelatihan. Dengan demikian menurut Majelis hak paten kepemilikan harta/jasa tidak berwujud bukan merupakan persyaratan yang diwajibkan/mutlak dalam pembayaran royalty;
        Bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (3) P3B Indonesia - Jepang dinyatakan: "istilah "royalti" yang digunakan dalam pasal ini berarti segala bentuk pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk filmsinematografi dan film atau pita-pita untuk siaran radio atau televisi, paten, merek dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia atau pengolahan, atau penggunaan atau hak menggunakan perlengkapan-perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan";
        Bahwa Pemohon Banding menyatakan, Terbanding mengakui eksistensi dari pembayaran biaya royalty dalam perhitungan obyek Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan PPh Pasal 26;
        Bahwa dalam persidangan, Pemohon Banding menyampaikan bukti-bukti berupa P1 sampai dengan P11 untuk memperkuat dalil-dalilnya;
        Bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa besarnya penghasilan kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasiolan termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1), ..3) bunga, sewa, dan royalty;
        4)...9);
        Bahwa dari uraian, bukti dan ketentuan tersebut di atas, Majelis berkeyakinan dan berpendapat atas pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada QQ Co.Ltd Jepang merupakan pembayaran biaya royalty yang dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto;
      6. Berdasarkan alasan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali, alasan Termohon Peninjauan Kembali dan pertimbangan serta kesimpulan Majelis yang membatalkan koreksi biaya royalty sebesar Rp123.280.060,00, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut:
        1. Penelitian Hubungan Istimewa atas transaksi pembayaran Royalti kepada QQ Co. Ltd;
          Data yang diteliti:
          • Lampiran Khusus 3A SPT Tahunan PPh Badan 2010 (Terlampir);
            Kesimpulan Pemohon Peninjauan Kembali :
          • Bahwa berdasarkan Lampiran Khusus 3A SPT Tahunan PPh Badan 2010 Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa terdapat hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh antara PT. DFG Indonesia dengan QQ Co. Ltd (Jepang);
          • Bahwa pernyataan Termohon Peninjauan Kembali yang menyatakan antara PT. DFG Indonesia dengan QQ Co. Ltd (Jepang) tidak terdapat hubungan istimewa yang didasarkan karena kepemilikan QQ Co. Ltd kepada PT. DFG Indonesia hanya sebesar 5% dan didasarkan pada website resmi Kyoraku (http://www.krk.co.jp/en) adalah tidak tepat karena Termohon Peninjauan Kembali telah mengakui sendiri berdasarkan Lampiran Khusus 3A SPT Tahunan PPh Badan 2010 bahwa terdapat hubungan istimewa antara PT. DFG Indonesia dengan QQ Co. Ltd (Jepang);
          • Bahwa pernyataan Pemohon Peninjauan Kembali dalam persidangan yang menyatakan inti koreksi bukan transaksi dengan pihak yang berafiliasi adalah tidak tepat, karena Termohon Peninjauan Kembali telah mengakui sendiri berdasarkan Lampiran Khusus 3A SPT Tahunan PPh Badan 2010 bahwa terdapat hubungan istimewa antara PT. DFG Indonesia dengan QQ Co. Ltd (Jepang) sehingga koreksi pembayaran Royalty ke QQ Co, Ltd adalah transaksi dengan pihak yang berafiliasi;
        2. Eksistensi atas transaksi pembayaran Royalti kepada QQ Co. Ltd;
          • Bahwa pembebanan biaya royalti sebesar Rp123.280.060,00 tidak didukung oleh dokumen-dokumen transaksinya seperti Transfer Pricing Documentation, sertifikat hak paten atas royalty induk perusahaan, perhitungan rasio & time test atas royalti, Ketentuan perundang-undangan HAKI di Negara yang bersangkutan, perhitungan umur ekonomis atas royalti sesuai UU HAKI, bukti pembayaran atas bantuan teknik, dan lain-lain;
          • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali hanya memberikan dokumen berupa Invoice, Detail Account Royalti, Memorial Jurnal, fotocopy rekening koran Bank of FG UFJ,Ltd Masa November 2011 dan Royalty Payment Agreement antara Wajib Pajak dengan QQ Co., Ltd. Berdasarkan data/dokumen yang di berikan Termohon Peninjauan Kembali, Pemohon Peninjauan Kembali belum dapat meyakini bahwa biaya tersebut adalah merupakan biaya royalti;
          • Bahwa tidak dikoreksi negatif royalty dalam perhitungan objek Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan PPh Pasal 26 tidak berarti Pemohon Peninjauan Kembali telah mengakui eksistensi dari pembayaran biaya royalti karena seharusnya pengakuan eksistensi dari pembayaran biaya royalti berdasarkan bukti pendukung dari royalti tersebut bukan dari fakta tidak dikoreksi negatif royalty dalam perhitungan objek Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan PPh Pasal 26;
