Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50299/PP/M.XIVB/16/2014

Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai


Tahun Pajak : 2009


Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi Pajak masukan masa pajak Juli 2009 sebesar Rp. 370.123.389,00;






Menurut Terbanding : bahwa Terbanding melakukan koreksi Pajak masukan masa pajak Juli 2009 sebesar Rp. 370.123.389,00 dengan perhitungan pajak masukan menurut Terbanding adlah sebesar Rp. 4.120.155.027,00 sedangkan menurut Pemohon Banding adalah sebesar Rp. 4.490.278.416,00;



Menurut Pemohon : bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebesar Rp. 370.123.389,00, dimana perhitungan kredit pajak menurut Terbanding adalah Rp. 4.120.155.027,00 dan menurut Pemohon Banding adalah sebesar Rp. 4.490.278.416,00;



Menurut Majelis : bahwa terdapat koreksi atas Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebesar Rp. 370.123.389,00, dimana perhitungan kredit pajak menurut Terbanding adalah Rp. 4.120.155.027,00 dan menurut Pemohon Banding adalah sebesar Rp. 4.490.278.416,00;

bahwa alasan Terbanding melakukan koreksi dikarenakan dalam masa pajak yang diperiksa, Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan CPO, pada lokasi usaha Pemohon Banding tidak terdapat pabrik pengolahan CPO, usaha Pemohon Banding adalah perkebunan kelapa sawit. hasil dari perkebunan kelapa sawit adalah TBS, dan dalam tahun 2009 terdapat penyerahan bibit kelapa sawit yang dilakukan oleh Pemohon Banding, bibit kelapa sawit dan TBS menurut Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 termasuk dalam barang pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, sehingga pajak masukan yang telah dikreditkan Pemohon Banding dalam SPT Masa PPN dikoreksi seluruhnya sesuai Pasal 16B ayat (3) UU PPN;

bahwa dalam persidangan Majelis meminta kepada Terbanding untuk memberikan alasan koreksi serta penjelasan yang rinci atas koreksi yang dilakukan oleh Terbanding;

bahwa selanjutnya, Terbanding memberikan penjelasan berdasarkan kronologi atas sengekta pajak masukan yang dikoreksi sebesar sebesar Rp.370.123.389,00, sebagai berikut:
  1. Pemohon Banding mempunyai Klasifikasi Lapangan Usaha 01134 (Perkebunan Kelapa Sawit) dan sengketa pajak adalah tahun 2009;
  2. Terbanding telah meneliti bukti-bukti terkait pembelian kecambah tersebut yaitu Daftar Pembelian Kecambah, Sertifikat Kecambah Kelapa Sawit, Invoice, Rekening Koran dan foto;
  3. Pembelian bibit kelapa sawit dalam jumlah batang dinyatakan sendiri oleh Pemohon Banding dalam surat keberatan yang kemudian di jelaskan oleh Pemohon Banding dalam sidang banding bahwa yang dibeli tersebut adalah kecambah sehingga Pemohon Banding lah yang membuktikan bahwa yang dibeli dalam bentuk kecambah bukan dalam bentuk batang;
  4. Berdasarkan Laporan Pemeriksan Pajak Nomor 27/WPJ.13/KP.0300/2011 tanggal 28 Juli 2011 koreksi dilakukan terhadap pajak masukan karena sesuai dengan Pasal 16B ayat (3) UU PPN pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan;
  5. Pasal 16B Undang-Undang PPN menyebutkan bahwa "Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan";
  6. Secara umum Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi dapat dikreditkan sesuai Pasal 9 ayat (2a) yang menyatakan "Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan", namun karena Pemohon Banding bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang produknya merupakan Tandan Buah Segar (TBS) yang termasuk BKP tertentu yang bersifat strategis yang mendapat fasilitas atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, maka berlaku ketentuan bersifat khusus yakni Pasal 9 ayat (5) "Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, bagi bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak". Dan dalam alinea kedua memori penjelasan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang PPN menyatakan "Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud Pasal 16B";
  7. Secara kronologis Pasal 9 ayat (5) dan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN, merupakan ketentuan yang bersifat khusus dari Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang PPN. Ketentuan tersebut dijadikan pertimbangan Terbanding untuk mengoreksi Pajak Masukan. Secara umum usaha yang tidak mendapat fasilitas atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, Pajak Masukannya dapat dikreditkan meskipun belum ada penyerahan sesuai pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang PPN. Untuk usaha Pemohon Banding yakni Perkebunan Kelapa Sawit yang mempunyai produk berupa Tandan Buah Segar (TBS) yang mendapat Fasilitas atas penyerahannya dibebaskan dari Pengenaan PPN, maka Pajak masukannya menjadi tidak dapat dikreditkan karena berlaku ketentuan yang bersifat khusus yakni Pasal 9 ayat (5) dan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN;
  8. Atas Dasar ketentuan Pasal 9 ayat (5) dan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN, Terbanding berpendapat, ada atau tidak ada penyerahan, mengingat usaha Pemohon Banding yang merupakan Perkebunan Kelapa Sawit menghasilkan Tandan Buah Segar, dimana Tandan Buah Segar tersebut merupakan barang hasil pertanian yang merupakan barang yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai, maka pajak masukannya tidak dapat dikreditkan;
  9. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 90/PJ/2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Pada Perusahaan Terpadu (integrated) Kelapa Sawit yang merupakan penegasan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 jo.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 pada butir 6 b menyatakan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS), tidak dapat dikreditkan;
  10. KLU Pemohon Banding sebagai perkebunan kelapa sawit dan fakta bahwa sampai dengan tahun 2011 Pemohon Banding belum memiliki pabrik kelapa sawit sudah menunjukkan bahwa Pemohon Banding tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan terkait dengan perkebunan;
bahwa dari lahan yang memperoleh Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 12.948 ha (dengan perkiraan area yang bisa ditanami seluas 12.354 ha dan kebutuhan bibit sebanyak 235 batang per ha) telah dibeli bibit kelapa sawit sebanyak 2.903.076 batang dengan rincian sebagai berikut:
Tahun 2006 sebanyak 671.786 batang (dari PPKS 311.150 dan London Sumatra 360.636);
Tahun 2007 sebanyak 1.353.368 batang (dari PPKS 318.006 dan London Sumatra 1.035.362);
Tahun 2008 sebanyak 877.922 batang (dari PPKS 203.980 dan London Sumatra 673.942 );

Tahun 2009 tidak ada pembelian;

bahwa dalam persidangan Terbanding menyampaikan penjelasan tertulis Terbanding dengan pokok penjelasan sebagai berikut:
  • Pemohon Banding adalah perusahaan perkebunan yang belum memiliki pabrik CPO/PK;
  • PM yang menjadi sengketa berkaitan dengan usaha perkebunan;
  • Terbanding menggunakan PMK Nomor: 78/PMK.03/2010 jo.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 dalam melakukan koreksi PM;
  • Terbanding menganalogikan PPN atas sawah dalam menerapkan dasar hukumnya;
  • Produk akhir Pemohon Banding berupa CPO tidak mengeliminasi ketentuan PMK Nomor: 78/PMK.03/2010;
  • MA telah menolak permohonan uji materi PMK Nomor: 78/PMK.03/2010;
  • apabila Pemohon Banding berdalih pemakaian BKP untuk tujuan produktif menurut Terbanding harus memenuhi syarat BKP tersebut saat perolehannya terutang PPN dan penyerahan atas produk akhir terutang PPN;
  • Terbanding menggunakan peraturan PER-22/PJ/2012 yang mengatur mengenai pemakaian sendiri;
bahwa Pemohon Banding mengajukan banding dengan alasan sebagai berikut:
  1. bahwa usaha Pemohon Banding semula di bidang hasil pertanian, namun dalam rangka perubahan status perusahaan, telah berubah menjadi usaha terpadu (integrated) yaitu usaha perkebunan kelapa sawit dan industri minyak kasar (minyak makan) dari nabati;
  2. bahwa yang dijual oleh Pemohon Banding adalah berupa bibit kelapa sawit bukan merupakan produk usaha Pemohon Banding, tetapi merupakan sisa bibit yang Pemohon Banding beli, dengan pertimbangan untuk mengurangi kerugian maka sisa bibit tersebut Pemohon Banding jual;
  3. bahwa dalam bulan Juli 2009 tidak terdapat penjualan bibit kelapa sawit. Penjualan bibit kelapa sawit tersebut yang terjadi pada tahun 2009 sebesar Rp. 3.375.000,00 hanya terjadi dibulan Nopember dan Desember saja;
  4. bahwa tidak terdapat Pajak Masukan pada bulan Juli 2009 untuk pengadaan dan pemeliharaan bibit kelapa sawit yang dijual di bulan Nopember dan Desember 2009;
  5. bahwa sampai dengan akhir tahun 2009, usaha Pemohon Banding belum menghasilkan TBS karena penanaman bibit kelapa sawit baru dimulai tahun 2008 sehingga tidak terdapat penyerahan TBS kepada pihak lain maupun pengiriman TBS dari unit kebun ke unit pabrik pengolahan kelapa sawit;
  6. bahwa dalam usaha terpadu (integrated), pengiriman TBS dari unit kebun ke unit pabrik pengolahan kelapa sawit bukan merupakan penyerahan menurut UU PPN;
  7. bahwa Pemohon Banding menjelaskan bahwa dalam bulan Juli 2009:
  • Tidak terdapat penjualan bibit kelapa sawit (tersebut pada angka 3 di atas) dan;
  • Tidak terdapat Pajak Masukan untuk pengadaan dan pemeliharaan bibit kelapa sawit yang dijual di bulan Nopember dan Desember 2009 (tersebut pada angka 4 di atas),
  • Tidak terdapat penjualan TBS kepada pihak lain yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN;
bahwa menurut Pemohon Banding, ketentuan Pasal 16 B ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM stdd UU Nomor 18 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa " Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan ", jelas-jelas tidak dapat diterapkan sama sekali;

bahwa oleh karenanya ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 yang menyatakan bahwa " Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan ", juga tidak dapat diterapkan;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan bukti sebagai berikut:
  1. Surat Nomor: 551.31/2098/DISBUN-D tanggal 22 Agustus 2006 tentang Persetujuan izin Usaha Perkebunan;
  2. Peraturan menteri Pertanian Nomor: 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan;
  3. Izin Lokasi Bupati Ketapang No 265 tanggal 07 September 2006 kepada Wajib Pajak diberikan izin lokasi lahan seluas 17.500 ha;
  4. rekening koran, bank voucher, invoice dan aplikasi transfer atas pembelian kecambah kelapa sawit (Germinated Oil Palm Seeds) tahun 2006 s.d. 2008 dari PT. QQ Indonesia (QQ) dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS);
  5. SPOP PBB (Surat Pemberitahuan Objek Pajak, Pajak Bumi dan Bangunan) dan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan) Tahun 2008 dan Tahun 2009;
  6. Foto pada saat Acara Penanaman Perdana Kelapa Sawit yang diresmikan oleh Bupati Ketapang pada tanggal 10 Mei 2008;
  7. Sertifikat Kecambah Kelapa Sawit dari . QQ Indonesia (QQ);
  8. Surat Persetujuan Perubahan Status Perusahaan Nomor: 285/V/PMA/2009 dari BKPM kepada Pemohon Banding;
  9. Keputusan Gubernur Kalimantan barat Nomor: 1039 Tahun 2007 tentang Kelayakan Lingkungan kegiatan Perkebunan dan Pabrik pengolahan Kelapa Sawit tanggal 12 Desember 2007;
bahwa pendapat Majelis setelah melakukan penelitian terhadap bukti-bukti, data dan fakta yang disampaikan oleh Pemohon Banding dan Terbanding dapat dijelaskan sebagai berikut :

bahwa Terbanding melakukan koreksi Pajak Masukan atas pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dalam rangka menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sehingga tidak dapat dikreditkan, didasarkan pada Pasal 16B ayat (3) UU Pajak Pertambahan Nilai yang berbunyi sebagai berikut:

Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan ";

bahwa menurut Majelis, berdasarkan Pasal 16B ayat (3) UU PPN diatur bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan;

bahwa menurut Majelis, sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak, antara lain diatur bahwa bagi Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang : nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;

digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya;

nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan;

bahwa menurut Majelis, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan BKP yang tidak terutang PPN yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam 2 (dua) ketentuan yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 dan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN tersebut di atas berlaku sama terhadap semua Wajib Pajak, baik bagi usaha kelapa sawit terpadu (integrated) maupun bagi usaha kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated), hal ini sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN tersebut pada angka 2;

bahwa menurut Majelis, berdasarkan hal tersebut di atas, perlu ditegaskan kembali bahwa untuk perusahaan kelapa sawit yang terpadu (Integrated) maupun bagi usaha kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka:

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak (CPO/PKO), dapat dikreditkan;

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS), tidak dapat dikreditkan;

Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak sekaligus untuk kegiatan menghasilkan BKP Strategis, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran BKP terhadap peredaran seluruhnya;

bahwa menurut Majelis, sesuai dengan Pasal 11 huruf a Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai bahwa terutangnya Pajak Pertambahan Nilai terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak, maka hendaknya dilakukan pembuktian terlebih dahulu adanya penyerahan Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPN yang dilakukan oleh Pemohon Banding, baru kemudian dapat diberlakukan Pasal 16B Ayat (3) Undang-undang Pajak bahwa Pertambahan Nilai Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan, sehingga dapat ditentukan berapa besarnya penyerahan BKP terhadap penyerahan seluruhnya antara mana yang berhak untuk dikreditkan ataupun tidak dapat dikreditkan;

bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 adalah merupakan pedoman dalam menghitung berapa pajak masukan yang dapat dikreditkan, bagi terdapat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak terutang Pajak dalam suatu masa pajak;

bahwa Terbanding melakukan koreksi berdasarkan adanya penjualan/penyerahan atas bibit kelapa sawit sebesar Rp. 3.375.000.000,00 yang dalam PP Nomor: 7 Tahun 2997 termasuk hasil barang pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, sehingga pajak masukan yang telah dikreditkan, dikoreksi sesuai dengan Pasal 16B ayat (3) UU PPN;

bahwa Terbanding mengakui bahwa penjualan bibit kelapa sawit tersebut tersebut adalah merupakan penjualan pada bulan November dan Desember dengan rincian sebagai berikut:

-November Rp. 1.875.000.000,00
-Desember Rp. 1.500.000.000,00;

bahwa berdasarkan data realisasi pemanfaatan lahan dan pembelian serta penanaman bibit kelapa sawit diketahui hal-hal sebagai berikut:

Pemohon Banding mendapatkan izin lokasi seluas 17.500 ha, namun Izin Usaha Perkebunan (lUP) hanya seluas 12.948 ha;

dari lahan yang memperoleh Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 12.948 ha (dengan perkiraan area yang bisa ditanami seluas 12.354 ha dan kebutuhan bibit sebanyak 235 batang per ha) telah dibeli bibit kelapa sawit sebanyak 2.903.076 batang dengan rincian sebagai berikut:

Tahun 2006 sebanyak 671.786 batang (dari PPKS 311.150 dan London Sumatra 360.636);
Tahun 2007 sebanyak 1.353.368 batang (dari PPKS 318.006 dan London Sumatra 1.035.362);
Tahun 2008 sebanyak 877.922 batang (dari PPKS 203.980 dan London Sumatra 673.942);
Tahun 2009 tidak ada pembelian;

Dari lahan yang memperoleh Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 12.948 ha telah dapat dibebaskan sampai dengan tahun 2009 seluas 8.462,89 ha tahun 2008 seluas 6.921,70 ha dan tahun 2009 seluas 1.541, 19 ha;

dari lahan yang telah dapat dibebaskan seluas 8.462,89 ha tersebut di atas telah dilakukan land clearing seluas 5.899,07 ha ( tahun 2008 seluas 3.175, 61 ha dan tahun 2009 seluas 2.723,46 ha);

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menjelaskan bahwa penjualan tersebut adalah merupakan penjualan bibit kelapa sawit yang semula akan ditanamkan pada lahan seluas 5.899,07ha, namun hanya dapat ditanami pada lahan seluas 4.376,33 ha dengan jumlah bibit kelapa sawit sebesar 856.697 batang;

bahwa dari lahan yang telah dapat dibebaskan seluas 8.462,89 ha tersebut di atas telah dilakukan land clearing seluas 5.899,07 ha (tahun 2008 seluas 3.175, 61 ha dan tahun 2009 seluas 2.723,46 ha);

bahwa dari data pembelian bibit kelapa sawit sejak tahun 2006 s/d 2008 sebanyak 2.903.076 batang dan telah ditanam sebanyak 856.697 batang maka masih terdapat sisa banyak bibit kelapa sawit yang sudah berumur lebih dari 2 tahun;

bahwa untuk mendapatkan hasil TBS yang optimal seharusnya bibit kelapa sawit yang ditanam berumur sekitar 12 bulan, dengan mempertimbangkan hal ini maka bibit kelapa sawit yang tersisa dan telah berumur lebih dari 2 tahun terpaksa dijual kepada yang membutuhkan untuk menghindari kerugian;

bahwa Pemohon Banding menjelaskan bibit kelapa sawit memerlukan perawatan dengan pupuk dan herbisida yang pengadaannya dipungut PPN hanya sampai dengan umur 12 bulan, setelah itu bibit kelapa sawit dirawat dengan hanya menyiram air dan menegakkan bibit yang doyong agar tumbuhnya lurus, dengan demikian setelah bibit kelapa sawit berumur 12 bulan, tidak terdapat pembelian Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dikenakan PPN sehingga mulai saat itu tidak terdapat Pajak Masukan yang dibayar yang berkaitan dengan pemeliharaan bibit kelapa sawit;

bahwa berdasarkan penelitian atas bukti yang disampaiakan Pemohon Banding dalam persidangan, terungkap fakta bahwa penjualan yang dilakukanoleh Pemohon Banding adalah berupa berupa bibit kelapa sawit yang berumur 2 tahun dari pembelian bibit yang tidak dapat ditanam pada lahan land clearing;

bahwa pada saat pemeriksaan, pabrik pengolahan belum berdiri, dan dalam persidangan Pemohon Banding dapat memberikan bukti adanya kegiatan dalam rangka membangun pabrik untuk pengolahan TBS menjadi CPO/PKO;

bahwa berdasarkan penelitian terhadap dokumentasi legal pendirian usaha (Izin Lokasi Bupati Ketapang No 265 tanggal 07 September 2006, Izin Usaha Perkebunan (IUP) dari Bupati Ketapang Nomor 55131/2098/DISBUN-D tanggal 22 Agustus 2006, proses pematangan lahan (land clearing), dan masa tanaman menghasilkan/produktif, Majelis berkesimpulan bahwa pada saat pemeriksaan tidak terdapat penjualan TBS, karena bibit yang ditanam belum menghasilkan TBS;

bahwa terdapat bukti bahwa atas penjualan bibit kelapa sawit sebesar Rp. 3.375.000.000,00 telah dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November dan Masa Pajak Desember 2009, dengan nilai penjualan untuk Masa Pajak November sebesar Rp. 1.875.000.000,00 dan untuk Masa Pajak Desember 2009 sebesar Rp. 1.500.000.000,00, dan Terbanding tidak melakukan koreksi atas penyerahan dimaksud;

bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan bahwa Pemohon Banding dapat membuktikan bibit kelapa sawit yang dijual adalah bibit yang telah berumur melebihi 2 tahun, sehingga atas penyerahan bibit kelapa sawit yang terjadi pada Masa Pajak November dan Desember 2009 tidak terkait dengan Pajak Masukan Masa Pajak Juli 2009;

bahwa berdasarkan fakta yang didapat didalam persidangan, bukti-bukti, serta penjelasan baik dari Terbanding maupun Pemohon Banding, Majelis berkesimpulan bahwa pada Masa Pajak Juli 2009 tidak terdapat penyerahan Tandan Buah Segar (TBS), pada saat pemeriksaan Perusahaan Pemohon Banding masih dalam tahap penanaman, sehingga belum menghasilkan TBS, apalagi memproduksi olahan seperti CPO, PK, maupun PKO, oleh karenanya alasan koreksi Terbanding yang menyatakan bahwa terdapat penyerahan TBS yang merupakan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis tidak terbukti;

bahwa dengan demikian penerapan Pasal 16B ayat (3) Undang-undang Nomor: 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor: 11 Tahun 1994 dan Undang-undang Nomor: 18 Tahun 2000, tidak dapat dijadikan dasar koreksi atas pajak masukan yang menjadi obyek sengketa dalam perkara banding ini, karena terbukti bahwa penyerahan yang dilakukan Pemohon Banding adalah bukan berupa TBS atau barang yang bersifat strategis, melainkan penyerahan atas kelebihan bibit yang tidak dapat ditanam sendiri oleh Pemohon Banding karena terkendala penyelesaian pembebasan lahan, itupun diserahkan pada Masa Pajak November dan Desember yang secara yuridis adalah fakta exnunc sehingga tidak dipertimbangkan oleh Majelis;

bahwa menurut Majelis, koreksi Terbanding terhadap pajak masukan yang didasarkan ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-undang Nomor: 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor: 11 Tahun 1994 dan Undang-undang Nomor: 18 Tahun 2000, tidak tepat karena terdapat perbedaan Masa Pajak yang disebandingkan yakni koreksi Pajak Masukan Masa Pajak Juli 2009 dengan membandingkan adanya Pajak Keluaran pada Masa Pajak November dan Masa Pajak Desember 2009;

bahwa faktanya pada Masa Pajak Juli 2009 tidak terdapat penyerahan TBS, sehingga yang berlaku adalah ketentuan Pasal 9 ayat (2a) Undang-undang Nomor: 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor: 11 Tahun 1994 dan Undang-undang Nomor: 18 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu masa pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan;

bahwa dalam penjelasan Pasal 9 ayat (2a) Undang-undang Nomor: 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor: 11 Tahun 1994 dan Undang-undang Nomor: 18 Tahun 2000 disebutkan: "Dalam hal Pengusaha Kena Pajak belum berproduksi, atau belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan Barang Kena Pajak, atau penerimaan Jasa Kena Pajak , atau Pemanfaatan Jasa kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud, atau impor Barang Kena Pajak tetap dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (2), kecuali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) ";

bahwa berdasarkan pemeriksaan terhadap bukti dan keterangan baik dari Pemohon Banding maupun Terbanding serta peraturan perundangan yang berlaku terdapat bukti yang meyakinkan Majelis untuk mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding dan karenanya koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp. 370.123.389,00 tidak dapat dipertahankan;



Menimbang :
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;



Menimbang :
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Majelis berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding, sehingga jumlah Pajak Masukan Yang Dapat Diperhitungkan dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Terbanding
Koreksi kredit pajak yang tidak dapat dipertahankan
Pajak Masukan Menurut Majelis
Rp. 4.120.155.027,00
Rp. 370.123.389,00
Rp. 4.490.278.416,00



Memperhatikan :
Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding Terbanding dan Surat Bantahan serta hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan di atas;



Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;



Memutuskan :
Menyatakan Mengabulkan Seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-287/WPJ.13/2012 tanggal 09 Juli 2012, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Dalam Negeri Masa Pajak Juli 2009 Nomor: 00035/207/09/703/11 tanggal 01 Agustus 2011, atas nama : XXX, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:

1 Dasar Pengenaan Pajak
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut oleh Pemungut PPN
Jumlah Penyerahan yang terutang PPN
Penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai
Jumlah seluruh Penyerahan

0,00

0,00

0,00
2 Perhitungan PPN Kurang Bayar
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan
Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar

0,00
4.490.278.416,00
4.490.278.416,00
(4.490.278.416,00)
3 Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke
masa pajak berikutnya
4.490.278.416,00
4 PPN yang kurang dibayar
0,00
5 Sanksi Administrasi
Kenaikan Pasal 13 ayat (3) KUP
Jumlah sanksi administrasi

0,00
6 Jumlah PPN yang masih harus dibayar
0,00

Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu, tanggal 21 Agustus 2013 berdasarkan musyawarah Majelis XIV Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor: Pen.00183/PP/PM/II/2013 tanggal 22 Februari 2013, dengan susunan sebagai berikut:

1. AA, Ak, M.Sc.
2. BB, S.H., C.N.
3. CC, S.H., M.Si.
4. Dra. DD
: sebagai Hakim Ketua,
: sebagai Hakim Anggota,
: sebagai Hakim Anggota,
: sebagai Panitera Pengganti,

Putusan Nomor: Put.50299/PP/M.XIVB/16/2014 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu, tanggal 5 Februari 2014 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti berdasarkan KEP-012/PP/2013 sebagai berikut:

1. AA, Ak, M.Sc.
2. BB, S.H., C.N.
3. Drs. AD M.Si
4. Dra. DD
: sebagai Hakim Ketua,
: sebagai Hakim Anggota,
: sebagai Hakim Anggota,
: sebagai Panitera Pengganti,

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA