PUTUSAN
Nomor 1497/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
PT FGH INDONESIA, beralamat di Jalan DF Raya Blok F Nomor 29-33, Kawasan Industri, DF, Harja Mekar, Cikarang Utara, Bekasi;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

melawan:

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, berkedudukan di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jakarta 13230, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, S.H., LL.M., jabatan Kepala Sub Direktorat Upaya Hukum, pada Direktorat Keberatan, Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  2. BB, S.H., M.H., jabatan Kepala Seksi Upaya Hukum I pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. CC, jabatan Kepala Seksi Upaya Hukum III pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  4. DD, S.H., M.H., jabatan Kepala Seksi Upaya Hukum III pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  5. ED, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  6. DE R.S., S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  7. EF, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  8. FE., S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  9. FF., S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  10. GG M., S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  11. GH, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  12. GF, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  13. HJ, S.H., jabatan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-36/BC/2017, tanggal 27 Februari 2017;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.74628/PP/M.IXA/19/2016, tanggal 27 September 2016, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Menimbang, bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 051/Accnt/SEIN/VI/2015 tanggal 03 Juni 2015, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa dengan ini mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-175/BC.8/2015 tertanggal 08 April 2015 tentang Penetapan Atas Keberatan Pemohon Banding terhadap penetapan yang Dilakukan Oleh Terbanding Dalam SPP Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11 Desember 2014 yang telah Pemohon Banding terima tanggal 08 April 2015;
Bahwa permohonan banding ini Pemohon Banding ajukan dengan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa latar belakang:
Bahwa Terbanding telah melakukan audit terhadap Pemohon Banding berdasarkan Surat Tugas Nomor ST-524/BC.6/2013 tanggal 31 Desember 2013 dalam kapasitasnya sebagai Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap PDKB dan Pengusaha pada Gudang Berikat (PPGB). Terbanding kemudian menerbitkan Laporan Hasil Audit (LHA) dengan Nomor LHA-287/BC.62/PDKB/2014 tertanggal 05 Desember 2014;
Bahwa berdasarkan LHA tersebut, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP) dengan Nomor SPP-295/BC.6/2014 tertanggal 11 Desember 2014 yang mewajibkan Pemohon Banding membayar tagihan Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan sanksi administrasi berupa Denda sebesar Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah) dengan perincian sebagai berikut:

Bea Masuk
PPN
PPh pasal 22
Denda Administrasi
Total
Rp 1.537.731.000,00
Rp 3.118.293.000,00
Rp 779.574.000,00
Rp 1.552.730.000,00
Rp 6.988.328.000,00

Bahwa Pemohon Banding mengajukan keberatan kepada Terbanding atas SPP tersebut di atas dengan Surat Nomor 012/SEIN/II/2015 tertanggal 05 Februari 2015 dengan menyerahkan Bukti Penerimaan Jaminan berupa Bank Garansi Nomor GT683973/15;
Bahwa Terbanding memutuskan untuk menolak keberatan Pemohon Banding melalui Surat Keputusan Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggal 08 April 2015 tentang Penetapan atas Keberatan PT FGH Indonesia Terhadap Penetapan yang Dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11 Desember 2014 dan menetapkan Pemohon Banding diwajibkan untuk membayar tagihan bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah);
Bahwa dasar hukum:

Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan;
Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai terakhir diubah dengan PMK Nomor 122/PMK.04/2011;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.04/2010 tentang Tatacara Pengajuan Keberatan Kepabeanan dan Cukai;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat terakhir diubah dengan PMK Nomor 120/PMK.04/2013;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-1/BC/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Kepabeanan;
Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER35/BC/2013;
Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-9/BC/2012 tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
Bahwa alasan permohonan banding:
Bahwa Dasar Hukum Pengajuan Banding:
Bahwa Pasal 35 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) menyatakan sebagai berikut:
ayat (1): “Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak”;
Bahwa surat permohonan banding ini Pemohon Banding ajukan dalam Bahasa Indonesia sehingga telah memenuhi ketentuan formal Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14/2002:
ayat (2): “Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan”;
Bahwa dalam hal Kepabeanan, Pasal 95 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan menyatakan:
“Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2), Pasal 93A ayat (4), atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang dilunasi”;
Bahwa batas waktu penyampaian surat banding dalam hal ini adalah tanggal 06 Juni 2015 dan surat banding ini Pemohon Banding ajukan ke Pengadilan Pajak sebelum tanggal 06 Juni 2015;
Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa:
“Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen)”;
Bahwa Pasal 95 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan menyatakan:
“Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2), Pasal 93A ayat (4), atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang dilunasi”;
Bahwa Pemohon Banding telah melunasi pungutan yang terutang yang tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-175/BC.8/2015 yaitu sebesar Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah). Terlampir adalah bukti pembayaran tersebut;
Bahwa dengan demikian pengajuan surat banding ini telah memenuhi ketentuan formal penyampaian surat banding berdasarkan Peraturan-Peraturan tersebut di atas;

Bahwa dasar materi:
Bahwa dasar koreksi Terbanding:
Bahwa alasan Terbanding dalam menerbitkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-175 adalah:
Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Audit Nomor LHA-287, Terbanding menerbitkan SPP-295 yang mewajibkan Pemohon Banding membayar tagihan Bea Masuk, PPN, PPh Pasal 22, dan sansksi administrasi berupa Denda sebesar Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah) dengan alasan penetapan terdapat selisih kurang atas mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT Kepsonic Indonesia;
Bahwa ketentuan hukum Tempat Penimbunan Berikat/Kawasan Berikat yang melandasi penelitian Terbanding adalah sebagai berikut:
Bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006:
Pasal 44:
  1. Dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau bangunan dapat ditetapkan sebagai tempat penimbunan berikut dengan mendapatkan penagguhan bea masuk untuk:
  1. Menimbun barang impor guna diimpor untuk dipakai dikeluarkan ke tempat penimbunan berikat lainnya atau diekspor;
    1. Menteri dapat menetapkan suatu kawasan, tempat, atau bangunan untuk dilakukannya suatu kegiatan tertentu selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai tempat penimbunan berikat;
Pasal 45:
  1. Barang dapat dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat atas persetujuan pejabat bea dan cukai untuk:
    1. Diangkut ke tempat penimbunan berikat lain atau tempat penimbunan sementara;
  1. Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar;
Penjelasan:
“… Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa terhadap barang impor yang wajib bea masuk, yang hilang dari tempat penimbunan berikat, wajib membayar bea masuk yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda”;
Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat:
Pasal 1
Kawasan Berikat adalah tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, pernyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali:
Pasal 2
Tempat Penimbunan Berikat dapat berbentuk:
  1. Kawasan Berikat
Pasal 19
  1. Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya atau tempat lain didalam daerah pabean dalam rangka subkontrak diberikan untuk jangka waktu tertentu;
  1. Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dimasukkan kembali ke dalam Kawasan Berikat tempat pengeluaran barang, maka:
    1. untuk barang asal impor, pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka impor dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor PMK-147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat:
Pasal 42
  1. Peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) kepada Pengusaha Kawasan Berikat, PDKB lain, dan/atau perusahaan industri badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (5) atau Pasal 41 ayat (1), diberikan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dengan memperhatikan jangka waktu kontrak peminjaman;
  1. Dalam hal mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan ke Kawasan Berikat lainnya tidak dikembalikan dan/atau tidak diperpanjang setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB asal wajib membayar bea masuk yang seharusnya dibayar;
Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat:
Pasal 81
  1. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mengajukan permohonan persetujuan meminjamkan barang modal berupa mesin produksi dan/atau cetakan (moulding) ke Kawasan Berikat lain dan/atau perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean dalam rangka subkontrak kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi;
  2. Jangka waktu peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dengan memperhatikan jangka waktu kontrak peminjaman;
Bahwa menurut Terbanding terdapat ketidaksesuaian saldo buku dengan saldo fisik barang modal atas mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT Kepsonic Indonesia, dimana selisih tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Pemohon Banding. Oleh karena itu Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding atas Surat Penetapan Pabean Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11 Desember 2014, yang mewajibkan Pemohon membayar tagihan sejumlah Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah);
Bahwa fakta dan alasan Pemohon Banding:
Bahwa fakta:
Bahwa untuk mendukung proses produksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding dalam statusnya sebagai pengusaha Kawasan Berikat, Pemohon Banding meiakukan perjanjian kerja subkontrak dengan beberapa vendor.
Dalam rangka subkontrak tersebut Pemohon Banding telah meminjamkan mesin produksi dan cetakan (moulding) ke vendor-vendor tersebut. Bahwa vendor tersebut mempunyai izin sebagai Pengusaha Kawasan Berikat;
Bahwa selama peminjaman dilakukan, vendor wajib menyimpan dan menjaga mesin produksi dan cetakan (moulding) tersebut;
Bahwa peminjaman dilakukan berdasarkan perjanjian subkontrak dan diberikan ijin oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai Bekasi serta dilindungi oleh dokumen pelindung pabean berupa BC 2.7;

Bahwa pada saat ini mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan oleh Pemohon Banding kepada vendor masih berada di Kawasan Berikat yang dikelola oleh masing-masing vendor;
Bahwa alasan Pemohon Banding:
Bahwa Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Bahwa Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 yang digunakan sebagai dasar hukum yang dalam menetapkan Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014 dan dalam Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor KEP-175/BC.8/2015 tidak tepat;
Bahwa Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 menyatakan:
Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar;
Bahwa penjelasan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 menyatakan bahwa:
terhadap barang impor yang wajib bea masuk, yang hilang dari tempat penimbunan berikat, kepada pengusaha tempat penimbunan berikat, wajib membayar bea masuk yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda.
Bahwa Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tidak mengamanatkan Pemerintah untuk mengatur lebih lanjut kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan pengusaha tempat penimbunan berikat wajib membayar bea masuk yang terutang dan denda 100% dari bea masuk yang dibayar;
Bahwa berdasarkan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dapat disimpulkan bahwa hanya kondisi di mana barang yang diimpor (oleh pengusaha tempat penimbunan berikat) hilang, yang dapat menyebabkan pengusaha tempat penimbunan berikat wajib membayar kembali bea masuk atas barang impor tersebut ditambah dengan denda 100% dari bea masuk yang seharusnya dibayar;
Bahwa bea masuk yang menjadi sengketa dalam kasus ini terjadi karena adanya ketidaksesuaian saldo buku dengan saldo fisik barang modal atas mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT Kepsonic Indonesia. Pada dasarnya selisih ini terjadi karena secara fisik mesin produksi dan moulding tersebut tidak berada di lokasi kawasan berikat Pemohon Banding melainkan di lokasi kawasan berikat vendor;
Bahwa fakta hukum yang ada adalah bahwa barang-barang tersebut bukan hilang, tetapi dipinjamkan sehingga penggunaan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 adalah tidak tepat;
bahwa atas pengeluaran barang-barang yang menjadi sengketa dalam kasus ini telah dilindungi dengan dokumen pabean BC 2.7 dan berdasarkan perjanjian subkontrak serta diberikan izin oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai Bekasi.
Pemohon Banding dapat mempertanggungjawabkan keberadaan mesin produksi dan cetakan (moulding);
Bahwa barang-barang tersebut dapat dibuktikan keberadaannya yaitu berada di vendor-vendor yang terikat dalam perjanjian subkontrak sehingga tidak tepat apabila Terbanding untuk menerbitkan menerbitkan SPP-295 dan KEP-175 dengan menggunakan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 sebagai dasar hukum;
Bahwa Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat;
Bahwa Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat menyatakan:
  1. Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya atau tempat lain di dalam daerah pabean dalam rangka subkontrak diberikan untuk jangka waktu tertentu;
  1. Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dimasukkan kembali ke dalam Kawasan Berikat tempat pengeluaran barang, maka:
    1. untuk barang asal impor, pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka lmpor dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Bahwa mesin produksi dan cetakan (moulding) dipinjamkan oleh Pemohon Banding kepada vendor dalam rangka pekerjaan subkontrak. Mesin produksi dan cetakan (moulding) tersebut bukan tidak dimasukkan kembali ke dalam Kawasan Berikat Pemohon Banding, tetapi lebih hanya kepada masalah administrasi yaitu belum dikembalikan ke Kawasan Berikat Pemohon Banding;
Bahwa pada akhirnya, barang-barang yang dipinjamkan ke vendor akan dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat Pemohon Banding. Sehingga tidaklah tepat apabila dasar penerbitan SPP-295 dan KEP-175 dengan menggunakan Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 sebagai dasar hukum;
Bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
Bahwa Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan:
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
  1. kesesualan antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
Bahwa Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan:
  1. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
  1. Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan:
  1. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
  2. Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Bahwa Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat tidak sesuai dengan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik karena:
  1. tidak ada kesesuaian materi muatannya dengan peraturan yang kedudukannya lebih tinggi (Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006); dan
  2. tidak ada pendelegasian/amanat dari Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 sehingga Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat tidak bisa diakui keberadaannya dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Bahwa keberadaan mesin produksi dan moulding di Kawasan Berikat:
Bahwa atas mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan oleh Pemohon Banding kepada vendor dalam rangka subkontrak, keberadaan barang tersebut masih berada di kawasan berikat;
Bahwa pada saat pengeluaran barang dilindungi dengan BC 2.7 (dokumen pabean yang digunakan melindungi barang dalam rangka pengeluaran/pemasukan barang antar kawasan berikat) dan berdasarkan perjanjian subkontrak serta diberikan izin oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai Bekasi;
Bahwa perlakuan kepabeanan dan perpajakan berdasarkan pasal 14 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Berikat:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
Bahwa dengan demikian sepanjang barang tersebut masih berada di Tempat Penimbunan Berikat/Kawasan Berikat atas barang tersebut bea masuknya masih ditangguhkan dan pajak dalam rangka impornya tidak dipungut;
Bahwa sehingga atas penerbitan SPP-295 tidak tepat dan tidak sesuai dengan peraturan tersebut di atas;
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang telah Pemohon Banding sampaikan sebelumnya, Pemohon Banding memohon Majelis Hakim dalam pertimbangan putusan mengesampingkan Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat yang mewajibkan pelunasan bea masuk dan pengenaan sanksi atas barang tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat tempat pengeluaran barang dan memakai peraturan perundang-undangan di atasnya;
Bahwa permohonan:
Bahwa berdasarkan penjelasan, keterangan dan argumentasi di atas, maka dengan ini Pemohon Banding memohon kepada Pengadilan Pajak agar berkenan:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggai 08 April 2015;
Membatalkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggal 08 April 2015 sehingga Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan Sanksi Administrasi berupa Denda yang masih harus dibayar menjadi nihil;
Memerintahkan Terbanding untuk mengembalikan kelebihan pembayaran sehingga Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan Sanksi Administrasi berupa Denda dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai dengan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Memerintahkan Terbanding untuk segera melaksanakan Putusan Banding yang mengabulkan Banding Pemohon Banding dengan segala konsekuensinya;
bahwa sesuai dengan pasal 46 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dengan ini Pemohon Banding juga menyampaikan keinginan Pemohon Banding untuk hadir dalam proses persidangan guna memberikan keterangan dan penjelasan tambahan yang mungkin diperlukan;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.74628/PP/M.IXA/19/2016, tanggal 27 September 2016, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

MENGADILI

Menolak permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggal 08 April 2015 tentang Penetapan atas Keberatan PT FGH Indonesia Terhadap Penetapan yang Dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11 Desember 2014, atas nama PT FGH Indonesia, NPWP 01.069.467.7-092.000, beralamat di Jalan DF Raya Blok F Nomor 29-33, Kawasan Industri, DF, Harja Mekar, Cikarang Utara, Bekasi dan menetapkan atas selisih kurang mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG Indonesia, Pemohon Banding diharuskan membayar bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp6.988.328.000,00 (enam miliar sembilan ratus delapan puluh delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.74628/PP/M.IXA/19/ 2016, tanggal 27 September 2016, diberitahukan kepada Pemohon Banding pada tanggal 05 Oktober 2016, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Banding diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 03 Januari 2017, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan Peninjauan Kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 27 Januari 2017, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban Memori Peninjauan Kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 01 Maret 2017;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

  1. MATERI PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI
    1. Pokok Sengketa atas Permohonan Peninjauan Kembali
      1. Bahwa yang menjadi dasar permohonan Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali ialah karena keputusan Majelis Pengadilan Pajak pada surat Putusan Pengadilan Pajak nomor PUT. 74628 menyebutkan:
        Halaman 41 paragraf 3 dan 4
        “Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan bahwa mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang dipinjamkan kepada selain PT Kepsonic Indonesia berada dalam kawasan berikat”;
        “Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat mempertanggungjawabkan mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang dipinjamkan kepada selain PT Kepsonic Indonesia, seharusnya berada dalam kawasan berikat sehingga harus membayar bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.”;
      2. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa atas selisih kurang mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG Indonesia yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga Pemohon Peninjauan Kembali harus membayar bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda dengan memutuskan sebagai berikut:

MENGADILI:

“Menolak Permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP 175/BC.8/2015 tanggal 08 April 2015 tentang Penetapan atas Keberatan PT FGH Indonesia terhadap penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11 Desember 2014, atas nama PT FGH Indonesia NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan DF Raya Blok F XX-XX, Kawasan Industri, DF, Harja Mekar, Cikarang Utara, Bekasi dan menetapkan atas selisih kurang mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT Indonesia. Pemohon Banding diharuskan membayar bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp6.988.328.000 (enam milyar sembilan ratus delapan puluh delapan juta tiga ratus dua puluh delapan ribu Rupiah);
      1. Bahwa yang menjadi nilai sengketa Pemohon Peninjauan Kembali adalah sebagai berikut:

        Bea Masuk
        PPN
        PPh Ps. 22
        Denda Administrasi
        Total
        : 1.537.731.000,00
        : 3.118.293.000,00
        : 779.574.000,00
        : 1.552.730.000,00
        : 6.988.328.000,00

    1. Kronologis dan Fakta Hukum Terkait Sengketa
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (PT FGH Indonesia) adalah Pengusaha Kawasan Berikat (PKB) merangkap Pengusaha di Kawsan Berikat (PDKB) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 17/KMK.05/1994 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 34/WBC.08/2012.
  2. Bahwa sesuai dengan Laporan Hasil Audit Nomor LHA-287/BC.62/PDKB/2014 tanggal 05 Desember 2014 dengan periode audit 1 Januari 2012 sampai dengan 30 November 2013 telah ditetapkan beberapa Surat Penetapan Pabean karena terdapat beberapa peminjaman barang modal dalam rangka subkontrak yang melewati jangka waktu yang diizinkan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi dan kedapatan ketidaksesuaian saldo buku dengan saldo fisik barang modal sebesar Rp16.793.401.000,00 dengan pembagian Surat Penetapan Pabean sebagai berikut:

    Penetapan Jumlah
    Tagihan (Rp)
    Alasan Penagihan
    SPP-294/BC.6/2014
    tanggal 11 Desember 2014
    748.324.000 Terdapat peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG Indonesia yang telah lewat jangka waktu
    SPP-295/BC.6/2014
    tanggal 11 Desember 2014
    6.988.328.000 Terdapat selisih kurang mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG Indonesia
    SPP-296/BC.6/2014
    tanggal 11 Desember 2014
    1.805.529.000 Terdapat peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak kepada PT FG Indonesia yang telah lewat jangka waktu
    SPP-297/BC.6/2014
    tanggal 11 Desember 2014
    7.251.220.000 Terdapat selisih kurang mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada PT FG Indonesia