          • Bahwa pemanfaatan royalty terkait penggunaan teknologi (Know How) pembuatan mold dari QQ Co. Ltd tidak pernah ada karena Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan dokumen-dokumen transaksinya seperti Transfer Pricing Documentation, sertifikat hak paten atas royalty induk perusahaan, perhitungan rasio & Time Test atas royalti, ketentuan perundang-undangan HAKI di Negara yang bersangkutan, perhitungan umur ekonomis atas royalti sesuai UU DF, bukti pembayaran atas bantuan teknik, dan lain-lain;
          • Berdasarkan data dan ketentuan terkait tersebut di atas, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa eksistensi transaksi pembayaran royalty sebesar Rp123.280.060,00 sebenarnya tidak ada sesuai kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, sehingga tidak perlu dilakukan analisa kesebandingan dan penentuan harga transfer yang wajar;
        3. Tanggapan Pemohon Peninjauan Kembali terkait pertimbangan Majelis yang membatalkan koreksi biaya Royalty sebesar Rp123.280.060,00;
          • Bahwa dalam pertimbangannya Majelis menyatakan dalam persidangan Termohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa kepemilikan saham QQ (lawan transaksi) pada Termohon Peninjauan Kembali sebesar 5% dan Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan inti koreksi ini bukan transaksi dengan pihak berafiliasi namun adalah eksistensi pembuktian dari pembayaran royalty. Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dengan fakta hukum tersebut karena berdasarkan Lampiran Khusus 3A SPT Tahunan PPh Badan 2010, terbukti terdapat hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh antara PT. DFG Indonesia dengan QQ Co. Ltd (Jepang);
          • Bahwa dalam pertimbangannya Majelis menyatakan hak paten kepemilikan harta/jasa tidak berwujud bukan merupakan persyaratan yang diwajibkan/mutlak dalam pembayaran royalty hal tersebut didasarkan pada UN Model yang menyatakan yang dimaksud dengan pembayaran royalty atas informasi/keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan adalah pembayaran royalty terkait dengan transfer informasi tertentu yang tidak dipatenkan. Transfer tersebut dapat dilakukan dalam bentuk instruksi, nasihat/saran, maupun pengajaran/pelatihan. Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dengan pertimbangan tersebut karena berdasarkan penjelasan Termohon Peninjauan Kembali biaya royalti yang dikoreksi Pemohon Peninjauan Kembali sebesar Rp123.280.060,00 adalah terkait penggunaan teknologi (know how) pembuatan mold yang tentu diwajibkan hak paten kepemilikan harta/jasa tidak berwujud tersebut. Dari penjelasan Termohon Peninjauan Kembali jelas bahwa royalti yang dikoreksi Pemohon Peninjauan Kembali bukanlah royalti atas informasi/keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada UN Model;
          • Bahwa dalam pertimbangannya Majelis menyatakan Termohon Peninjauan Kembali menyampaikan bukti-bukti berupa :
          P.1. Matriks sengketa banding;
          P.2. Bagan Pemegang Saham;
          P.3. Copy Agreement Perjanjian Royalti yang dimeterai kemudian;
          P.4. Bukti potong SSP Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri yang dimeterai kemudian;
          P.5. Bukti potong SSP PPh Pasal 26 yang dimeterai kemudian;
          P.6. Copy Terjemahan Agreement Royalti yang dimeterai kemudian;
          P.7. Letter of Invitation;
          P.8. Surat Nomor: S-563/P/WPJ.22/KP.0705/2011 tanggal 20 September 2011 tentang Permintaan Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen;
          P.9. Bukti Tanda Terima Peminjaman Dokumen saat Pemeriksaan;
          P.10. Bukti keikutsertaan pelatihan dan materi pelatihan a.n. XY di Jepang;
          P.11. Bukti undangan pelatihan dari QQ kepada Termohon Peninjauan Kembali;
          Untuk memperkuat dalil-dalilnya Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis tersebut karena bukti-bukti yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menunjukkan eksistensi pembayaran royalti ke QQ Co. Ltd, seharusnya untuk menunjukkan eksistensi pembayaran royalti, Termohon Peninjauan Kembali wajib menyampaikan dokumen dokumen transaksinya seperti Transfer Pricing Documentation, sertifikat hak paten atas royalty induk perusahaan, perhitungan rasio & time test atas royalti, ketentuan perundang-undangan HAKI di Negara yang bersangkutan, perhitungan umur ekonomis atas royalti sesuai UU HAKI, bukti pembayaran atas bantuan teknik, dan lain-lain;

      7. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan Pemohon Peninjauan Kembali tersebut diatas dan ketentuan perpajakan yang berlaku putusan Majelis yang membatalkan koreksi biaya royalti sebesar Rp123.280.060,00 adalah tidak tepat sehingga sesuai Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
  1. Bahwa dengan mempertimbangkan fakta-fakta tersebut di atas maka atas Putusan Pengadilan Pajak a quo diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.64225/PP/M.IIA/15/2015 Tanggal 29 September 2015 yang menyatakan:
    Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-1387/WPJ.22/BD.06/2013 tanggal 2 Oktober 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2010 Nomor: 00001/206/10/408/12 tanggal 17 Juli 2012, atas nama: PT. DFG Indonesia, NPWP: 0X.XXX.XX0.X-X0X.000, beralamat di: Jl. XX VI Lot L-1, Kawasan Industri YY, Sukaluyu, Karawang, sehingga perhitungan pajak yang masih harus (lebih) dibayar menjadi sebagaimana tersebut diatas (halaman 2);
    adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1387/WPJ.22/BD.06/2013 tanggal 2 Oktober 2013, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2010 Nomor: 00001/206/10/408/12 tanggal 17 Juli 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XXX.XX0.X-X0X.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih dibayar sebesar Rp49.313.602,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi atas Biaya Usaha Lainnya berupa Biaya Royalti sebesar Rp123.280.060,00; yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo terikat dengan prinsip hukum Lex specialis derograt lex geralis dan Lex Superior derogat Legi Inferiori, dimana disertakan bukti-bukti pendukung yang cukup memadai yaitu berupa pembayaran royalty (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-64225/PP/M.IIA/15/2015 pada halaman 25 dari 29 halaman bukti P.1 s.d. P 11) yang telah dilakukan pengujian dan penilaian serta pertimbangan hukum oleh Majelis Pengadilan Pajak dengan benar, sehingga Majelis Hakim Agung menguatkan atas Putusan Pengadilan Pajak a quo dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1) serta Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan juncto Pasal 12 ayat (3) P3B Indonesia – Jepang;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi lebih bayar sebesar Rp49.313.602,00 dengan perincian sebagai berikut :
    Penghasilan Netto
    Kompensasi Kerugian
    Penghasilan Kena pajak
    PPh Terutang
    Kredit pajak
    PPh yang kurang/(lebih) bayar
    Rp. 2.129.500.233,00
    (Rp. 1.710.547.000,00)
    Rp. 418.953.000,00
    Rp. 89.423.206,00
    Rp. 138.736.808,00
    (Rp. 49.313.602,00)

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 25 Oktober 2017, oleh Dr. H.M. XYZ, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. FFF, S.H.,M.Hum., dan GGG, S.H.,M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis :

ttd/

Dr. FFF, S.H.,M.Hum.,

ttd/

GGG, S.H.,M.H.,






Biaya – biaya :
1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,00
2. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,00
3. Administrasi ………..…. Rp 2.489.000,00
Jumlah ………. Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

Dr. H.M. XYZ, S.H., M.S.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H., M.H.


Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara


H. RTY, S.H.
NIP. : XXXX0XXX XXXX0X X 00X

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA