Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 144/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
- ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal
Pajak;
- DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat
Keberatan dan Banding;
- GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan
Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
- JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan
Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-1407/PJ./2014 tanggal 28 Mei 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT XXX, Tbk, tempat kedudukan di MM Office Tower B Lt. 2, Jalan AA,
Kav. B, Jakarta 10xxx;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
DASAR HUKUM;
Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Perubahan Ketiga Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo.
Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak, Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan
Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang
Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan
Nilai Masa Pajak April 2008 Nomor 00004/207/08/091/12 tertanggal 20
Januari 2012;
LATAR BELAKANG;
Bahwa Terbanding menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor
00004/207/08/091/12 tertanggal 20 Januari 2012 dengan jumlah pajak yang
masih harus dibayar sebesar Rp2.264.527.604,00;
Bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut, Pemohon Banding
telah mengajukan keberatan dengan surat Pemohon Banding Nomor
470/DIRWOM/2012 tertanggal 4 April 2012 yang diterima oleh Terbanding
pada tanggal 5 April 2012;
Bahwa atas keberatan Pemohon Banding tersebut di atas, Terbanding telah
mengeluarkan keputusan Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tertanggal 27
Desember 2012. Akan tetapi suratnya baru diterima oleh Pemohon Banding
tanggal 31 Desember 2012, yaitu tentang Keberatan atas Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dengan isi
keputusan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding;
MATERI POKOK BANDING;
Bahwa materi pokok pengajuan banding Pemohon Banding adalah sebagai
berikut:
Bahwa perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar
menurut Keputusan Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tanggal 27
Desember 2012 dan menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Pertambahan Nilai Masa Pajak April 2008 Nomor 00004/207/08/091/12
tertanggal 20 Januari 2012 serta dibandingkan dengan perhitungan
Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
|
Pemohon
Banding
(Rp.) |
SKPKB
PPN Nomor 00004/207/08/091/12 (Rp.) |
KEP-1622/WPJ.19/2012
(Rp.) |
Pajak
yang kurang dibayar |
0,00 |
1.530.086.219,00 |
1.530.086.219,00 |
Bunga
Pasal 13 ayat (2) KUP |
0,00 |
734.441.385,00 |
734.441.385,00 |
Jumlah
yang masih harus dibayar |
0,00 |
2.264.527.604,00 |
2.264.527.604,00 |
Bahwa berdasarkan KEP-1622/WPJ.19/2012 di atas, jumlah Pajak
Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar sebesar Rp.2.264.527.604,00
seperti yang tertuang di dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor
00004/207/08/091/12 sebagai berikut:
No |
Uraian |
Menurut |
Koreksi
(Rp.) |
Pemohon
Banding (Rp.) |
Terbanding
(Rp.) |
1 |
Dasar
Pengenaan Pajak |
- |
15.300.862.193,00 |
15.300.862.193,00 |
2 |
Pajak
keluaran |
- |
1.530.086.219,00 |
1.530.086.219,00 |
3 |
Pajak
yang dapat diperhitungkan |
- |
- |
- |
4 |
PPN
kurang bayar |
- |
1.530.086.219,00 |
1.530.086.219,00 |
|
Sanksi
Administrasi Pasal 13 ayat (2) KUP |
- |
734.441.385,00 |
734.441.385,00 |
|
PPN
yang masih harus dibayar |
- |
|
2.264.527.604,00 |
Bahwa angka koreksi tersebut berasal dari rincian sebagai berikut:
No |
Uraian
|
Jumlah
DPP dalam Rupiah |
Pajak
dalam rupiah |
1
2 |
Discount
Asuransi
Barang Promosi |
15.233.171.559,00
67.690.634,00 |
1.523.317.156,00
6.769.063,00 |
|
Jumlah |
15.300.862.193,00 |
1.530.086.219,00 |
Bahwa berdasarkan angka koreksi tersebut di atas perkenankan Pemohon
Banding mengajukan permohonan banding sebagai berikut:
- Discount Asuransi;
- Alasan Terbanding;
Bahwa kegiatan penyaluran penutupan asuransi yang dilakukan oleh
Pemohon Banding dengan imbalan berupa spread/diskon asuransi yang
dilakukan Pemohon Banding, dilakukan di dalam ruang lingkup kegiatan
perusahaan, yaitu sebagai perusahaan pembiayaan yang bergerak dalam
bidang sewa guna usaha, pembiayaan konsumen, dan anjak piutang. Dengan
demikian memenuhi ketentuan sebagai penyerahan jasa terutang Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 4 huruf c
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
- Tanggapan Pemohon Banding;
Bahwa Pemohon Banding adalah sebagai pihak tertanggung yang namanya
tercantum dalam polis asuransi yang menggunakan jasa asuransi untuk
melindungi kendaraan bermotor yang dibiayainya dan oleh karena
penutupan fasilitas asuransi kerugian berfungsi sebagai jaminan
pengembalian pembiayaan untuk melindungi asset (piutang pembiayaan)
Pemohon Banding;
Bahwa sesuai dengan perjanjian antara Pemohon Banding dengan Perusahaan
Asuransi yaitu PT Asuransi Jaya Proteksi (AJP) dan PT Asuransi Sinar
Mas (ASM), bahwa pihak yang tertanggung dalam penutupan asuransi
tersebut adalah Pemohon Banding dan objek pertanggungan adalah
kendaraan roda dua yang dibiayai oleh tertanggung;
Bahwa pemberian discount/potongan harga atas premi yang dibayarkan oleh
Pemohon Banding kepada perusahaan asuransi bukan merupakan imbalan
balas jasa atas penutupan asuransi yang Pemohon Banding lakukan
melainkan karena jumlah penutupan asuransi tersebut sangat besar, hal
ini sangatlah wajar di dunia bisnis, apabila terjadi transaksi bisnis
dengan jumlah yang besar maka akan diberikan potongan harga yang besar
juga;
Bahwa atas penutupan asuransi tersebut Pemohon Banding juga tidak
memberikan pelayanan atau kemudahan kepada perusahaan asuransi, justru
dalam hal ini Pemohon Banding sangat berkepentingan terhadap penutupan
asuransi, Pemohon Banding harus mengasuransikan kendaraan yang Pemohon