  3. Bahwa atas penerbitan SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11 Desember 2014 (SPP-295) dalam sengketa a quo, dengan tagihan kekurangan pembayaran bea masuk sanksi administrasi berupa denda dan/atau pajak dalam rangka impor sebesar Rp6.988.328.000, Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan keberatan kepada Termohon PK. Setelah meneliti fakta-fakta dan alat bukti yang ada, Termohon PK memutuskan menolak permohonan keberatan tersebut, dengan alasan sebagaimana dinyatakan dalam Surat Keputusan Termohon PK Nomor KEP-175/BC.8/2015 tanggal 08 April 2015 (KEP-175);
  4. Bahwa atas penerbitan KEP-175 tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dengan Surat Nomor 051/Accnt/SEIN/VI/2015 tanggal 03 Juni 2015 perihal Permohonan Banding atas KEP-175;
  5. Bahwa setelah melalui proses persidangan, mendengarkan penjelasan Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon PK serta meneliti fakta-fakta dan alat bukti yang ada, Majelis Hakim menolak permohonan banding Pemohon Peninjauan Kembali dengan dikeluarkannya Put-74628 mengenai banding terhadap KEP-175;
    1. Pembahasan Pokok Sengketa atas Permohonan Peninjauan Kembali
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan kekhilafan sehingga memberikan pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan kententuan dan/atau perundang-undangan sebagaimana berikut:
      1. Pemohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan halaman 41 paragraf 3 keputusan Majelis Pengadilan Pajak pada surat Putusan Pengadilan Pajak nomor PUT. 74628 yang menyebutkan:
        “Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan bahwa mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang dipinjamkan kepada selain PT FG Indonesia berada dalam kawasan berikat”;
        Pemohon Peninjauan Kembali dapat membuktikan bahwa mesin produksi dan moulding dalam rangka subkontrak yang dipinjamkan kepada selain PT FG Indonesia masih berada dalam kawasan berikat. Mesin produksi dan moulding tersebut dipinjamkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali kepada Pengusaha Kawasan Berikat lain (vendor) dengan dokumen BC 2.7 (Pemberitahuan Pengeluaran Barang Untuk Diangkut Dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat Lainnya). Setiap vendor diwajibkan untuk menyimpan moulding selama 5 tahun sejak dipinjamkan. Setelah jangka waktu 5 tahun, Pemohon Peninjauan Kembali akan melakukan penarikan moulding tersebut dari vendor untuk dilakukan proses pemusnahan.
      2. Pemohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan halaman 42 paragraf 4 keputusan Majelis Pengadilan Pajak pada surat Putusan Pengadilan Pajak nomor PUT. 74628 menyebutkan:
        “Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat mempertanggungjawabkan mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang dipinjamkan kepada selain PT FG Indonesia, seharusnya berada dalam kawasan berikat sehingga harus membayar bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.”

        Pemohon Peninjauan Kembali dapat mempertanggungjawabkan bahwa mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang dipinjamkan kepada selain PT FG Indonesia masih berada dalam kawasan berikat. Hal ini dapat Pemohon Peninjauan Kembali buktikan dengan surat pernyataan dari vendor kami antara lain PT Bumjin Electronics Indonesia, PT Shin Heung Indonesia, dan PT SunshineTechnical Indonesia.
        Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) huruf c Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995 jo 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) diatur bahwa Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat dibebaskan dari tanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Berikat lain.
        Dalam hal ini mesin produksi dan moulding dipinjamkan ke Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat lain di Kawasan Berikat sehingga seharusnya dibebaskan dari tanggung jawab bea masuk.
        Pasal 33
        1. Pengusaha tempat penimbunan berikat bertanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat penimbunan berikatnya.
        2. Pengusaha tempat penimbunan berikat dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya:
        3. musnah tanpa sengaja;
        4. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara; atau
        5. telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Berikat lain, atau Tempat Penimbunan Pabean.
        Lebih lanjut berdasarkan Pasal 45 ayat (4) UU Kepabeanan dan penjelasannya diatur bahwa:
        Pasal 45 ayat (4)
        “Pengusaha tempat penimbunan berikat yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.”

        Penjelasan Pasal 45 ayat (4)
        ... Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa terhadap barang impor yang wajib bea masuk, yang hilang dari tempat penimbunan berikat, kepada pengusaha tempat penimbunan berikat, wajib membayar bea masuk yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda.
        Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa terhadap mesin produksi dan moulding yang dipinjamkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali kepada selain PT FG Indonesia tidak dapat dikenakan Bea Masuk dan sanksi administrasi karena tidak hilang dari tempat penimbunan berikat. Berdasarkan penjelasannya pasal 45 ayat (4) UU Kepabeanan diatur bahwa yang dapat menyebabkan pengusaha tempat penimbunan berikat wajib membayar bea masuk atas barang impor tersebut ditambah dengan denda 100% dari bea masuk yang seharusnya dibayar adalah kondisi di mana barang yang diimpor oleh pengusaha tempat penimbunan berikat hilang.
        Bahwa definisi kata “hilang/hi·lang/” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak ada lagi; lenyap; tidak kelihatan.
        Berdasarkan fakta hukum yang ada adalah barang-barang tersebut bukan hilang, tetapi dipinjamkan kepada vendor-vendor yang terikat dalam perjanjian subkontrak dan telah dilindungi dengan dokumen pabean BC 2.7, yaitu dokumen pabean untuk memberitahukan pengeluaran barang untuk diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat (“TPB”) ke TPB lainnya. Sehingga menurut Pemohon Peninjauan Kembali penggunaan Pasal 45 ayat (4) UU Kepabeanan sebagai dasar hukum putusan menjadi tidak tepat.
        1. Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 33 ayat (3) huruf c dan Pasal 45 ayat (4) UU Kepabeanan, maka atas peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG Indonesia yang eksistensi fisiknya dipertanyakan oleh Termohon PK dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk karena mesin produksi dan cetakan (moulding) masih berada di dalam Kawasan Berikat.
  1. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sudah terbukti dan tidak terbantahkan lagi bahwa pertimbangan hukum Judex Facti Pengadilan Pajak telah salah menerapkan hukum sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dalam memberikan pertimbangan dan putusan dalam perkara a quo. Sehingga berdasarkan hukum dan sesuai ketentuan perundang-undangan, Pemohon Peninjauan Kembali memohon Majelis Hakim Agung Yang Terhormat untuk menyatakan batal atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor 74628/PP/M.IXA/19/2016 tanggal 4 Oktober 2016.

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-175/BC.8/2015, tanggal 08 April 2015, tentang Penetapan atas Keberatan Pemohon Banding terhadap Penetapan yang dilakukan oleh Terbanding dalam Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-295/BC.6/2014, tanggal 11 Desember 2014, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, dan menetapkan atas peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG Indonesia yang telah lewat jangka waktu, Pemohon Banding diharuskan membayar Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan Sanksi Administrasi berupa Denda sebesar Rp6.988.328.000,00 adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor dan Sanksi Administrasi berupa Denda sebesar Rp6.988.328.000,00 kepada Pemohon Peninjauan Kembali sesuai SPP Nomor SPP-295/BC.6/2014 tanggal 11 Desember 2014 dengan alasan terdapat peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak kepada selain PT. FG Indonesia yang telah lewat jangka waktu, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali diharuskan membayar kekurangan pembayaran sebesar Rp6.988.328.000,00 tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berdasarkan Laporan Hasil Audit (LHA) Nomor LHA-287/BC.62/PDKB/2014, tanggal 05 Desember 2014, kedapatan selisih kurang mesin produksi dan cetakan (moulding) yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada selain PT FG Indonesia, dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tetap dapat dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang juncto Pasal 19 ayat (8) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2009;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT FGH Indonesia tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT FGH INDONESIA tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 29 Agustus 2017, oleh Dr. H. XYZ, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. FFF, S.H., M.S., dan Dr. GGG, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.



Anggota Majelis :

ttd/

Dr. H. M. FFF, S.H., M.S.,

ttd/

Dr. GGG, S.H., M.Hum.,






Biaya – biaya :
1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,00
2. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,00
3. Administrasi ………..…. Rp 2.489.000,00
Jumlah ………. Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

Dr. H. XYZ, S.H., M.H.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H., M.H.,


Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
atas nama Panitera,
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


H. RTY, S.H.
NIP XXXX0XXX XXXX0X X 00X

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA