Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 43123/PP/M.XV/16/2013

Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai


Masa/Tahun Pajak : April 2009


Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak April 2009 sebesar Rp.478.732.855,00;






Menurut Terbanding : bahwa Dasar Pengenaan Pajak PPN atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri untuk Masa Pajak April 2009 sebesar Rp.478.732.855,00 merupakan pendapatan komisi dari penyerahan jasa perdagangan masa Maret 2008 yang belum dikenakan PPN;



Menurut Pemohon Banding : bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak PPN atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri untuk Masa Pajak April 2009 sebesar Rp.478.732.855,00 karena atas jasa tersebut dikonsumsi diluar daerah pabean sehingga dikenakan tarif 0%;

bahwa Pemohon Banding berpendapat bahwa konsep UU PPN adalah menganut prinsip destination (tujuan), dimana jika JKP ataupun BKP ditujukan untuk dikonsumsi di luar daerah pabean, maka terutang PPN dengan tarif 0%;



Menurut Majelis : bahwa berdasarkan penelitian Majelis sengketa atas Dasar Pengenaan Pajak PPN atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri untuk Masa Pajak April 2009 sebesar Rp.478.732.855,00 terjadi karena Terbanding berpendapat bahwa jasa perdagangan yang dilakukan Pemohon Banding merupakan jasa yang penyerahan dilakukan di daerah pabean sehingga dikenakan PPN dengan tarif 10%, sedangkan Pemohon Banding berpendapat jasa tersebut dimanfaatkan diluar daerah pabean sehingga dikenakan PPN dengan tarif 0%;

bahwa Majelis berpendapat sengketa yang terjadi adalah sengketa yuridis mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa perdagangan;

bahwa untuk menguatkan alasan bandingnya, Pemohon Banding dalam persidangan memberikan bukti-bukti berupa :

P-5
Surat Penjelasan Nomor : 04/SSA/11/2012 tanggal 05 November 2012;
P-6 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.10640/PP/M.VI/16/2007;
P-7 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.14784/PP/M.VI/16/2008;
P-8 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.33907/PP/M.VII/16/2011;
P-9 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.37342/PP/M.VII/16/2012;
P-10 SPT Masa PPN Masa Pajak April 2009;
P-11 Financial Statements;
P-12 Daftar Commission Receive From Offshore 2009;
P-13 Scheme of transaction;
P-14 Daftar Commission Receive;
P-15 Faktur Pajak Sederhana;
P-16 Memo Kesepakatan;

bahwa untuk menguatkan alasan koreksi fiskalnya, Terbanding dalam persidangan memberikan bukti-bukti berupa :
T-1. Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor : LAP-024/WPJ.07/KP.0905/RIKSIS/2011 tanggal 16 Februari 2011;
T-2. Penjelasan Tertulis Nomor : S-8700/PJ.07/2012 tanggal 25 Oktober 2012;

bahwa dalam persidangan Terbanding menyatakan dan berpendapat sebagai berikut :
  • bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak ditetapkan dengan undang-undang. Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 dan perubahannya tentang PPN Barang dan Jasa dan PPn BM sebagai pengganti UU Pajak Penjualan tahun 1951, merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak atas konsumsi di dalam negeri. Makna kalimat pajak konsumsi dalam negeri adalah bahwa, PPN sebagai pajak atas konsumsi barang atau jasa, dimaksudkan untuk dikenakan atas belanja barang atau jasa konsumen terakhir di dalam negeri, prinsip dasar bahwa PPN hanya dikenakan atas konsumsi di dalam negeri menunjukkan bahwa Undang-Undang PPN tahun 1984 dan perubahannya menggunakan azas destinasi atau asas tujuan, azas yang dianut oleh hampir seluruh sistem pajak atas konsumsi atau Value Added Tax (VAT) di seluruh dunia;
bahwa penggunaan asas Destinasi ini dapat dimaklumi mengingat pada dasarnya semua negara yang menerapkan Pajak Atas Konsumsi menginginkan keseragaman perlakuan pajak wilayah cross-border atau tax frontiers. Asas ini mempertahankan sifat-sifat non diskriminasi, netralis internal dan netralis eksternal. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, asas ini memerlukan beberapa syarat antara lain :
  • Adanya suatu kawasan / wilayah pengenaan pajak (tax territory) yang disebut Daerah Pabean (Customs Area), tempat terjadinya transaksi barang dan jasa untuk tujuan konsumsi (konsumtif individual) oleh konsumen terakhir sebagai destinataris pajak yang mencerminkan netralitas legal (legal internal neutrality) artinya beban pajak (tax incidence) benar-benar dipikul oleh destinataris pajak;
  • Penggunaan tarif tunggal (uniform rate) dan sifat pajak yang non kumulatif sehingga tidak menimbulkan dampak negatif (non interference) bagi pengusaha dalam menentukan alokasi faktor-faktor produksi baik dalam kegiatan usaha terintegrasi maupun usaha non integrasi, sebagai wujud netralitas ekonomis (internal economic neutrality);
  • Adanya perlakuan pajak yang sama antara produk impor dengan produk dalam negeri artinya terhadap barang impor dikenakan pajak dengan tarif yang sama dengan barang buatan dalam negeri, disebut sub asas non diskriminasi dalam asas destinasi sebagai salah satu wujud netralis ekternal (eksternal neutrality) dalam tax frontiers;
  • Adanya pembebasan atas pajak (ekspor) barang hasil produksi dalam negeri yang dikirim keluar negeri, dan pajak yang sudah dibayar atas perolehan barang dari dalam negeri atau dari impor yang dipakai dalam proses produksi barang yang diekspor dikembalikan, juga sebagai wujud netralitas eksternal (external neutrality) dalam urusan cross border tax. Pada Asas Tujuan atau Asas Destinasi, perlakuan pajak terhadap ekspor termasuk dalam asas atau sub asas nol perseratus (0%) untuk penyesuaian lintas batas wilayah pemajakan (suatu Negara) (zero rated application for the border tax adjustment principle).
bahwa penerapan prinsip destinasi dalam pengenaan PPN untuk barang hampir tidak terjadi permasalahan yang signifikan, hal ini berkait dengan sifat barang yang nyata sehingga tempat terhutang PPN yaitu dimana barang tersebut di konsumsi dapat dengan mudah diketahui, karena proxy yang menunjukkan tempat barang berpotensi untuk dikonsumsi dapat dengan jelas diidentifikasi;

bahwa berbeda dengan jasa, penerapan destination principle terhadap penyerahan jasa, sering kali menimbulkan kompleksitas permasalahan tersendiri, disebabkan sifat dasar dari jasa yang bersifat abstrak dan tidak dengan mudah dapat di identifikasi saat dan tempat jasa tersebut di konsumsi, sehingga dapat di mengerti walaupun Economic Europe Community (EEC) mendukung azas destinasi dalam penerapan VAT, namun mereka menetapkan general rule untuk jasa, VAT dikenakan di tempat penyedia jasa. Tentu saja general rule tersebut tidak berlaku secara mutlak, yaitu VAT selalu dikenakan di tempat penyedia jasa, tetapi ada beberapa pengecualian yaitu VAT dikenakan di tempat penerima jasa, pengecualian ini dapat terjadi apabila ternyata proxy dimana jasa dikonsumsi telah dapat diidentifikasi;

bahwa pada Masyarakat Ekonomi Eropa, ada sebuah rule yang sering digunakan untuk menentukan tempat dimana VAT dikenakan yaitu PWSECO, Place Where the Supply is Effective Carried Out. Berdasarkan European Community Directive terbaru, PWSECO digunakan sebagai allocation rule untuk berbagai services-jasa;


Rule Place of supply EC VAT
Directive
General rule for B2C transactions
Place where the supplier has
established his business
Article 43
General rule for B2B transactions Place where the supplier has
established his business
Article 43
Services connected with immovable property Place where the immovable property is located Article 45
Cultural, artistic, sporting, scientific, educational,
entertainment
Place where activities are physically carried out Article 52 a
Service of consultats, engineers, consultancy firm, lawyer, accountant
Place where customer is established Article 56 1c
  • bahwa uraian pada huruf c angka 1 merupakan upaya yang Terbanding lakukan untuk mengetahui bagaimana seharusnya memaknai “penyerahan jasa” sebagaimana tertera pada Pasal 4 huruf c Undang-undang PPN, mengingat belum ditemukannya penjelasan yang jelas terkait hal tersebut pada penjelasan Undang-undang ataupun literatur dalam negeri;
  • bahwa jika ada anggapan bahwa PPN seharusnya dikenakan berdasarkan asas manfaat, sehingga komisi yang diperoleh tidak terutang PPN disebabkan pihak yang memanfaatkan berada di luar daerah pabean, Pendapat Terbanding sebagai berikut:
bahwa dasar hukum pengenaan PPN atas koreksi yang menjadi sengketa oleh Terbanding adalah Pasal 4 huruf c UU PPN yang menyatakan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Asas manfaat tidak menjawab pertanyaan dimana JKP diserahkan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 huruf c UU PPN yang menjadi dasar hukum bagi koreksi yang dilakukan Terbanding;
  • bahwa terkait pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa berdasarkan SE-08/PJ.52/1996, maka pendapatan komisi atas jasa perdagangan yang diserahkan dikecualikan dari pengenaan PPN, pendapat Terbanding sebagai berikut:
    • SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 2006 menyatakan bahwa Jasa perdagangan tidak dikenakan PPN dalam hal : a. Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada diluar Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT di Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan, menitikberatkan pada penerima jasa / asas pemanfaatan, untuk mengenakan pajak.
    • Asas ini, serupa dengan Pasal 4 huruf e UU PPN menyatakan bahwa PPN dikenakan atas pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dimana juga menitikberatkan pada asas pemanfaatan;
    • Jika dibandingkan antara SE-08 dengan Pasal 4 huruf e UU PPN di atas, dapat disimpulkan bahwa SE-08 merupakan penafsiran a contrario (menafsirkan kebalikan dari yang disebut) dari Pasal 4 huruf e UU PPN, yang tidak diperbolehkan dalam hukum karena jika digunakan dapat menciderai kepastian hukum itu sendiri;
    • Pasal 4 huruf c UU PPN jelas menyatakan bahwa “PPN dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha” Pasal ini jelas menitikberatkan pada penyerahan jasa;
    • Yang perlu dilakukan adalah berupaya mengetahui bagaimana memaknai penyerahan jasa, hal mana yang telah Terbanding uraikan pada butir satu sampai tiga;
  • bahwa jika dicermati bahwa:
  1. Jasa perdagangan adalah jenis Jasa Kena Pajak yang tidak termasuk ke dalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai ketentuan Pasal 4A ayat (3) UU PPN dan Pasal 5 PP 144.
  2. Pada dasarnya, penyerahan jasa perdagangan yang dilakukan oleh Pemohon Banding tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean Indonesia karena proses pelaksanaan jasa perdagangan dimaksud telah dilakukan di dalam Daerah Pabean Indonesia.
  3. Penentuan saat terutangnya PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa perdagangan sebagaimana yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah ketika proses pelaksanaan jasa perdagangan dilakukan di dalam Daerah Pabean Indonesia dan diserahkan di dalam Daerah Pabean Indonesia sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (1) PP 24.
  4. Tempat terutangnya PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana yang dilakukan oleh Pemohon Banding ditentukan berdasarkan tempat dimana penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan, sesuai ketentuan Pasal 4 huruf c UU PPN.
  5. Tempat penyerahan dan saat terutangnya PPN atas jasa adalah mengikuti “purchase principle” dan “expenditure” yang dianggap mewakili konsumen terjadi pada saat pembelian. Konsep pemanfaatan (enjoyment atau economic use) kurang relevan terhadap jasa karena kebanyakan jasa, selain economic use-nya tidak eksis, juga meragukan dan gampang direkayasa sehingga apabila konsep pemanfaatan („economic use‟) diterapkan, secara legal akan banyak jasa yang tidak dapat dikenakan PPN. Hal ini sejalan dengan definisi „penyerahan jasa‟ secara broad-residual base pada Article 6 (1) EEC Sixth Directive dan pendapat Tera yang dikemukakan oleh Prof. Dr. QQ, M.Sc., Ak., dalam artikel yang berjudul “Pajak Pertambahan Nilai Transaksi Lintas Juridiksi”, Jakarta, Majalah Berita Pajak Edisi Februari 2009, halaman 11 sampai dengan 16.
  6. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk penyerahan jasa, UU PPN menganut purchase principle (sebagaimana dimaksud dalam EEC Sixth Directive) agar terjadi efisiensi administrasi pemungutan PPN dan mengurangi moral hazard penyalahgunaan tarif pajak 0% atas ekspor jasa dalam rangka pengamanan hak fiskal negara dan masyarakat. Oleh karena itu, berdasarkan purchase principle setiap penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam Daerah Pabean Indonesia, akan selalu dikenakan PPN karena pembelian JKP terjadi di dalam Daerah Pabean Indonesia.”
  • bahwa dengan demikian telah terbukti bahwa penyerahan jasa perdagangan yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
  • bahwa Terbanding berpendapat bahwa penerapan jasa yang dikenakan PPN di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 tidak dapat berdiri sendiri dan harus tetap mengacu pada UU PPN yang berlaku sebagai peraturan yang lebih tinggi tingkatannya yang mengatur bahwa penetapan jasa yang dikenakan PPN harus mempertimbangkan tiga syarat jasa dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c UU PPN;
bahwa dalam bukti P-5, Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai berikut :
  1. Kegiatan Usaha Pemohon Banding

    bahwa pemegang saham Pemohon Banding pada Tahun Pajak 2009 adalah AA & Co Ltd Jepang sebesar 90% dan AA Singapore (Pte) Ltd Singapura sebesar 10%;

    bahwa sesuai dengan anggaran dasar Pemohon Banding yang telah disetujui oleh BKPM Nomor : 478/I/PMA/1997 tanggal 10 September 1997 sebagaimana telah diamandemen dengan Surat BKPM Nomor : 513/III/PMA/1999 tanggal 5 Mei 1999 adalah :
    • jasa perdagangan ekspor impor,
    • jasa konsultasi manajemen, dan
    • perdagangan besar (distributor);

    bahwa dalam Tahun Pajak 2009, kegiatan usaha yang dijalankan oleh Pemohon Banding adalah :

    1. Jasa Perdagangan

      bahwa kegiatan usaha jasa perdagangan ini dilakukan dengan cara Pemohon Banding melakukan kerjasama dengan beberapa supplier baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk dicarikan pembeli baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri;

      bahwa atas kegiatan usaha jasa perdagangan tersebut di atas, Pemohon Banding menerima pendapatan berupa komisi dari pihak Suplier (penjual);

      bahwa untuk pendapatan komisi yang diterima oleh Pemohon Banding dari Suplier (penjual) di dalam negeri, Pemohon Banding telah memungut PPN dan menerbitkan Faktur Pajak;

      bahwa untuk pendapatan komisi yang diterima dari luar negeri Pemohon Banding tidak memungut PPN sesuai dengan ketentuan dalam angka 2.2. huruf a SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996;

      bahwa berikut adalah rekapitulasi komisi yang diterima oleh Pemohon Banding selama Masa April 2009 :

      1. Komisi yang dipungut PPN
        Nama Pemberi Komisi Masa Pajak Negara Kedudukan
        Jumlah (USD)
        PT BB CHEMICALS Juni Agustus 184,68
        TOTAL
        184,68

      1. Komisi yang tidak dipungut PPN
        Nama Pemberi Komisi Negara Kedudukan
        Jumlah (USD)
        AA & Co Jepang 35.087,76
        AA Singapore
        Singapura 5.707,85
        AA Thailand Thailand 1.267,08
        AA Shanghai Taiwan 1.932,48
        TOTAL 43.995,17

    1. Perdagangan Besar (Distributor)

      bahwa selain melakukan kegiatan usaha jasa perdagangan, Pemohon Banding juga melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang besar (distributor);

      bahwa kegiatan usaha Perdagangan ini dilakukan dengan cara membeli barang dari supplier untuk kemudian di jual kembali;

      bahwa berikut adalah rekapitulasi penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh Pemohon Banding dalam Tahun 2009 :

      1. Penjualan
        Penjualan kepada pihak ketiga
        Penjualan kepada AA Group
        Jumlah Total
        USD 5.468.478,66
        USD 37.201,10
        USD 5.505.679,76


      Untuk penjualan kepada pihak ketiga dibagi menjadi :
      Penjualan Ekspor
      Penjualan Lokal
      Jumlah
      USD 8.186,88
      USD 5.460.291,78
      USD 5.468.478,66

      Sedangkan untuk penjualan kepada group merupakan penjualan ekspor seluruhnya;

      1. Pembelian
        Pembelian dari AA Group
        Pembelian dari Pihak Ketiga
        Jumlah
        USD 1.326.297,90
        USD 3.534.844,73
        USD 4.861.142,6

  1. Kedudukan Surat Edaran Terbanding Nomor : SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 bahwa di dalam UU PPN Tahun 2000 tidak ada ketentuan yang mengatur penyerahan jasa kepada penerima jasa di luar daerah pabean (ekspor jasa). Namun demikian di dalam penjelasan UU PPN tersebut disebutkan pahwa PPN merupakan pajak atas konsumsi di dalam negeri dan menganut azas I} gestination principle sebagaimana diterapkan dalam Pasal 4 huruf d dan huruf e UU PPN;

    bahwa oleh karena tidak adanya ketentuan mengenai penyerahan jasa kepada penerima jasa di luar negeri (ekspor jasa), maka banyak pihak menanyakan kepada Terbanding mengenai perlakukan PPN atas hal tersebut;

    bahwa berdasarkan beberapa pertanyaan dari berbagai pihak tersebut, Terbanding menerbitkan SE¬-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 yang didalamnya antara lain mengatur mengenai jasa perdagangan dimana penerima jasanya berada di luar daerah pabean dan dinyatakan tidak terutang PPN (angka 2.2 huruf a dan b);

    bahwa Surat Edaran Terbanding Nomor SE-08/PJ.52/1996 tersebut telah sesuai dengan konsep dan azas PPN dan bahkan di dalam UU PPN yang baru (UU PPN Tahun 2009) lebih tegas diatur mengenai ekspor jasa kena pajak;

    bahwa sampai dengan akhir tahun pajak 2009, kedudukan SE-08/PJ./52/1996 belum pernah dicabut oleh Terbanding;

    bahwa dengan demikian maka pendapat Terbanding yang menyatakan bahwa SE-08/PJ.52/1996 tidak sesuai dengan ketentuan UU PPN Tahun 2000 adalah tidak benar;
  1. Beberapa Putusan Pengadilan Pajak sehubungan dengan Sengketa Jasa Perdagangan yang dilakukan oleh Pemohon Banding;

    Tahun Pajak 2001 (PUT- 06347/PP/M.V1/16/2005)
    1. Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto dan secara formal masih ada;
    2. Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA & Co Ltd Jepang) dikenakan PPN oleh Terbanding;
    3. Putusan Majelis : koreksi Terbanding dipertahankan dengan alasan Pemohon Banding berperilaku ganda sebagai WP Dalam Negeri dan sebagai BUT;

    Tahun Pajak 2002
    Tidak ada sengketa.

    Tahun Pajak 2003 (PUT-10640/PP/M.VI/16/2007)
    1. Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto sudah tidak ada dan dalam proses pencabutan NPWP
    2. Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA & Co Ltd Jepang) dikenakan PPN oleh Terbanding
    3. Putusan Majelis : koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan dengan alasan bahwa BUT AA & Co Ltd sudah tidak ada kegiatan usaha lagi;

    Tahun Pajak 2004
    Tidak ada sengketa

    Tahun Pajak 2005 (PUT-14784/PP/M.VI/16/2008)
    1. Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto dan de jure sudah tidak (NPWP sudah dicabut oleh KPP Badora Satu);
    2. Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA & Co Ltd Jepang) dikenakan PPN oleh Terbanding;
    3. Putusan Majelis : koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan dengan alasan bahwa BUT AA & Co Ltd sudah tidak ada dan putusan merefer ke Putusan Pengadilan Pajak Tahun 2003;

    Tahun Pajak 2006
    Tidak ada sengketa

    Tahun Pajak 2007 (PUT-33907/PP
    1. Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto dan de jure sudah tidak (NPWP sudah dicabut oleh KPP Badora Satu);
    2. Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA & Co Ltd Jepang dan lainnya) dikenakan PPN oleh Terbanding;
    3. Putusan Majelis : koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan dengan alasan bahwa pada dasarnya PPN adalah pajak atas konsumsi di dalam daerah pabean, sehingga penyerahan jasa perdagangan kepada penerima jasa di luar daerah pabean disamakan dengan ekspor yang terutang PPN dengan tarif 0%;

    Tahun Pajak 2008
    1. Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto dan de jure sudah tidak (NPWP sudah dicabut oleh KPP Badora Satu);
    2. Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA & Co Ltd Jepang dan lainnya) dikenakan PPN oleh Terbanding;
    3. Putusan Pengadilan Pajak : koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan dengan alasan bahwa pada dasarnya PPN adalah pajak atas konsumsi di dalam daerah pabean, sehingga penyerahan jasa perdagangan kepada penerima jasa di luar daerah pabean disamakan dengan ekspor yang terutang PPN dengan tarif 0%;
bahwa Majelis melakukan penelitian bukti-bukti dan keterangan para pihak dalam persidangan, untuk menguji apakah komisi jasa perdagangan sebesar Rp.483.780.436,00 yang diterima Pemohon Banding dari luar negeri tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, terutang PPN atau tidak;

bahwa Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, menyatakan :

”Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
  1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  2. impor Barang Kena Pajak;
  3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
  6. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.”
bahwa Majelis berpendapat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo mengatur tentang objek Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa Majelis berpendapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo, Jasa Kena Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai hanya ada 2 (dua) macam yaitu :
  • penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  • pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
bahwa Majelis berpendapat atas penyerahan Jasa Kena Pajak diluar Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha dan penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean, tidak diatur secara tegas dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 a quo;

bahwa Majelis berpendapat bahwa konsep objek pajak yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo, bersifat restriktif dan limitatif, sehingga karena tidak diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo, Majelis berpendapat atas penyerahan Jasa Kena Pajak diluar Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha dan penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean bukan objek Pajak Pertambahan Nilai sehingga tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa Majelis berpendapat bahwa prinsip pengenaan Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengenaan pajak atas konsumsi (pemakaian umum) barang dan jasa di dalam negeri atau di dalam Daerah Pabean, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

bahwa Majelis berpendapat sebagai konsekuensi dari legal character-nya sebagai pajak atas konsumsi (pemakaian umum) barang dan jasa di dalam negeri atau di dalam Daerah Pabean maka Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% terhadap :
  • penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  • impor Barang Kena Pajak;
  • penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  • pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  • pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
bahwa karena dalam Pasal 4 huruf e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai maka Majelis berpendapat atas lawan dari Pasal 4 huruf e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo yaitu atas Jasa Kena Pajak dari Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (tidak terutang PPN);

bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berpendapat butir 2.2. huruf ”a” Surat Edaran Terbanding Nomor : SE¬-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 yang menyatakan ”Jasa perdagangan tidak dikenakan PPN dalam hal : a. Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada diluar Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT di Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan.” sejalan atau sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo;

bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas bukti P-5, P-10, P-11, P-12, P-13, P-14, P-15 dan P- 16 diketahui hal-hal sebagai berikut :
  • bahwa Pemohon Banding melakukan kegiatan jasa perdagangan dengan nilai sebesar Rp.478.732.855,00 yang terkait dengan sengketa banding;
  • bahwa Pemohon Banding menerima imbalan sebesar Rp.478.732.855,00 dari AA & Co.Ltd. (Jepang), AA Thailand Co.Ltd., dan AA Singapore (PTE) Ltd.;
  • bahwa kegiatan jasa tersebut secara garis besarnya Pemohon Banding mencari pembeli yang berada dalam wilayah Indonesia;
  • bahwa pengguna jasa Pemohon Banding adalah perusahaan yang berkedudukan diluar negara Indonesia;
  • bahwa atas jasa perdagangan sebesar Rp.478.732.855,00 tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak April 2009;
bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas bukti P-6, P-7, P-8, dan P-9 diketahui atas sengketa jasa perdagangan yang diajukan banding oleh Pemohon Banding telah dinyatakan sebagai penyerahan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa Majelis berpendapat bahwa pengusaha jasa perdagangan (Pemohon Banding) dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada diluar Daerah Pabean dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan, sehingga Majelis berpendapat atas jasa perdagangan sebesar Rp.478.732.855,00 tersebut merupakan penyerahan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (Tidak terutang PPN);

bahwa oleh karenanya Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas DPP PPN sebesar Rp.478.732.855,00 berupa penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri dengan tarif 10% tidak dapat dipertahankan;



Menimbang :
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, untuk mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding;



Mengingat :
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;



Memutuskan :
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-206/WPJ.07/2012 tanggal 02 Februari 2012, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak April 2009 Nomor : 00033/207/09/059/11 tanggal 16 Februari 2011, atas nama : PT XXX, sehingga penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak April 2009 menjadi sebagai berikut :

Jumlah Seluruh Penyerahan (DPP PPN)
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri
Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan
Jumlah perhitungan PPN kurang/(lebih) dibayar
Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
PPN yang kurang/(lebih) dibayar
Sanksi Administrasi
- Kenaikan Pasal 13 (3)
Jumlah PPN yang masih harus (lebih) Dibayar
Rp. 60.534.625.406,00)
Rp. 3.095.925.821,00)
Rp. 3.537.517.394,00)
Rp. (441.591.573,00)
Rp. 442.739.529,00)
Rp. 1.147.956,00)

Rp. 1.147.956,00)
Rp. 2.295.912,00

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA