Jenis
Pajak |
: |
PPh
Pasal 23 |
|
|
|
Tahun
Pajak |
: |
2012 |
|
|
|
Pokok
Sengketa |
: |
bahwa
nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah koreksi atas
Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 Masa Pajak Juni 2012 sebesar
Rp4.589.845.536,00; yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding; |
|
|
|
|
|
|
Menurut Terbanding |
: |
1. |
Sengketa Dasar Hukum Penerbitan
SKPKB Berdasarkan Verifikasi
bahwa
Pemohon Banding mempermasalahkan dasar penerbitan SKP adalah keliru dan
tidak tepat mengingat verifikasi tidak diatur oleh Undang-Undang;
bahwa
Terbanding menanggapi pendapat Pemohon Banding bahwa penerbitan SKP
telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, dengan
penjelasan sebagai berikut :
a. |
Berdasarkan
ketentuan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 146/PMK.03/2012
tentang Tata Cara Verifikasi dapat diketahui bahwa proses verifikasi
dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak olehTerbanding sudah
sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) , Pasal 13 ayat (2) , dan
Pasal 14 huruf d ketentuan dimaksud; |
b. |
Terkait
dengan
pelaksanaan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 73
P/HUM/2013 yang mengabulkan permohonan judicial review dari Pemohon
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia), maka sesuai
dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-741PJ/2015 tanggal
04 Desember 2015 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Republik Indonesia Nomor 73 P/HUM/2013 tentang Uji Materill
Terhadap Pasal-Pasal Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pelaksanaan HaK dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan,
ditegaskan beberapa hal sebagai berikut :
- Bahwa
surat edaran tersebut disusun dengan maksud untuk memberikan pedoman
terkait dengan implikasi atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 73
P/HUM/2013 sehingga dapat memberikan keseragaman dan kepastian hukum
dalam pelaksanaan putusan dimaksud;
- Terkait
dengan saat berlakunya Putusan Mahkamah Agung di atas maka sesuai
dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil diatur bahwa dalam hal 90 (sembilan
puluh) hari setelah Putusan Mahkamah Agung tersebut dikirim kepada
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan
perundangundangan tersebut, ternyata pejabat yang bersangkutan tidak
melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum;
- Berdasarkan laman (website) resmi dari
Mahkamah Agung, diperoleh
informasi bahwa sengketa uji materiil yang diajukan KADIN Indonesia
atas pasal-pasaf dalam PP 74 Tahun 2011 dengan nomor perkara 73
P/HUM/2013 telah diputuskan dikabulkan oleh Majelis Hakim Mahkamah
Agung pada tanggal 30 Juni 2014 dan dikirimkan kepada para pihak pada
tanggal 1 Juli 2015;
|
c. |
Berdasarkan
hasil penelitian
atas berkas Laporan Hasil Verifikasi dan penerbitan surat ketetapan
pajak dapat diketahui bahwa Laporan Hasil Verifikasi Dalam Rangka
Penerbitan Surat Ketetapan Pajak oleh Terbanding diselesaikan tanggal
09 Maret 2015 dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan
Pasal 23 diterbitkan pada tanggal 13 Maret 2015; |
d. |
Dengan
demikian maka pelaksanaan verifikasi dan penerbitan surat
ketetapan pajak tersebut di atas diterbitkan tidak melebihi jangka
waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah pengiriman putusan judicial
review yang baru dikirimkan pada tanggal 1 Juli 2015 maka sesuai dengan
Pasal 8 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011
pelaksanaan verifikasi paling lambat tanggal 29 September 2015; |
|
|
|
2. |
Sengketa
Dasar Pengenaan Pajak
a. |
Dalam
Surat Banding disampaikan fakta bahwa pembayaran yang dilakukan oleh
Pemohon Banding kepada HYT adalah untuk pembayaran :
- Jasa Maklon
- Penggantian
(reimbursement) atas biaya produksi (production cost) yang termasuk
didalamnya adalah gaji yang dibayarkan HYT kepada karyawannya terkait
pekerjaan maklon;
|
b. |
Hasil
penelitian atas sengketa penentuan DPP PPh Pasal 23 atas
pembayaran tagihan kepada pihak HYT yang terdaftar di KPP Pratama
Bantul sebagai berikut:
i. |
Pembayaran
oleh Pemohon Banding kepada HYT pada dasarnya dapat dibagi dalam dua
bagian sebagai berikut:
a) |
Penggantian
biaya gaji atas pekerja yang bekerja untuk menghasilkan produk rokok
dari Pemohon Banding; dan |
b) |
Biaya
atas jasa manajemen yang dilakukan oleh HYT yang berkaitan dengan
jasa menyediakan dan mengatur para pekerja yang bekerja untuk
menghasilkan rokok; |
|
ii. |
Menurut
Pemohon Banding, perusahaan mitra (HYT) tidak menyediakan bahan
baku ataupun tambahan (penolong) sehubungan dengan jasa yang diberikan
kepada Pemohon Banding, sehingga tidak ada tagihan bahan baku ataupun
tambahan (penolong) dan perusahaan MPS tidak bertanggung jawab atas
hasil kerja para pekerja dalam memproduksi rokok; |
iii. |
Pemohon
Banding menyatakan bahwa atas imbalan jasa dalam menyediakan
dan mengatur pekerja yang bekerja untuk menghasilkan produk rokok,
Pemohon Banding telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dan hal ini
sudah sesuai dengan surat penjelasan pengenaan PPh dan PPN sehubungan
dengan kerjasama antara Pemohon Banding dengan perusahaan HYT yang
dikeluarkan oleh Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar Nomor
S-361IWPJ.19/2005 tanggal 24 Oktober 2005 dan Surat Nomor
S-368/WPJ.19/2005 tanggal 26 Oktober 2005; |
iv. |
Berdasarkan
penelitian atas data SPT Tahunan Pajak Penghasilan dari PT
WLV dan PT SKG dan data Laporan Keuangan perusahaan tersebut, diketahui
bahwa perusahaan tersebut telah mengakui pembayaran imbalan yang
dibayarkan oleh Pemohon Banding sebagai Pendapatan Penggantian Biaya
Produksi dan Pendapatan Jasa MakIon; |
v. |
Data
pada Laporan Keuangan (Laporan Perhitungan Laba/Rugi) pada 2
perusahaan HYT tersebut menunjukkan bahwa antara pembayaran atas
penggantian biaya produksi oleh Pemohon Banding dan biaya produksi yang
telah dibebankan oleh perusahaan HYT tidak sama/terdapat selisih yang
diakui oleh perusahaan mitra/HYT sebagai Laba Kotor (Gross Profit). Hal
ini menunjukkan bahwa atas penggantian biaya produksi yang diterima
oleh perusahaan HYT tidak semata-mata hanya untuk penggantian biaya
tenaga kerja yang merupakan karyawan dari perusahaan HYT sehingga
terdapat margin bagi perusahaan HYT; |
vi. |
Dengan
demikian maka sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c
angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 sebagaimana telah diatur lebih lanjut dalam
53/PJ/2009 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan jumlah bruto (tidak
termasuk PPN) yang wajib dipotong PPh Pasal 23 adalah seluruh jumlah
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
Iainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap tidak
termasuk:
a) |
Pembayaran
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib
Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa; |
b) |
Pembayaran
atas pengadaanlpembelian barang atau material; |
c) |
Pembayaran
kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan
kepada pihak ketiga; |
d) |
Pembayaran
penggantian biaya (reimbursement), yaitu penggantian
pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak
kedua kepada pihak ketiga Dalam hal pembayaran penggantian biaya
(reimbursement) maka harus dilampiri dengan penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oteh pihak HYT kepada
pihak ketiga hal ini sesuai dengan lampran SE-53/PJ/2009; |
|
vii |
Berdasarkan
penelitian atas dokumen Perhitungan TPO/HYT Fee,
Kuitansidnvoice, dan Faktur Pajak dari perusahaan HYT dapat diketahui
bahwa pembayaran imbalan oleh PT. PT. FCX Tbk kepada perusahaan FCX
terdiri dari
a) |
Penggantian
biaya produksi yang dihitung dari rekap output harlan atas
produksi rokok (dihitung output jumlah batang, jumlah box, dan
dikalikan jumlah imbalan per box); |
b) |
Pembayaran
atas Jasa Maklon (dihitung dari jumlah output/jumlah box
produksi dikalikan dengan pembayaran atas jasa meklon per box).
Perhitungan penggantian biaya produksi bukan berdasarkan jumlah yang
nyata-nyaya dibayarkan kepada pihak ketiga namun berdasarkan jumlah
imbalan yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian; |
|
viii. |
Dengan
demikian maka jumlah bruto yang seharusnya menjadi Dasar
Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 sesuai dengan ketentuan di atas adalah
atas keseluruhan imbalan yang dibayarkan oleh Pemohon Banding kepada
perusahaan HYT karena pembayaran imbalan tersebut tidak bersifat
penggantian (reimbursement) atas biaya produksi HYT dan tidak merupakan
penggantian atas pembayaran gaji, upah, ataupun honorarium karena
dokumen penagihan/invoice yang diterbitkan oleh perusahaan HYT tidak
dilampiri dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah,
honorarium;
|
|
|
|
|
3. |
Sengketa Tempat Terutang PPh
Pasal 23
bahwa Terbanding
menetapkan tempat terutang pembayaran PPh Pasal 23 atas transaksi Jasa
Maklon tersebut pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bantul dengan
penjelasan sebagai berikut :
a. |
Pemohon
Banding menyatakan bahwa telah melakukan pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 sesuai peraturan perpajakan yang
berlaku atas imbalan jasa yang dibayarkan kepada HYT dan melaporkannya
ke KPP Madya Surabaya; |
b. |
Bahwa
menurut Pemohon Banding pelaksanaan kewajiban terkait dengan PPh
Pasal 23 atas imbalan yang dibayarkan kepada HYT sudah sesuai ketentuan
SE-12/PJ.4/1996 tentang Pelaksanaan Pemotongan PPh Pasal 23 dan atas
hal ini menurut Pemohon Banding juga sudah mendapatkan penegasan dari
KPP Madya Surabaya melalui surat nomor S-3749/WPJ.11/KP.11/2015 tanggal
17 Februari 2015 dengan Intl penegasan sesuai dengan ketentuan
SE-12/PJ.4/1996. |
c. |
Berdasarkan
ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ./2008 diatur bahwa kewajiban perpajakan
Wajib Pajak yang diadministrasikan pada KPP Madya meliputi kewajiban
perpajakan Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi yang
dilakukan kantor pusat dan/atau cabang Wajib Pajak yang berdomisiii di
wilayah Kota Surabaya untuk Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Madya
Surabaya; |
d. |
Berdasarkan
ketentuan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-12/PJ./2008 diatur bahwa Kewajiban Perpajakan Wajib
Pajak yang tetap diadministrasikan pada KPP Lama selain KPP Madya
meliputi kewajiban Pemotongan dan Pemungutan PPh akibat dari transaksi
yang dilakukan Kantor Pusat danfatau Cabang Wajib Pajak selain dari
transaksi sebagaimana diatur dalam ayat (1) huruf c, PBB, dan BPHTB; |
e. |
Berdasarkan
uraian di atas, Terbanding berpendapat bahwa transaksi
penyerahan jasa PT WLV dan PT SKG kepada Pemohon Banding yang terjadi
di wilayah Bantul diadministrasikan di KPP Pratama Bantul; |
f. |
Berdasarkan
hasil penelitian atas data dan dokumen terkait dengan
pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada HYT di Bantul
dapat diketahui bahwa berdasarkan bukti transaksi/kuitansi bermeterai
menunjukkan bahwa pembayaran dilakukan di Bantul sebagai lokasi dari
MPS. |
|
|
|
|
|
Menurut
Pemohon |
: |
bahwa
Pemohon Banding tidak setuju dengan Koreksi Positif atas Dasar
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp4.589.845.536,00 dengan
alasan sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding mengikat kerja
sama kemitraan dengan tujuan agar ada pergerakan ekonomi di daerah
tersebut, dalam kasus ini daerah Bantul. Kerja sama kemitraan terkait
dalam bentuk kerjasama maklon, Dalam hal ini Pemohon Banding bermitra
dengan PT WLV dan PT SKG yang selanjutnya disebut Mitra Produksi
Sigaret atau HYT. Antara Pemohon Banding dengan HYT memiliki perjanjian
kerja sama sebagai berikut Pemohon Banding menyediakan bahan baku,
peralatan untuk memproduksi sigaret kretek tangan, dan tenaga
pengontrol terkait kualitas produk, sedangkan pihak HYT menyediakan
tempat kerja (Pabrik) dan tenaga kerja. dengan proses kerja sebagaimana
tersebut maka Pemohon Banding menolak koreksi terbanding dengan alasan
sebagai berikut:
a. |
Penagihan
yang dilakukan oleh HYT hanya sebatas jasa maklon, diluar
penagihan jasa maklon yang dilakukan oleh HYT, Pemohon Banding
melakukan penggantian (reimbursement) atas biaya produksi (production
cost) yang termasuk didalamnya adalah gaji yang dibayarkan HYT kepada
karyawannya terkait pekerjaan maklon; |
b. |
Pemohon
Banding telah melakukan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 23
di Kantor Pusat Pemohon Banding yang terdaftar pada Kantor Pelayanan
Pajak Madya Surabaya; |
c. |
Pemohon
Banding beranggapan terdapat potensi pengenaan pajak berganda; |
d. |
Pemohon
Banding berpendapat Terbanding tidak mempertimbangkan fakta
bahwa ketentuan Pasal 23 atas jasa yang ditagihkan semata dan
penggantian biaya bukan merupakan objek pengenaan PPh Pasal 23; |
e. |
Pemohon
Banding berpendapat Terbanding tidak memberikan keadilan dalam proses
keberatan yang diajukan oleh Pemohon Banding; |
f. |
Pemohon
Banding berpendapat bahwa penerbitan SKP adalah keliru dan
tidak tepat mengingat verifikasi tidak diatur oleh Undang-Undang; |
bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan
keterangan/pernyataan sebagai berikut:
bahwa
menurut Pemohon Banding, koreksi yang dilakukan Terbanding terkait
dengan pihak yang berkewajiban untuk mengadministrasikan kewajiban
perpajakan PPh Pasal 23 yang sudah Pemohon Banding administrasikan di
KPP Madya Surabaya. Menurut Terbanding kewajiban perpajakan PPh Pasal
23 seharusnya di administrasikan di KPP Pratama Bantul bukan di KPP
Madya Surabaya;
bahwa berdasarkan Surat Edaran Nomor
SE-12/PJ.4/1996 tentang Pelaksanaan Pemotongan PPh Pasal 23 (Seri PPh
Ps. 23 Nomor 7) yang menegaskan bahwa kewajiban PPh Pasal 23 melekat
pada tempat yang melakukan pembayaran dimana yang melakukan pembayaran
adalah kantor pusat Pemohon Banding;
bahwa Pemohon Banding
telah meminta surat penegasan kepada KPP Madya Surabaya (Terbanding)
untuk mengkonfirmasi apakah perlakuan perpajakan yang telah dilakukan
Pemohon Banding adalah benar adanya dan telah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Terhadap permintaan Pemohon, pihak KPP Madya Surabaya
memberikan klarifikasi melalui surat nomor S-3749/WPJ.11/KP/11/2015
tertanggal 17 Februari 2015 dimana dalam surat tersebut ditegaskan
bahwa perlakuan perpajakan yang telah dilakukan Pemohon Banding adalah
benar;
bahwa Pemohon Banding telah diperiksa oleh Tim
Pemeriksa dari DJP Pusat untuk tahun pajak 2008, 2010 dan 2011 namun
tidak ada koreksi atas DPP PPh Pasal 23 sebagaimana yang menjadi
koreksi dalam sengketa banding ini;
bahwa Pemohon Banding
mempunyai kerjasama dengan 35 Mitra Produksi Sigaret (MPS) yang
merupakan lawan transaksi Pemohon Banding yang tersebar di lebih dari
20 KPP. Sejak tahun 1990 sampai saat ini tidak ada masalah terkait
pemotongan PPh Pasal 23 karena Pemohon Banding melakukan hal yang
seragam kecuali untuk KPP Bantul;
bahwa kerjasama dengan HYT
yang berada di KPP Bantul sudah berlangsung lama namun baru untuk tahun
pajak 2010 dilakukan koreksi oleh KPP Bantul;
bahwa dalam
persidangan Pemohon Banding menyerahkan penjelasan tertulis atas
permohonan banding Nomor 120/DDTC-LIT/IV/2017 tanggal 20 April 2017
sebagai berikut :
bahwa Pemohon Banding memberikan penjelasan
tertulis terkait argumentasi dan pembuktian atas permohonan banding
yang disampaikan oleh Pemohon. Dikarenakan keseluruhan sengketa yang
diajukan banding memiliki dasar koreksi yang sama, untuk itu Pemohon
Banding untuk menyampaikan Penjelasan Tertulis ini untuk mewakili
keseluruhan berkas sengketa tersebut, yaitu sebanyak 46 (empat puluh
enam) berkas dengan rincian nomor sengketa sebagai berikut:
Tahun
2010 |
Tahun
2011 |
Tahun
2012 |
Tahun
2013 |
|
|
Jan 11 |
12-105830-2011 |
Jan 12 |
12-105842-2012 |
Jan 13 |
12-105854-2013 |
Feb 10 |
12-105789-2010 |
Feb 11 |
12-105831-2011 |
Feb 12 |
12-105843-2012 |
Feb 13 |
12-105855-2013 |
Mar 10 |
12-105790-2010
|
Mar 11 |
12-105832-2011 |
Mar 12 |
12-105789-2012
|
Mar 13 |
12-105856-2013 |
Apr 10 |
12-105791-2010
|
Apr 11 |
12-105833-2011 |
Apr 12 |
12-105845-2012 |
Apr 13 |
12-105857-2013 |
Mei 10 |
12-105792-2010 |
Mei 11 |
12-105834-2011 |
Mei 12 |
12-105846-2012 |
Mei 13 |
12-105858-2013 |
Jun 10 |
12-105793-2010 |
Jun 11 |
12-105835-2011 |
Jun 12 |
12-105847-2012 |
Jun 13 |
12-105859-2013 |
Jul 10 |
12-105794-2010 |
Jul 11 |
12-105836-2011 |
Jul 12 |
12-105848-2012 |
Jul 13 |
12-105860-2013 |
Agust 10 |
12-105795-2010 |
Agust 11 |
12-105837-2011 |
Agust 12 |
12-105849-2012 |
Agust 13 |
12-105861-2013 |
Sept 10 |
12-105796-2010 |
Sept 11 |
12-105838-2011 |
Sept 12 |
12-105850-2012 |
Sept 13 |
12-105862-2013 |
|
|
Okt 11 |
12-105839-2011 |
Okt 12 |
12-105851-2012 |
Okt 13 |
12-105863-2013 |
Nov 10 |
12-105797-2010 |
Nov 11 |
12-105840-2011 |
Nov 12 |
12-105852-2012 |
Nov 13 |
12-105864-2013 |
Des 10 |
12-105798-2010 |
Des 11 |
12-105841-2011 |
Des 12 |
12-105853-2012 |
Des 13 |
12-105865-2013 |
|
|
|
|
Menurut Pemohon
|
: |
1. |
Sengketa
Dasar Hukum Penerbitan SKP |
bahwa menurut Pemohon Banding bahwa kegiatan Verifikasi tidak diatur di
dalam Undang-Undang melainkan muncul melalui Peraturan Pemerintah nomor
74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan. Terhadap kegiatan verifikasi ini telah diajukan uji materi
kepada Mahkamah Agung dan diperoleh putusan melalui Putusan Mahkamah
Agung Nomor 73/HUM/2013 tanggal 30 Juni 2014 yang secara tegas dan
tandas menyatakan atas pasal-pasal yang terkait dengan verifikasi tidak
mempunyai kekuatan hukum. Hal ini secara nyata-nyata menunjukkan bahwa
kegiatan verifikasi melanggar Undang-Undang Perpajakan dan produk atas
kegiatan tersebut (SKP) tidak lagi memiliki dasar hukum untuk
dinyatakan sebagai produk yang sah secara hukum. Dengan demikian,
koreksi yang dilakukan Terbanding melalui kegiatan verifikasi pada
dasarnya merupakan kegiatan yang tidak berlandaskan hukum dan produk
yang dihasilkan merupakan hal yang tidak tepat dan keliru dan harus
batal demi hukum;
bahwa menurut Terbanding bahwa penerbitan SKP
telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan,
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor: 146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi dapat diketahui
bahwa proses verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak
oleh KPP Pratama Bantul sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat
(1), Pasal 13 ayat (2) , dan Pasal 14 huruf d ketentuan dimaksud;
bahwa berdasarkan fakta dan peraturan perundang-undangan, Majelis
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
bahwa
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 menyatakan :”Dalam jangka
waktu 5
(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak
dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal
sebagai berikut:
a. |
apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar; |
bahwa Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata
Cara Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan menyatakan:
“(1)
|
Dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan:
a. |
hasil
Verifikasi terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) Undang-Undang; |
b. |
hasil
Pemeriksaan terhadap:
1) |
Surat
Pemberitahuan; atau |
2) |
kewajiban
perpajakan Wajib Pajak karena Wajib Pajak tidak menyampaikan
Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (3) Undang-Undang, dan setelah ditegur secara tertulis Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam Surat Teguran; |
|
c. |
hasil
Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang melakukan
perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 13A Undang-Undang. |
|
(2) |
Keterangan
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak
yang berupa:
- hasil klarifikasi/konfirmasi faktur pajak;
- bukti pemotongan Pajak Penghasilan;
- data
perpajakan terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (3) Undang-Undang dan setelah ditegur secara tertulis Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam Surat Teguran; atau;
- bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat
digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
|
(3) |
Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terhadap
Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap
Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara. |
bahwa berdasarkan huruf E angka 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-74/PJ/2015 tanggal 4 Desember 2015 tentang Pelaksanaan Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 73 P/Hum/2013 Tentang Uji
Materiil Terhadap Pasal-Pasal Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan menyatakan :
“Saat berlakunya Putusan Mahkamah Agung :
- Dalam Pasal 8 ayat (1)
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil
diatur bahwa dalam hal 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan
Mahkamah Agung tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang mengeluarkan peraturan perundangundangan tersebut, ternyata
pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan
hukum;
- Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menerbitkan
Putusan
Nomor 73 P/HUM/2013 tentang Uji Materiil Terhadap Pasal-Pasal dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang diputus pada tanggal 30
Juni 2014 dan dikirimkan kepada para pihak pada tanggal 1 Juli 2015;
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas data yang ada dalam berkas
banding diketahui bahwa pelaksanaan verifikasi oleh KPP Pratama Bantul
diselesaikan tanggal 9 Maret 2015, sedangkan putusan Mahkamah Agung
tentang Uji Materiil terhadap Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2011 dikirimkan ke Terbanding tanggal 1 Juli 2015
sehingga Majelis berpendapat bahwa ketentuan Pasal 14 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 terkait penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil verifikasi terhadap
keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP
masih tetap berlaku;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas
Majelis berpendapat bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Pajak Penghasilan Pasal 23 memenuhi ketentuan formal penerbitan surat
ketetapan ;
1. |
Penelaah
Keberatan dan Pihak Pemeriksa adalah Petugas yang Sama sehingga
dianggap oleh Pemohon Banding tidak memberikan keadilan |
bahwa dalam surat banding Pemohon Banding pada pokoknya menyatakan
bahwa Terbanding secara nyata salah tidak memberikan keadilan bagi
Pemohon Banding karena Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Penghasilan Pasal 23 ditandatangani oleh QQQ selaku Kepala Kantor KPP
Pratama Bantul, kemudian ketika permohonan keberatan dan selanjutnya
diproses oleh Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta, keberatan tersebut
ditangani oleh QQQ selaku Kepala Bidang PKB di Kanwil DJP Daerah
Istimewa Yogyakarta, sehingga Keputusan Keberatan yang dihasilkan dari
proses yang demikian cacat hukum;
bahwa terhadap pernyataan
Pemohon Banding tersebut, Majelis berpendapat bahwa secara
administratif pelaksanaan pemeriksaan dan penyelesaian sengketa hasil
pemeriksaan (keberatan) adalah berjenjang ke tingkat yang lebih tinggi.
Institusi yang menilai hasil pemeriksaan apabila terdapat sengketa,
tingkatannya lebih tinggi dari institusi sebelumnya;
bahwa
terkait dengan sengketa yang diajukan oleh Pemohon Banding dalam hal
ini SKPKB PPh Pasal 23 diterbitkan oleh KPP Pratama Bantul dan
ditandatangani oleh Kepala Kantor KPP Pratama Bantul dalam hal ini
adalah QQQ;
bahwa pada proses penyelesaian keberatan, QQQ
menjabat sebagai Kepada Bidang PKB pada Kanwil DJP Daerah Istimewa
Yogyakarta, namun produk keputusan keberatan adalah produk Kanwil DJP
Daerah Istimewa Yogyakarta yang dalam hal ini ditandatangani oleh WWW;
bahwa
Majelis berpendapat tidak terdapat kesalahan yang bersifat
administratif dalam penyelesaian sengketa pajak, produk-produk
Ketetapan diterbitkan oleh institusi yang berbeda secara berjenjang.
Sedangkan
terkait masalah keadilan, Pemohon Banding telah melakukan upaya hukum
banding sesuai Surat Banding ke Pengadilan Pajak;
2. |
Sengketa
Tempat Terutang PPh Pasal 23 |
bahwa menurut Terbanding bahwa transaksi penyerahan jasa PT WLV dan PT
SKG kepada Pemohon Banding yang terjadi di wilayah Bantul
diadministrasikan di KPP Pratama Bantul;
bahwa berdasarkan hasil
penelitian atas data dan dokumen terkait dengan pembayaran yang
dilakukan oleh Pemohon Banding kepada HYT di Bantul dapat diketahui
bahwa berdasarkan bukti transaksi/kuitansi bermeterai menunjukkan bahwa
pembayaran dilakukan di Bantul sebagai lokasi dari HYT, pembayaran
imbalan jasa oleh Pemohon Banding kepada MPS yang merupakan objek PPh
Pasal 23 seharusnya dilakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan di
KPP Pratama Bantul;
bahwa menurut Pemohon Banding bahwa
dikarenakan kewajiban PPh Pasal 23 yang terutang dianggap timbul di
Kantor Pusat (KPP Madya Surabaya), maka Terbanding (KPP Bantul) tidak
memiliki kewenangan apapun untuk menetapkan kewajiban PPh Pasal 23
terutang di Bantul;
bahwa dikarenakan tidak adanya kewenangan
hukum yang dimiliki Terbanding (KPP Bantul) untuk menetapkan koreksi,
maka secara nyata-nyata koreksi yang dilakukan Terbanding bertentangan
dan melanggar ketentuan ;
bahwa berdasarkan fakta dan peraturan perundang-undangan, Majelis
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
bahwa
Surat Edaran Nomor SE-12/PJ.4/1996 tentang Pelaksanaan pemotongan PPh
Pasal 23 (Seri PPh Ps. 23 Nomor 7) menyatakan sebagai berikut:
“a. |
Atas
transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23
yang pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, maka PPh Pasal 23
dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor pusat, |
a. |
Atas
transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23
yang pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang, misalnya pembayaran
sewa kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh
kantor cabang; |
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui Pemohon Banding telah
meminta surat penegasan kepada KPP Madya Surabaya dan KPP Madya
Surabaya memberikan klarifikasi melalui Surat nomor
S-3749/WPJ.11/KP/11/2015 tertanggal 17 Februari 2015 yang pada butir 3
menyatakan sebagai berikut:
berdasarkan ketentuan diatas, dengan ini ditegaskan bahwa:
- atas
transaksi-transaksi yang merupakan objek jasa pemotongan PPh Pasal 23
yang pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat PT HYT (kepada HYT di
lokasi), maka PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor
pusat PT HYT,
- sedangkan atas transaksi-transaksi yang merupakan
objek jasa pemotongan PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh
kantor cabang PT HYT (di masing-masing lokasi HYT), maka PPh pasal 23
dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor cabang PT HYT yang
bersangkutan;
bahwa menurut Majelis bahwa terhadap pembayaran
objek PPh Pasal 23 yang dilakukan Kantor Pusat, maka kewajiban PPh
Pasal 23 yang berupa pemotongan, penyetoran dan pelaporan dilakukan
oleh kantor pusat. Secara konsisten, hal ini berlaku sebaliknya, dimana
dalam hal pembayaran dilakukan oleh kantor cabang, maka kewajiban PPh
Pasal 23 dilakukan oleh kantor cabang;
bahwa berdasarkan
pemeriksaan Majelis diketahui penagihan atas jasa maklon yang dilakukan
oleh Mitra Produksi Sigaret ditujukan kepada kantor pusat dari Pemohon
Banding dan terhadap penagihan tersebut, adalah kantor pusat yang
melakukan pembayaran;
bahwa sehingga menurut Majelis, yang
diharuskan untuk melakukan pemotongan, pemungutan dan penyetoran PPh
Pasal 23 adalah kantor pusat di Surabaya yang terdaftar di KPP Madya
Surabaya, dengan demikian, pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas
objek PPh Pasal 23 terkait jasa maklon yang telah Pemohon Banding
lakukan melalui kantor pusat secara nyata-nyata telah telah benar ;
bahwa
sehingga Majelis berkesimpulan bahwa dikarenakan kewajiban PPh Pasal 23
yang terutang dianggap timbul di Kantor Pusat (KPP Madya Surabaya),
maka KPP Bantul tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan kewajiban
PPh Pasal 23 terutang di Bantul;
3. |
Sengketa
Dasar Pengenaan Pajak
|
bahwa Terbanding melakukan koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak
Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp 4.589.845.536,00 karena terdapat objek
PPh Pasal 23 atas Jasa Maklon yang belum dipotong, disetorkan dan
dilaporkan di KPP Pratama Bantul;
bahwa menurut Terbanding,
bahwa koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 diperoleh dari
penghitungan kembali atas jumlah imbalan yang dibayarkan oleh Pemohon
Banding kepada perusahaan mitra produksinya yang terdaftar di KPP
Pratama Bantul, yaitu PT WLV dan PT SKG;
bahwa menurut
Terbanding jumlah Dasar Pengenaan Pajak untuk Pemotongan, Penyetoran,
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh Pemohon Banding kepada
perusahaan HYT adalah sesuai dengan jumlah bruto (tidak termasuk PPN)
dokumen Invoice atau Faktur Pajak yang diterbitkan oleh perusahaan
HYT;bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan Koreksi Positif atas
Dasar
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 tersebut karena Pemohon Banding
mengikat kerja sama kemitraan dengan tujuan agar ada pergerakan ekonomi
di daerah tersebut, dalam kasus ini daerah Bantul. Kerja sama kemitraan
terkait dalam bentuk kerjasama maklon Dalam hal ini Pemohon Banding
bermitra dengan PT WLV dan PT SKG yang selanjutnya disebut Mitra
Produksi Sigaret atau HYT. Antara Pemohon Banding dengan HYT memiliki
perjanjian kerja sama sebagai berikut Pemohon Banding menyediakan bahan
baku, peralatan untuk memproduksi sigaret kretek tangan, dan tenaga
pengontrol terkait kualitas produk, sedangkan pihak HYT menyediakan
tempat kerja (Pabrik) dan tenaga kerja;
bahwa menurut Pemohon
Banding, pembayaran kepada HYT dilakukan oleh kantor pusat, sehingga
PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh Kantor Pusat yang
terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Surabaya;
bahwa berdasarkan bukti dan keterangan para pihak selama persidangan,
Majelis berpendapat sebagai berikut :
Pasal
23 ayat (1) Huruf c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan :
Atas
penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua
persen) dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain
jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui hal-hal sebagai berikut
:
- bahwa
Pemohon Banding mengikat kerja sama kemitraan dalam bentuk kerjasama
maklon, yaitu bermitra dengan PT WLV dan PT SKG yang selanjutnya
disebut Mitra Produksi Sigaret atau HYT;
- bahwa antara Pemohon
Banding dengan HYT memiliki perjanjian kerja sama yaitu Pemohon Banding
menyediakan bahan baku, peralatan untuk memproduksi sigaret kretek
tangan, dan tenaga pengontrol terkait kualitas produk, sedangkan pihak
HYT menyediakan tempat kerja (Pabrik) dan tenaga kerja;
- bahwa
Penagihan yang dilakukan oleh HYT hanya sebatas jasa maklon, diluar
penagihan jasa maklon yang dilakukan oleh HYT, Pemohon Banding
melakukan penggantian (reimbursement) atas biaya produksi (production
cost) yang termasuk didalamnya adalah gaji yang dibayarkan HYT kepada
karyawannya terkait pekerjaan maklon;
bahwa berdasarkan
pemeriksaan Majelis diketahui pembuktian melalui alur transaksi
pembayaran kepada PT WLV dan PT SKG adalah sebagai berikut :
- Invoice yang diterbitkan oleh PT WLV dan PT SKG
ditujukan kepada kantor
pusat Pemohon Banding yang beralamat di Jalan EEE Raya XX Surabaya;
- Faktur
pajak yang diterbitkan oleh PT WLV dan PT SKG ditujukan kepada kantor
pusat Pemohon Banding yang beralamat di Jalan EEE Raya XX Surabaya;
- Kantor pusat Pemohon Banding menerbitkan perintah
membayar atas invoice yang diterbitkan oleh PT WLV dan PT SKG;
- Atas
surat perintah membayar yang diterbitkan oleh kantor pusat tersebut
kemudian pemohon banding melakukan pembayaran melalui transfer dari
rekening RRR Bank cabang Surabaya;
- PT WLV dan PT SKG menerbitkan kuitansi pembayaran;
- bahwa
Pemohon Banding telah melakukan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 23
di Kantor Pusat Pemohon Banding yang terdaftar pada Kantor Pelayanan
Pajak Madya Surabaya;
bahwa Majelis berkesimpulan bahwa
nyata-nyata penagihan atas jasa maklon yang dilakukan oleh PT WLV dan
PT SKG (Mitra Produksi Sigaret) ditujukan kepada kantor pusat dari
Pemohon Banding dan terhadap penagihan tersebut, kantor pusat yang
melakukan pembayaran, sehingga tidak terdapat objek PPh Pasal 23 atas
Jasa Maklon yang belum dipotong, disetorkan dan dilaporkan;
bahwa
Majelis berpendapat, atas koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak
Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp 4.589.845.536,00 tidak dapat
dipertahankan;
|
|
|
|
Menimbang |
: |
bahwa
dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak; |
|
|
|
Menimbang |
: |
bahwa
dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit
Pajak; |
|
|
|
Menimbang |
: |
bahwa
dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai
sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi
tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya; |
|
|
|
Menimbang |
: |
bahwa
berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan Majelis
berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding,
sehingga DPP Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagai berikut:
DPP
PPh Pasal 23 menurut Keputusan Terbanding
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan
DPP PPh Pasal 23 menurut Majelis
|
Rp
4.589.845.536,00
Rp 4.589.845.536,00
Rp
0,00 |
|
|
|
|
Mengingat |
: |
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan
ketentuan peraturan perudang-undangan lainnya yang berkaitan dengan
sengketa ini; |
|
|
|
Memutuskan |
: |
Mengabulkan
seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-00049/KEB/WPJ.23/2016 tanggal 29
April 2016, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Juni 2012 Nomor:
00007/203/12/543/15 tanggal 13 Maret 2015, atas nama: PT XXX, sehingga
perhitungan menjadi sebagai berikut:
Penghasilan
Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak
PPh Pasal 23 yang terutang
Kredit Pajak
Pajak yang tidak/kurang dibayar
|
Rp.
0,00
Rp.
0,00
Rp.
0,00
Rp.
0,00 |
Demikian diputus pada Sidang Di Luar Tempat Kedudukan di Yogyakarta
berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan
pada hari Kamis, tanggal 18 Mei 2017, oleh Hakim Majelis II B
Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut :
Drs.
ABC, M.A., M.P.A.
DEF, SE., Ak., MSi., CA.
GHI, S.E., M.Si.
dengan dibantu oleh:
JKL, S.E., M.M. |
sebagai
Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Panitera Pengganti, |
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua
Majelis IIB pada hari Kamis, tanggal 24 Agustus 2017, dihadiri oleh
para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Pemohon
Banding dan tidak dihadiri oleh Terbanding. |