Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1080/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
PT PLM, tempat kedudukan di QQQ Halim Perdanakusuma Airport
Jakarta 13610, management office:
Jalan WWW, Nomor XX, EEE, Tanah Abang, Jakarta, 10230;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
melawan:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan
dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan
Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-1755/PJ./2016 tanggal 13 Mei 2016;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014 tanggal 12 November 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa rincian hasil Keputusan Terbanding Nomor KEP-144/WPJ.20/2013
tanggal 25 Februari 2013, adalah sebagai berikut:
Uraian |
SPT
|
SKPKB |
Dikurangi |
SK
Keberatan |
PPN Kurang Bayar |
0,00 |
66.796.277,00 |
0,00 |
66.796.277,00 |
Sanksi Bunga |
0,00 |
32.062.213,00 |
0,00 |
32.062.213,00 |
Sanksi Kenaikan |
0,00 |
7.172.124,00 |
0,00 |
7.172.124,00 |
Jumlah PPN YMH
Dibayar |
0,00 |
113.202.738,00 |
0,00 |
113.202.738,00 |
Bahwa atas Hasil Keputusan Terbanding Nomor KEP-144/WPJ.20/2013 tanggal
25 Februari 2013 tentang Keberatan Pemohon Banding Atas SKPKB PPN Nomor
00021/207/09/005/11 tanggal 8 Desember 2011 Masa Pajak September 2009
tersebut, Pemohon Banding tidak setuju atas Hasil keputusan keberatan
yang menolak seturuh koreksi penyerahan yang PPN nya harus dipungut
sendiri;
Bahwa penjelasan Pemohon Banding mengenai permohonan banding atas
koreksi Objek PPN Dalam Negeri yang terutang PPN, sebagai berikut:
Menurut Terbanding:
Bahwa Terbanding menolak Permohonan Pemohon Banding dengan alasan bahwa
dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SI.51/AU.003/PHB-86 tentang
Izin Usaha Perusahaan Penerbangan, di sebutkan bahwa kepada PT KNO
diberikan Izin Usaha perusahaan penerbangan dengan sifat penerbangan
borongan dan bahwa dalam Situs Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
disebutkan bahwa PT PLM termasuk dalam kategori Maskapai Niaga Tidak
Berjadwal, yang berarti setiap penerbangan yang dilakukan didasarkan
atas perjanjian/kontrak sewa pesawat;
Bahwa menurut Terbanding sesuai KEP-05/PJ./1994 tanggal 26 Januari 1994
tentang Perluasan/Penambahan Kelompok Pengusaha Jasa Yang Dikenakan
PPN, Pasal 1 angka 5, bahwa jasa persewaan barang bergerak, metiputi
persewaan mesin dan peralatan (termasuk mesin dan peralatan untuk
keperluan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi,
telekomunikasi, perkantoran dan penjualan), persewaan pesawat udara,
persewaan alat angkutan darat dan persewaan barang bergerak lainnya;
Bahwa kemudian ditegaskan dengan Surat Terbanding No.S-3480/PJ.531/1997
tanggal 15 Desember 1997, bahwa jasa charter/sewa pesawat terbang
termasuk sebagai jasa persewaan barang bergerak, bukan termasuk jasa
angkutan udara, yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai Pasal 4
huruf c Undang-Undang PPN Bahwa koreksi Terbanding yang menyatakan jasa
yang diberikan oleh Pemohon Banding merupakan jasa persewaan udara yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Keputusan Terbanding
Nomor KEP-05/PJ./1994 tentang Perluasan/Penambahan Kelompok Pengusaha
Jasa Yang Dikenakan PPN, sejalan dengan visi dan misi perusahaan
Pemohon Banding yang tertera pada situs internet bahwa jasa yang
diberikan oleh Pemohon Banding adalah layanan persewaan pesawat udara;
Menurut Pemohon Banding:
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan seluruh hasil keputusan
keberatan yang menolak seluruh koreksi Objek PPN Dalam Negeri yang
terutang PPN;
bahwa berikut ini adalah alasan Pemohon Banding:
1. |
Pemohon
Banding tidak setuju dengan dasar koreksi Terbanding yang
menyatakan bahwa jasa charter/sewa pesawat terbang termasuk sebagai
jasa persewaan barang bergerak, bukan termasuk jasa angkutan udara,
yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai Pasal 4 huruf c
Undang-Undang PPN, yang aturan petaksanaannya mengacu pada Keputusan
Terbanding Nomor KEP-05/PJ./1994 dan Surat Terbanding No.
S-3480/PJ.531/1997 tanggal 15 Desember 1997. Sedangkan menurut Pemohon
Banding bahwa jasa yang Pemohon Banding lakukan adalah jasa angkutan
udara luar negeri dari Pelalawan (Indonesia) ke Singapura dan
sebaliknya, dimana jasa tersebut merupakan jasa yang dikecualikan dari
pengenaan PPN sesuai dengan asas timbal balik (reciprocal) dalam
hubungan penerbangan Internasional dan penyerahan jasanya dilakukan di
luar Daerah Pabean sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku,
sebagai berikut:
a) |
Undang-Undang
PPN No. 18 Tahun 2000 Pasal 4a (3) huruf i:
Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa
tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
i. jasa angkutan umum di darat dan di air; |
b) |
PP
144/2000 tanggal 22 Desember 2000:
- |
Pasal
5 huruf i:
Kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN adalah "Jasa di bidang angkutan
umum di darat dan di air"; |
- |
Pasal
13:
Jenis jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf i adalah jasa angkutan umum di darat, di
laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh pemerintah atau
swasta; |
- |
Penjelasan
Pasal 13:
Jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenakan PPN, sedangkan
jasa angkutan udara dikenakan PPN. Namun demikian jasa angkutan udara
luar negeri tidak dikenakan PPN, karena
penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar Daerah Pabean. Termasuk
dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan
udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri tersebut; |
|
c) |
PP
No. 28 Tahun 1988, Pasal 1 ayat (2) huruf j:
Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di Daerah Pabean Republik
Indonesia dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya oleh Pengusaha
Jasa Kena Pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali:
J. Jasa angkutan udara luar negeri;
Bahwa di dalam penjelasan Pasal 1 ayat (2) huruf j menyebutkan bahwa:
Jasa angkutan udara luar negeri dikecualikan sesuai dengan kebiasaan
dalam hubungan penerbangan Internasional. Pengertian jasa angkutan luar
negeri termasuk pula jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari angkutan udara luar negeri tersebut; |
d) |
SE-49/PJ.3/1988:
- |
Butir
1.2, Pengertian Jasa Angkutan Udara Luar Negeri:
Jasa Angkutan Udara Luar Negeri adalah jasa pelayanan angkutan udara
baik untuk angkutan penumpang, angkutan barang, hewan atau
tumbuh-tumbuhan yang dilakukan dari luar wilayah Republik Indonesia ke
dalam wilayah Republik Indonesia atau sebaliknya oleh perusahaan
penerbangan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Termasuk penerbangan
luar negeri adalah pelayanan angkutan udara luar negeri ke beberapa
tempat di Indonesia atau sebaliknya sepanjang pelayanan angkutan udara
tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan jasa
angkutan luar negeri"; |
- |
Butir
3.1, Dasar Pengenaan Pajak:
Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa angkutan udara adalah
penggantian atau jumlah biaya angkutan udara yang tercantum dalam harga
tiket, tagihan atau Surat Muatan Udara (Air Waybill), harga kontrak
penerbangan borongan (Charter Flight), dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diminta oleh pengusaha jasa angkutan udara dalam rangka
pelaksanaan pemberian jasa angkutan udara baik langsung ataupun melalui
agen atau Biro Perjalanan"; |
|
|
|
|
2. |
Bahwa
Pemohon Banding tidak setuju dengan dasar koreksi Terbanding yang
menggunakan KEP-05/PJ./1994 yang menyebutkan bahwa persewaan pesawat
udara dikenakan PPN dan Pemohon Banding juga tidak setuju dengan dasar
koreksi Terbanding yang menggunakan S-3480/PJ.531/1997 yang menyebutkan
bahwa jasa charter pesawat terbang termasuk sebagai jasa persewaan
Barang Bergerak, dengan dasar sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan angkutan udara niaga nasional
yang bergerak pada bidang jasa angkutan udara Luar Negeri, dan Pemohon
Banding tidak melakukan kegiatan jasa persewaan barang bergerak. PT PLM
Indonesia memberikan jasa angkutan udara dimana awak pesawat adalah
karyawan (pegawai) dari PT PLM Indonesia sendiri sehingga tidak dapat
disebutkan sebagai Jasa persewaan barang bergerak seperti yang
diuraikan oleh Terbanding; |
|
|
3. |
Bahwa
apa yang telah diuraikan di atas, dasar aturan dari Pemohon Banding
telah sesuai dengan Prinsip Asas Timbal Balik (Asas Resiprositas) dalam
hukum penerbangan Internasional yaitu adalah jasa angkutan udara Luar
Negeri tidak terutang PPN;
Bahwa oleh karena itu, dengan pemaparan Pemohon Banding di atas, jetas
bahwa jasa yang Pemohon Banding berikan adalah merupakan salah satu
bentuk jasa angkutan udara luar negeri, yang dilakukan di luar Daerah
Pabean dan bukan merupakan jasa persewaan pesawat udara karena
menggunakan awak pesawat sendiri dan dikecualikan dari Pengenaan PPN
sesuai dengan hukum penerbangan Internasional yang menganut asas timbal
balik (Asas Resiprositas);
Bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan dari Pemohon Banding di atas,
maka perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar
menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
Keterangan |
Menurut
Pemohon Banding |
PPN Kurang
Bayar |
0,00 |
Sanksi Bunga |
0,00 |
Sanksi
Kenaikan |
0,00 |
Jumlah PPN
YMH Dibayar |
0,00 |
|
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014 tanggal 12 November 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-144/WPJ.20/2013 tanggal 25
Februari 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar PPN Barang dan Jasa Masa Pajak September 2009 Nomor
000021/207/09/005/11 tanggal 8 Desember 2011, yang terdaftar dalam
berkas perkara Nomor 16-070664-2009, atas nama: PT PLM, NPWP
0X.X0X.XXX.X-00X.000, beralamat di QQQ Halim Perdanakusuma Airport
Jakarta 13610;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014
tanggal 12 November 2014 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada tanggal 10 Desember 2014, diajukan permohonan peninjauan
kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal
27 Februari 2015 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan
Kembali Nomor PKA-943/5.1/PAN.Wk/2015 yang dibuat oleh Wakil Panitera
Pengadilan Pajak, dengan disertai oleh alasanalasannya yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 29 April
2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27 Mei
2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
peninjauan kembali pada pokoknya sebagai berikut:
I. |
Tentang
Alasan Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali:
1. |
Bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak)
dinyatakan sebagai berikut:
”Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan
kembali
atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”; |
2. |
Bahwa
alasan Peninjauan Kembali adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak yang menyatakan
permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai
berikut:
”Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”; |
3. |
Bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam Putusan Nomor
Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014 yang diputus tanggal 4 Desember 2014 telah
tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta dalam persidangan yang
merupakan dasar alasan Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon
Banding) sehingga menghasilkan putusan yang tidak mencerminkan keadilan
dan tidak sesuai dengan peraturan perundangundanganperpajakan yang
berlaku; |
4. |
Bahwa
kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis
Hakim Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam
pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan hukum dan ketentuan
perundangan-undangan perpajakan yang berlakusehingga menghasilkan
putusan yang tidak adil; |
|
|
|
II. |
Tentang
Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali:
1. |
Bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak
dinyatakan sebagai berikut:
”Permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d dan huruf e dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan
dikirim”; |
2. |
Bahwa
berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, disebutkan
bahwa:
”Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman,
tanggal
faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal
pada saat surat, keputusan atau putusan disampaikan secara
langsung”; |
3. |
Bahwa
Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014
tanggal 4 Desember 2014 atas nama PT PLM (Pemohon Peninjauan Kembali
dahulu Pemohon Banding), telah dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada
Pemohon PeninjauanKembali (dahulu Pemohon Banding) melalui pos; |
4. |
Bahwa
dengan demikian, karena Permohonan Peninjauan Kembali ini diajukan
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e
Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan
Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014
tanggal 4 Desember 2014 masih dalam tenggang waktu yang diatur dalam
Undang-Undang Pengadilan Pajak;
Oleh karena itu sudah sepatutnya Permohonan Peninjauan Kembali ini
diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia; |
|
|
|
III. |
Tentang
Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali:
Bahwa yang menjadi pokok sengketa Permohonan PK ini adalah koreksi
positif Dasar Pengenaan Pajak (Penyerahan) yang Pajak Pertambahan
Nilainya harus dipungut sendiri sebesar Rp740.838.214,00; |
|
|
IV. |
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali:
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding)
membaca, meneliti dan mempelajari Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014 tanggal 4 Desember 2014 tersebut, maka
dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak
tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru
dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum dan peraturan
perundangundangan perpajakan yang berlaku atau paling tidak telah
membuat kekhilafan baik mengenai fakta hukum maupun dasar hukum dalam
menyusun pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga menghasilkan
putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan
perundanganundangan yang berlaku khususnya peraturan perundang-undangan
perpajakan, dengan dalil-dalil atau alasan-alasan sebagai berikut;
1. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding)
sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak
yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 26 alinea ke-3 dan seterusnya:
“Bahwa berdasarkan pemeriksaan dan penilaian terhadap
bukti-bukti
yang disampaikan para pihak dan fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan Majelis sependapat dengan Terbanding dengan alasan:
Bahwa sesuai KEP-05/PJ/1994 tanggal 26 Januari 1994 tentang
Perluasan/Penambahan Kelompok Pengusaha Jasa Yang Dikenakan PPN, Pasal
1 angka 5, bahwa jasa persewaan barang bergerak meliputi persewaan
mesin dan peralatan (termasuk mesin dan peralatan untuk keperluan
pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi,
telekomunikasi, perkantoran dan penjualan), persewaan pesawat udara,
persewaan alat angkutan darat dan persewaan barang bergerak lainnya;
Bahwa menurut Terbanding dalam surat Nomor S-3480/PJ.531/1997 tanggal
15 Desember 1997, dinyatakan bahwa jasa charter/sewa pesawat terbang
termasuk sebagai persewaan barang bergerak, bukan termasuk jasa
angkutan udara yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai Pasal 4
huruf c Undang-Undang PPN;
Bahwa Terbanding dalam persidangan menyatakan bahwa bukti yang
disampaikan oleh Pemohon Banding hanya berupa invoice, bukan tiket
sebagaimana perusahaan penerbangan terjadwal, hal ini juga diakui oleh
Pemohon Banding dalam persidangan;
Bahwa berdasarkan fakta/data, bukti dan keterangan baik dari Terbanding
maupun Pemohon Banding yang disampaikan dalam persidangan serta
pertimbangan hukum sebagaimana tersebut di atas, tidak terdapat bukti
yang meyakinkan untuk mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding
dan karenanya Majelis berkesimpulan untuk menolak permohonan Banding
Pemohon Banding serta koreksi Terbanding atas DPP PPN Masa Pajak
September 2009 sebesar Rp740.838.214,00 tetap dipertahankan; |
2. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) tidak sependapat
dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak seperti
tersebut di atas berdasar alasan dan penjelasan sebagai berikut:
- Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon
Banding)
adalah perusahaan penerbangan, bukan perusahaan yang bergerak di bidang
persewaan pesawat terbang. Hal ini didukung dengan izin usaha yang
dimiliki Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) berupa
keputusan Menteri Perhubungan Nomor ST.51/AU.003/PHB-86 tanggal 31 Juli
1986 tentang Izin Usaha Perusahaan Penerbangan;
- Dalam izin usaha yang diberikan oleh Menteri
Perhubungan tersebut, ditentukan bahwa kepada Pemohon Peninjauan
Kembali (dahulu Pemohon Banding) diberikan izin usaha penerbangan
dengan sifat Penerbangan Borongan, home base pesawat di Bandara Halim
Perdanakusuma dan izin operasional diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal Perhubungan Udara
- Direktur Jenderal Perhubungan Udara telah
menerbitkan
Air Operator Certificate Nomor AOC/135-038 tanggal 14 Juni 2002 yang
menyatakan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding)
telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Penerbangan
Nomor 15 Tahun 1992 berikut peraturan pelaksanaannya, untuk melakukan
operasi sebagai perusahaan penerbangan;
- Berdasarkan izin tersebut, lingkup usaha
Pemohon
Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) adalah penerbangan tidak
berjadwal, dan jasa penerbangan diperhitungkan secara borongan yang
artinya: seluruh penumpang pesawat dimasukkan ke dalam satu airway bill
berupa manifest yang biasa disebut sebagai charter flight dimana Nilai
Penyerahan Jasa dihitung berdasarkan penerbangan yang dilakukan,
artinya Kalau pesawat tidak diterbangkan maka jasanya tidak
diperhitungkan dan Jangka Waktu Pengoperasian Pesawat dilakukan
sepanjang waktu selama Perusahaan masih melakukan Kegiatan Usaha Jasa
Angkutan Udara sehingga jasa yang Kita lakukan bukan merupakan Jasa
Persewaan Barang Bergerak karena jika ”persewaan barang
bergerak”, jangka waktunya tertentu (harian/mingguan/bulanan)
dan
Nilai penyerahan jasanya dihitung atas dasar durasi waktu yang
diperjanjikan dan tidak melihat pemakaian atas barang nya, artinya
meskipun barangnya tidak dipakai, Nilai Sewanya tetap diperhitungkan
sepanjang masih dalam durasi sewa. Dengan demikian sudah sangat jelas
bahwa kegiatan usaha yang Kita lakukan Bukan merupakan Persewaan Barang
Bergerak;
- Termohon Peninjauan Kembali (dahulu Terbanding)
menyatakan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding)
menunjukkan bukti berupa invoice dan bukan berupa tiket. Pemohon
Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) sependapat dengan hal ini
karena dalam proses kegiatan usaha penerbangan tidak
berjadwal/penerbangan borongan memang tidak diperlukan tiket untuk
masing-masing penumpang, namun hal tersebut tidak serta merta harus
dianggap kegiatan usaha Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon
Banding) adalah persewaan pesawat terbang sebagai mana disimpulkan oleh
Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
|
3. |
Pemohon
Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) sangat keberatan terhadap
pendapat Termohon Peninjauan Kembali (dahulu Terbanding) bahwa jasa
charter/sewa pesawat terbang termasuk jasa persewaan barang bergerak,
bukan termasuk jasa angkutan udara, hanya berlandaskan dasar hukum
berupa surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-3480/PJ.531/1997 tanggal
15 Desember 1997. Alasan Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon
Banding) adalah sebagai berikut:
a. |
Sesuai
ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undangundang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Undang-undang sebagaimana
telah diubah dengan Undangundang Nomor 12 Tahun 2011, ditentukan bahwa
Undang-undang merupakan suatu kekuatan negara yang mempunyai
kekuatanhukum yang mengikat. |
b. |
Jelas-jelas
disebutkan dalam Pasal 4A ayat (3) huruf i Undang-Undang PPN bahwa jasa
angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari jasa angkutan udara luar negeri termasuk jasa yang tidak dikenakan
PPN (bukan objekpengenaan PPN); |
c. |
Sesuai
ketentuan PP 144/2000 tanggal 22 Desember 2000 Pasal 13 dan
penjelasannya:
Jenis jasa dibidang angkutan umum di darat dan di air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf i adalah jasa angkutan umum di darat, di
laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh pemerintah atau
swasta;
Penjelasan Pasal 13:
Jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenakan PPN, sedangkan
jasa angkutan udara dikenakan PPN. Namun demikian jasa angkutan udara
luar negeri tidak dikenakan PPN, karena
penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar Daerah Pabean, termasuk
dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan
udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri tersebut; |
d. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) telah menyampaikan
bukti-bukti pendukung mengenai kegiatan usaha Pemohon Peninjauan
Kembali (dahulu Pemohon Banding) antara lain:
- Izin Usaha yang diberikan oleh Menteri Perhubungan Nomor
SI.51/AU.003/PHB-86 tanggal 31 Juli 1986;
- Air Operator Certificate (AOC) Nomor AOC/135-038 tanggal 14 Juni 2002
- Invoice; |
e. |
Bahwa
dari bukti-bukti tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa kegiatan
usaha Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) adalah di
bidang angkutan udara (penerbangan tidakberjadwal/borongan), bukan
usaha menyewakan pesawat terbang; |
|
4. |
Bahwa
ketentuan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak:
(1) Alat bukti dapat berupa:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan para saksi;
d. pengakuan para pihak; dan / atau
e. pengetahuan Hakim; |
5. |
Bahwa
ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak menyebutkan bahwa: ”Putusan Pengadilan Pajak diambil
berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan
keyakinan Hakim”;
Bahwa dalam memori penjelasan Pasal 78 disebutkan:
”Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”; |
6. |
Bahwa
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan
berdasarkan hasil pemeriksaan dan pembuktian sengketa banding di
Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak
Nomor Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014 tanggal 4 Desember 2014, dapat
diketahui secara jelas dan nyata adanya faktafakta sebagai berikut:
- Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon
Banding)
telah memperlihatkan bukti-bukti pendukung antara lain: Izin Usaha yang
diberikan oleh Menteri Perhubungan Nomor SI.51/AU.003/PHB-86 tanggal 31
Juli 1986, Air Operator Certificate (AOC) Nomor AOC/135-038 tanggal 14
Juni 2002, Invoice;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (dahulu
Pemohon
Banding) sudah menjelaskan mengenai lingkup usaha Pemohon Peninjauan
Kembali (dahulu Pemohon Banding), yaitu sebagai perusahaan penerbangan
dengan kegiatan usaha penerbangan tidak berjadwal (borongan);
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (dahulu
Terbanding)
berpendapat bahwa penerbangan yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali (dahulu Pemohon Banding) adalah jenis jasa persewaan pesawat
atau jasa persewaan barang bergerak;
|
7. |
Bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil putusan belum sepenuhnya
mempertimbangkan bukti-bukti yang dikemukakan Pemohon Peninjauan
Kembali (dahulu Pemohon Banding) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 78
Undang-Undang PengadilanPajak, dapat diketahui dari hal-hal sebagai
berikut:
A. |
Majelis
mengesampingan Fakta Hukum dan kondisi nyata dari Pemohon Peninjauan
Kembali (dahulu Pemohon Banding);
a.1. |
Fakta
Hukum:
1. |
Majelis
mengacu pada dasar hukum Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000 Pasal 4
huruf c yang berbunyi ”penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam
Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha” dan mengesampingkan
dasar
hukum Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000 Pasal 4A (3) huruf i dan PP
144/2000 Pasal 5 huruf i dan Pasal 13 beserta penjelasannya yang
Pemohon Peninjauan Kembali terapkan yang sudah secara jelas menerangkan
bahwa jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri termasuk jasa yang
tidakdikenakan PPN (bukan objek pengenaan PPN); |
2. |
Bahwa
dalam pengenaan PPN harus berdasarkan pada objek nya. Apakah objek
tersebut terhutang atau tidak terhutang PPN, dalam hal ini Majelis
mengenakan nyabukan berdasarkan Objek, namun berdasarkan Subjek.
a.2. |
Kondisi
nyata Pemohon Peninjauan Kembali:
Majelis mengesampingkan kondisi nyata yang dilakukan dari Pemohon
Peninjauan Kembali (dahulu Pemohon Banding) yang nyata-nyata kegiatan
usaha yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali adalah jasa angkutan
udara yang artinya nilai penyerahan jasa hanya akan diperhitungkan bila
pesawat diterbangkan dan Jangka Waktu Pengoperasian Pesawat dilakukan
sepanjang waktu selama Perusahaan masih melakukan Kegiatan Usaha Jasa
Angkutan Udara sehingga jasa yang Kita lakukan bukan merupakan Jasa
Persewaan Barang Bergerak; |
|
|
|
|
8. |
Bahwa
oleh karena itu Putusan Pengadilan Pajak tersebut tidak memenuhi
ketentuan Pasal 78 Undang-undang Pengadilan Pajak beserta
penjelasannya, karena putusan diambil tidak berdasarkan hasil penilaian
pembuktian dan mengabaikan fakta-fakta persidangan dan tidak sepenuhnya
berdasarkan peraturan perundang-undanganperpajakan yang bersangkutan. |
9. |
Bahwa
dengan demikian telah terbukti juga secara nyata-nyata bahwa amar
pertimbangan dan amar Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah
dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014 tanggal 4 Desember 2014, tersebut telah
dibuat dengan tidak berdasarkan fakta-fakta yang ada dan tidak sesuai
dengan ketentuan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN, sehingga telah
terbukti secara nyata-nyata telah terjadi pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak, oleh
karena itu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014
tanggal 4 Desember 2014 tersebutharus dibatalkan; |
|
|
|
V. |
Bahwa
dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana
tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014 tanggal 4 Desember 2014 yangmenyebutkan:
Menyatakan menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-144/WPJ.20/2013 tanggal 25
Februari 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar PPN Barang dan Jasa Masa Pajak September 2009 Nomor
00021/207/09/005/11 tanggal 8 Desember 2011 atas nama PT PLM, NPWP
0X.X0X.XXX.X-00X.000, beralamat di QQQ Halim Perdanakusuma Airport
Jakarta 13610; adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku; |
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dapat
dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak
permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor
KEP-144/WPJ.20/2013 tanggal 25 Februari 2013 mengenai Keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa Masa Pajak September 2009 Nomor 000021/207/09/005/11
tanggal 8 Desember 2011, atas nama Pemohon Banding, NPWP
0X.X0X.XXX.X-00X.000, adalah secara nyata-nyata bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pertimbangan:
- Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali
dalam
perkara a quo yaitu Koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas
Penyerahan yang Terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar
Rp740.838.214,00, yang tetap dipertahankan oleh Majelis Hakim
Pengadilan Pajak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji
kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh
Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari
Termohon Peninjauan Kembali dapat menggugurkan fakta-fakta dan
melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta
pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo
terlepas dari petunjuk bahwa kegiatan yang dilakukan Pemohon Banding
charter pesawat yang bersifat penerbangan borongan (vide Keputusan
Menteri Perhubungan RI Nomor SI.51/AU.003/PHB-86) dan Situs Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara yang menyebutkan Pemohon Banding sekarang
Pemohon Peninjauan Kembali termasuk Maskapai Niaga yang tidak
terjadwal, namun Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali
telah memberikan bukti pendukung berupa Air Operator Certificate (AOC)
Nomor AOC/135-038 tanggal 14 Juni 2002 berikut invoice, dimana setiap
penerbangan yang dilakukan berdasarkan perjanjian/kontrak dan bukan
sewa pesawat, sehingga kegiatan Pemohon Banding (sekarang Pemohon
Peninjauan Kembali) dimaksud dilakukan di luar Daerah Pabean maka bukan
merupakan objek yang harus dipungut PPN-nya. Di samping itu jasa
angkutan udara dalam perkara a quo pada dasarnya merupakan nilai
penyerahan jasa yang hanya akan diperhitungkan bila pesawat
diterbangkan dan Jangka Waktu Pengoperasian Pesawat dilakukan sepanjang
waktu selama Pemohon Banding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali)
masih melakukan Kegiatan Usaha Jasa Angkutan Udara sehingga jasa yang
dilakukan bukan merupakan Jasa Persewaan Barang Bergerak. Lagi pula
jasa dimaksud merupakan jasa angkutan udara yang dikecualikan
berdasarkan asas timbal balik (reciprocal) dan oleh karenanya koreksi
Terbanding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) tidak dapat
dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat
(3) huruf I Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai juncto Pasal 13 PP
Nomor 144 Tahun 2000;
- Bahwa dengan demikian, alasan-alasan permohonan Pemohon
Peninjauan Kembali cukup berdasar dan patut untuk dikabulkan, karena
terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak;
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas menurut pendapat
Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan
Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT
PLM dan membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.57096/PP/M.XIVB/16/2014 tanggal 12 November 2014, serta Mahkamah
Agung mengadili kembali perkara ini dengan amar seperti yang akan
disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa Mahkamah Agung telah membaca Kontra Memori Peninjauan
Kembali yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali, namun tidak ada
dalil-dalil dalam Kontra Memori Peninjauan Kembali yang
melemahkan/menggugurkan dalil-dalil Pemohon Peninjauan Kembali dalam
Memori Peninjauan Kembali;
Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali,
maka Termohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah,
dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan
kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
MENGADILI,
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali: PT PLM tersebut;
Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57096/PP/M.XIVB/-16/2014
tanggal 12 November 2014;
MENGADILI KEMBALI,
Mengabulkan permohonan banding dari Pemohon Banding sekarang Pemohon
Peninjauan Kembali;
Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara
dalam peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Kamis, tanggal 20 Juli 2017 oleh Dr. H. KWZ, S.H., M.Hum., Ketua
Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.DPN,
S.H., M.S. dan Dr. EML, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota
Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu
juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut
dan dibantu oleh RHV, S.H., M.H. Panitera Pengganti dengan tidak
dihadiri oleh para pihak. Anggota Majelis:
Anggota
Majelis:
ttd.
Dr. H. DPN, S.H., M.S.
ttd.
Dr.
EML, S.H., C.N. |
Ketua
Majelis,
ttd.
Dr. H.KWZ, S.H., M.Hum. |
|
Panitera Pengganti,
ttd.
RHV, S.H., M.H. |
Biaya-biaya :
1. Meterai ........................................
Rp 6.000,00
2. Redaksi ........................................
Rp 5.000,00
3.
Administrasi ................................. Rp
2.489.000,00
Jumlah .............................................
Rp 2.500.000,00 |
|
Untuk Salinan
Mahkamah Agung R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tat Usaha Negara,
CQT, S.H.
NIP. XXXX0XXXXXXX0XX00X
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.