Menurut
majelis
|
: |
bahwa
Tergugat menerbitkan Keputusan Tergugat
Nomor 02542/NKEB/WPJ.19/2016 tanggal 29 Juni 2016, berdasarkan Laporan
Penelitian Pengurangan dan Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak
Benar karena Permohon Wajib Pajak, yang menolak permohonan kedua
pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Mei 2015
Nomor 00047/106/15/091/15 tanggal 20 Agustus 2015 melalui Surat Nomor
PTAR-0452/IV-16/TAX tanggal 26 April 2016 yang diajukan Penggugat;
bahwa Penggugat mengajukan gugatan atas Keputusan ex Pasal 36
ayat (1) huruf c – Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa
Pajak Mei
2015 Nomor 00047/106/15/091/15 tanggal 20 Agustus 2015 yang menurut
Penggugat tidak benar dan Penggugat telah dengan benar menghitung tarif
PPh Badan sebesar 25% sesuai dengan Pasal 13 angka 3 huruf (i) Kontrak
Karya;
Kronologis:
bahwa Penggugat menghitung PPh Pasal 25-nya dengan tarif adalah
= PKP x 25%, sedangkan menurut Tergugat seharusnya PPh Pasal 25-nya
dihitung dengan tarif = PKP x 30% dan atas kekurangan perhitungan PPh
Pasal 25 (angsuran bulanan) tersebut oleh Tergugat diterbitkan STP
Pajak Penghasilan untuk Masa Pajak Mei 2015, STP Pajak Penghasilan
Nomor 00047/106/15/091/15 tanggal 20 Agustus 2015;
bahwa atas penerbitan STP tersebut (terhadap PPh Pasal 25) oleh
Penggugat tidak setuju karena menurut Penggugat sesuai PPh Pasal 17
ayat (2) UU PPh jo. Pasal 13 ayat (3) (i)-Kontrak Karya, tarifnya
adalah = PKP x 25%, sehingga oleh Penggugat diajukan permohonan
pengurangan atau penghapusan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar
dengan Surat Nomor PTAR-0452/IV-16/TAX tanggal 26 April 2016;
bahwa terhadap permohonan Penggugat tersebut oleh Tergugat
telah dijawab dengan penolakan dengan Keputusan Tergugat Nomor
KEP-02542/NKEB/WPJ.19/2016 tanggal 29 Juni 2016 dengan alasan bahwa
sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) UU PPh jo. Pasal 13 ayat (3) (i)
Kontrak Karya tarifnya belum ada perubahan dengan peraturan pemerintah
(government regulation) yang merubah menjadi 25% sehingga tarifnya
tetap adalah PKP x 30%;
bahwa atas Keputusan Tergugat tersebut, Penggugat tetap tidak
setuju sehingga mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dengan
alasan-alasan sebagai berikut:
- Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya, dalam frasa
“government regulations” harus diterjemaahkan
sesuai ketentuan dalam
Pasal 32 ayat (1) Kontrak Karya yaitu “Sesuai dengan hukum
Republik
Indonesia” (Laws of Republic of Indonesia) dan dihubungkan
dengan Pasal
1 angka (19) Kontrak Karya yang disebut “Pemerintah
berarti-Pemerintah
RI, Menteri, Departemen, Badan, Lembaga, Pemerintah Daerah, Kepala
Daerah Tingkat I dan II-nya”;
bahwa maka government regulations tersebut harus
ditafsirkan “sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di
Indonesia”;
- Pasal 1 angka (2) jo. Pasal 7 ayat (1), Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dinyatakan bahwa:
“peraturan perundangan-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk
atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan dan
ditetapkan oleh ketetentuan perundang-undangan;
- bahwa sesuai ketentuan tersebut maka
“government
regulations” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) (i)
Kontrak
Karya adalah peraturan perundang-undangan yang meliputi
undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
bahwa
sehingga menurut Penggugat harus ditetapkan tarif PPh
Pasal 25-nya berdasarkan Pasal 17 ayat (2a) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008
yaitu sebesar = PKP x 25%;
bahwa terhadap gugatan yang diajukan Penggugat tersebut oleh
Tergugat dalam Surat Tanggapannya dinyatakan hal-hal sebagai berikut:
- bahwa sesuai Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3) UU KUP
(Nomor
16 Tahun 2009) terhadap kekurangan pembayaran pajak yang terutang
diterbitkan STP dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per
bulan;
- bahwa sesuai Pasal 33A ayat (4) dan Pasal
17
Undang-Undang PPh (Nomor 30 Tahun 2008) jo. Pasal 13 angka (3) (i)
Kontrak Karya jo. SE-44/PJ/2014 tentang penegasan tarif Pajak
Penghasilan Badan bagi Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang
pertambangan berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara atau Kontrak Karya, jelas “government
regulations” harus
diartikan sebagai “Peraturan Pemerintah” dan karena
tidak ada
“Peraturan Pemerintah” yang menetapkan tarif
berdasarkan ketentuan
dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang PPh ataupun dalam Pasal 13 angka
(3) (i) Kontrak Karya menjadi 25% maka PPh terutang untuk angsuran PPh
Pasal 25 adalah = PKP x 30%;
bahwa atas sengketa ini Majelis akan melihat dasar hukum yang
bisa dipakai untuk mendudukkan masalah pokok dalam sengketa ini yaitu:
- Undang-Undang KUP Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan:
Pasal 14 ayat (1) dan (3):
- Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
- Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar;
- dari hasil penelitian terdapat
kekurangan
pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
- Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda dan/atau bunga;
- pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha
Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur
pajak, tetapi tidak tepat waktu;
- pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha
Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya, selain:
- identitas
pembeli sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
dan perubahannya; atau
- identitas
pembeli serta nama dan tanda tangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal
penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
- Pengusaha Kena Pajak
melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak; atau
- Pengusaha Kena Pajak yang
gagal berproduksi dan
telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya.
- Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
Tagihan
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak”;
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan:
Pasal 17 ayat (1) huruf a dan b, dan ayat (2a):
- Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena
Pajak bagi:
- Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah
sebagai berikut:
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
sampai
dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) |
5%
(lima persen) |
di
atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) |
15%
(lima belas persen) |
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak di atas Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) |
25%
(dua puluh lima persen) |
di
atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) |
30%
(tiga puluh persen) |
- Wajib Pajak
badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh
delapan persen);
(2a)
|
Tarif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak Tahun
Pajak 2010;
Pasal 33A ayat (4):
“Wajib
Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan
minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya
berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian
kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat
berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan
dalam Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama
pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak
atau perjanjian kerja sama dimaksud”;
Penjelasan Pasal 33A ayat (4):
“Ketentuan
pajak dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau
perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada
saat berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai
dengan berakhirnya kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian
kerja sama pengusahaan pertambangan tersebut. Walaupun Undang-undang
ini sudah mulai berlaku, namun kewajiban pajak bagi Wajib Pajak yang
terikat dengan kontrak bagi hasil, kontrak karya atau perjanjian
kerjasama pengusahaan pertambangan tetap dihitung berdasar kontrak atau
perjanjian dimaksud;
Dengan demikian, ketentuan Undang-undang ini baru diberlakukan
untuk pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak di bidang pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi dan
pengusahaan pertambangan umum lainnya yang dilakukan dalam bentuk
kontrak karya, kontrak bagi hasil, atau perjanjian kerjasama
pengusahaan pertambangan, yang ditanda tangani setelah berlakunya
Undang-undang ini”; |
- Surat Edaran Nomor SE-44/PJ/2014 tentang Penegasan
Perlakuan Tarif Pajak Penghasilan Badan Bagi Wajip Pajak yang
Menjalankan Usaha di Bidang Pertambangan Berdasarkan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara atau Kontrak Karya:
- Umum
- Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan terkait
penafsiran
perlakuan tarif Pajak Penghasilan Badan dalam naskah kontrak atau
perjanjian bagi Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang
pertambangan batubara berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) atau di bidang pertambangan mineral
berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang disebabkan oleh perbedaan
