PUTUSAN
Nomor 2128/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal AF Nomor X0-XX, Jakarta XXXX0, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal AF, Nomor X0-XX, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1624/PJ./2014 tanggal 1 Juli 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

PT ADF, tempat kedudukan di Jalan AG, Nomor X, Subagan, Karang Asem, Bali X0XXX;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50686/PP/-M.XIVB/16/2014 tanggal 26 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding telah mengajukan restitusi karena pada saat Pemohon Banding membeli bahan-bahan untuk keperluan proyek telah dibebani PPN, pada saat penarikan termin juga dilakukan pemotongan PPN, tetapi menurut Terbanding terdapat pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebesar Rp174.727.454,00 sehingga Pajak Yang Masih Harus Dibayar menjadi Rp349.454.908,00, Pemohon Banding merasa keberatan dengan keputusan tersebut dan Pemohon Banding mohon banding atas Keputusan tersebut dengan penjelasan sebagai berikut:

Pajak Lebih Bayar Yang Direstitusikan
Rp 230.428.219,00
Adapun Pajak Lebih Bayar tersebut tediri dari:
1. Pembelian pada DF Rp 55.700.765 ,00
2. Pembelian pada PT GHJ Rp 174.727.454,00

Bahwa dengan demikian menurut Pemohon Banding Pajak Lebih Bayar yang masih harus Pemohon Banding terima adalah sebesar Rp230.428.219,00 (dua ratus tiga puluh juta empat ratus dua puluh delapan ribu dua ratus sembilan belas Rupiah), untuk itu Pemohon Banding mohon dilakukan peninjauan kembali atas Surat Keputusan tersebut;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50686/PP/M.XIVB/16/2014 tanggal 26 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding atas sengketa pajak terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1029/WPJ.17/BD.06/2011 tanggal 19 September 2011, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak September s.d. November 2009 Nomor 00007/207/09/904/10 tanggal 30 Agustus 2010 atas nama PT ADF, NPWP 0X.XXX.XXX.0.X0X.000, beralamat di Jalan AY, No. X, Subagan, Karang Asem, Bali X0XXX, sehingga perhitungan pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak:

- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri -
- Penyerahan yang PPN-nya dipungut Pemungut PPN 1.490.449.725,00
Jumlah Seluruh Penyerahan 1.490.449.725,00
PPN Yang Harus Dipungut/ Dibayar Sendiri -
Pajak Masukan 230.428.219,00
Kompensasi Kelebihan Bulan Lalu 113.066.235,00
Jumlah Perhitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar (343.494.454,00)
Kelebihan Pajak Yang Sudah Dikompensasikan ke Masa Pajak Berikutnya 343.494.954,00
PPN yang Kurang Dibayar NIHIL
Sanksi Administrasi Pasat 13 (3) KUP NIHIL
Jumlah PPN Yang Masih harus Dibayar NIHIL

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50686/PP/M.XIVB/16/2014 tanggal 26 Februari 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 11 April 2014 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1624/PJ./2014 tanggal 1 Juli 2014 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 2 Juli 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA.2061/5.2/PAN.Wk/2014 yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 14 Agustus 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 11 September 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50686/PP/M.XIVB/16/2014 Tanggal 26 Februari 2014, yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding atas sengketa pajak terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1029/WPJ.17/BD.06/2011 tanggal 19 September 2011, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak September s.d. November 2009 Nomor 00007/207/09/904/10 tanggal 30 Agustus 2010 atas nama PT ADF, NPWP 0X.XXX.XXX.0.X0X.000, beralamat di Jalan AY, No. X Subagan, Karang Asem, Bali X0XXX telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Peninjauan Kembali), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. ..... diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak):
    Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
  1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50686/PP/-M.XIVB/16/2014 Tanggal 26 Februari 2014, atas nama PT ADF (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Peninjauan Kembali) pada tanggal 3 April 2014 dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Peninjauan Kembali) pada tanggal 14 April 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen X0XX0XXX0XX0;
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50686/PP/M.XIVB/16/2014 Tanggal 26 Februari 2014 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Koreksi positif atas Pajak Masukan sebesar Rp174.727.454,00;
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50686/PP/M.XIVB/16/2014 Tanggal 26 Februari 2014, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
    1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 24:
      Bahwa berdasarkan Surat Keterangan Nomor 008/HWP-YV/SK/V/10 tanggal 25 Mei 2010 y diterbitkan oleh PT GHJ selaku penerbit Faktur Pajak Standar;
      Bahwa Sdr. Roni Hardianto Tan merupakan distributor dari PT GHJ untuk wilayah Jawa Timur, dan diperkuat dengan Surat Pernyataan dari PT GHJ tertanggal 14 September 2012 yang menjelaskan bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembelian material yang diproduksi oleh PT GHJ;
      Bahwa berdasarkan Surat Keterangan yang dibuat oleh direktur PT GHJ tersebut, pembelian yang dilakukan Pemohon Banding tersebut telah dilaporkan sebagai penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai 2009, dengan ketentuan harga barang adalah harga franco pabrik ditambah Pajak Pertambahan Nilai, sesuai Faktur Panjualan, dan dalam hal pemesanan dan distribusi pembayaran dikordinasikan langsung oleh Sdr. MN selaku distributor di wilayah Jawa Timur;
      Bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas, Majelis berkesimpulan terdapat cukup bukti yang meyakinkan bahwa penyerahan BKP dilakukan oleh UD QQ dan pembayaran ditransfer kepada Sdr. MN melalui Bank KLM Capem Amlapura Bali dengan nomor rekening penerima 00XXXXXXX-X dengan bank penerima KLM Surabaya;
      Bahwa berdasarkan penelitian terhadap arus kas dan barang, Pemohon Banding telah melakukan pembelian kepada PT GHJ melalui UD QQ, dengan demikian maka Pemohon Banding telah melakukan pembayaran dengan benar sesuai dengan perintah dari PT GHJ;

      Bahwa permasalahan penyerahan barang tidak dilakukan PT GHJ, namun dilakukan oleh UD QQ, Pemohon Banding tidak dapat dipersalahkan dalam hal pengkreditannya, karena Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PT GHJ adalah benar dan sah secara Undang-Undang (memenuhi Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;

      Bahwa sebagai pihak pembeli, Pemohon Banding mempunyai kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas barang kena pajak yang dibelinya, dan atas Pajak Pertambahan Nilai tersebut telah Pemohon Banding bayar melalui penjual, dan dengan diterbitkannya Faktur Pajak atas pembelian tersebut oleh PT GHJ, Pemohon Banding berhak untuk mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar tersebut sebagai Pajak Masukan;
      Bahwa dalam mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PK-PM) yang berlaku secara umum, seharusnya UD QQ menerbitkan Faktur Pajak kepada Pemohon Banding, karena UD QQ adalah selaku pihak yang menyerahkan barang, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa dalam hal penyerahan BKP kepada pembeli, UD QQ tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar, dengan demikian UD QQ dipersalahkan secara undang-undang karena tidak melaporkan penjualannya sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai;

      Bahwa atas kekeliruan yang dilakukan UD QQ tersebut, tidak dapat membebankan atas kurang bayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pemohon Banding, karena Pemohon Banding adalah selaku pembeli dan telah melakukan pembayaran secara sah;
      Bahwa oleh karena itu, Terbanding dapat melakukan pemeriksaan kepada UD QQ maupun PT GHJ yang memungkinkan terdapat adanya hubungan istimewa atau kemungkinan adanya penerbitan faktur pajak yang tidak benar;
      Bahwa dalam hal barang dikirim oleh UD QQ, seharusnya Terbanding dapat melakukan koreksi atas Pajak Keluaran kepada UD QQ, karena UD QQ tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai distibutor, bukan justru kepada Pemohon Banding yang harus dipungut PPNnya, karena Pemohon Banding telah dipungut Pajak Pertambahan Nilai-nya oleh PT FGH dan telah dilaporkan sebagai pajak keluaran oleh PT GHJ;
      bahwa faktur pajak adalah merupakan bukti pungut yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (Penjual) yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Pertambahan Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;

      Bahwa penjual yakni PT GHJ telah melakukan penyerahan atas Barang Kena pajak kepada pembeli (Pemohon Banding) atas penjualan tersebut, PT GHJ telah melakukan pemungutan dan telah menerbitkan Faktur Pajak Standar;
      Bahwa sebagai pihak pembeli, Pemohon Banding mempunyai kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas barang kena pajak yang dibelinya, dan atas Pajak Pertambahan Nilai tersebut telah Pemohon Banding bayar melalui penjual, dan dengan diterbitkannya Faktur Pajak atas pembelian tersebut oleh PT GHJ, Pemohon Banding berhak untuk mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar tersebut sebagai Pajak Masukan;
      Bahwa terhadap koreksi yang dilakukan Terbanding tersebut, Majelis berpendapat bahwa Terbanding tidak dapat mengenakan Pajak Pertambahan Nilai kembali kepada Pemohon Banding, karena Pemohon Banding telah membayar pajak dan melunasi pembelian Barang Kena Pajak dimaksud dan barang yang dibeli telah diterima oleh Pemohon Banding, sesuai dengan transaksi pembelian antara Pemohon Banding dengan PT GHJ, karena hal ini akan menyebabkan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ganda atas pembelian satu barang kena pajak;

      Bahwa berdasarkan uraian dan kesimpulan tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa koreksi Pajak Masukan Masa Pajak September s.d. November 2009 sebesar Rp174.927.454,00 tidak dapat dipertahankan;
    1. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      2. 1. Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
      Pasal 69 ayat (1):
      Alat bukti dapat berupa:
      1. surat atau tulisan;
      2. keterangan ahli;
      3. keterangan para saksi;
      4. pengakuan para pihak; dan/atau
      5. pengetahuan Hakim;
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
      Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
      Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan;
      Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
      Pasal 78:
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
      Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
      Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      Pasal 84 ayat (1):
      Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
      1. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
      Pasal 91 huruf e:
      Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      2.2.
      Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 9 ayat (8) huruf f:
      Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagai mana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
      1. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
        Pasal 13 ayat (5):
        Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
      1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
      2. Nama, alamat, dan Nomor PokokWajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
      3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
      4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
      5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
      6. Kode, Nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
      7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
      Penjelasan:
      Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar;
      2.3.
      SE-01/Pj.7/2002 tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan PPN dan PPN BM;
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan dalam butir I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
      3.1 Berdasarkan pada Bagian Ketiga Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Pasal 5 huruf e Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, mengatur sebagai beikut:
      Temuan pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      1. Bukti kompeten adalah bukti yang valid dan relevan;
        1. Validitas bukti dipengaruhi oleh tiga hal dibawah ini:
          1. Independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya bukti;
          2. Kondisi dimana bukti diperoleh;
          3. Cara bukti diperoleh;
        1. Relevan berarti bahwa bukti pemeriksaan harus berkaitan dengan pos-pos yang akan diperiksa sebagaimana tercantum dalam Program Pemeriksaan;

      Pemohon Peninjauan kembali (semula terbanding) berpendapat atas pendapat Majelis yang tidak mempertahankan Koreksi pajak masukan atas pembelian pada PT GHJ dengan nomor FP Standar 0X0-000-0X0000XXXX dan 0X0-000-0X0000XXXX dikarenakan terdapat ketidaksesuaian antara nama PKP Penjual yang tercantum di Faktur Pajak (yaitu PT GHJ) dengan bukti pendukungnya, dimana surat jalan atas penyerahan BKP pada Faktur Pajak- Faktur Pajak tersebut atas nama UD, QQ dan transfer pembayaran masuk ke rekening orang pribadi atas nama Roni Hardianto Tan, karena:
      1. Terdapat Surat Keterangan Nomor 008/HWP-YV/SK/V/10 tanggal 25 Mei 2010 yang diterbitkan oleh PT GHJ selaku penerbit Faktur Pajak Standar, diketahui bahwa Sdr. Roni Hardianto Tan merupakan distributor dari PT GHJ untuk wilayah Jawa Timur, dan diperkuat dengan Surat Pernyataan dari PT GHJ tertanggal 14 September 2012 yang menjelaskan bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembelian material yang diproduksi oleh PT GHJ;
      2. Bahwa berdasarkan penelitian terhadap arus kas dan barang, Pemohon Banding telah melakukan pembelian kepada PT GHJ melalui UD QQ, dengan demikian maka Pemohon Banding telah melalukan pembayaran dengan benar sesuai dengan perintah dari PT GHJ;
      3. Bahwa permasalahan penyerahan barang tidak dilakukan PT GHJ, namun dilakukan oleh UD QQ, Pemohon Banding tidak dapat dipersalahkan dalam hal pengkreditannya, karena Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PT GHJ adalah benar dan sah secara Undang-undang (memenuhi Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
      Pendapat Majelis Hakim pada huruf a tersebut menyalahi Bagian Ketiga Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Pasal 5 huruf e Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan mengatur sebagai berikut:
      Temuan pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
        1. Bukti kompeten adalah bukti yang valid dan relevan;
          1. Validitas bukti dipengaruhi oleh tiga hal dibawah ini:
      1. Independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya bukti;
      2. Kondisi dimana bukti diperoleh;
      3. Cara bukti diperoleh;
          1. Relevan berarti bahwa bukti pemeriksaan harus berkaitan dengan pos-pos yang akan diperiksa sebagaimana tercantum dalam Program Pemeriksaan;

      Bagaimana mungkin Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding) dapat sependapat dengan majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mengesampingkan fakta bahwa terdapat ketidaksesuaian antara nama PKP Penjual yang tercantum di Faktur Pajak (yaitu PT GHJ) dengan bukti pendukungnya, dimana surat jalan atas penyerahan BKP pada Faktur Pajak-Faktur Pajak tersebut atas nama UD, QQ dan transfer pembayaran masuk ke rekening orang pribadi atas nama Roni Hardianto Tan;

      Kedudukan Surat Keterangan tidak mungkin menyamai dokumen sumber yaitu surat jalan atas penyerahan BKP pada Faktur Pajak- Faktur Pajak tersebut atas nama UD QQ dan bukti transfer pembayaran masuk ke rekening orang pribadi atas nama Roni Hardianto Tan;

      Pendapat Majelis Hakim yang mengesampingkan fakta ini bertentangan dengan Pasal 5 huruf e Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 mengenai bukti yang relevan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan ini, relevan berarti bukti pemeriksaan harus berkaitan dengan pospos yang akan diperiksa sebagaimana tercantum dalam Program Pemeriksaan; dan dokumen yang terkait dengan faktur pajak adalah Surat Jalan serta bukti transfer pembayaran yang keduanya berbeda dengan faktur pajak yang telah dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      Sejatinya pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak ini juga bertentangan dengan kenyataan bahwa untuk Faktur Pajak, penelitian yang terkait adalah terhadap arus kas dan barang.

      Pada huruf b tersebut diatas majelis telah menyinggung hal ini dengan menyatakan bahwa berdasarkan penelitian terhadap arus kas dan barang, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).telah melakukan pembelian kepada PT GHJ melalui UD QQ, dengan demikian maka termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). telah melalukan pembayaran dengan benar sesuai dengan perintah dari PT GHJ. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat jika terdapat pertanyaan: dokumen apa yang menunjukkan arus kas dan arus barang? Apakah Surat Keterangan atau surat jalan serta bukti pembayaran? tentunya sebagai warga negara yang baik akan menjawab bahwa dokumen yang terkait dengan arus uang dan arus barang adalah Surat Jalan serta Bukti Transfer Pembayaran bukan Surat Keterangan yang muncul dikemudian hari;
      3.2. Berdasarkan pada Pernyataan Standar Akuntasi Indonesia dalam Bab Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan mengenai Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan disebutkan bahwa salah satu karakteristik kualitatif laporan keuangan diantaranya sebagai berikut:
      • Relevan: Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan;
      • Materialitas: Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakekat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus, hakekat informasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya. Misalnya, pelaporan suatu segmen baru dapat mempengaruhi penilaian risiko dan peluang yang dihadapi perusahaan tanpa mempertimbangkan materialitas dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut dalam periode pelaporan. Dalam kasus lain, baik hakekat maupun materialitas dipandang penting, misalnya jumlah serta kategori persediaan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan;

      Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding) tetap berpendapat bahwa dokumen yang keberadaanya relevan dan cukup material yang terkait dengan arus uang dan arus barang adalah Surat Jalan serta Bukti Transfer Pembayaran bukan Surat Keterangan yang muncul dikemudian hari;
      3.3. Berdasarkan pada SE-01/PJ.7/2002 tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan PPN Dan PPn BM tanggal 19 Februari 2002. Yang menyatakan bahwa:
      Prosedur Pemeriksaan Pembelian terdiri dari:
      1. Lakukan analisis mengenai arus barang, arus uang, dan arus utang dagang;
      2. Lakukan pengecekan atas kebenaran transaksi pembelian:
        1. Pelajari kebijaksanaan dan prosedur mengenai pembelian, retur pembelian dan sebagainya;
        2. Dalam hal transaksi pembelian dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (untuk selanjutnya disebut Undang-undang PPN), periksa dasar penetapan harga belinya dan volume transaksi selama masa yang diperiksa;
      3. Lakukan pengujian atas transaksi pembelian:
        1. Bandingkan faktur pembelian mengenai kuantumnya, harga satuan, dengan dokumen pendukungnya, antara lain:
          1. Laporan Penerimaan Barang;
          2. Bukti Pengiriman untuk pengembalian barang yang diretur;
          3. Faktur Pajak yang bersangkutan;
          4. Nota Retur yang bersangkutan;
          5. Suratjalan barang;
          6. Pesanan pembelian;
          7. Dokumen non finansial yang terkait;
          8. Dokumen pelunasan/pembayaran;
        1. Teliti syarat-syarat pembelian yang mengikat dengan pembebanan biaya-biaya dan pembayaran yang terkait;
        2. Teliti kebenaran jumlah pada faktur pembelian dan debet nota, termasuk penghitungan PPN-nya serta cocokkan dengan Faktur Pajaknya;
        3. Trasir pencatatan untuk transaksi pembelian dan retur pembelian ke buku Kas/Bank, pembelian, retur pembelian, dan buku atau kartu utang dagang;
      4. Teliti pembelian yang sudah dibukukan dalam Buku Pembelian/Buku Kas/Bank tetapi barangnya belum diterima;
        Maka atas pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
        • Bahwa berdasarkan penelitian terhadap arus kas dan barang, Pemohon Banding telah melakukan pembelian kepada PT GHJ melalui UD QQ, dengan demikian maka Pemohon Banding telah melalukan pembayaran dengan benar sesuai dengan perintah dari PT GHJ;
        • Bahwa permasalahan penyerahan barang tidak dilakukan PT GHJ, namun dilakukan oleh UD QQ, Pemohon Banding tidak dapat dipersalahkan dalam hal pengkreditannya, karena Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PT GHJ adalah benar dan sah secara Undang-Undang (memenuhi Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
        • Bahwa sebagai pihak pembeli, Pemohon Banding mempunyai kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas barang kena pajak yang dibelinya, dan atas Pajak Pertambahan Nilai tersebut telah Pemohon Banding bayar melalui penjual, dan dengan diterbitkannya Faktur Pajak atas pembelian tersebut oleh PT GHJ, Pemohon Banding berhak untuk mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar tersebut sebagai Pajak Masukan;
        • Bahwa dalam mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PK-PM) yang berlaku secara umum, seharusnya UD QQ menerbitkan Faktur Pajak kepada Pemohon Banding, karena UD QQ adalah selaku pihak yang menyerahkan barang, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa dalam hal penyerahan BKP kepada pembeli, UD QQ tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar, dengan demikian UD QQ dipersalahkan secara undang-undang karena tidak melaporkan penjualannya sebagai obyek Pajak Pertambahan Nilai;
        • Bahwa atas kekeliruan yang dilakukan UD QQ tersebut, tidak dapat membebankan atas kurang bayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pemohon Banding, karena Pemohon Banding adalah selaku pembeli dan telah melakukan pembayaran secara sah;
        • Bahwa oleh karena itu, Terbanding dapat melakukan pemeriksaan kepada UD QQ maupun PT GHJ yang memungkinkan terdapat adanya hubungan istimewa atau kemungkinan adanya Penerbitan Faktur Pajak yang tidak benar;
        • Bahwa dalam hal barang dikirim oleh UD QQ, seharusnya Terbanding dapat melakukan koreksi atas Pajak Keluaran kepada UD QQ, karena UD QQ tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai distributor, bukan justru kepada Pemohon Banding yang harus dipungut PPNnya, karena Pemohon Banding telah dipungut Pajak Pertambahan Nilai-nya oleh PT GHJ dan telah dilaporkan sebagai Pajak Keluaran oleh PT GHJ;

      Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa atas pendapat Majelis Hakim yang sepakat dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).yang menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah melakukan pembelian kepada PT GHJ melalui UD QQ dan atas pembelian tersebut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). telah melalukan pembayaran melalui MN yang merupakan distributor dari PT GHJ; nyata-nyata sangat merugikan Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding) selaku aparat negara pemungut pajak yang telah diberi mandat oleh rakyat Indonesia.

      Tidak hanya merugikan Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding), perbuatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). yang melakukan pembelian kepada subjek pajak yang lain, kemudian diserahkan oleh subjek pajak yang berbeda dan melakukan pembayaran kepada subjek yang berbeda lagi dari 2 sebelumnya termasuk dalam katagori melawan hukum karena:
      NM dan QS bahwa terminologi melawan hukum mencakup substansi yang lebih luas, yaitu baik perbuatan yang didasarkan pada kesengajaan maupun kelalaian. (M.A. PQR, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982), hlm. 13 dikutip oleh Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Program Pascasarjana FHUI, 2003), hlm. 36). QS dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perikatan berusaha merumuskannya secara lengkap sebagai berikut:
      1. Suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahan atau kelalainnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut;
      2. Melanggar hukum adalah tiap perbuatan yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kepatutan yang harus diindahkan dalam pergaulan kemasyarakatan terhadap pribadi atau harta benda orang lain;
      3. Seorang yang sengaja tidak melakukan suatu perbuatan wajib dilakukannya, disamakan dengan seorang yang melakukan suatu perbuatan terlarang dan karenanya melanggar hukum;
      Atas satu transaksi yang sama kemudian melibatkan 3 subjek yang berbeda adalah melawan hukum pajak khususnya Pasal 1 angka 23 Undang-Undang PPN yang menyatakan Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

      Bahwa untuk satu Faktur Pajak hanya dikeluarkan oleh 1 Pengusaha Kena Pajak bukan melibatkan subjek lain dengan tujuan tertentu;
      Selain mengakibatkan kerugian bagi Direktorat Jenderal Pajak dan rakyat Indonesia, perbuatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). ini juga melanggar hak Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk melakukan pengawasan terhadap peredaran Faktur Pajak. Bagaimana mungkin Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dapat mengakui sebuah Faktur Pajak yang berbeda antara subjek yang meyerahkan barang dengan penerima uang atas barang yang diserahkan tersebut. Dan yang lebih parah lagi berbeda pula yang diakui dalam dokumen PK-PM (Faktur Pajak) dalam mekaisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai;
      Dalam mekanisme pengujian arus uang dan arus barang, wajib sesuai antara subjek yang meyerahkan barang dengan penerima uang atas barang yang diserahkan tersebut sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2002 tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan PPN Dan PPn BM diatur bahwa Prosedur Pemeriksaan Pembelian terdiri dari:
      1. Lakukan analisis mengenai arus barang, arus uang, dan arus utang dagang;
      2. Lakukan pengecekan atas kebenaran transaksi pembelian:
        1. Pelajari kebijaksanaan dan prosedur mengenai pembelian, retur pembelian dan sebagainya;
        2. Dalam hal transaksi pembelian dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (untuk selanjutnya disebut Undang-Undang PPN), periksa dasar penetapan hanga belinya dan volume transaksi selama masa yang diperiksa;
      3. Lakukan pengujian atas transaksi pembelian:
        1. Bandingkan faktur pembelian mengenai kuantumnya, harga satuan, dengan dokumen pendukungnya, antara lain:
          1. Laporan Penerimaan Barang;
          2. Bukti Pengiriman untuk pengembalian barang yang diretur;
          3. Faktur Pajak yang bersangkutan;
          4. Nota Retur yang bersangkutan;
          5. Surat Jalan Barang;
          6. Pesanan pembelian;
          7. Dokumen non finansial yang terkait;
          8. Dokumen pelunasan/pembayaran;
      Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas Faktur Pajak ini telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan menganalisa arus uang dan arus barang serta melakukan pengecakan juga pengujian atas kebenaran transaksi pembelian sementara Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mengakui tindakan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut di atas berdasarkan Surat Keterangan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) nyata-nyata telah menyalahi prosedur dalam Undang-Undang PPN serta kaidah umum dalam ilmu akuntasi. Di samping itu Proses pembuktian yang menjadi bagian penting dan krusial bagi pihak-pihak yang bersengketa dalam proses persidangan seharusnya dapat diperintahkan untuk dilakukan uji bukti oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, namun majelis hakim tidak memerintahkan untuk dilakukan uji bukti ini dan hanya mempertimbangkan bukti-bukti yang masih menjadi sengketa dan dalam pandangan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) bukti tersebut tidak relevan serta tidak memenuhi unsur materialitas;

      Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak melakukan uji bukti dan hanya mendasarkan pada bukti yang tidak relevan serta tidak memenuhi unsur materialitas sebagaimana yang telah Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding) kemukakan di atas bertentangan dengan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) serta Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Sehingga diusulkan untuk diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
  1. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.50686/PP/M.XIVB/16/2014 Tanggal 26 Februari 2014 yang menyatakan:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding atas sengketa pajak terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1029/WPJ.17/BD.06/2011 tanggal 19 September 2011, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak September s.d. November 2009 Nomor 00007/207/09/904/10 tanggal 30 Agustus 2010 atas nama PT ADF, NPWP 0X.XXX.XXX.0.X0X.000, beralamat di Jalan AY, No. X, Subagan, Karang Asem, Bali X0XXX;
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1029/WPJ.17/BD.06/2011, tanggal 19 September 2011, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak September s.d. November 2009 Nomor 00007/207/09/904/10 tanggal 30 Agustus 2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.XXX.XXX.0.X0X.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif atas Pajak Masukan sebesar Rp174.727.454,00 tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa transaksi pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP) telah dibayar lunas, maka PPN Masukan sehingga secara mutatis mutandis Faktur Pajak a quo dapat dikreditkan, dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (4) dan Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Jo. Pasal 1 angka 23 dan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebesar Rp0,00 (nihil), dengan perincian sebagai berikut:
    Dasar Pengenaan Pajak:

    - Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
    -
    - Penyerahan yang PPN-nya dipungut Pemungut PPN
    1.490.449.725,00
    Jumlah Seluruh Penyerahan
    1.490.449.725,00
    PPN Yang Harus Dipungut/ Dibayar Sendiri
    -
    Pajak Masukan
    230.428.219,00
    Kompensasi Kelebihan Bulan Lalu
    113.066.235,00
    Jumlah Perhitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar
    (343.494.454,00)
    Kelebihan Pajak Yang Sudah Dikompensasikan ke Masa Pajak Berikutnya
    343.494.954,00
    PPN yang Kurang Dibayar
    0,00
    Sanksi Administrasi Pasat 13 (3) KUP
    0,00
    Jumlah PPN Yang Masih harus Dibayar 0,00

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 20 November 2017 oleh Dr. H. HJK, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.M. FFF, S.H., M.S. dan Dr. H. GGG, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh para pihak.



Anggota Majelis :

ttd.
Dr. H.M. FFF, S.H., M.S.

ttd.
Dr. H. GGG, S.H., C.N.,


Ketua Majelis,

ttd.
Dr. H. HJK, S.H., M.H.,




Panitera Pengganti,

ttd.
HHH, S.H., M.H.,


Biaya - biaya :
1. Meterai...................... Rp 6.000,00
2. Redaksi .................... Rp 5.000,00
3. Administrasi ............. Rp 2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp 2.500.000,00



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. RTY, S.H.
NIP. XXXX0XXX XXXX0X X 00X

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA