Menurut
Majelis
|
: |
bahwa
berdasarkan penelitian Majelis sengketa atas Dasar Pengenaan Pajak PPN
atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri untuk Masa Pajak
April 2009 sebesar Rp.478.732.855,00 terjadi karena Terbanding
berpendapat bahwa jasa perdagangan yang dilakukan Pemohon Banding
merupakan jasa yang penyerahan dilakukan di daerah pabean sehingga
dikenakan PPN dengan tarif 10%, sedangkan Pemohon Banding berpendapat
jasa tersebut dimanfaatkan diluar daerah pabean sehingga dikenakan PPN
dengan tarif 0%;
bahwa Majelis berpendapat
sengketa yang terjadi adalah sengketa yuridis mengenai pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai atas jasa perdagangan;
bahwa untuk menguatkan alasan
bandingnya, Pemohon Banding dalam persidangan memberikan bukti-bukti
berupa :
P-5
|
Surat
Penjelasan Nomor : 04/SSA/11/2012 tanggal 05 November 2012;
|
P-6
|
Putusan
Pengadilan Pajak Nomor : Put.10640/PP/M.VI/16/2007;
|
P-7 |
Putusan
Pengadilan Pajak Nomor : Put.14784/PP/M.VI/16/2008;
|
P-8
|
Putusan
Pengadilan Pajak Nomor : Put.33907/PP/M.VII/16/2011;
|
P-9 |
Putusan
Pengadilan Pajak Nomor : Put.37342/PP/M.VII/16/2012; |
P-10 |
SPT Masa PPN
Masa Pajak April 2009; |
P-11 |
Financial
Statements; |
P-12 |
Daftar
Commission Receive From Offshore 2009; |
P-13 |
Scheme of
transaction; |
P-14 |
Daftar
Commission Receive; |
P-15 |
Faktur Pajak
Sederhana; |
P-16 |
Memo
Kesepakatan; |
bahwa untuk menguatkan alasan
koreksi fiskalnya, Terbanding dalam persidangan memberikan bukti-bukti
berupa :
T-1. |
Laporan
Pemeriksaan Pajak Nomor : LAP-024/WPJ.07/KP.0905/RIKSIS/2011 tanggal 16
Februari 2011; |
T-2. |
Penjelasan
Tertulis Nomor : S-8700/PJ.07/2012 tanggal 25 Oktober 2012; |
bahwa dalam persidangan Terbanding menyatakan dan berpendapat sebagai
berikut :
- bahwa sesuai
dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945,
ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak
ditetapkan dengan undang-undang. Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 dan
perubahannya tentang PPN Barang dan Jasa dan PPn BM sebagai pengganti
UU Pajak Penjualan tahun 1951, merupakan landasan hukum dalam pengenaan
pajak atas konsumsi di dalam negeri. Makna kalimat pajak konsumsi dalam
negeri adalah bahwa, PPN sebagai pajak atas konsumsi barang atau jasa,
dimaksudkan untuk dikenakan atas belanja barang atau jasa konsumen
terakhir di dalam negeri, prinsip dasar bahwa PPN hanya dikenakan atas
konsumsi di dalam negeri menunjukkan bahwa Undang-Undang PPN tahun 1984
dan perubahannya menggunakan azas destinasi atau asas tujuan, azas yang
dianut oleh hampir seluruh sistem pajak atas konsumsi atau Value Added
Tax (VAT) di seluruh dunia;
bahwa penggunaan asas Destinasi
ini dapat dimaklumi mengingat pada dasarnya semua negara yang
menerapkan Pajak Atas Konsumsi menginginkan keseragaman perlakuan pajak
wilayah cross-border atau tax frontiers. Asas ini mempertahankan
sifat-sifat non diskriminasi, netralis internal dan netralis eksternal.
Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, asas ini memerlukan beberapa
syarat antara lain :
- Adanya suatu
kawasan / wilayah pengenaan pajak (tax territory) yang disebut Daerah
Pabean (Customs Area), tempat terjadinya transaksi barang dan jasa
untuk tujuan konsumsi (konsumtif individual) oleh konsumen terakhir
sebagai destinataris pajak yang mencerminkan netralitas legal (legal
internal neutrality) artinya beban pajak (tax incidence) benar-benar
dipikul oleh destinataris pajak;
- Penggunaan
tarif tunggal (uniform rate) dan sifat pajak yang non kumulatif
sehingga tidak menimbulkan dampak negatif (non interference) bagi
pengusaha dalam menentukan alokasi faktor-faktor produksi baik dalam
kegiatan usaha terintegrasi maupun usaha non integrasi, sebagai wujud
netralitas ekonomis (internal economic neutrality);
- Adanya
perlakuan pajak yang sama antara produk impor dengan produk dalam
negeri artinya terhadap barang impor dikenakan pajak dengan tarif yang
sama dengan barang buatan dalam negeri, disebut sub asas non
diskriminasi dalam asas destinasi sebagai salah satu wujud netralis
ekternal (eksternal neutrality) dalam tax frontiers;
- Adanya
pembebasan atas pajak (ekspor) barang hasil produksi dalam negeri yang
dikirim keluar negeri, dan pajak yang sudah dibayar atas perolehan
barang dari dalam negeri atau dari impor yang dipakai dalam proses
produksi barang yang diekspor dikembalikan, juga sebagai wujud
netralitas eksternal (external neutrality) dalam urusan cross border
tax. Pada Asas Tujuan atau Asas Destinasi, perlakuan pajak terhadap
ekspor termasuk dalam asas atau sub asas nol perseratus (0%) untuk
penyesuaian lintas batas wilayah pemajakan (suatu Negara) (zero rated
application for the border tax adjustment principle).
bahwa penerapan prinsip destinasi
dalam pengenaan PPN untuk barang hampir tidak terjadi permasalahan yang
signifikan, hal ini berkait dengan sifat barang yang nyata sehingga
tempat terhutang PPN yaitu dimana barang tersebut di konsumsi dapat
dengan mudah diketahui, karena proxy yang menunjukkan tempat barang
berpotensi untuk dikonsumsi dapat dengan jelas diidentifikasi;
bahwa berbeda dengan jasa,
penerapan destination principle terhadap penyerahan jasa, sering kali
menimbulkan kompleksitas permasalahan tersendiri, disebabkan sifat
dasar dari jasa yang bersifat abstrak dan tidak dengan mudah dapat di
identifikasi saat dan tempat jasa tersebut di konsumsi, sehingga dapat
di mengerti walaupun Economic Europe Community (EEC) mendukung azas
destinasi dalam penerapan VAT, namun mereka menetapkan general rule
untuk jasa, VAT dikenakan di tempat penyedia jasa. Tentu saja general
rule tersebut tidak berlaku secara mutlak, yaitu VAT selalu dikenakan
di tempat penyedia jasa, tetapi ada beberapa pengecualian yaitu VAT
dikenakan di tempat penerima jasa, pengecualian ini dapat terjadi
apabila ternyata proxy dimana jasa dikonsumsi telah dapat
diidentifikasi;
bahwa pada Masyarakat Ekonomi
Eropa, ada sebuah rule yang sering digunakan untuk menentukan tempat
dimana VAT dikenakan yaitu PWSECO, Place Where the Supply is Effective
Carried Out. Berdasarkan European Community Directive terbaru, PWSECO
digunakan sebagai allocation rule untuk berbagai services-jasa;
Rule |
Place
of supply |
EC
VAT
Directive |
General
rule for B2C transactions
|
Place
where the supplier has
established his business |
Article
43 |
General
rule for B2B transactions |
Place
where the supplier has
established his business |
Article
43 |
Services
connected with immovable property |
Place
where the immovable property is located |
Article
45 |
Cultural,
artistic, sporting, scientific, educational,
entertainment |
Place
where activities are physically carried out |
Article
52 a |
Service
of consultats, engineers, consultancy firm, lawyer, accountant
|
Place
where customer is established |
Article 56 1c |
- bahwa uraian
pada huruf c angka 1 merupakan upaya yang Terbanding lakukan untuk
mengetahui bagaimana seharusnya memaknai “penyerahan
jasa” sebagaimana
tertera pada Pasal 4 huruf c Undang-undang PPN, mengingat belum
ditemukannya penjelasan yang jelas terkait hal tersebut pada penjelasan
Undang-undang ataupun literatur dalam negeri;
- bahwa jika
ada anggapan bahwa PPN seharusnya dikenakan berdasarkan asas manfaat,
sehingga komisi yang diperoleh tidak terutang PPN disebabkan pihak yang
memanfaatkan berada di luar daerah pabean, Pendapat Terbanding sebagai
berikut:
- bahwa dasar hukum pengenaan PPN
atas koreksi yang menjadi sengketa oleh Terbanding adalah Pasal 4 huruf
c UU PPN yang menyatakan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan JKP di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Asas manfaat tidak
menjawab pertanyaan dimana JKP diserahkan sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 4 huruf c UU PPN yang menjadi dasar hukum bagi koreksi yang
dilakukan Terbanding;
- bahwa
terkait pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa berdasarkan
SE-08/PJ.52/1996, maka pendapatan komisi atas jasa perdagangan yang
diserahkan dikecualikan dari pengenaan PPN, pendapat Terbanding sebagai
berikut:
- SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 2006 menyatakan
bahwa Jasa perdagangan tidak dikenakan PPN dalam hal : a. Pengusaha
jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean,
sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada diluar
Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT di
Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh
penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan,
menitikberatkan pada penerima jasa / asas pemanfaatan, untuk mengenakan
pajak.
- Asas ini, serupa dengan Pasal 4 huruf e UU PPN
menyatakan bahwa PPN dikenakan atas pemanfaatan jasa kena pajak dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dimana juga menitikberatkan
pada asas pemanfaatan;
- Jika dibandingkan antara SE-08 dengan Pasal 4 huruf
e UU PPN di atas, dapat disimpulkan bahwa SE-08 merupakan penafsiran a
contrario (menafsirkan kebalikan dari yang disebut) dari Pasal 4 huruf
e UU PPN, yang tidak diperbolehkan dalam hukum karena jika digunakan
dapat menciderai kepastian hukum itu sendiri;
- Pasal 4 huruf c UU PPN jelas menyatakan bahwa
“PPN
dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha” Pasal ini jelas menitikberatkan
pada
penyerahan jasa;
- Yang perlu dilakukan adalah berupaya mengetahui
bagaimana memaknai penyerahan jasa, hal mana yang telah Terbanding
uraikan pada butir satu sampai tiga;
- bahwa jika dicermati bahwa:
- Jasa perdagangan adalah jenis Jasa Kena Pajak yang
tidak termasuk ke dalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai sesuai ketentuan Pasal 4A ayat (3) UU PPN dan Pasal 5
PP 144.
- Pada dasarnya, penyerahan jasa perdagangan yang
dilakukan oleh Pemohon Banding tersebut dilakukan di dalam Daerah
Pabean Indonesia karena proses pelaksanaan jasa perdagangan dimaksud
telah dilakukan di dalam Daerah Pabean Indonesia.
- Penentuan saat terutangnya PPN atas penyerahan Jasa
Kena Pajak berupa jasa perdagangan sebagaimana yang dilakukan oleh
Pemohon Banding adalah ketika proses pelaksanaan jasa perdagangan
dilakukan di dalam Daerah Pabean Indonesia dan diserahkan di dalam
Daerah Pabean Indonesia sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (4) dan Pasal 14
ayat (1) PP 24.
- Tempat terutangnya PPN atas penyerahan Jasa Kena
Pajak sebagaimana yang dilakukan oleh Pemohon Banding ditentukan
berdasarkan tempat dimana penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan, sesuai
ketentuan Pasal 4 huruf c UU PPN.
- Tempat penyerahan dan saat terutangnya PPN atas jasa
adalah mengikuti “purchase principle” dan
“expenditure” yang dianggap
mewakili konsumen terjadi pada saat pembelian. Konsep pemanfaatan
(enjoyment atau economic use) kurang relevan terhadap jasa karena
kebanyakan jasa, selain economic use-nya tidak eksis, juga meragukan
dan gampang direkayasa sehingga apabila konsep pemanfaatan
(„economic
use‟) diterapkan, secara legal akan banyak jasa yang tidak dapat
dikenakan PPN. Hal ini sejalan dengan definisi „penyerahan
jasa‟ secara
broad-residual base pada Article 6 (1) EEC Sixth Directive dan pendapat
Tera yang dikemukakan oleh Prof. Dr. QQ, M.Sc., Ak., dalam artikel yang
berjudul “Pajak Pertambahan Nilai Transaksi Lintas
Juridiksi”, Jakarta,
Majalah Berita Pajak Edisi Februari 2009, halaman 11 sampai dengan 16.
- Dengan berbagai pertimbangan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa untuk penyerahan jasa, UU PPN menganut purchase
principle (sebagaimana dimaksud dalam EEC Sixth Directive) agar terjadi
efisiensi administrasi pemungutan PPN dan mengurangi moral hazard
penyalahgunaan tarif pajak 0% atas ekspor jasa dalam rangka pengamanan
hak fiskal negara dan masyarakat. Oleh karena itu, berdasarkan purchase
principle setiap penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
dalam Daerah Pabean Indonesia, akan selalu dikenakan PPN karena
pembelian JKP terjadi di dalam Daerah Pabean Indonesia.”
- bahwa dengan
demikian telah terbukti bahwa penyerahan jasa perdagangan yang
dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan Penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
- bahwa
Terbanding berpendapat bahwa penerapan jasa yang dikenakan PPN di dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29
Maret 1996 tidak dapat berdiri sendiri dan harus tetap mengacu pada UU
PPN yang berlaku sebagai peraturan yang lebih tinggi tingkatannya yang
mengatur bahwa penetapan jasa yang dikenakan PPN harus mempertimbangkan
tiga syarat jasa dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c
UU PPN;
bahwa dalam bukti P-5, Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai
berikut :
- Kegiatan Usaha Pemohon Banding
bahwa pemegang
saham Pemohon Banding pada Tahun Pajak 2009 adalah AA & Co Ltd
Jepang sebesar 90% dan AA Singapore (Pte) Ltd Singapura sebesar 10%;
bahwa sesuai
dengan anggaran dasar Pemohon Banding yang telah disetujui oleh BKPM
Nomor : 478/I/PMA/1997 tanggal 10 September 1997 sebagaimana telah
diamandemen dengan Surat BKPM Nomor : 513/III/PMA/1999 tanggal 5 Mei
1999 adalah :
- jasa perdagangan ekspor impor,
- jasa konsultasi manajemen, dan
- perdagangan besar (distributor);
bahwa dalam
Tahun Pajak 2009, kegiatan usaha yang dijalankan oleh Pemohon Banding
adalah :
- Jasa Perdagangan
bahwa kegiatan usaha jasa perdagangan ini dilakukan
dengan cara Pemohon Banding melakukan kerjasama dengan beberapa
supplier baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk dicarikan
pembeli baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri;
bahwa atas kegiatan usaha jasa perdagangan tersebut
di atas, Pemohon Banding menerima pendapatan berupa komisi dari pihak
Suplier (penjual);
bahwa untuk pendapatan komisi yang diterima oleh
Pemohon Banding dari Suplier (penjual) di dalam negeri, Pemohon Banding
telah memungut PPN dan menerbitkan Faktur Pajak;
bahwa untuk pendapatan komisi yang diterima dari
luar negeri Pemohon Banding tidak memungut PPN sesuai dengan ketentuan
dalam angka 2.2. huruf a SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996;
bahwa berikut adalah rekapitulasi komisi yang
diterima oleh Pemohon Banding selama Masa April 2009 :
- Komisi yang dipungut PPN
Nama
Pemberi Komisi |
Masa
Pajak |
Negara Kedudukan
|
Jumlah
(USD) |
PT
BB CHEMICALS
|
Juni |
Agustus |
184,68 |
TOTAL
|
184,68 |
- Komisi yang
tidak dipungut PPN
Nama
Pemberi Komisi |
Negara Kedudukan
|
Jumlah
(USD) |
AA
& Co |
Jepang |
35.087,76 |
AA Singapore
|
Singapura |
5.707,85 |
AA Thailand |
Thailand |
1.267,08 |
AA Shanghai |
Taiwan |
1.932,48 |
TOTAL |
43.995,17 |
- Perdagangan Besar (Distributor)
bahwa selain melakukan kegiatan usaha jasa
perdagangan, Pemohon Banding juga melakukan kegiatan usaha sebagai
pedagang besar (distributor);
bahwa kegiatan usaha Perdagangan ini dilakukan
dengan cara membeli barang dari supplier untuk kemudian di jual kembali;
bahwa berikut adalah rekapitulasi penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh Pemohon Banding dalam Tahun 2009 :
- Penjualan
Penjualan
kepada pihak ketiga
Penjualan kepada AA Group
Jumlah Total
|
USD 5.468.478,66
USD
37.201,10
USD 5.505.679,76
|
- Untuk penjualan kepada pihak
ketiga dibagi menjadi :
Penjualan
Ekspor
Penjualan Lokal
Jumlah
|
USD
8.186,88
USD
5.460.291,78
USD 5.468.478,66
|
- Sedangkan untuk penjualan kepada
group merupakan penjualan ekspor seluruhnya;
- Pembelian
Pembelian
dari AA Group
Pembelian dari Pihak Ketiga
Jumlah
|
USD
1.326.297,90
USD
3.534.844,73
USD 4.861.142,6
|
- Kedudukan
Surat Edaran Terbanding Nomor : SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996
bahwa di dalam UU PPN Tahun 2000 tidak ada ketentuan yang mengatur
penyerahan jasa kepada penerima jasa di luar daerah pabean (ekspor
jasa). Namun demikian di dalam penjelasan UU PPN tersebut disebutkan
pahwa PPN merupakan pajak atas konsumsi di dalam negeri dan menganut
azas I} gestination principle sebagaimana diterapkan dalam Pasal 4
huruf d dan huruf e UU PPN;
bahwa oleh
karena tidak adanya ketentuan mengenai penyerahan jasa kepada penerima
jasa di luar negeri (ekspor jasa), maka banyak pihak menanyakan kepada
Terbanding mengenai perlakukan PPN atas hal tersebut;
bahwa
berdasarkan beberapa pertanyaan dari berbagai pihak tersebut,
Terbanding menerbitkan SE¬-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996
yang
didalamnya antara lain mengatur mengenai jasa perdagangan dimana
penerima jasanya berada di luar daerah pabean dan dinyatakan tidak
terutang PPN (angka 2.2 huruf a dan b);
bahwa Surat
Edaran Terbanding Nomor SE-08/PJ.52/1996 tersebut telah sesuai dengan
konsep dan azas PPN dan bahkan di dalam UU PPN yang baru (UU PPN Tahun
2009) lebih tegas diatur mengenai ekspor jasa kena pajak;
bahwa sampai
dengan akhir tahun pajak 2009, kedudukan SE-08/PJ./52/1996 belum pernah
dicabut oleh Terbanding;
bahwa dengan
demikian maka pendapat Terbanding yang menyatakan bahwa
SE-08/PJ.52/1996 tidak sesuai dengan ketentuan UU PPN Tahun 2000 adalah
tidak benar;
- Beberapa
Putusan Pengadilan Pajak sehubungan dengan Sengketa Jasa Perdagangan
yang dilakukan oleh Pemohon Banding;
Tahun Pajak 2001 (PUT- 06347/PP/M.V1/16/2005)
- Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto
dan
secara formal masih ada;
- Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA
& Co Ltd Jepang) dikenakan PPN oleh Terbanding;
- Putusan Majelis : koreksi Terbanding
dipertahankan
dengan alasan Pemohon Banding berperilaku ganda sebagai WP Dalam Negeri
dan sebagai BUT;
Tahun Pajak 2002
Tidak ada sengketa.
Tahun Pajak 2003 (PUT-10640/PP/M.VI/16/2007)
- Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto
sudah
tidak ada dan dalam proses pencabutan NPWP
- Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA
& Co Ltd Jepang) dikenakan PPN oleh Terbanding
- Putusan Majelis : koreksi Terbanding tidak dapat
dipertahankan dengan alasan bahwa BUT AA & Co Ltd sudah tidak
ada
kegiatan usaha lagi;
Tahun Pajak 2004
Tidak ada sengketa
Tahun Pajak 2005 (PUT-14784/PP/M.VI/16/2008)
- Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto
dan de
jure sudah tidak (NPWP sudah dicabut oleh KPP Badora Satu);
- Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA
& Co Ltd Jepang) dikenakan PPN oleh Terbanding;
- Putusan Majelis : koreksi Terbanding tidak dapat
dipertahankan dengan alasan bahwa BUT AA & Co Ltd sudah tidak
ada
dan putusan merefer ke Putusan Pengadilan Pajak Tahun 2003;
Tahun Pajak 2006
Tidak ada sengketa
Tahun Pajak 2007 (PUT-33907/PP
- Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto
dan de
jure sudah tidak (NPWP sudah dicabut oleh KPP Badora Satu);
- Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA
& Co Ltd Jepang dan lainnya) dikenakan PPN oleh Terbanding;
- Putusan Majelis : koreksi Terbanding tidak dapat
dipertahankan dengan alasan bahwa pada dasarnya PPN adalah pajak atas
konsumsi di dalam daerah pabean, sehingga penyerahan jasa perdagangan
kepada penerima jasa di luar daerah pabean disamakan dengan ekspor yang
terutang PPN dengan tarif 0%;
Tahun Pajak 2008
- Kondisi: BUT AA & Co Ltd secara de facto
dan de
jure sudah tidak (NPWP sudah dicabut oleh KPP Badora Satu);
- Sengketa: Pendapatan Komisi dari Luar Negeri (AA
& Co Ltd Jepang dan lainnya) dikenakan PPN oleh Terbanding;
- Putusan Pengadilan Pajak : koreksi Terbanding
tidak
dapat dipertahankan dengan alasan bahwa pada dasarnya PPN adalah pajak
atas konsumsi di dalam daerah pabean, sehingga penyerahan jasa
perdagangan kepada penerima jasa di luar daerah pabean disamakan dengan
ekspor yang terutang PPN dengan tarif 0%;
bahwa Majelis melakukan
penelitian bukti-bukti dan keterangan para pihak dalam persidangan,
untuk menguji apakah komisi jasa perdagangan sebesar Rp.483.780.436,00
yang diterima Pemohon Banding dari luar negeri tersebut sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, terutang PPN atau tidak;
bahwa Pasal 4 Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, menyatakan :
”Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
- penyerahan
Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- impor Barang Kena Pajak;
- penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
- pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
- ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena
Pajak.”
bahwa Majelis berpendapat Pasal 4
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo mengatur tentang objek Pajak
Pertambahan Nilai;
bahwa Majelis berpendapat dalam
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo, Jasa Kena Pajak yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai hanya ada 2 (dua) macam yaitu :
- penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
bahwa Majelis berpendapat atas
penyerahan Jasa Kena Pajak diluar Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha dan penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean yang
dimanfaatkan di luar Daerah Pabean, tidak diatur secara tegas dalam
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 a quo;
bahwa Majelis berpendapat bahwa
konsep objek pajak yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000 aquo, bersifat restriktif dan limitatif, sehingga karena tidak
diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo, Majelis
berpendapat atas penyerahan Jasa Kena Pajak diluar Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha dan penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam
Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean bukan objek Pajak
Pertambahan Nilai sehingga tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa Majelis berpendapat bahwa
prinsip pengenaan Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengenaan pajak
atas konsumsi (pemakaian umum) barang dan jasa di dalam negeri atau di
dalam Daerah Pabean, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah;
bahwa Majelis berpendapat sebagai
konsekuensi dari legal character-nya sebagai pajak atas konsumsi
(pemakaian umum) barang dan jasa di dalam negeri atau di dalam Daerah
Pabean maka Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengenakan Pajak Pertambahan
Nilai dengan tarif 10% terhadap :
- penyerahan
Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- impor Barang Kena Pajak;
- penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
- pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
bahwa karena dalam Pasal 4 huruf
e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo atas pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai maka Majelis berpendapat atas lawan dari Pasal 4
huruf e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo yaitu atas Jasa Kena
Pajak dari Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean tidak
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (tidak terutang PPN);
bahwa berdasarkan uraian tersebut
diatas, Majelis berpendapat butir 2.2. huruf ”a”
Surat Edaran
Terbanding Nomor : SE¬-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 yang
menyatakan ”Jasa perdagangan tidak dikenakan PPN dalam hal :
a.
Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah
Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada
diluar Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai
BUT di Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung
oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa
perdagangan.”
sejalan atau sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2000 aquo;
bahwa berdasarkan penelitian
Majelis atas bukti P-5, P-10, P-11, P-12, P-13, P-14, P-15 dan P- 16
diketahui hal-hal sebagai berikut :
- bahwa
Pemohon Banding melakukan kegiatan jasa perdagangan dengan nilai
sebesar Rp.478.732.855,00 yang terkait dengan sengketa banding;
- bahwa
Pemohon Banding menerima imbalan sebesar Rp.478.732.855,00 dari AA
& Co.Ltd. (Jepang), AA Thailand Co.Ltd., dan AA Singapore (PTE)
Ltd.;
- bahwa
kegiatan jasa tersebut secara garis besarnya Pemohon Banding mencari
pembeli yang berada dalam wilayah Indonesia;
- bahwa
pengguna jasa Pemohon Banding adalah perusahaan yang berkedudukan
diluar negara Indonesia;
- bahwa atas
jasa perdagangan sebesar Rp.478.732.855,00 tidak dilaporkan dalam SPT
Masa PPN Masa Pajak April 2009;
bahwa berdasarkan penelitian
Majelis atas bukti P-6, P-7, P-8, dan P-9 diketahui atas sengketa jasa
perdagangan yang diajukan banding oleh Pemohon Banding telah dinyatakan
sebagai penyerahan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa Majelis berpendapat bahwa
pengusaha jasa perdagangan (Pemohon Banding) dan pembeli barang berada
di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa
perdagangan berada diluar Daerah Pabean dan pembayaran jasa tersebut
dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha
jasa perdagangan, sehingga Majelis berpendapat atas jasa perdagangan
sebesar Rp.478.732.855,00 tersebut merupakan penyerahan yang tidak
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (Tidak terutang PPN);
bahwa oleh karenanya Majelis
berkesimpulan koreksi Terbanding atas DPP PPN sebesar Rp.478.732.855,00
berupa penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri dengan tarif 10%
tidak dapat dipertahankan;
|