penafsiran atas frasa Government Regulations/Government regulations
dalam naskah bahasa Inggris PKP2B atau KK, maka diperlukan penegasan
mengenai penafsiran atas frasa Government Regulations/Government
regulations dan perlakuan tarif Pajak Penghasilan Badan dimaksud dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak;
- Maksud dan Tujuan
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini disusun
untuk
memberikan acuan dan keseragaman dalam penafsiran atas frasa Government
Regulations/Government regulations dan penerapan tarif Pajak
Penghasilan badan di bidang pertambangan mineral dan batubara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
- Ruang Lingkup
- Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
ini meliputi
Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan batubara
berdasarkan PKP2B atau bidang pertambangan mineral berdasarkan KK yang
kontrak atau perjanjiannya ditandatangani pada Tahun 1997 sampai dengan
Tahun 2000 dan pokok-pokok pengaturan tarif Pajak Penghasilan badan
dalam naskah kontrak atau perjanjiannya adalah sebagai berikut:
- Naskah PKP2B dalam bahasa Indonesia
Kontraktor harus membayar Pajak Penghasilan atas penghasilan,
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Kontraktor, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk tetapi tidak
terbatas kepada laba bruto atas usaha, dividen, bunga, dan royalti
dengan tarif pajak yang akan dikenakan selama jangka waktu Perjanjian
ini adalah sebagai berikut:
- 10% (sepuluh
persen) untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah);
- 15% (lima belas persen) untuk penghasilan kena
pajak
lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
- 30% (tiga puluh persen) atau tarif yang lebih
kecil yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah untuk penghasilan kena pajak
lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Apabila lapisan penghasilan kena pajak diubah dengan Keputusan
Menteri Keuangan, maka tarif tersebut pada huruf a, b, dan c diterapkan
terhadap lapisan kena pajak yang telah diubah tersebut. Untuk
menghitung penghasilan kena pajak berlaku tata cara perhitungan Pajak
Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran "F" yang merupakan
bagian dari Perjanjian ini. Kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian
ini, berlaku ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1994 dan peraturan pelaksanaannya
- Naskah PKP2B dalam bahasa Inggris
The Contractor must pay Income Tax on taxable income, that is
any increase in economic ability received or accrued by the Contractor,
whether originating from within or outside Indonesia, in whatever name
and form, including but not limited to gross profit from business,
dividends, interest and royalties and the tax rates to be charged for
the duration of this Agreement shall be as follows:
- Ten per cent
(10%) for taxable income up to twenty five million Rupiah (Rp25,000,000)
- Fifteen per cent (15%) for taxable income
exceeding
twenty five million Rupiah (Rp25,000,000) up to fifty million Rupiah
(Rp50,000,000);
- Thirty per cent (30%) or lower rate as set
forth by the
Government Regulations for taxable income exceeding fifty million
Rupiah (Rp50,000,000);
Should the income brackets be amended by the Minister of
Finance, then the tax rates mentioned in a, b, and c will be applied to
the amended income brackets. To calculate the taxable income, the rules
for computation of income tax as provided for in Annex "F" attached to
and made part of this Agreement shall apply. Except as otherwise
stipulated in this Agreement, the rules as provided in Income Tax Law
1994 and its implementing regulations shall apply;
- Naskah KK dalam bahasa Indonesia
Perusahaan harus membayar Pajak Penghasilan atas penghasilan,
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Perusahaan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk tetapi tidak
terbatas kepada laba bruto atas usaha, dividen, bunga, dan royalti
dengan tarif pajak yang akan dikenakan selama jangka waktu Persetujuan
ini adalah sebagai berikut:
- 10% (sepuluh
persen) untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah);
- 15% (lima belas persen) untuk penghasilan kena
pajak
lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
- 30% (tiga puluh persen) atau lebih kecil dari
30% (tiga
puluh persen) sesuai dengan tarif tertinggi yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah untuk penghasilan kena pajak lebih dari
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
Apabila Lapisan Penghasilan Kena Pajak diubah dengan Keputusan
Menteri Keuangan, maka tarif tersebut pada huruf a, b, dan c diterapkan
terhadap Lapisan Kena Pajak yang telah diubah tersebut. Untuk
menghitung penghasilan kena pajak berlaku tata cara perhitungan Pajak
Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran "H" yang merupakan
bagian dari Persetujuan ini. Kecuali ditetapkan lain dalam Persetujuan
ini berlaku ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1994 dan Peraturan Pelaksanaannya;
- Naskah KK dalam bahasa Inggris
The Company shall pay Income Tax on Income, that is any
increase in economic ability received or accrued by the Company,
whether originating from within or outside Indonesia, in whatever name
and form, including but not limited to gross profit from business,
dividends, interest and royalties and the tax rates to be charged for
the duration of this Agreement shall be as follows:
- Ten percent
(10%) for taxable income up to twenty five million Rupiah
(Rp25,000,000);
- Fifteen percent (15%) for taxable income
exceeding twenty
five million Rupiah (Rp25,000,000) up to fifty million Rupiah
(Rp50,000,000);
- Thirty percent (30%) or lower rate as set forth
by the
Government regulations for taxable income exceeding fifty million
Rupiah (Rp50,000,000);
Should the income brackets be amended by the Minister of
Finance, then the tax rates mentioned in a, b, and c will be applied to
the amended income brackets. To calculate the taxable income, the rules
for computation of Income Tax as provided for in Annex "H" attached to
and made part of this Agreement shall apply. Except as otherwise
stipulated in this Agreement, the rules as provided in Income Tax Law
1994, and its implementing regulations, shall apply
- Dasar
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang Pajak Penghasilan).
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Nomor
XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum
Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia;
- Materi:
- Sesuai ketentuan dalam Pasal 33A ayat (4)
Undang-Undang
Pajak Penghasilan, mengatur bahwa Wajib Pajak yang menjalankan usaha di
bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan
pertambangan lainnya berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya,
atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku
pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan
ketentuan dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian
kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya
kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud;
- Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber
Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan
Republik Indonesia, mengatur antara lain:
- Romawi II huruf A angka 1,
Bentuk-bentuk
Peraturan Perundangan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar
1945 ialah sebagai berikut:
- Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945;
- Ketetapan
MPR;
- Undang-undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan
Pemerintah;
- Keputusan
Presiden;
- Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya seperti:
- Peraturan
Menteri;
- Instruksi
Menteri;
- Romawi II huruf B angka 4,
Peraturan Pemerintah
adalah memuat aturan-aturan umum untuk melaksanakan Undang-undang.
- Frasa Government Regulations/Government regulations
dalam
naskah bahasa Inggris PKP2B atau KK dan frasa Peraturan Pemerintah
dalam naskah bahasa Indonesia PKP2B atau KK adalah Peraturan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b;
- Tarif Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud
dalam
huruf C untuk lapisan tarif tertinggi sebesar 30% dapat ditetapkan
menjadi tarif yang lebih kecil dengan Peraturan Pemerintah;
- Lapisan
Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf C dapat diubah
dengan Keputusan Menteri Keuangan;
- Dengan
demikian, tarif Pajak Penghasilan badan dan lapisan Penghasilan Kena
Pajak yang berlaku adalah:
- 10% (sepuluh persen) untuk
Penghasilan Kena Pajak
sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);
- 15% (lima belas persen) untuk
Penghasilan Kena
Pajak lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai
dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
- 30% (tiga puluh persen) untuk
Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah);
- sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan/atau Keputusan Menteri Keuangan
sebagaimana dimaksud pada angka 5;
- Lain-lainnya.
- bahwa dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur
Jenderal
Pajak ini, diminta agar seluruh unit terkait di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak untuk melakukan sosialisasi, penggalian potensi
penerimaan, dan pengawasan terkait dengan pelaksanaannya”;
- Kontrak Karya Pemerintah RI dengan PT QQ (sekarang
Penggugat):
- Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya:
- Naskah dalam Bahasa Inggris
- The Company shall pay Income Tax on income, that is
any
increase in economic ability received or accrued by the Company,
whether originating from within or outside Indonesia, in whatever name
and form, including but not limited to gross profit from business,
dividends, interest and royalties and the tax rates to be charged for
the duration of this Agreement shall be as follows:
- Ten percent (10%) for taxable
income up to twenty five million Rupiah (Rp25.000.000,00);
- Fifteen percent (15%) for
taxable income
exceeding twenty five million Rupiah (Rp25.000.000,00) up to fifty
million Rupiah (Rp50.000.000,00);
- Thirty percent (30%) or lower
rate as set forth
by the Government regulations for taxable income exceeding fifty
million Rupiah (Rp50.000.000,00);
- Should the Income brackets be amended by the
Minister
of Finance, then the tax rates mentioned in a), b,), c) will be applied
to the amended income brackets;
- Naskah dalam Bahasa Indonesia
- Perusahaan harus membayar Pajak Penghasilan atas
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Perusahaan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, dengan nama don dalam bentuk apapun, termasuk, tetapi
tidak terbatas kepada laba bruto atas usaha, dividen, bunga dan
royalti, dan tarif pajak yang akan dikenakan selama jangka waktu
Persetujuan ini adalah sebagai berikut:
- 10% (sepuluh persen) untuk
penghasilan kena pajak
sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);
- 15% (lima belas persen) untuk
penghasilan kena
pajak lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai
dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
- 30% (tiga puluh persen) atau
lebih kecil dari 30%
(tiga puluh persen) sesuai dengan tarif tertinggi yang diterapkan
dengan Peraturan Pemerintah untuk penghasilan kena pajak lebih dari
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
- Apabila Lapisan Penghasilan Kena Pajak diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan, maka tarif tersebut pada huruf (a), (b) dan
(c) diterapkan terhadap Lapisan Kena Pajak yang telah diubah tersebut;
- bahwa dari ketentuan-ketentuan tersebut Majelis
memandang
sengketanya tidak hanya penafsiran frasa “government
regulations” saja
yang berbeda antara Penggugat dan Tergugat, tetapi Majelis juga akan
melihat lebih teliti apakah dalam Kontrak Karya yang ada tersebut ada
pengaturan yang lebih khusus untuk penerapan tarif PPh Badan tersebut;
-
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1), (2),
dan (2a)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh, Majelis memahaminya
sesuai yang diatur dalam pasal tersebut adalah:
- tarif yang diterapkan atas PKP untuk wajib pajak
dalam
negeri dengan lapisan PKP dan tarif pajaknya dan untuk wajib pajak
dalam negeri dalam bentuk BUT;
- tarif tertinggi untuk wajib pajak dalam negeri dapat
diturunkan paling rendah sebesar 25% yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
- tarif untuk
wajib pajak dalam negeri dalam bentuk BUT menjadi sebesar 25% yang
mulai berlaku sejak Tahun 2010;
- bahwa dengan demikian, menurut Majelis yang diatur
dalam pasal
dan ayat-ayat tersebut adalah besarnya tarif yang diterapkan untuk PKP
bagi wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak dalam negeri dalam bentuk
BUT;
- bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya
antara
Pemerintah RI dan Penggugat (sesuai persetujuan Presiden Republik
Indonesia Nomor B.143/PRES/3/1997 tanggal 17 Maret 1997), Majelis
memahaminya sesuai yang diatur dalam pasal tersebut adalah:
- Penggugat harus membayar PPh atas penghasilan (juga
PPh
atas PBDR) dan untuk PPh Badan dengan tarif pajak yang akan dikenakan
selama jangka waktu persetujuan sebesar 10%, 15%, dan 30% untuk lapisan
PKP yang sudah ditentukan;
bahwa tetapi lapisan PKP yang terutang dengan tarif
sebesar 30% dapat dikenakan dengan tarif yang lebih kecil dari 30% yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
- Apabila lapisan PKP tersebut diubah dengan Keputusan
Menteri Keuangan, maka tarifnya sebesar 10%, 15%, dan 30% tersebut
diterapkan terhadap penghasilan kena pajak yang berubah tersebut;
- bahwa atas ketentuan Undang-Undang PPh dan
Kontrak Karya
tentang tarif dan Lapisan PKP tersebut, menurut Majelis adalah sebagai
berikut:
- Undang-Undang PPh jelas bahwa untuk wajib pajak dalam
negeri (Penggugat) tarif tertingginya dapat diturunkan paling rendah
adalah sebesar 25% yang harus diatur dengan Peraturan Pemerintah;
- Dalam Kontrak Karya jelas disebutkan PPh Badan yang
dikenakan pada Penggugat adalah dengan tarif pajak sebesar 10%, 15%,
dan 30% akan dikenakan selama jangka waktu persetujuan (untuk lapisan
PKP yang sudah ditentukan);
- Lapisan PKP yang sudah ditentukan tersebut dapat
diubah
dengan Keputusan Menteri Keuangan, tetapi tarif sebesar 10%, 15%, dan
30% tetap tidak berubah;
- Tetapi lapisan teratas yang terutang atas PKP dengan
tarif sebesar 30% dapat dikenakan tarif lebih kecil dari 30% yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
- bahwa dari ketentuan tersebut di atas Majelis
menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
- bahwa lapisan PKP dan lapisan tarif dalam Kontrak
Karya
tersebut dikenakan selama jangka waktu persetujuan Kontrak Karya;
- bahwa perubahan tarif dalam Undang-Undang PPh maupun
Kontrak Karya harus dimaknai sama dan tidak boleh berbeda, yaitu harus
diatur dengan Peraturan Pemerintah (karena Undang-Undang PPh
mempedomani Kontrak Karya yang bersangkutan);
- bahwa sehingga penafsiran frasa “government
regulations”
tidak dapat diartikan dengan penafsiran-penafsiran ketentuan-ketentuan
lain selain Undang-Undang PPh itu sendiri yang mempedomani adanya
ketentuan dalam Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya yang serupa dengan
ketentuan Pasal 17 ayat (1), (2), dan (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan;
- bahwa berdasarkan fakta-fakta
yang terungkap di dalam persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai
berikut:
- bahwa tidak pernah ada Peraturan Pemerintah yang
mengatur
perubahan tarif PPh badan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 17
Undang-Undang PPh atau Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya;
- bahwa tidak
pernah ada perubahan lapisan PKP yang diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
- bahwa yang ada adalah perubahan Lapisan PKP dan
perubahan
tarif PPh atas Lapisan PKP tersebut yang diatur dengan Undang-Undang
Perpajakan;
- bahwa dengan demikian Majelis berpendapat terhadap
sengketa
penerapan tarif PPh atas angsuran PPh Pasal 25 adalah sebagai berikut:
- bahwa frasa “Government
regulations” harus dimaknai yang
sama seperti yang dimaksud dengan Undang-Undang PPh yaitu
“Peraturan
Pemerintah” dengan alasan-alasan sebagai berikut:
- bahwa Pasal 13 ayat (3) (i)
Kontrak Karya adalah dipedomani sesuai Pasal 17 ayat (2) UU PPh;
- bahwa kalau frasa “Government
Regulations”
ditafsirkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang maka seharusnya ditulis dengan frasa “Tax
Law” bukan
frasa “Government Regulations”;
- bahwa untuk agar tidak timbul
kerancuan dalam
menafsirkannya maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran
Nomor SE-44/PJ/2014 untuk menegaskan tarif PPh Badan bagi wajib pajak
dalam negeri (termasuk BUT) yang menjalankan usaha di bidang
pertambangan berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan atau
Kontrak Karya, dan menurut Majelis Surat Edaran Direktorat Jenderal
Pajak Nomor SE-44/PJ/2014 tersebut sah dan bahkan membantu bagi wajib
pajak dalam negeri tersebut dalam melaksanakan kewajibannya;
- bahwa dengan demikian karena jelas dalam Kontrak
Karya
tersebut tarif adalah sebesar 10%, 15%, dan 30% yang dikenakan kepada
Penggugat selama jangka waktu persetujuan dan karena tidak ada
Peraturan Pemerintah yang melakukan perubahan tarif menjadi sebesar 25%
maka tarif bagi PPh angsuran Pasal 25 Penggugat adalah tetap sebesar =
PKP x 30%;
bahwa sehingga Majelis berpendapat bahwa penerbitan STP PPh
Pasal 25/29 (STP Angsuran PPh Badan) untuk Masa Pajak Mei 2015 sudah
tepat sehingga koreksi Tergugat tetap dipertahankan;
|