Banding biayai tersebut hingga berakhirnya masa pembiayaan, sehingga
apabila terjadi resiko kehilangan kendaraan maka Pemohon Banding tidak
terlalu dirugikan, karena resiko tersebut telah di-cover oleh
perusahaan asuransi;
Bahwa selain hal tersebut, pihak bank sebagai pihak yang mendanai
pinjaman tersebut mewajibkan atas motor yang dibiayai oleh Pemohon
Banding untuk diasuransikan;
Bahwa menurut Pemohon Banding atas discount asuransi tersebut bukanlah
merupakan penyerahan jasa kena pajak seperti yang diatur dalam Pasal 4
huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000), oleh karenanya atas discount asuransi tersebut tidak
terutang Pajak Pertambahan Nilai;
- Pemberian barang promosi;
- Alasan Terbanding;
Bahwa pemberian hadiah berupa: tas, jaket, T-shirt, jas hujan, dan
barang promosi lainnya yang diberikan kepada nasabah yang mengadakan
kontrak pembiayaan dengan Pemohon Banding maupun yang diberikan dalam
kegiatan sponsorship dalam rangka promosi penjualan yang dilakukan oleh
Pemohon Banding merupakan penyerahan barang kena pajak sebagaimana
dimaksud Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai dan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
- Tanggapan Pemohon Banding;
Bahwa pemberian cuma-cuma yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai
dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000 Pasal
1A ayat (1) huruf d dan penjelasannya adalah pemberian tanpa pembayaran
yang merupakan hasil barang produksi sendiri dalam hal ini adalah
perusahaan yang bergerak di bidang produsen contoh: produsen sepatu,
memberikan sepatu tanpa bayaran kepada relasi atau pembeli untuk
keperluan promosi, atau pemberian tanpa pembayaran yang bukan produksi
sendiri dalam hal ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang
perdagangan contoh: perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan
sepatu (menjual sepatu dan produsen), memberikan sepatu tersebut tanpa
bayaran kepada relasi atau pembeli untuk keperluan promosi;
Bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan bergerak di bidang pembiayaan,
bukan produsen ataupun bergerak dibidang perdagangan, sehingga atas
pemberian barang promosi ke konsumen bukan dikategorikan sebagai
pemberian cuma-cuma seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1A ayat (1) huruf d dan
penjelasannya;
Bahwa menurut Pemohon Banding pemberian barang promosi tersebut bukan
merupakan Objek Pajak Pertambahan Nilai;
KESIMPULAN;
Bahwa sesuai dengan penjelasan dan alasan yang Pemohon Banding uraikan
di atas, maka penghitungan Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak
April 2008 atas nama Pemohon Banding menurut Pemohon Banding adalah
sebagai berikut:
No |
Uraian
|
Jumlah |
1
2 |
Pajak
yang kurang bayar
Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP |
0,00
0,00 |
|
PPN
yang masih harus dibayar |
0,00 |
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dengan ini Pemohon
Banding memohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding
yang Pemohon Banding ajukan dan membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang
telah diterbitkan oleh Terbanding. Untuk itu bersama surat ini Pemohon
Banding lampirkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012
tertanggal 27 Desember 2012 dan salinan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Nomor 00004/207/08/091/12 tertanggal 20 Januari 2012;
Bahwa selain hal tersebut demi kelancaran proses banding, Pemohon
Banding bersedia menghadiri persidangan untuk menyampaikan data-data
dokumen lain, serta keterangan yang diperlukan agar banding yang
Pemohon Banding ajukan dapat diterima;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding
terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tanggal 27
Desember 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008
Nomor 00004/207/08/091/12 tanggal 20 Januari 2012, atas nama: PT XXX
Tbk, NPWP 01.311.xxxx, beralamat di MM Office Tower B Lt. 2, Jalan AA,
Kav. B, Jakarta 10xxx, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai
Masa Pajak April
2008 menjadi sebagai berikut:
Dasar
Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai |
Rp0,00 |
Pajak
Keluaran yang harus dipungut |
Rp0,00 |
Pajak
yang dapat diperhitungkan |
Rp0,00 |
Pajak
Penghasilan Kurang/(Lebih) Dibayar |
Rp0,00 |
Sanksi
Administrasi |
Rp0,00 |
Jumlah
yang masih harus dibayar |
Rp0,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014
tanggal 20 Februari 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada tanggal 14 Maret 2014 kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-1407/PJ./2014 tanggal 28 Mei 2014 diajukan permohonan
peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
pada tanggal 9 Juni 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan
Peninjauan Kembali Nomor PKAI. 1799/PAN/2014 yang dibuat oleh Wakil
Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu
juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 27 Mei
2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 24 Juni
2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014
tanggal 20 Februari 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan
ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar
pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan
tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 diajukan
Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan
alasan sebagai berikut:
- Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”;
- Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan
Kembali;
- Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014, atas nama PT XXX
Tbk, (Termohon Peninjauan Kembali/semula
Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh
Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P.281/PAN/2014 tanggal
10 Maret 2014 dan diterima secara langsung pada tanggal 18 Maret 2014
dengan bukti penerimaan Tempat Pelayanan Surat Terpadu Nomor
201403180508;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92
ayat (3)
juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan
Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 ini ini masih
dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak
atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan
Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali
ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah
Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia;
- Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan
Kembali ini adalah:
- Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Diskon Asuransi
sebesar Rp15.233.171.559,00;
- Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Pemberian
Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp67.690.634,00;
yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
- Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut,
karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan faktafakta
hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau
setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti
maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya,
sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah
digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang
nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra
legem), khususnya peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku;
- Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas
sengketa
peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara
lain berbunyi sebagai berikut:
1.1. |
Koreksi
Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Diskon Asuransi sebesar
Rp15.233.171.559,00;
Halaman 27-28:
Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keterangan yang diberikan oleh para
pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:
Bahwa substansi sengketa a quo adalah sengketa yuridis tentang
pengertian jasa dalam kaitannya dengan proses bisnis Pemohon Banding;
Bahwa penghasilan atas diskon yang diberikan oleh pihak asuransi kepada
Pemohon Banding adalah tidak dalam ruang Iingkup kegiatan usahanya;
Bahwa penutupan asuransi dilakukan oleh Pemohon Banding, dan untuk
kepentingan Pemohon Banding, dalam rangka melindungi gagal bayar oleh
konsumen. Dengan demikian Majelis berpendapat bahwa penghasilan atas
diskon a quo bukan dalam rangka kegiatan jasa yang harus dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai;
Bahwa menurut hukum yang berlaku, siapa yang mendalilkan dia yang harus
membuktikan, sesuai Pasal 163 RIB/HIR, "Barang siapa, yang mengatakan
ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan
haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus
membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu";
Bahwa sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya
disebutkan, "Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan
bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan";
Bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Putusan Pengadilan Pajak
diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta
berdasarkan keyakinan Hakim" kemudian dalam penjelasannya disebutkan;
"Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan";
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis
berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan
koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas
Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa diskon asuransi
sebesar Rp15.233.171.559,00 tidak dapat dipertahankan; |
1.2. |
Koreksi
Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Pemberian Hadiah/Barang Promosi
sebesar Rp67.690.634,00;
Halaman 30-31:
Bahwa hadiah atau pemberian cuma-cuma yang diberikan oleh Pemohon
Banding kepada konsumen adalah bukan merupakan hasil produk sendiri
yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, seperti yang diatur dalam
Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 dan penjelasannya;
Bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah merupakan
barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen
akhir;
Bahwa sesuai dengan sifatnya, Pajak Pertambahan Nilai juga merupakan
pajak tidak langsung, artinya bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak
lain, dalam hal ini Pemohon Banding selaku konsumen akhir yang
menanggung beban pada saat pembelian barang hadiah a quo, sementara
yang menikmatinya adalah konsumen Pemohon Banding yang menerima hadiah
a quo;
Bahwa menurut hukum yang berlaku, siapa yang mendalilkan dia yang harus
membuktikan, sesuai Pasal 163 RIB/HIR, "Barang siapa, yang mengatakan
ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan
haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus
membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu";
Bahwa sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya
disebutkan, "Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan
bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
Bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Putusan Pengadilan Pajak
diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta
berdasarkan keyakinan Hakim" kemudian dalam penjelasannya disebutkan;
"Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan";
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis
berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan
koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas
Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa pemberian
hadiah/barang promosi sebesar Rp67.690.634,00 tidak dapat dipertahankan; |
- Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai
dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai
berikut:
2.1. |
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak:
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
- Surat atau tulisan;
- Keterangan ahli;
- Keterangan para saksi;
- Pengakuan para pihak, dan/atau
- Pengetahuan Hakim;
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Penjelasan:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil,
sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang
dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau
tanggapan, belum diungkapkan;
Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena
itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat
harus diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat untuk
diberikan jawaban;
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Penjelasan:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan;
Pasal 84 ayat (1):
Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
- pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang
diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu
diperiksa;
|
2.2. |
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
Pasal 1 angka 1:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat
tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya
berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;
Pasal 1 angka 5:
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan;
Pasal 1 angka 6:
Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini;
Pasal 1 angka 7:
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6;
Pasal 3A ayat (1):
Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang terutang;
Pasal 4:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
- Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- Impor Barang Kena Pajak;
- Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dart luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
- Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena
Pajak;
Penjelasan Pasal 4 huruf c:
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi
baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum
dikukuhkan;
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syaratsyarat sebagai
berikut:
- Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
- Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
- Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya;
Pasal 4A ayat (3):
Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok
jasa sebagai berikut:
- Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
- Jasa di bidang pelayanan sosial;
- Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
- Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa
guna usaha dengan hak opsi;
- Jasa di bidang keagamaan;
- Jasa di bidang pendidikan;
- Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah
dikenakan pajak tontonan;
- Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat
iklan;
- Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di
air;
- Jasa di bidang tenaga kerja;
- Jasa di bidang perhotelan;
- Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
Pasal 1A ayat (1) huruf d:
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah
pemakaian sendiri atau pemberian Cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak;
Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d:
Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha
sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri
maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pemberian Cuma-cuma diartikan
sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi
sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh
barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli; |
2.3. |
Peraturan
Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang
Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai mengatur antara lain:
Pasal 5:
Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
- Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
- Jasa di bidang pelayanan sosial;
- Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
- Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa
guna usaha dengan hakopsi;
- Jasa di bidang keagamaan;
- Jasa di bidang pendidikan;
- Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah
dikenakan pajak tontonan;
- Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat
iklan;
- Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di
air;
- Jasa di bidang tenaga kerja;
- Jasa di bidang perhotelan;
- Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
Pasal 8 huruf b:
Jenis jasa dibidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak
opsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi jasa asuransi,
tidak termasuk broker asuransi; |
2.
4. |
Peraturan
Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1993 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, antara lain
menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 13 ayat (4):
Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat
mulai terjadinya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata,
baik sebagian atau seluruhnya”; |
- Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di
Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari
2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang
nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis
Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas
dengan alasan sebagai berikut:
3.
1. |
Koreksi
Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Diskon Asuransi sebesar
Rp15.233.171.559,00;
- Bahwa berdasarkan berkas banding yang ada,
Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dapat menyampaikan Data dan
Fakta sebagai berikut:
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon
Banding) berusaha di bidang lembaga pembiayaan secara umum dan mulai
memfokuskan kegiatannya pada Pembiayaan Konsumen untuk kendaraan
bermotor roda dua sejak tahun 1997;
- Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam
peninjauan
kembali ini adalah koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) atas DPP PPN berupa Diskon Asuransi sebesar
Rp15.233.171.559,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim
Pengadilan Pajak;
- Bahwa dalam laporan keuangan Termohon
Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) terdapat pendapatan lain-lain berupa
“Diskon Asuransi” yang diberikan perusahaan
asuransi
sehubungan dengan penutupan asuransi yang dilakukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang telah dilaporkan
sebagai peredaran usaha di SPT PPh Badan Tahun 2008, namun belum
dilaporkan dalam SPT Masa PPN;
- Bahwa dengan demikian, menurut Pemohon
Peninjauan
Kembali (semula Terbanding) Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) telah melakukan kegiatan jasa dan berdasarkan Pasal 1 angka 5,
angka 6, angka 7 serta Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN atas Jasa
dimaksud merupakan Objek dan terutang PPN;
- Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali
(semula
Terbanding), Jasa yang dimaksud di atas yang dilakukan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Jasa yang dimaksud (yang menjadi pokok sengketa) adalah kegiatan yang
diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada
pihak Perusahaan Asuransi dalam rangka mendapatkan klien asuransi,
dengan gambaran sebagai berikut:
- Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) mensyaratkan bagi setiap calon pembeli sepeda motor yang
menggunakan jasa pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding), diharuskan memenuhi syarat-syarat antara lain membayar premi
asuransi sepeda motor selama masa pembiayaan. Bahwa besarnya premi
asuransi yang dibayarkan oleh nasabah/customer ditentukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tanpa menunggu tagihan dari
Perusahaan Asuransi;
- Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) selanjutnya mengajukan SPPA (Surat Permintaan Penutupan
Asuransi) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan sesuai Perjanjian
Kerjasama Penutupan Asuransi Kendaraan Bermotor;
- Perusahaan Asuransi Rekanan, dalam jangka
waktu
selambat- lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya SPPA,
akan menerbitkan/menyerahkan nota tagihan/nota debit kepada Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang berisi jumlah premi
yang seharusnya dibayar dan jumlah diskon yang diterima Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- Bahwa atas Selisih Premi yang diterima dari
nasabah/customer dengan premi yang dibayarkan Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan,
diakui sebagai penghasilan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) dan tidak dikembalikan kepada nasabah/customer;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4A ayat
(3)
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 144 Tahun 2000 Jasa tersebut bukan merupakan kelompok jasa yang
tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Jasa tersebut
merupakan Jasa Kena Pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka
5, Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, yang atas
penyerahannya terutang PPN karena telah memenuhi:
- Bahwa penyerahan dilakukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- Bahwa penyerahan dilakukan di dalam
Daerah Pabean Republik Indonesia;
- Bahwa kegiatan penyaluran penutupan
asuransi
yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
dengan imbalan berupa spread/potongan asuransi dari perusahaan asuransi
dilakukan di dalam ruang lingkup kegiatan usaha, yaitu sebagai kegiatan
usaha yang melekat dalam kegiatan usaha pembiayaan konsumen yang
dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding),
terlebih kegiatan dimaksud merupakan kegiatan yang bersifat rutin/terus
menerus dilakukan bahkan telah dimulai dilakukan sejak tahun 1997;
- Bahwa atas koreksi DPP PPN a quo Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan tidak setuju
dengan alasan yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:
- Bahwa pemberian discount/potongan harga
atas
premi yang dibayarkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) kepada perusahaan asuransi bukan merupakan imbalan balas jasa
atas penutupan asuransi yang Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) lakukan melainkan karena jumlah penutupan asuransi
tersebut sangat besar, hal ini sangatlah wajar di dunia bisnis, apabila
terjadi transaksi bisnis dengan jumlah yang besar maka akan diberikan
potongan harga yang besar juga;
- Bahwa atas penutupan asuransi tersebut
Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga tidak memberikan
pelayanan atau kemudahan kepada perusahaan asuransi, justru dalam hal
ini Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sangat
berkepentingan terhadap penutupan asuransi;
- Bahwa dengan demikian menurut Termohon
Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) atas discount asuransi tersebut
bukanlah merupakan penyerahan jasa kena pajak seperti yang diatur dalam
Pasal 4 huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000), oleh karenanya atas discount asuransi tersebut
tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
- Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis
Hakim Pengadilan Pajak menyatakan:
Sebagaimana telah diuraikan pada Butir V.1 di atas;
- Bahwa peraturan perundangan perpajakan yang
terkait dengan pokok sengketa Peninjauan Kembali ini adalah:
Sebagaimana telah diuraikan pada Butir V.2 di atas;
- Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku dan berdasarkan data dan fakta sampai dengan
persidangan serta berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di
Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari
2014, maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata adanya
fakta-fakta sebagai berikut:
- Bahwa sesuai dengan amar pertimbangan Majelis
Hakim Pengadilan Pajak menyebutkan pada halaman 27-28:
“Bahwa substansi sengketa a quo adalah sengketa yuridis
tentang
pengertian jasa dalam kaitannya dengan proses bisnis Pemohon Banding;
Bahwa penghasilan atas diskon yang diberikan oleh pihak asuransi kepada
Pemohon Banding adalah tidak dalam ruang lingkup kegiatan usahanya;
Bahwa penutupan asuransi dilakukan oleh Pemohon Banding, dan untuk
kepentingan Pemohon Banding, dalam rangka melindungi gagal bayar oleh
konsumen. Dengan demikian Majelis berpendapat bahwa penghasilan atas
