Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1497/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
PT FGH INDONESIA,
beralamat di Jalan DF Raya Blok F Nomor 29-33, Kawasan Industri, DF,
Harja Mekar, Cikarang Utara, Bekasi;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
melawan:
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN
CUKAI, berkedudukan di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jakarta
13230, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
- AA, S.H., LL.M., jabatan Kepala Sub Direktorat Upaya
Hukum, pada Direktorat Keberatan, Banding dan Peraturan, Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai;
- BB, S.H., M.H., jabatan Kepala Seksi Upaya Hukum I pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
- CC, jabatan Kepala Seksi Upaya Hukum III pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
- DD, S.H., M.H., jabatan Kepala Seksi Upaya Hukum III
pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai;
- ED, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
- DE R.S., S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
- EF, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
- FE., S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
- FF., S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
- GG M., S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
- GH, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
- GF, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat
Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
- HJ, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada
Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-36/BC/2017, tanggal 27
Februari 2017;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.74628/PP/M.IXA/19/2016, tanggal 27 September 2016, yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Menimbang, bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor
051/Accnt/SEIN/VI/2015 tanggal 03 Juni 2015, pada pokoknya mengemukakan
hal-hal sebagai berikut:
Bahwa dengan ini mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan
Terbanding Nomor KEP-175/BC.8/2015 tertanggal 08 April 2015 tentang
Penetapan Atas Keberatan Pemohon Banding terhadap penetapan yang
Dilakukan Oleh Terbanding Dalam SPP Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11
Desember 2014 yang telah Pemohon Banding terima tanggal 08 April 2015;
Bahwa permohonan banding ini Pemohon Banding ajukan dengan penjelasan
sebagai berikut:
Bahwa latar belakang:
Bahwa Terbanding telah melakukan audit terhadap Pemohon Banding
berdasarkan Surat Tugas Nomor ST-524/BC.6/2013 tanggal 31 Desember 2013
dalam kapasitasnya sebagai Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap PDKB
dan Pengusaha pada Gudang Berikat (PPGB). Terbanding kemudian
menerbitkan Laporan Hasil Audit (LHA) dengan Nomor
LHA-287/BC.62/PDKB/2014 tertanggal 05 Desember 2014;
Bahwa berdasarkan LHA tersebut, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Surat
Penetapan Pabean (SPP) dengan Nomor SPP-295/BC.6/2014 tertanggal 11
Desember 2014 yang mewajibkan Pemohon Banding membayar tagihan Bea
Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan sanksi administrasi berupa Denda
sebesar Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh
delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah) dengan perincian
sebagai berikut:
Bea
Masuk
PPN
PPh pasal 22
Denda Administrasi
Total
|
Rp
1.537.731.000,00
Rp 3.118.293.000,00
Rp 779.574.000,00
Rp 1.552.730.000,00
Rp 6.988.328.000,00
|
Bahwa Pemohon Banding mengajukan keberatan kepada Terbanding atas SPP
tersebut di atas dengan Surat Nomor 012/SEIN/II/2015 tertanggal 05
Februari 2015 dengan menyerahkan Bukti Penerimaan Jaminan berupa Bank
Garansi Nomor GT683973/15;
Bahwa Terbanding memutuskan untuk menolak keberatan Pemohon Banding
melalui Surat Keputusan Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggal 08 April 2015
tentang Penetapan atas Keberatan PT FGH Indonesia
Terhadap Penetapan yang Dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam
Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11
Desember 2014 dan menetapkan Pemohon Banding diwajibkan untuk membayar
tagihan bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus
delapan puluh delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah);
Bahwa dasar hukum:
Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008
tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan;
Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Tempat Penimbunan Berikat;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara
Penetapan Tarif, Nilai Pabean dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai terakhir
diubah dengan PMK Nomor 122/PMK.04/2011;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.04/2010 tentang Tatacara
Pengajuan Keberatan Kepabeanan dan Cukai;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan
Berikat terakhir diubah dengan PMK Nomor 120/PMK.04/2013;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit
Kepabeanan dan Audit Cukai;
Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-1/BC/2011
tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang
Kepabeanan;
Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011
tentang Kawasan Berikat diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea
dan Cukai Nomor PER35/BC/2013;
Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-9/BC/2012
tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
Bahwa alasan permohonan banding:
Bahwa Dasar Hukum Pengajuan Banding:
Bahwa Pasal 35 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak (UU Pengadilan Pajak) menyatakan sebagai berikut:
ayat (1): “Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa
Indonesia kepada Pengadilan Pajak”;
Bahwa surat permohonan banding ini Pemohon Banding ajukan dalam Bahasa
Indonesia sehingga telah memenuhi ketentuan formal Pasal 35 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 14/2002:
ayat (2): “Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak
tanggal diterima keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan”;
Bahwa dalam hal Kepabeanan, Pasal 95 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
menyatakan:
“Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal
atas
tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2),
keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat
(2), Pasal 93A ayat (4), atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan
permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah
pungutan yang terutang dilunasi”;
Bahwa batas waktu penyampaian surat banding dalam hal ini adalah
tanggal 06 Juni 2015 dan surat banding ini Pemohon Banding ajukan ke
Pengadilan Pajak sebelum tanggal 06 Juni 2015;
Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa:
“Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2)
dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal banding diajukan terhadap
besarnya jumlah pajak yang terutang, banding hanya dapat diajukan
apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima
puluh persen)”;
Bahwa Pasal 95 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan menyatakan:
“Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal
atas
tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2),
keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat
(2), Pasal 93A ayat (4), atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan
permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah
pungutan yang terutang dilunasi”;
Bahwa Pemohon Banding telah melunasi pungutan yang terutang yang
tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
KEP-175/BC.8/2015 yaitu sebesar Rp6.988.328.000,00 (enam miliar
sembilan ratus delapan puluh delapan juta tiga ratus dua puluh delapan
ribu Rupiah). Terlampir adalah bukti pembayaran tersebut;
Bahwa dengan demikian pengajuan surat banding ini telah memenuhi
ketentuan formal penyampaian surat banding berdasarkan
Peraturan-Peraturan tersebut di atas;
Bahwa dasar materi:
Bahwa dasar koreksi Terbanding:
Bahwa alasan Terbanding dalam menerbitkan Keputusan Terbanding Nomor
KEP-175 adalah:
Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Audit Nomor LHA-287, Terbanding
menerbitkan SPP-295 yang mewajibkan Pemohon Banding membayar tagihan
Bea Masuk, PPN, PPh Pasal 22, dan sansksi administrasi berupa Denda
sebesar Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh
delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah) dengan alasan
penetapan terdapat selisih kurang atas mesin produksi dan cetakan
(moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT
Kepsonic Indonesia;
Bahwa ketentuan hukum Tempat Penimbunan Berikat/Kawasan Berikat yang
melandasi penelitian Terbanding adalah sebagai berikut:
Bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006:
Pasal 44:
- Dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau
bangunan
dapat ditetapkan sebagai tempat penimbunan berikut dengan mendapatkan
penagguhan bea masuk untuk:
- Menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai
dikeluarkan ke tempat penimbunan berikat lainnya atau diekspor;
- Menteri dapat menetapkan suatu kawasan, tempat, atau
bangunan
untuk dilakukannya suatu kegiatan tertentu selain kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebagai tempat penimbunan berikat;
Pasal 45:
- Barang dapat dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat
atas persetujuan pejabat bea dan cukai untuk:
- Diangkut ke tempat penimbunan berikat lain atau tempat
penimbunan sementara;
- Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut
wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi
berupa denda 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya
dibayar;
Penjelasan:
“… Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa
terhadap barang impor yang
wajib bea masuk, yang hilang dari tempat penimbunan berikat, wajib
membayar bea masuk yang terutang dan sanksi administrasi berupa
denda”;
Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Tempat Penimbunan Berikat:
Pasal 1
Kawasan Berikat adalah tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang
impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa
pengemasan/pengemasan kembali, pernyortiran, penggabungan (kitting),
pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam
jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali:
Pasal 2
Tempat Penimbunan Berikat dapat berbentuk:
- Kawasan Berikat
Pasal 19
- Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat
lainnya atau tempat lain didalam daerah pabean dalam rangka subkontrak
diberikan untuk jangka waktu tertentu;
- Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
dimasukkan kembali ke dalam Kawasan Berikat tempat pengeluaran barang,
maka:
- untuk barang asal impor, pengusaha Kawasan Berikat atau
pengusaha di Kawasan Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak dalam
Rangka impor dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
PMK-147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat:
Pasal 42
- Peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) kepada
Pengusaha
Kawasan Berikat, PDKB lain, dan/atau perusahaan industri badan usaha di
tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 39
ayat (5) atau Pasal 41 ayat (1), diberikan untuk jangka waktu paling
lama 6 (enam) bulan dengan memperhatikan jangka waktu kontrak
peminjaman;
- Dalam hal mesin produksi dan cetakan (moulding) yang
dipinjamkan
ke Kawasan Berikat lainnya tidak dikembalikan dan/atau tidak
diperpanjang setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terlampaui, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB asal wajib membayar bea
masuk yang seharusnya dibayar;
Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011
tentang Kawasan Berikat:
Pasal 81
- Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan
persetujuan meminjamkan barang modal berupa mesin produksi dan/atau
cetakan (moulding) ke Kawasan Berikat lain dan/atau perusahaan
industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean dalam rangka
subkontrak kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor
Pabean yang mengawasi;
- Jangka waktu peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dengan
memperhatikan jangka waktu kontrak peminjaman;
Bahwa menurut Terbanding terdapat ketidaksesuaian saldo buku dengan
saldo fisik barang modal atas mesin produksi dan cetakan (moulding)
yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT Kepsonic
Indonesia, dimana selisih tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan
oleh Pemohon Banding. Oleh karena itu Terbanding menolak keberatan
Pemohon Banding atas Surat Penetapan Pabean Nomor SPP-295/BC.6/2014
tanggal 11 Desember 2014, yang mewajibkan Pemohon membayar tagihan
sejumlah Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh
delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah);
Bahwa fakta dan alasan Pemohon Banding:
Bahwa fakta:
Bahwa untuk mendukung proses produksi yang dilakukan oleh Pemohon
Banding dalam statusnya sebagai pengusaha Kawasan Berikat, Pemohon
Banding meiakukan perjanjian kerja subkontrak dengan beberapa vendor.
Dalam rangka subkontrak tersebut Pemohon Banding telah meminjamkan
mesin produksi dan cetakan (moulding) ke vendor-vendor tersebut. Bahwa
vendor tersebut mempunyai izin sebagai Pengusaha Kawasan Berikat;
Bahwa selama peminjaman dilakukan, vendor wajib menyimpan dan menjaga
mesin produksi dan cetakan (moulding) tersebut;
Bahwa peminjaman dilakukan berdasarkan perjanjian subkontrak dan
diberikan ijin oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai Bekasi serta dilindungi
oleh dokumen pelindung pabean berupa BC 2.7;
Bahwa pada saat ini mesin produksi dan cetakan (moulding) yang
dipinjamkan oleh Pemohon Banding kepada vendor masih berada di Kawasan
Berikat yang dikelola oleh masing-masing vendor;
Bahwa alasan Pemohon Banding:
Bahwa Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006;
Bahwa Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 yang digunakan sebagai dasar hukum yang dalam menetapkan Surat
Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014 dan dalam Keputusan
Dirjen Bea dan Cukai Nomor KEP-175/BC.8/2015 tidak tepat;
Bahwa Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 menyatakan:
Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut
wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang
seharusnya dibayar;
Bahwa penjelasan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 menyatakan bahwa:
terhadap barang impor yang wajib bea masuk, yang hilang dari tempat
penimbunan berikat, kepada pengusaha tempat penimbunan berikat, wajib
membayar bea masuk yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda.
Bahwa Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 tidak mengamanatkan Pemerintah untuk mengatur lebih lanjut
kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan pengusaha tempat penimbunan
berikat wajib membayar bea masuk yang terutang dan denda 100% dari bea
masuk yang dibayar;
Bahwa berdasarkan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006 dapat disimpulkan bahwa hanya kondisi di mana barang yang
diimpor (oleh pengusaha tempat penimbunan berikat) hilang, yang dapat
menyebabkan pengusaha tempat penimbunan berikat wajib membayar kembali
bea masuk atas barang impor tersebut ditambah dengan denda 100% dari
bea masuk yang seharusnya dibayar;
Bahwa bea masuk yang menjadi sengketa dalam kasus ini terjadi karena
adanya ketidaksesuaian saldo buku dengan saldo fisik barang modal atas
mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka
subkontrak kepada selain PT Kepsonic Indonesia. Pada dasarnya selisih
ini terjadi karena secara fisik mesin produksi dan moulding tersebut
tidak berada di lokasi kawasan berikat Pemohon Banding melainkan di
lokasi kawasan berikat vendor;
Bahwa fakta hukum yang ada adalah bahwa barang-barang tersebut bukan
hilang, tetapi dipinjamkan sehingga penggunaan Pasal 45 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 adalah tidak tepat;
bahwa atas pengeluaran barang-barang yang menjadi sengketa dalam kasus
ini telah dilindungi dengan dokumen pabean BC 2.7 dan berdasarkan
perjanjian subkontrak serta diberikan izin oleh Kepala Kantor Bea dan
Cukai Bekasi.
Pemohon Banding dapat mempertanggungjawabkan keberadaan mesin produksi
dan cetakan (moulding);
Bahwa barang-barang tersebut dapat dibuktikan keberadaannya yaitu
berada di vendor-vendor yang terikat dalam perjanjian subkontrak
sehingga tidak tepat apabila Terbanding untuk menerbitkan menerbitkan
SPP-295 dan KEP-175 dengan menggunakan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 sebagai dasar hukum;
Bahwa Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat;
Bahwa Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat menyatakan:
- Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat
lainnya atau tempat lain di dalam daerah pabean dalam rangka subkontrak
diberikan untuk jangka waktu tertentu;
- Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
dimasukkan kembali ke dalam Kawasan Berikat tempat pengeluaran barang,
maka:
- untuk barang asal impor, pengusaha Kawasan Berikat atau
pengusaha di Kawasan Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak dalam
Rangka lmpor dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
Bahwa mesin produksi dan cetakan (moulding) dipinjamkan oleh Pemohon
Banding kepada vendor dalam rangka pekerjaan subkontrak. Mesin produksi
dan cetakan (moulding) tersebut bukan tidak dimasukkan kembali ke dalam
Kawasan Berikat Pemohon Banding, tetapi lebih hanya kepada masalah
administrasi yaitu belum dikembalikan ke Kawasan Berikat Pemohon
Banding;
Bahwa pada akhirnya, barang-barang yang dipinjamkan ke vendor akan
dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat Pemohon Banding. Sehingga
tidaklah tepat apabila dasar penerbitan SPP-295 dan KEP-175 dengan
menggunakan Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 sebagai dasar hukum;
Bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
Bahwa Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyatakan:
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
baik, yang meliputi:
- kesesualan antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
Bahwa Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyatakan:
- Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri
atas:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
- Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan
hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyatakan:
- Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi
yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas
perintah Undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
- Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan.
Bahwa Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat tidak sesuai dengan dengan asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik karena:
- tidak ada kesesuaian materi muatannya dengan peraturan yang
kedudukannya lebih tinggi (Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006); dan
- tidak ada pendelegasian/amanat dari Pasal 45 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 sehingga Pasal 19
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Tempat Penimbunan Berikat tidak bisa diakui keberadaannya dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Bahwa keberadaan mesin produksi dan moulding di Kawasan Berikat:
Bahwa atas mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan oleh
Pemohon Banding kepada vendor dalam rangka subkontrak, keberadaan
barang tersebut masih berada di kawasan berikat;
Bahwa pada saat pengeluaran barang dilindungi dengan BC 2.7 (dokumen
pabean yang digunakan melindungi barang dalam rangka
pengeluaran/pemasukan barang antar kawasan berikat) dan berdasarkan
perjanjian subkontrak serta diberikan izin oleh Kepala Kantor Bea dan
Cukai Bekasi;
Bahwa perlakuan kepabeanan dan perpajakan berdasarkan pasal 14 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan
Berikat:
- diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
- tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
Bahwa dengan demikian sepanjang barang tersebut masih berada di Tempat
Penimbunan Berikat/Kawasan Berikat atas barang tersebut bea masuknya
masih ditangguhkan dan pajak dalam rangka impornya tidak dipungut;
Bahwa sehingga atas penerbitan SPP-295 tidak tepat dan tidak sesuai
dengan peraturan tersebut di atas;
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak menyatakan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil
berdasarkan
hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan
keyakinan Hakim”;
Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang telah Pemohon Banding sampaikan
sebelumnya, Pemohon Banding memohon Majelis Hakim dalam pertimbangan
putusan mengesampingkan Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan
Berikat yang mewajibkan pelunasan bea masuk dan pengenaan sanksi atas
barang tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat tempat pengeluaran
barang dan memakai peraturan perundang-undangan di atasnya;
Bahwa permohonan:
Bahwa berdasarkan penjelasan, keterangan dan argumentasi di atas, maka
dengan ini Pemohon Banding memohon kepada Pengadilan Pajak agar
berkenan:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggai 08 April
2015;
Membatalkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggal
08 April 2015 sehingga Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan Sanksi
Administrasi berupa Denda yang masih harus dibayar menjadi nihil;
Memerintahkan Terbanding untuk mengembalikan kelebihan pembayaran
sehingga Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan Sanksi Administrasi
berupa Denda dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai dengan Pasal 87
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Memerintahkan Terbanding untuk segera melaksanakan Putusan Banding yang
mengabulkan Banding Pemohon Banding dengan segala konsekuensinya;
bahwa sesuai dengan pasal 46 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak, dengan ini Pemohon Banding juga menyampaikan
keinginan Pemohon Banding untuk hadir dalam proses persidangan guna
memberikan keterangan dan penjelasan tambahan yang mungkin diperlukan;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.74628/PP/M.IXA/19/2016, tanggal 27 September 2016, yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
MENGADILI
Menolak permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggal 08 April 2015
tentang Penetapan atas Keberatan PT FGH Indonesia
Terhadap Penetapan yang Dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam
Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11
Desember 2014, atas nama PT FGH Indonesia, NPWP
01.069.467.7-092.000, beralamat di Jalan DF Raya Blok F Nomor
29-33, Kawasan Industri, DF, Harja Mekar, Cikarang Utara, Bekasi
dan menetapkan atas selisih kurang mesin produksi dan cetakan
(moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG
Indonesia, Pemohon Banding diharuskan membayar bea masuk,
pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh delapan
juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.74628/PP/M.IXA/19/ 2016,
tanggal 27 September 2016, diberitahukan kepada Pemohon Banding pada
tanggal 05 Oktober 2016, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Banding
diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak pada tanggal 03 Januari 2017, dengan disertai
alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan Peninjauan Kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 27 Januari
2017, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban Memori
Peninjauan Kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
tersebut pada tanggal 01 Maret 2017;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN
PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan
alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- MATERI PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI
- Pokok Sengketa atas Permohonan Peninjauan Kembali
- Bahwa yang menjadi dasar permohonan Peninjauan Kembali
oleh Pemohon
Peninjauan Kembali ialah karena keputusan Majelis Pengadilan Pajak pada
surat Putusan Pengadilan Pajak nomor PUT. 74628 menyebutkan:
Halaman 41 paragraf 3 dan 4
“Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan
bahwa mesin
produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang
dipinjamkan kepada selain PT Kepsonic Indonesia berada dalam kawasan
berikat”;
“Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
mempertanggungjawabkan
mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang
dipinjamkan kepada selain PT Kepsonic Indonesia, seharusnya berada
dalam kawasan berikat sehingga harus membayar bea masuk, pajak dalam
rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 45 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.”;
- Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
berpendapat bahwa
atas selisih kurang mesin produksi dan cetakan (moulding) yang
dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG Indonesia
yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dipertanggungjawabkan sehingga Pemohon Peninjauan Kembali harus
membayar bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi
berupa denda dengan memutuskan sebagai berikut:
MENGADILI:
- “Menolak Permohonan Banding Pemohon Banding
terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP 175/BC.8/2015 tanggal 08
April 2015 tentang Penetapan atas Keberatan PT FGH
Indonesia terhadap penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai
dalam Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11
Desember 2014, atas nama PT FGH Indonesia NPWP
0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan DF Raya Blok F XX-XX,
Kawasan Industri, DF, Harja Mekar, Cikarang Utara, Bekasi dan
menetapkan atas selisih kurang mesin produksi dan cetakan (moulding)
yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT
Indonesia. Pemohon Banding diharuskan membayar bea masuk, pajak dalam
rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp6.988.328.000 (enam milyar sembilan ratus delapan puluh delapan juta
tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah);
- Bahwa yang menjadi nilai sengketa Pemohon Peninjauan
Kembali adalah sebagai berikut:
Bea
Masuk
PPN
PPh Ps. 22
Denda Administrasi
Total |
:
1.537.731.000,00
: 3.118.293.000,00
: 779.574.000,00
: 1.552.730.000,00
: 6.988.328.000,00
|
- Kronologis dan Fakta Hukum Terkait Sengketa
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (PT FGH
Indonesia) adalah Pengusaha Kawasan Berikat (PKB) merangkap Pengusaha
di Kawsan Berikat (PDKB) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
17/KMK.05/1994 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 34/WBC.08/2012.
- Bahwa sesuai dengan Laporan Hasil Audit Nomor
LHA-287/BC.62/PDKB/2014
tanggal 05 Desember 2014 dengan periode audit 1 Januari 2012 sampai
dengan 30 November 2013 telah ditetapkan beberapa Surat Penetapan
Pabean karena terdapat beberapa peminjaman barang modal dalam rangka
subkontrak yang melewati jangka waktu yang diizinkan oleh Kepala Kantor
Pabean yang mengawasi dan kedapatan ketidaksesuaian saldo buku dengan
saldo fisik barang modal sebesar Rp16.793.401.000,00 dengan pembagian
Surat Penetapan Pabean sebagai berikut:
Penetapan |
Jumlah
Tagihan (Rp) |
Alasan
Penagihan |
SPP-294/BC.6/2014
tanggal 11 Desember 2014 |
748.324.000 |
Terdapat
peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka
subkontrak kepada selain PT FG Indonesia yang telah lewat jangka waktu |
SPP-295/BC.6/2014
tanggal 11 Desember 2014 |
6.988.328.000 |
Terdapat
selisih kurang mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan
dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG Indonesia |
SPP-296/BC.6/2014
tanggal 11 Desember 2014 |
1.805.529.000 |
Terdapat
peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka
subkontrak kepada PT FG Indonesia yang telah lewat jangka waktu |
SPP-297/BC.6/2014
tanggal 11 Desember 2014 |
7.251.220.000 |
Terdapat
selisih kurang mesin produksi dan cetakan
(moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada PT FG
Indonesia |
- Bahwa atas penerbitan SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11 Desember
2014
(SPP-295) dalam sengketa a quo, dengan tagihan kekurangan pembayaran
bea masuk sanksi administrasi berupa denda dan/atau pajak dalam rangka
impor sebesar Rp6.988.328.000, Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan
keberatan kepada Termohon PK. Setelah meneliti fakta-fakta dan alat
bukti yang ada, Termohon PK memutuskan menolak permohonan keberatan
tersebut, dengan alasan sebagaimana dinyatakan dalam Surat Keputusan
Termohon PK Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggal 08 April 2015 (KEP-175);
- Bahwa atas penerbitan KEP-175 tersebut, Pemohon Peninjauan
Kembali mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dengan Surat Nomor
051/Accnt/SEIN/VI/2015 tanggal 03 Juni 2015 perihal Permohonan Banding
atas KEP-175;
- Bahwa setelah melalui proses persidangan, mendengarkan
penjelasan
Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon PK serta meneliti fakta-fakta
dan alat bukti yang ada, Majelis Hakim menolak permohonan banding
Pemohon Peninjauan Kembali dengan dikeluarkannya Put-74628 mengenai
banding terhadap KEP-175;
- Pembahasan Pokok Sengketa atas Permohonan Peninjauan
Kembali
- Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa,
mengadili
dan memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan
kekhilafan sehingga memberikan pertimbangan hukum yang tidak sesuai
dengan kententuan dan/atau perundang-undangan sebagaimana berikut:
- Pemohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan halaman
41 paragraf 3
keputusan Majelis Pengadilan Pajak pada surat Putusan Pengadilan Pajak
nomor PUT. 74628 yang menyebutkan:
“Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan
bahwa mesin
produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang
dipinjamkan kepada selain PT FG Indonesia berada dalam kawasan
berikat”;
Pemohon
Peninjauan Kembali dapat membuktikan bahwa mesin produksi dan
moulding dalam rangka subkontrak yang dipinjamkan kepada selain PT FG
Indonesia masih berada dalam kawasan berikat. Mesin produksi
dan moulding tersebut dipinjamkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali
kepada Pengusaha Kawasan Berikat lain (vendor) dengan dokumen BC 2.7
(Pemberitahuan Pengeluaran Barang Untuk Diangkut Dari Tempat Penimbunan
Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat Lainnya). Setiap vendor diwajibkan
untuk menyimpan moulding selama 5 tahun sejak dipinjamkan. Setelah
jangka waktu 5 tahun, Pemohon Peninjauan Kembali akan melakukan
penarikan moulding tersebut dari vendor untuk dilakukan proses
pemusnahan.
- Pemohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan halaman
42 paragraf 4
keputusan Majelis Pengadilan Pajak pada surat Putusan Pengadilan Pajak
nomor PUT. 74628 menyebutkan:
“Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
mempertanggungjawabkan
mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang
dipinjamkan kepada selain PT FG Indonesia, seharusnya berada
dalam kawasan berikat sehingga harus membayar bea masuk, pajak dalam
rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 45 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.”
Pemohon Peninjauan Kembali dapat mempertanggungjawabkan bahwa mesin
produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang
dipinjamkan kepada selain PT FG Indonesia masih berada dalam
kawasan berikat. Hal ini dapat Pemohon Peninjauan Kembali buktikan
dengan surat pernyataan dari vendor kami antara lain PT Bumjin
Electronics Indonesia, PT Shin Heung Indonesia, dan PT
SunshineTechnical Indonesia.
Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) huruf c Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995
jo 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) diatur bahwa
Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat dibebaskan dari tanggung jawab
terhadap bea masuk yang terutang dalam hal barang yang ditimbun di
Tempat Penimbunan Berikatnya telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan
Berikat lain.
Dalam hal ini mesin produksi dan moulding dipinjamkan ke Pengusaha
Tempat Penimbunan Berikat lain di Kawasan Berikat sehingga seharusnya
dibebaskan dari tanggung jawab bea masuk.
Pasal 33
- Pengusaha tempat penimbunan berikat bertanggung
jawab terhadap bea
masuk yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat penimbunan
berikatnya.
- Pengusaha tempat penimbunan berikat dibebaskan dari
tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di
Tempat Penimbunan Berikatnya:
- musnah tanpa sengaja;
- telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau
diimpor sementara; atau
- telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara,
Tempat Penimbunan Berikat lain, atau Tempat Penimbunan Pabean.
Lebih lanjut berdasarkan Pasal 45 ayat (4) UU Kepabeanan dan
penjelasannya diatur bahwa:
Pasal 45 ayat (4)
“Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut
wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang
seharusnya dibayar.”
Penjelasan Pasal 45 ayat (4)
... Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa terhadap barang impor yang
wajib bea masuk, yang hilang dari tempat penimbunan berikat, kepada
pengusaha tempat penimbunan berikat, wajib membayar bea masuk yang
terutang dan sanksi administrasi berupa denda.
Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa terhadap mesin produksi
dan moulding yang dipinjamkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali kepada
selain PT FG Indonesia tidak dapat dikenakan Bea Masuk dan sanksi
administrasi karena tidak hilang dari tempat penimbunan berikat.
Berdasarkan penjelasannya pasal 45 ayat (4) UU Kepabeanan diatur bahwa
yang dapat menyebabkan pengusaha tempat penimbunan berikat wajib
membayar bea masuk atas barang impor tersebut ditambah dengan denda
100% dari bea masuk yang seharusnya dibayar adalah kondisi di mana
barang yang diimpor oleh pengusaha tempat penimbunan berikat hilang.
Bahwa definisi kata “hilang/hi·lang/”
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak ada lagi; lenyap;
tidak kelihatan.
Berdasarkan fakta hukum yang ada adalah barang-barang tersebut bukan
hilang, tetapi dipinjamkan kepada vendor-vendor yang terikat dalam
perjanjian subkontrak dan telah dilindungi dengan dokumen pabean BC
2.7, yaitu dokumen pabean untuk memberitahukan pengeluaran barang untuk
diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat (“TPB”) ke
TPB lainnya.
Sehingga menurut Pemohon Peninjauan Kembali penggunaan Pasal 45 ayat
(4) UU Kepabeanan sebagai dasar hukum putusan menjadi tidak tepat.
- Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa
berdasarkan Pasal 33
ayat (3) huruf c dan Pasal 45 ayat (4) UU Kepabeanan, maka atas
peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka
subkontrak kepada selain PT FG Indonesia yang eksistensi fisiknya
dipertanyakan oleh Termohon PK dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak,
dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk karena mesin produksi dan
cetakan (moulding) masih berada di dalam Kawasan Berikat.
- KESIMPULAN DAN PENUTUP
- Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sudah terbukti
dan
tidak terbantahkan lagi bahwa pertimbangan hukum Judex Facti Pengadilan
Pajak telah salah menerapkan hukum sebagaimana diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan dalam memberikan pertimbangan dan putusan
dalam perkara a quo. Sehingga berdasarkan hukum dan sesuai ketentuan
perundang-undangan, Pemohon Peninjauan Kembali memohon Majelis Hakim
Agung Yang Terhormat untuk menyatakan batal atas Putusan Pengadilan
Pajak Nomor 74628/PP/M.IXA/19/2016 tanggal 4 Oktober 2016.
PERTIMBANGAN
HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak
permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor
KEP-175/BC.8/2015, tanggal 08 April 2015, tentang Penetapan atas
Keberatan Pemohon Banding terhadap Penetapan yang dilakukan oleh
Terbanding dalam Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014,
tanggal 11 Desember 2014, atas nama Pemohon Banding, NPWP:
0X.0XX.XXX.X-0XX.000, dan menetapkan atas peminjaman mesin produksi dan
cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG
Indonesia yang telah lewat jangka waktu, Pemohon Banding diharuskan
membayar Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan Sanksi Administrasi
berupa Denda sebesar Rp6.988.328.000,00 adalah sudah tepat dan benar,
dengan pertimbangan:
- Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali
dalam
perkara a quo yaitu Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka
Impor dan Sanksi Administrasi berupa Denda sebesar Rp6.988.328.000,00
kepada Pemohon Peninjauan Kembali sesuai SPP Nomor SPP-295/BC.6/2014
tanggal 11 Desember 2014 dengan alasan terdapat peminjaman mesin
produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak kepada selain
PT. FG Indonesia yang telah lewat jangka waktu, sehingga Pemohon
Peninjauan Kembali diharuskan membayar kekurangan pembayaran sebesar
Rp6.988.328.000,00 tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan
menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan
Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra
Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan
melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta
pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo
berdasarkan Laporan Hasil Audit (LHA) Nomor LHA-287/BC.62/PDKB/2014,
tanggal 05 Desember 2014, kedapatan selisih kurang mesin produksi dan
cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada
selain PT FG Indonesia, dan oleh karenanya koreksi Terbanding
(sekarang Termohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tetap dapat
dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat
(4) Undang-Undang juncto Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2009;
- Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan
Pajak
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: PT FGH Indonesia tersebut tidak
beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT FGH INDONESIA
tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Selasa, tanggal 29 Agustus 2017, oleh Dr. H. XYZ, S.H., M.H.,
Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, Dr. H. M. FFF, S.H., M.S., dan Dr. GGG, S.H.,
M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta
Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H.,
Panitera Pengganti dengan tidak
dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis :
ttd/
Dr. H. M. FFF, S.H., M.S.,
ttd/
Dr. GGG, S.H.,
M.Hum.,
Biaya – biaya :
1. M e t e r a
i……………..
Rp
6.000,00
2. R e d a k s
i…………….. Rp
5.000,00
3. Administrasi
………..….
Rp
2.489.000,00
Jumlah
……….
Rp 2.500.000,00
|
Ketua Majelis:
ttd/
Dr. H. XYZ, S.H., M.H.,
Panitera Pengganti
ttd/
HHH, S.H., M.H.,
|
Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
atas nama Panitera,
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
H. RTY, S.H.
NIP XXXX0XXX XXXX0X X 00X
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.