Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 2127/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
tempat kedudukan di Jalan Jenderal AF Nomor X0-XX, Jakarta XXXX0, dalam
hal ini memberi kuasa kepada:
- AA, Plt. Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat
Jenderal Pajak;
- BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat
Keberatan dan Banding;
- CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan
Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
- DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan
Jenderal AF, Nomor X0-XX, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor
SKU-83/PJ./2017 tanggal 4 Januari 2017;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT QQ COLLECTION,
tempat kedudukan di Jalan DF, RT.XX/0X, Gunung Putri, Bogor XXXXX;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.74608/PP/-M.IIA/16/2016 tanggal 28 September 2016 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas Surat
Keputusan Terbanding Nomor KEP-2385/WPJ.07/2015 tanggal 14 Juli 2015
mengenai Keberatan atas SKPKB PPN atas Tanggung Jawab Renteng Masa
Pajak Januari sampai dengan Februari 2013 Nomor 0089/Simac/Acc/VII/2014
tanggal 22 Juli 2014;
Bahwa di dalam Surat Keputusan Keberatan yang Pemohon Banding terima
tanggal 21 Juli 2015 yang menolak keberatan Wajib Pajak dan
mempertahankan koreksi DPP atas Tanggung Jawab Secara Renteng dengan
alasan telah sesuai dengan bukti yang tersedia pada saat proses
pemeriksaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku, menurut Pemohon Banding hal itu tidak tepat, disebabkan
hal-hal sebagai berikut:
- Pemohon Banding tidak mengajukan restitusi atas jumlah PPN
ymh
dibayar menurut pemeriksa yaitu sebesar Rp108.844.765,00 dan oleh sebab
itu kepada Pemohon Banding tidak seharusnya dikenakan koreksi PPN;
- Pemeriksa tidak membedakan status penjual apakah sudah PKP
atau
belum PKP karena sesuai dengan ketentuan, penjual yang belum PKP
dilarang menerbitkan Faktur Pajak dan memungut PPN kepada pembeli
(Pasal 14 UU PPN);
- Pemeriksa seharusnya menagih terlebih dahulu kepada pihak
penjual
seandainya ada PPN terutang yang timbul atas penyerahan BKP/JKP sebelum
mengenakan tanggung renteng kepada pembeli (Pasal 4 (2) huruf a PP No.
1 Tahun 2012);
- Untuk penagihan, pemeriksa dapat menghubungi penjual
berdasarkan
data/ keterangan yang terdapat pada dokumen pendukung atau meminta
informasi kepada Pemohon Banding;
Bahwa di samping itu menurut Pemohon Banding, pemeriksa tidak
mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh bukti-bukti/dokumen pendukung
dan data yang diberikan oleh Pemohon Banding pada saat proses
pemeriksaan serta hal-hal lain sebagaimana Pemohon Banding sampaikan
didalam Surat Tanggapan Hasil Penelitian Keberatan;
Bahwa untuk itu Pemohon Banding mengharapkan agar permohonan banding
ini dapat dikabulkan;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.74608/PP/M.IIA/16/2016 tanggal 28 September 2016 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding atas Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-2385/WPJ.07/2015 tanggal 14 Juli 2015, tentang
Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa Atas Tanggung Jawab Renteng Masa Pajak Januari
sampai dengan Februari 2013 Nomor 00012/297/13/057/14 tanggal 30 April
2014, atas nama: PT QQ Collection, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, alamat:
Jalan DF, RT.XX/0X, Gunung Putri, Bogor XXXXX, sehingga perhitungan
pajak menjadi sebagai berikut:
Dasar
Pengenaan Pajak Tanggung Jawab Secara Renteng
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri
Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan
Jumlah Perhitungan PPN Kurang Bayar |
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
|
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.74608/PP/M.IIA/16/2016 tanggal 28 September 2016, diberitahukan
kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 17 Oktober 2016 kemudian
terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan
kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-83/PJ./2017 tanggal
4 Januari 2017 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis
di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 12 Januari 2017
sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor
PKA.96/PAN.Wk/2017 yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Pajak
dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 27 Januari
2017, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27
Februari 2017;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
- Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.74608/PP/M.IIA/16/2016
tanggal 28 September 2016 telah dibuat dengan tidak memperhatikan
ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar
pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali,
sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan
Pengadilan Pajak a quo diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan
ketentuan Pasal 91 huruf d dan huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak:
- Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
- Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan
Kembali;
- Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.74608/PP/M.IIA/-16/2016 tanggal 28 September 2016, atas nama PT.QQ
Collection (Termohon Peninjauan Kembali), telah diberitahukan secara
patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan
Kembali melalui Surat Nomor P.1594/PAN/2016 tanggal 13 Oktober 2016,
yang diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali pada
tanggal 18 Oktober 2016 berdasarkan bukti penerimaan surat di Tempat
Pelayanan Surat Terpadu (TPST) dengan nomor dokumen: X0XXX0XX0XXX;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92
ayat
(3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka
pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.74608/PP/M.IIA/16/2016 tanggal 28 September 2016 ini masih dalam
tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau
setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan
Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini
belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah
Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia;
- Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
- Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan
Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
- Koreksi DPP PPN Atas Tanggung Jawab Renteng sebesar
Rp108.844.765,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan
Pajak;
- Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
- Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali membaca, memeriksa
dan
meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.74608/PP/M.IIA/16/2016
tanggal 28 September 2016, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan
atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang
keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan
gugatan di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu
kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat
pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan
penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta
menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan pertimbangan sebagai
berikut:
- Bahwa pokok sengketa antara Termohon Peninjauan
Kembali
(semula Pemohon Banding) dengan Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) adalah adanya transaksi penyerahan BKP/JKP yang tidak
terdapat PPN yang dibayar atau tidak terdapat Faktur Pajaknya;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sesuai
dengan Pasal 16F Undang-Undang PPN Tahun 2009 dan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang PPN
Tahun 2009, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa atas Tanggung Jawab Renteng, untuk
menagih pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang;
- Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa
a quo
ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 33 - 34 yang
antara lain berbunyi sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan data yang ada dalam berkas surat banding,
penjelasan lisan dan tertulis di persidangan, Majelis berpendapat
sebagai berikut:
- Bahwa yang menjadi sengketa adalah adanya pembelian oleh
pemohon
banding atas beberapa barang yang oleh penjual tidak dipungut PPN-nya
dan tidak diterbitkan Faktur Pajaknya senilai Rp108.844.765,00;
- Terbanding mengenakan SKP atas tanggung jawab renteng
sesuai
Pasal 16F Undang-Undang KUP sebesar Rp140.798.288,00 yang terdiri dari:
PPN
yang kurang bayar
Sanksi Administrasi
berupa
Bunga Pasal 13 (2) KUP
Pajak yang masih harus
dibayar |
:
108.844.765
: 31.953.523
: 140.798.288
|
- Bahwa berdasarkan penelitian Majelis, atas LPP a quo,
pembelian
yang tidak dipungut PPN oleh penjual adalah atas pembelian sebanyak 88
invoice/ transaksi pembelian senilai Rp1.088.447.650,00;
- Bahwa berdasarkan penelitian dokumen transaksi yang ada
pada Pemohon
Banding jumlah PPN tersebut berasal dan perolehan BKP/JKP bulan Januari
sampai dengan Februari 2013 yang belum ada bukti pembayaran pajaknya
yang terdiri dari:
- Transaksi oleh pembeli dengan penjual (non PKP) sebesar
Rp362.008.400,00;
- Transaksi oleh pembeli dengan penjual (PKP) sebesar
Rp726.439.248,00;
- Bahwa terhadap transaksi dari penjual Non PKP senilai
Rp362.008.400,00, sesuai Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang PPN, penjual
yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tidak boleh membuat faktur pajak,
oleh karena itu sanksi Terbanding kepada pemohon untuk membayar PPN
dari pembelian yang diperoleh dari penjual yang bukan PKP tidak
memiliki alasan yang kuat untuk dipertahankan;
- Bahwa terhadap transaksi pembelian senilai Rp726.439.248,00
yang
berasal dari penjual PKP, Terbanding mendasarkan pada Pasal 16F
Undang-Undang PPN, yang penjelasannya adalah:
"Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada
pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah
seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa
bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila
ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada
penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat
menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau
pemberi jasa”;
- Bahwa sesuai dengan Pasal 4 ayat (4) PP Nomor 1 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah TerakhirDengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas barang Mewah, dinyatakan bahwa “Ketentuan
lebih lanjut
mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab secara
renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan";
- Bahwa hingga putusan atas sengketa ini diambil, Majelis
tidak
menemukan adanya Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (4) PP No.1 tahun 2012 aquo;
- Bahwa oleh karena itu Majelis menafsirkan berdasarkan
penjelasan Pasal 16F Undang-Undang PPN;
- Bahwa menurut Majelis, berdasarkan data hasil pemeriksaan
yang
diperoleh dari Pemohon, Terbanding seharusnya menagih terlebih dahulu
kepada PKP Penjual, atas transaksi pembelian sebanyak Rp726.439.248,00
yang secara fakta diketahui bahwa penjual adalah PKP;
- Bahwa berdasarkan berkas banding dan fakta di persidangan
tidak
diketahui bahwa Terbanding telah melakukan penagihan ke PKP Penjual
sebagaimana transaksi a quo;
- Bahwa dari penelitian atas SPT PPN Pemohon diketahui bahwa
tidak
ada pengkreditan Pajak Masukan atas pembelian oleh Pemohon Banding,
yang dipersengketakan a quo;
- Bahwa penerbitan SKP tanggung jawab renteng atas transaksi
pembelian sebanyak Rp726.439.248,00 oleh Terbanding tidak memiliki
dasar yang kuat untuk dipertahankan;
- Bahwa berdasarkan butir 1 s.d. 13 tersebut Majelis
berkesimpulan untuk membatalkan PPN tanggung renteng sebesar
Rp108.844.765,00 dan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon
Banding;
- Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan
pokok
sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum Peninjauan Kembali antara
lain sebagai berikut:
- Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) mengatur:
Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data dan informasi,
atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada
saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan
belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan,
data, informasi, atau keterangan Jam dimaksud tidak dipertimbangkan
dalam penyelesaian keberatannya;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(UU PPN) antara lain mengatur:
Pasal 16F:
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung
jawab secara renteng atas pembayaran pajak sepanjang tidak dapat
menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar;
Penjelasan Pasal 16F:
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada
pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah
seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa
bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak terutang apabila
ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada
penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat
menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada Penjual atau
pemberi jasa;
- Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(PP Nomor 1 Tahun 2012) antara lain mengatur:
Ayat 1:
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah;
Ayat 2:
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberlakukan dalam
hal:
- Pajak yang terutang tersebut dapat ditagih kepada
penjual barang atau pemberi jasa; atau
- Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
dapat
menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual
barang atau pemberi jasa;
Ayat 3:
Tanggung jawab renteng sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditagih
melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
- Bahwa dasar Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
saat
pemeriksaan melakukan koreksi terkait Masa Pajak Januari sampai dengan
Februari 2013 adalah karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) atas pembelian barang/pemanfaatan jasa senilai
Rp108.844.765,00, adalah tidak terdapat Faktur Pajak atas pembelian
barang/pemanfaatan jasa tersebut dan sampai dengan berakhirnya proses
keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga
tidak dapat membuktikan telah melunasi PPN terkait pembelian
barang/pemanfaatan jasa senilai Rp108.844.765,00 tersebut;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16F Undang-Undang PPN
Tahun
2009 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, sudah sangat
jelas, mengingat selama proses pemeriksaan, keberatan sampai dengan
persidangan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak
dapat menunjukkan faktur pajak, bukti pembayaran PPN, dan bukti
pendukung lainnya, maka Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) selaku Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai, dan tanggung jawab renteng sebagaimana dimaksud di atas ditagih
melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
- Bahwa bantahan atas pertimbangan Majelis dalam putusannya
mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding, adalah sebagai
berikut:
- Atas pertimbangan Majelis yang menyatakan:
Bahwa terhadap transaksi dari penjual Non PKP senilai Rp362.008.400,00
sesuai Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang PPN , penjual yang tidak
dikukuhkan sebagai PKP tidak boleh membuat Faktur Pajak, oleh karena
itu sanksi Terbanding kepada Pemohon untuk membayar PPN dari pembelian
yang diperoleh dari penjual yang bukan PKP tidak memiliki alasan yang
kuat untuk dipertahankan;
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai
berikut:
- Bahwa berdasarkan data dan fakta, selama proses
pemeriksaan, Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan
faktur pajak, bukti pembayaran PPN, dan bukti pendukung lainnya,
sehingga tidak dapat diketahui identitas PKP Penjual dengan jelas dan
bukti pembayaran PPN terutang;
- Bahwa dokumen bukti pengeluaran kas, faktur
penjualan, dan kwitansi,
tidak pernah disampaikan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) selama proses pemeriksaan dan tidak terdapat bukti bahwa
dokumen dimaksud berada di pihak ketiga;
- Bahwa sesuai ketentuan Pasal 26A ayat (4)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU PPN)
mengatur bahwa dokumen yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan,
namun disampaikan Wajib Pajak dalam proses keberatan tidak dapat
dipertimbangkan;
- Bahwa dengan demikian, menurut Pemohon Peninjauan
Kembali (semula
Terbanding), Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang PPN tidak dapat diterapkan
sebagai pertimbangan untuk memutus sengketa ini, mengingat sejak dari
proses pemeriksaan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
tidak memperoleh data yang lengkap terkait identitas penjual barang;
- Atas pertimbangan Majelis yang menyatakan:
Bahwa terhadap
transaksi pembelian senilai Rp726.439.248,00 yang berasal dari penjual
PKP, Terbanding mendasarkan pada Pasal 16F Undang-Undang PPN dan Pasal
4 ayat (4) PP Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah stdtd Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009;
Bahwa hingga putusan atas sengketa ini diambil, Majelis tidak menemukan
adanya Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (4) PP No. 1 Tahun 2012 a quo;
Bahwa oleh karena itu Majelis menafsirkan berdasarkan penjelasan Pasal
16F Undang-Undang PPN;
Bahwa menurut Majelis, berdasarkan data hasil pemeriksaan yang
diperoleh dari Pemohon, Terbanding seharusnya menagih terlebih dahulu
kepada PKP Penjual, atas transaksi pembelian sebanyak Rp726.439.248,00
yang secara fakta diketahui bahwa penjual adalah PKP;
Bahwa berdasarkan berkas banding dan fakta di persidangan tidak
diketahui bahwa Terbanding telah melakukan penagihan ke PKP Penjual
sebagaimana transaksi a quo;
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai
berikut:
- Bahwa dalam ilmu hukum, Peraturan Menteri Keuangan,
secara umum
merupakan peraturan perundang-undangan delegasi, yaitu peraturan
perundang-undangan yang dibentuk atas dasar perintah peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi;
- Bahwa Peraturan Menteri Keuangan hanya mengatur
mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab secara
renteng;
- Bahwa secara substansi, hal-hal yang diatur dalam
Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 sudah jelas dan selaras dengan ketentuan
Pasal 16F Undang-Undang PPN, sehingga dapat langsung dilaksanakan;
- Bahwa jika ditelaah dengan seksama bunyi Pasal 4
Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2012 (PP Nomor 1 Tahun 2012), tidak terdapat aturan
kewajiban menagih terlebih dahulu kepada PKP penjual barang/penyedia
jasa terkait kewajiban pembayaran PPN terutang atas pembelian
BKP/pemanfaatan JKP;
Kemudian dalam Pasal 4 ayat (3) PP Nomor 1 Tahun 2012 dinyatakan bahwa
tanggung jawab renteng sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditagih
melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
Bahwa dalam Pasal 4 ayat (2) PP Nomor 1 Tahun 2012 sudah jelas
dinyatakan, bahwa ketentuan tanggung renteng tidak diberlakukan dalam
hal:
- pajak yang terutang tersebut dapat ditagih kepada
penjual barang atau pemberi jasa; atau
- pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena
Pajak dapat
menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual
barang atau pemberi jasa;
Dengan demikian ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun
2012 tersebut konsisten dengan Pasal 16F Undang-Undang PPN;
- Berdasarkan Penjelasan Pasal 16F Undang-Undang PPN
Tahun 2009
tersebut di atas, pembeli barang/penerima jasa tidak dapat melepaskan
kewajiban untuk membuktikan telah melakukan pembayaran pajak kepada
penjual atau pemberi jasa sebab sesuai dengan prinsip beban pembayaran
pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah adalah pada pembeli barang atau penerima jasa;
- Dengan demikian, pertimbangan Majelis terkait
kewajiban Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk melakukan penagihan ke PKP
Penjual, adalah tidak sesuai dengan isi Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2012 dan Pasal 16F Undang-Undang PPN;
- Atas pertimbangan Majelis yang menyatakan:
Bahwa dari penelitian atas SPT PPN pemohon diketahui bahwa tidak ada
pengkreditan Pajak Masukan atas pembelian oleh Pemohon Banding, yang
dipersengketakan a quo;
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai
berikut:
- Bahwa sesuai dengan Laporan Sidang, berdasarkan
pelaporan SPT PPN
diketahui bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding), mayoritas merupakan Pajak Masukan
dari Jasa Ekspedisi/Pengiriman tidak dari pembelian barang/bahan baku
ekspor. Atas fakta tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) melakukan pemeriksaan atas pembelian barang/bahan baku
ekspor yaitu melakukan pemeriksaan atas pencatatan pembelian, dalam LPP
disebut sumber data adalah:
Softcopy Subledger, Pajak Masukan dan Softcopy Pembelian Lokal dan
Impor;
- Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding),
pertimbangan Majelis mengenai tidak adanya pengkreditan pajak masukan
atas pembelian oleh Pemohon Banding, tidak relevan sebagai pertimbangan
untuk membatalkan sengketa ini;
- Karena substansi sengketa adalah bahwa berdasarkan
pemeriksaan atas
dokumen Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), diperoleh
data tentang adanya pembelian/penyerahan BKP/JKP yang tidak dapat
dibuktikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
telah dibayar PPN-nya;
- Dengan demikian, terbukti Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon
Banding) tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 16F Undang-Undang PPN;
- Bahwa pendapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) untuk
tetap mempertahankan koreksi, selaras dengan pernyataan Hakim Anggota
GH, dalam dissenting opinion, yang pada intinya menyatakan
sebagai berikut:
Bahwa mekanisme penyandingan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam
sistem pemungutan pajak pertambahan nilai dimaksudkan sebagai sarana
mempertahankan integritas sistem pemungutan PPN melalui program cek,
ricek, dan cek silang terhadap seluruh transaksi yang dilakukan antara
PKP Penjual dan PKP Pembeli;
Bahwa mekanisme tersebut dilaksanakan oleh aparat perpajakan dengan
menggunakan sistem komputer yang mengawasi seluruh transaksi yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)/Pengusaha Memilih sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PMPKP) dan yang telah memiliki NPWP;
Bahwa dalam pemeriksaan persidangan serta berdasarkan penelitian yang
disampaikan para pihak yang bersengketa, terbukti bahwa Pemohon Banding
tidak dapat menunjukkan adanya pembayaran PPN atas transaksi senilai
(DPP) Rp1.088.447.650,00 berhubung Penjual tidak menerbitkan Faktur
Pajak PPN sebagaimana seharusnya dilakukan PKP penjual pada saat
penyerahan BKP kepada Pemohon Banding;
Bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap kewajiban pembayaran yang
dilakukan baik oleh pihak penjual maupun pihak pembeli;
Bahwa Terbanding menerapkan penetapan PPN atas dasar tanggung jawab
renteng berpedoman pada Pasal 33 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
juncto Pasal 16F Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009 beserta peraturan
pelaksanaannya (Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012);
Bahwa berhubung Pemohon Banding selaku pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak terbukti belum membayar PPN sebagaimana
mestinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Hakim
Anggota GH berpendapat apa yang dilakukan oleh Terbanding
sudah benar dan Menolak permohonan Pemohon Banding ;
- Bahwa dalam proses pengambilan keputusan di Pengadilan
Pajak, terdapat
beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak yang perlu diperhatikan oleh Majelis Hakim:
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
- surat atau tulisan;
- keterangan ahli;
- keterangan para saksi;
- pengakuan para pihak; dan/atau
- pengetahuan Hakim;
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuksahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Pasal 84 ayat (1) huruf f:
Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
- pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan
dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
- Bahwa Pasal 69 ayat (1), Pasal 76, dan Pasal 78
Undang-Undang
Pengadilan Pajak mengamanatkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak
untuk menentukan beban pembuktian, melakukan penilaian pembuktian dan
penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan terhadap sengketa
yang terjadi dalam persidangan sebelum mengambil putusan;
- Bahwa dengan demikian, terbukti Putusan Majelis tidak
sesuai
dengan pembuktian yang adil serta ketentuan perpajakan yang berlaku,
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 76 dan 78 Undang-Undang Pengadilan
Pajak sehingga diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi)
tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan
nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara
a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga
pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa
banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu,
Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.74608/PP/M.IIA/16/2016 tanggal 28
September 2016, harus dibatalkan;
- Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak
Nomor Put.74608/PP/M.IIA/16/2016 tanggal 28 September 2016 yang
menyatakan:
- Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding atas
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2385/WPJ.07/2015 tanggal 14 Juli
2015, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Atas Tanggung Jawab Renteng Masa
Pajak Januari sampai dengan Februari 2013 Nomor 00012/297/13/057/14
tanggal 24 April 2014, atas nama: PT QQ Collection, NPWP
0X.0XX.XXX.X-0XX.000, alamat: Jalan DF, RT.XX/0X, Gunung Putri, Bogor
XXXXX, sehingga perhitungan pajak menjadi sebagaimana perhitungan
tersebut di atas (pada halaman 2);
- adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa
alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan
seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor
KEP-2385/WPJ.07/2015 tanggal 14 Juli 2015, mengenai Keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa atas Tanggung Jawab Renteng Masa Pajak Januari sampai
dengan Februari 2013 Nomor 00012/297/13/057/14 tanggal 30 April 2014,
atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak
yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar
dengan pertimbangan:
- Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali
dalam
perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai atas Tanggung Jawab Renteng sebesar Rp108.844.765,00,
yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak
dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali
dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali
tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang
terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan
Pajak, karena dalam perkara a quo berupa Faktur Pajak Masukan yang
telah dilakukan pemeriksaan, pengujian dan diputus serta diberikan
pertimbangan hukum oleh Majelis Pengadilan Pajak dengan benar, sehingga
Majelis Hakim Agung mengambilalih pertimbangan hukum dan menguatkan
atas Putusan Pengadilan Pajak a quo, dan oleh karenanya koreksi
Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo
tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan Jo. Pasal Pasal 1 angka 23 dan Pasal 13 ayat
(1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
- Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan
Pajak
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus
dibayar dihitung kembali menjadi Rp 0,00 (nihil), dengan perincian
sebagai berikut:
Dasar
Pengenaan Pajak Tanggung Jawab Secara Renteng
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri
Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan
Jumlah Perhitungan PPN Kurang Bayar |
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
|
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak
beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali
ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK
tersebut;
Menghukum
Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung
pada hari Senin, tanggal 20 November 2017 oleh Dr. H. XYZ, S.H.,
M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai
Ketua Majelis, Dr. H.M. FFF, S.H., M.S. dan Dr. H. GGG, S.H., C.N.,
Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua
Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh
HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri
oleh para pihak.
Anggota Majelis :
ttd/
Dr. H.M. FFF, S.H., M.S.
ttd/
Dr. H. GGG, S.H., C.N.,
Biaya – biaya :
1. M e t e r a
i……………..
Rp
6.000,00
2. R e d a k s
i…………….. Rp
5.000,00
3. Administrasi
………..….
Rp
2.489.000,00
Jumlah
……….
Rp 2.500.000,00
|
Ketua Majelis:
ttd/
Dr. H. XYZ, S.H.,
M.H.,
Panitera Pengganti
ttd/
HHH, S.H., M.H.,
|
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
H. RTY, S.H.
NIP. XXXX0XXX XXXX0X X 00X
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.