diskon a quo bukan dalam rangka kegiatan jasa yang harus dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai;
- Bahwa faktanya Termohon Peninjauan Kembali
(semula
Pemohon Banding) telah mengadakan kontrak kerja sama dengan PT GHI dan
PT JKL untuk menjual asuransi kerugian
khusus kendaraan bermotor;
- Bahwa isi Perjanjian Kerjasama Penutupan
Asuransi
Kendaraan Bermotor antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) dengan PT GHI tanggal 1 Juni 2005 antara
lain:
PIHAK PERTAMA:
PT XXX Tbk, dalam hal ini diwakili oleh ABC dan DEF, masingmasing
bertindak selaku dan dalam
jabatannya sebagai Direktur dan Direktur dari dan karenanya bertindak
untuk dan atas nama PT XXX Tbk;
PIHAK KEDUA:
PT Asuransi Jaya Proteksi dalam hal ini diwakili oleh SSS dan WWW,
masing-masing bertindak selaku dan dalam
jabatannya sebagai Presiden Direktur dan Direktur dari dan karenanya
bertindak untuk dan atas nama PT GHI;
Para pihak terlebih dahulu menerangkan sebagai berikut, antara lain:
PIHAK KEDUA adalah perseroan terbatas yang bergerak di bidang jasa
asuransi kerugian yang berminat menggunakan jasa PIHAK PERTAMA untuk
menjual produk asuransi kerugian kepada Nasabah PIHAK PERTAMA;
Pasal I Maksud dan Tujuan:
- Maksud dan Tujuan kerjasama ini adalah
memberikan kemudahan bagi calon konsumen PIHAK PERTAMA memperoleh
jaminan Asuransi Kendaraan Bermotor dari PIHAK KEDUA melalui
kantor-kantor cabang PIHAK PERTAMA; Pasal II Batasan Pertanggungan:
- Tertanggung adalah konsumen dari PIHAK
PERTAMA yang kepemilikan kendaraan bermotornya dibiayai oleh PIHAK
PERTAMA;
- Bahwa dari isi perjanjian tersebut di atas
dapat diketahui dengan pasti bahwa:
- Pengertian jasa dalam kaitannya dengan
proses
bisnis Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah
bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan
jasa menjual produk asuransi kerugian kepada Nasabah Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- Pihak yang mengasuransikan (Tertanggung)
adalah konsumen dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding);
- Bahwa sebagai perusahaan pembiayaan, Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak akan melakukan
pembelian suatu barang (dalam hal ini berupa kendaraan) melainkan
karena permintaan pihak ketiga (kedudukan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) sebagai perantara), dan untuk melindungi
pembelian/kegiatan usaha tersebut Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) mewajibkan Pihak Ketiga/Nasabah-nya untuk membayar
Premi Asuransi kepada Perusahaan Asuransi yang telah ditunjuk oleh
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dan kemudian atas
penutupan premi asuransi tersebut Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) akan mendapatkan penghasilan dari Perusahaan Asuransi
dalam bentuk “diskon asuransi”. Dengan demikian
jelas,
faktanya Penghasilan yang diterima Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) dari Perusahaan Asuransi dalam bentuk
“diskon
asuransi” adalah penghasilan yang diperoleh dari kegiatan
usaha,
karena kegiatan dimaksud dilakukan secara berulang dan terus menerus;
- Bahwa pada praktek dan faktanya, Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan pemungutan
terlebih dahulu premi asuransi dari nasabah/customer. Selanjutnya,
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menunggu tagihan
premi dari perusahaan asuransi, dimana pada tagihan tersebut
dicantumkan besarnya diskon yang diterima oleh Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga jumlah yang harus dibayar
oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) lebih kecil
dibandingkan dengan dipungut dari nasabah. Atas diskon tersebut tidak
dikembalikan kepada nasabah, tetapi diakui sebagai penghasilan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- Bahwa dengan demikian “diskon
asuransi” yang
diberikan oleh Perusahaan asuransi sewajarnya diberikan kepada
Tertanggung/Nasabah akan tetapi pada kenyataannya yang menerima diskon
asuransi tersebut adalah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding). Sehingga atas kasus sengketa ini dapat dikatakan bahwa atas
“diskon asuransi” tersebut, Termohon Peninjauan
Kembali
(semula Pemohon Banding) memberikan jasa kepada perusahaan asuransi
untuk menunjuk nasabahnya agar melakukan penutupan asuransi kepada
perusahaan asuransi rekanan yang ditunjuk oleh Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding), dan sebagai imbalan atas penyerahan
jasa tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
mendapatkan penghasilan dalam bentuk “diskon
asuransi” dari
perusahaan asuransi rekanan sehingga atas penyerahan jasa tersebut
sudah seharusnya dikenakan PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf c
dan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN yang telah jelas mengatur
pengenaan PPN atas penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean
dan jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, dimana jasa perantara
asuransi tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN;
- Bahwa dalam memori penjelasan Pasal 4 dan
Pasal 1
angka 14 Undang-Undang PPN 1984 yang secara eksplisit menggunakan
kalimat “dalam kegiatan usaha atau pekerjaan” tidak
menguraikan lebih jauh tentang pengertian kriteria ini, maka dilakukan
penafsiran historis dengan cara menelusuri asal kriteria ini;
Bahwa dalam Pasal 1 huruf k Undang-Undang PPN 1984 baik sebelum
perubahan 1 Januari 2001 maupun sebelum perubahan 1 Januari 1995,
menggunakan kriteria “dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaan”.
Pasal 4 setelah perubahan 1 Januari 1995 sampai dengan 31 Desember 2000
tidak menggunakan kriteria ini dalam batang tubuhnya melainkan disebut
dalam memori penjelasan yang menegaskan tentang syarat yang harus
dipenuhi agar suatu penyerahan barang atau jasa dapat dikenakan pajak
(PPN) antara lain kegiatan itu dilakukan dalam “lingkungan
perusahaan atau pekerjaan” pengusaha yang bersangkutan.
Tetapi
tidak diuraikan lebih lanjut pengertian kriteria ini;
Bahwa apabila penelusuran dilanjutkan pada Pasal 4 sebelum perubahan 1
Januari 1995, kriteria “dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaan” tersurat dalam batang tubuhnya, yang kemudian
pengertiannya dicantumkan dalam memori penjelasannya;
Bahwa karena kriteria “dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaan” oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 diubah
menjadi
“dalam kegiatan usaha atau pekerjaan” tanpa
memberikan
argumentasi yang lugas, maka makna yang tercantum dalam memori
penjelasan Pasal 4 Undang-Undang PPN 1984 sebelum perubahan 1 Januari
1995 dapat digunakan;
Bahwa dalam memori penjelasan ini ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan
penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah dalam rangka kegiatannya
sehari-hari sebagai Pengusaha Kena Pajak;
Bahwa dari penafsiran secara historis tersebut dapat dipahami bahwa
kriteria “dalam kegiatan usaha atau pekerjaan”
mengandung
pengertian “kegiatan sehari-hari Pengusaha Kena Pajak;
(Untung Sukardji, 2009, Pajak Pertambahan Nilai, Cetakan kesembilan,
penerbit Rajawali Pers, Jakarta, hal 125-126);
- Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah
kegiatan
dan atau jasa yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) kepada pihak Perusahaan Asuransi rekanan/yang telah
ditunjuk dalam rangka mendapatkan klien asuransi, dengan gambaran
sebagai berikut:
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon
Banding) berusaha di bidang lembaga pembiayaan secara umum dan mulai
memfokuskan kegiatannya pada Pembiayaan Konsumen untuk kendaraan
bermotor roda dua sejak tahun 1997;
- Bahwa produk asuransi (proteksi) kerugian
kendaraan bermotor yang dijualkan oleh Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) dipaketkan ke dalam produk pembiayaan;
- Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) mensyaratkan bagi setiap calon pembeli sepeda motor yang
menggunakan jasa pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding), diharuskan memenuhi syarat-syarat antara lain membayar premi
asuransi sepeda motor selama masa pembiayaan kepada Perusahaan Asuransi
yang ditunjuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
Bahwa besarnya premi asuransi yang dibayarkan oleh nasabah/customer
ditentukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
tanpa menunggu tagihan dari perusahaan asuransi;
- Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) selanjutnya mengajukan SPPA (Surat Permintaan Penutupan
Asuransi) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan sesuai Perjanjian
Kerjasama Penutupan Asuransi Kendaraan Bermotor;
- Perusahaan Asuransi Rekanan, dalam jangka
waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya SPPA,
akan menerbitkan/menyerahkan nota tagihan/nota debit kepada Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang berisi jumlah premi
yang seharusnya dibayar dan jumlah diskon yang diterima Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- Bahwa atas Selisih premi yang diterima dari
nasabah/customer dengan premi yang dibayarkan Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan,
diakui sebagai penghasilan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) karena tidak dikembalikan kepada nasabah/customer;
- Bahwa dengan demikian, penghasilan yang
diterima
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dari Perusahaan
Asuransi berupa “diskon asuransi” yang berasal dari
selisih
premi yang dibayar nasabah/customer dengan yang ditagih perusahaan
asuransi adalah merupakan penghasilan dari kegiatan usaha yang
dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
karena kegiatan tersebut melekat dalam kegiatan usaha pembiayaan yang
dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan
dilakukan secara terus menerus sejak tahun 1997;
- Bahwa kegiatan penyaluran penutupan asuransi
yang
dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan
imbalan berupa spread/potongan asuransi yang dilakukan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dilakukan di dalam ruang
lingkup kegiatan perusahaan, yaitu sebagai perusahaan pembiayaan
konsumen. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) dimaksud memenuhi ketentuan sebagai
penyerahan jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
dimaksud dalam penjelasan Pasal 4 huruf c Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai;
- Berdasarkan uraian tersebut di atas Pemohon
Peninjauan
Kembali (semula Terbanding) berkesimpulan dan berpendapat bahwa Putusan
Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Dasar Pengenaan
Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa “diskon
asuransi”
sebesar Rp15.233.171.559,00 bertentangan dengan fakta yang terungkap
dalam persidangan, serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku;
|
3.
2. |
Koreksi
Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Pemberian Hadiah/Barang Promosi
sebesar Rp67.690.634,00;
- Bahwa nilai sengketa terbukti dalam perkara
Peninjauan
Kembali ini adalah koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan
Nilai atas Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp67.690.634,00;
- Bahwa Pemberian Hadiah/Barang Promosi berupa
pemberian: tas, jaket, T-shirt, jas hujan, dan barang promosi lainnya
yang semuanya adalah merupakan Barang Kena Pajak;
- Bahwa pemberian hadiah berupa: tas, jaket,
T-shirt, jas
hujan, dan barang promosi lainnya kepada nasabah/cutomer yang
mengadakan kontrak pembiayaan dengan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) maupun kegiatan sponsorship dalam rangka
promosi penjualan kegiatan usaha pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) merupakan penyerahan barang kena pajak
sebagaimana dimaksud Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai;
- Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali
(semula
Pemohon Banding), pemberian Cuma-Cuma yang dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai adalah merupakan hasil produksi sendiri (pabrikan) atau barang
tersebut merupakan contoh barang promosi yang akan dijual kepada relasi
atau pembeli dalam hal ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
perdagangan, hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1A ayat (1) huruf d;
- Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali
(semula
Pemohon Banding), pemberian hadiah tersebut tidak ada hubungannya
dengan kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding), sehingga dengan sendirinya pemberian hadiah tersebut bukan
merupakan Objek Pajak Pertambahan Nilai;
- Bahwa sesuai dengan amar pertimbangan Majelis
Hakim Pengadilan Pajak pada halaman 30 yang menyebutkan:
Bahwa hadiah atau pemberian cuma-cuma yang diberikan oleh Pemohon
Banding kepada konsumen adalah bukan merupakan hasil produk sendiri
yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, seperti yang diatur dalam
Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 dan penjelasannya;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor
8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang
PPN), menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 1A ayat (1) huruf d:
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah
pemakaian sendiri atau pemberian Cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak;
Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d:
Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha
sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri
maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pemberian Cuma-cuma diartikan
sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi
sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh
barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli;
- Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut,
pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak jelas sangat bertentangan dengan Penjelasan Pasal 1A
ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang menyatakan
“… Sedangkan pemberian Cuma-Cuma diartikan sebagai
pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri
maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang
untuk promosi kepada relasi atau pembeli”;
- Bahwa berdasarkan data dan dokumen yang ada,
pemberian hadiah
dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada
nasabah yang mengadakan kontrak pembiayaan dengan Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) maupun dalam kegiatan sponsorship
dalam rangka promosi penjualan kegiatan usaha pembiayaan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga jelas sekali
bahwa kegiatan tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- Bahwa sesuai dengan amar pertimbangan Majelis
Hakim Pengadilan Pajak yang menyebutkan:
Bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah merupakan
barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai, di mana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen
akhir;
Bahwa sesuai dengan sifatnya, Pajak Pertambahan Nilai juga merupakan
pajak tidak langsung, artinya bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak
lain, dalam hal ini Pemohon Banding selaku konsumen akhir yang
menanggung beban pada saat pembelian barang hadiah a quo, sementara
yang menikmatinya adalah konsumen Pemohon Banding yang menerima hadiah
a quo. (vide Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014
halaman 30);
- Bahwa dalam proses pengambilan keputusan di
pengadilan pajak,
terdapat beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak yang perlu diperhatikan oleh Majelis Hakim Pengadilan
Pajak, yaitu Pasal 69 ayat (1), Pasal 76, Pasal 78 dan Pasal 84 ayat
(1) sebagaimana telah diuraikan di atas;
Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), beberapa
ketentuan dimaksud mengamanatkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak
untuk menentukan beban pembuktian, melakukan penilaian pembuktian dan
penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan terhadap sengketa
yang terjadi dalam persidangan sebelum mengambil putusan;
Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak hanya
menyatakan: “bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding
adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding bertindak
sebagai konsumen akhir”, namun tidak diuraikan apa yang
menjadi
dasar penilaian pembuktian oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
|
Bahwa faktanya pula, tidak ada satupun amar pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak yang menguji dan membahas mengenai apakah barang yang
diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) telah dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai;
Dengan demikian, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
berpendapat bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak menilai
bukti-bukti secara menyeluruh dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak
menilai kebenaran bukti-bukti secara objektif sehingga putusan yang
diambil menjadi kurang tepat. Dengan demikian, ketentuan Pasal 76, 78,
dan Pasal 84 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pengadilan Pajak tidak
sepenuhnya dilaksanakan Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi)
tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan
nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara
a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada
pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah
salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang
perpajakan, sehingga Putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi
ketentuan Pasal 76, Pasal 78 dan Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari
2014 harus dibatalkan;
- Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak Nomor
Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014tanggal 20 Februari 2014 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding
terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tanggal 27
Desember 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008
Nomor 00004/207/08/091/12 tanggal 20 Januari 2012, atas nama: PT XXX
Tbk, NPWP 01.311.xxxx, beralamat di MM Office Tower B Lt. 2, Jalan AA,
Kav. B, Jakarta 10xxx, dengan perhitungan menjadi sebagaimana tersebut
di atas;
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam sengketa ini
adalah:
Apakah pengeluaran untuk pemberian hadiah berupa: tas, jaket, T-Shirt,
jas hujan dan barang promosi lainnya sebesar Rp67.690.634,00, merupakan
objek Pajak Pertambahan Nilai?
- Bahwa Judex Facti sudah benar, karena hadiah atau pemberian
cumacuma yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada konsumen bukan
merupakan hasil produk sendiri yang harus dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai, seperti yang diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan
Penjelasannya;
- Bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah
merupakan
barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen
akhir;
- Bahwa sesuai dengan sifatnya, Pajak Pertambahan Nilai juga
merupakan pajak tidak langsung, artinya bebannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain, dalam hal ini Pemohon Banding selaku konsumen akhir
yang menanggung beban pada saat pembelian barang hadiah a quo,
sementara yang menikmatinya adalah konsumen Pemohon Banding yang
menerima hadiah a quo;
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang
nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak
beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali
ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017 oleh Dr. CCC, S.H., C.N.,
Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, Dr. AAA, S.H., M.Hum. dan BBB, S.H., M.H.,
Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta
Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD,
S.H., M.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis :
ttd.
Dr. AAA, S.H., M.Hum.
ttd.
BBB, S.H., M.H.
|
|
Ketua
Majelis,
ttd.
Dr. CCC, S.H., C.N.
|
|
|
|
Biaya -
biaya :
1. Meterai...................... Rp
6.000,00
2. Redaksi .................... Rp
5.000,00
3. Administrasi ............. Rp
2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp
2.500.000,00 |
|
Panitera
Pengganti,
ttd.
DDD,
S.H., M.H. |
Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.