Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-56032/PP/M.IIIB/16/2014

Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai


Tahun Pajak : 2008


Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.1.915.096.338,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding, dengan perincian sebagai berikut:

1. Koreksi Penjualan Agunan Yang Diambil Alih sebesar
Rp. 286.230.000,00
2. Koreksi Pemberian Hadiah Langsung ke Nasabah sebesar Rp. 1.628.866.338,00
Jumlah
Rp. 1.915.096.338,00

Koreksi Penjualan Agunan Yang Diambil Alih sebesar Rp.286.230.000,00






Menurut Terbanding : bahwa Pemohon Banding merupakan Pengusaha Kena Pajak dan atas penjualan Agunan Yang Diambil Alih baik yang dilakukan melalui pelelangan maupun yang dilakukan tidak melalui pelelangan terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dan Pemohon Banding wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tersebut. Dengan demikian, koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.286.230.000,00 dari penjualan Agunan Yang Diambil Alih tetap dipertahankan.



Menurut Pemohon : bahwa menurut Pemohon Banding, Penjualan Agunan Yang Diambil Alih merupakan kegiatan yang tidak dapat terpisah dengan kegiatan usaha jasa perbankan yaitu sebagai penyalur dana masyarakat. Lebih khusus, dalam hal debitur tidak dapat memenuhi janji, maka debitur berkewajiban untuk menyerahkan agunan sebagai jaminan utang piutang, dan bank memiliki hak untuk menjual aset yang diagunkan debitur tersebut dalam rangka pelunasan utang. Oleh karena itu, penjualan Agunan Yang Diambil Alih bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai.



Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Risalah Pembahasan, Terbanding berpendapat bahwa Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan QQ sebesar Rp286.230.000,00 telah sesuai dengan Pasal 4 huruf a jo Pasal 1A ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

bahwa Terbanding menyatakan, timbulnya koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa penjualan Agunan Yang Diambil Alih berasal dari dokumen dan pembukuan Pemohon Banding, yaitu tercatat dalam akun/perkiraan nomor 17561 dan pada bulan Juni 2008 tercatat Pemohon Banding melakukan penjualan Agunan Yang Diambil Alih sebesar Rp.286.230.000,00 dengan keterangan “penjualan sitaan”.

bahwa menurut Terbanding, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 12A Undang-Undang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, dalam suatu hubungan hutang piutang, dalam hal debitur (pihak yang berhutang) tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur (Bank, dalam hal ini adalah Pemohon Banding), Bank dapat memperoleh aset baik dengan membeli sebagian atau seluruh agunan yang semula dijaminkan oleh debitur baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan.

bahwa pada saat terjadi pengambil alihan aktiva milik debitur oleh kreditur (Bank, dalam hal ini adalah Pemohon Banding), maka hak atas aktiva tersebut telah diserahkan kepada bank selaku kreditur (Pemohon Banding).

bahwa menurut Pemohon Banding, secara akuntansi Bank diharuskan untuk mencatat QQ (dalam hal ini di akun 17561), pencatatan ini dilakukan karena kredit tersebut sudah tidak produktif lagi dan merupakan upaya Pemohon Banding untuk mengamankan agunan pada saat debitur gagal bayar sesuai dengan amanah Pasal 12A Undang-Undang Perbankan.

bahwa di samping itu menurut Pemohon Banding, sesuai dengan definisi QQ dalam Buku 2 Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) halaman 111.

Pencatatan QQ atas dasar PAPI tidak didasarkan atas konsep kepemilikan, sehingga QQ harus tetap dicatat oleh Bank meskipun penyelesaian QQ dilakukan melalui Kuasa Menjual.

bahwa menurut Pemohon Banding, terdapat perbedaan konsep akuntansi antara agunan dengan persediaan sehingga dasar koreksi Terbanding tidak tepat karena Pemohon Banding bukan merupakan Pengusaha yang menjalankan bisnis perdagangan QQ.

bahwa di dalam persidangan Pemohon Banding menunjukkan jurnal pencatatan secara akuntansi QQ antara lain sebagai berikut :

Proses pengambil alihan Agunan Menjadi QQ
  • Melalui Proses Jual Beli (Akta Jual Beli) atau Pelelangan (Pengadilan atau KPKNL)
Pengakuan QQ:

Db. Agunan Yang Diambil Alih (QQ) xxxxx
Cr. Kredit yang Diberikan xxxxx

bahwa penghapusan kredit dilakukan dengan mengkredit pinjaman yang diberikan kepada debitur dan mencatat agunan yang dimiliki debitur sebagai jaminan atas belum tertagihnya hutang. Dengan dicatatnya QQ, agunan tersebut tidak serta merta menjadi milik Bank karena tidak diperbolehkan secara legal (klausul Akta Hak Tanggungan). Selain itu, Bank juga tidak diperbolehkan memiliki aset tersebut dan mencatat beban depresiasi atas QQ jika agunan yang diberikan merupakan bangunan. Dengan demikian, tercatatnya QQ bukan berarti agunan debitur serta merta menjadi milik Bank.

bahwa jika dalam waktu tertentu debitur tidak mampu melunasi hutang, maka berdasarkan keputusan manajemen, Bank akan melakukan penghapusan kredit.

Penghapusan kredit dilakukan dengan mengambil alih agunan baik secara sukarela maupun melalui lelang (jika debitur tidak memiliki itikad baik dalam melunasi pinjaman). Dengan dilakukannya penghapusan kredit, bukan berarti bahwa proses penyelesaian kredit berhenti hingga tahap ini;

Proses Penghapusan Kredit (apabila nilai QQ lebih rendah dari Kredit yang diberikan)

Db. PPA Kredit xxxxx
Cr. Kredit yang Diberikan xxxxx

bahwa menurut Pemohon Banding, dalam praktiknya berdasarkan Pasal 37 sampai dengan 39 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005, Bank Indonesia tetap mengharuskan bank untuk segera melakukan proses penyelesaian QQ secepatnya (dalam jangka 1 tahun) karena QQ merupakan Aktiva Non Produktif.

Selama QQ belum selesai terjual, maka Bank akan kehilangan pendapatan dari pendapatan bunga tertunggak (bunga dalam penyelesaian) dan potensi pendapatan bunga karena kegiatan utama Perbankan adalah menyalurkan dana. Perlu digarisbawahi bahwa pendapatan Bank berasal dari pendapatan bunga yang diperoleh dari kegiatan penyaluran dana kepada Debitur.

(7) Penjualan QQ
Db. Cash / Rekening Suspense xxxxx
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilaixxxxx
Cr. Agunan (QQ) xxxxx
Cr. Laba Penjualan QQ xxxxx

bahwa kelebihan penjualan QQ tidak serta merta diserahkan kepada debitur.

Keuntungan tersebut harus diperhitungan dahulu dengan biaya-biaya yang seharusnya ditagih kepada debitur (biaya notaris, biaya pajak, dan komisi broker) termasuk untuk melunasi hutang bunga yang terakumulasi sejak debitur tidak memiliki kemampuan melunasi hutang (Bunga Dalam Penyelesaian), namun demikian apabila terdapat sisa lebih maka Bank berkewajiban untuk mengembalikan kepada debitur. Dengan memperhitungan seluruh tagihan tersebut, umumnya Bank selalu dalam keadaan rugi setelah memperhitungkan hasil penjualan QQ dengan kewajiban debitur di atas.

bahwa menurut Pemohon Banding, oleh karena barang jaminan adalah bukan hak milik Pemohon Banding, maka Pemohon Banding juga tidak melakukan depresiasi dan memanfaatkan atas aset dimaksud.

bahwa menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dalam Pasal 12 A ayat (1) nya dinyatakan bahwa : Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

bahwa penjelasan Pasal 12 A ayat (1) a quo menyatakan : Pembelian agunan oleh bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu bank agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban nasabah debiturnya. Dalam hal bank sebagai pembeli agunan nasabah debiturnya, status bank adalah sama dengan pembeli bukan bank lainnya.

Bank dimungkinkan membeli agunan di luar pelelangan dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah debiturnya.

Bank tidak diperbolehkan memiliki agunan yang dibelinya dan secepat-cepatnya harus dijual kembali agar hasil penjualan agunan dapat segera dimanfaatkan oleh bank.

bahwa berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum disebutkan mengenai definisi Agunan Yang Diambil Alih yaitu Aktiva yang diperoleh Bank, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik Agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank.

bahwa mengacu pada Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-869/PJ.313/2005, Tentang Aspek Perpajakan Atas Agunan Yang Diambil Alih (QQ), Aset Yang Diambil Alih pada prinsipnya merupakan cara penyelesaian hutang dalam hal kreditur mengambil alih aset debitur untuk dijual kepada pembeli. Dalam hal ini, pihak bank umum sebagai kreditur bukanlah sebagai pembeli sebenarnya.

bahwa menurut Majelis, sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, pada dasarnya Bank tidak diperbolehkan untuk memiliki agunan yang dibelinya dan secepat-cepatnya harus menjual kembali agar hasil penjualan agunan dapat segera dimanfaatkan oleh bank;

bahwa pengambil alihan agunan oleh Bank/kreditur (Pemohon Banding) adalah karena pihak debitur (pihak yang berhutang) tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur, sehingga dapat dilakukan baik dengan cara pelelangan ataupun dengan cara memberikan kuasa menjual kepada kreditur.

bahwa menurut Majelis, pada prinsipnya pengambilalihan aset debitur sebagaimana tersebut di atas adalah untuk dijual kepada pembeli, oleh karena itu pihak bank umum sebagai kreditur bukanlah sebagai pembeli yang sebenarnya.

bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keterangan Pemohon Banding dalam persidangan dapat diketahui bahwa dari hasil penjualan aset a quo apabila nilainya lebih besar dari hutang debitur dikembalikan kepada debitur dengan lebih dahulu dipotong dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dan kemudian sisanya dikreditkan pada rekening debitur; namun demikian Pemohon Banding belum pernah menjual lebih dari hutang debitur, sehingga dalam hal ini Pemohon Banding selalu dalam keadaan rugi.

bahwa terkait dengan pertanyaan Terbanding dalam persidangan tentang status kepemilikan ketika debitur gagal bayar, menurut Majelis sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang menyatakan bahwa : Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum;

Maka apabila debitur gagal bayar, agunan tidak serta merta menjadi milik Pemohon Banding; dan untuk mengamankan agunan, sesuai dengan ketentuan Pasal 12A ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank boleh membeli agunan tetapi tidak boleh memilikinya.

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas menurut Majelis, sebenarnya hak yang dimiliki oleh Pemohon Banding atas aset tersebut adalah hak untuk menjual aset apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya, bukannya hak kepemilikan atas aset a quo.

bahwa terkait dengan dalil Terbanding yaitu bahwa sesuai dengan dokumen perjanjian kredit, diketahui bahwa Pemohon Banding disamping melakukan jasa perbankan juga melakukan kegiatan di luar jasa perbankan yaitu melakukan penjualan Agunan Yang Diambil Alih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A Undang-Undang Perbankan, karena penjualan QQ termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1A dan Pasal 4 huruf a beserta penjelasannya (Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai) dan bukan merupakan bagian kegiatan penyerahan jasa perbankan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 4A ayat (2) , Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai jo Pasal 5 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000.

bahwa disamping itu menurut Terbanding, sesuai dengan Pasal 3A dan penjelasan Pasal 4 huruf a Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai seharusnya Pemohon Banding sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak karena melakukan kegiatan penyerahan BKP berupa QQ.

bahwa selanjutnya menurut Terbanding, jikapun terdapat penyerahan QQ yang tidak melalui juru lelang, penyerahan tersebut termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yaitu penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Dengan demikian sesuai Pasal 1 angka 4, Pasal 1A ayat (1) huruf a dan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, jo Pasal 5 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000, maka penyerahan Agunan Yang Diambil Alih terutang Pajak Pertambahan Nilai.

bahwa menurut Majelis, kegiatan usaha utama Pemohon Banding adalah sebagai penyalur dana masyarakat.

bahwa berdasarkan Pasal 1 butir 14 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo disebutkan bahwa :“ Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang , melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean”.

bahwa berdasarkan Pasal 1 butir 12 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo : “Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya”.

bahwa menurut Majelis, penjualan QQ yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah terkait dengan adanya penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang, sedangkan Pemohon Banding dalam sengketa ini tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean, oleh karenanya Pemohon Banding bukan pengusaha sebagaimana dimaksud Pasal 1 butir 14 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo.

bahwa menurut Majelis, Pasal 12A Undang-Undang Perbankan a quo, memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak dalam hal ini debitur dan kreditur; Kreditur diberikan hak oleh pemberi hak tanggungan yaitu debitur, apabila debitur cidera janji atau tidak dapat membayar hutang, maka kreditur berhak melakukan pembelian agunan baik melalui lelang maupun tidak melalui lelang; namun demikian sebenarnya konsep membeli dalam konteks Pasal 12A Undang-Undang Perbankan adalah membeli bukan untuk dimiliki karena agunan yang dibeli wajib dicairkan secepatnya.

bahwa mengacu pada Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-869/PJ.313/2005 sebagaimana tersebut di atas, penjualan QQ adalah terkait dengan debitur yang lalai dalam memenuhi kewajibannya, oleh karena itu debitur wajib untuk menyerahkan agunan sebagai jaminan utang piutang, dan bank memiliki hak untuk menjual aset yang diagunkan debitur tersebut dalam rangka pelunasan utang.

bahwa dengan demikian menurut Majelis, Penjualan Agunan Yang Diambil Alih adalah merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan usaha jasa perbankan itu sendiri.

bahwa disamping itu berdasarkan Pasal 4a ayat (3) huruf d Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN) : “Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut: d. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi”.

bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 dimana disebutkan bahwa “Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: d Jasa di bidang Perbankan”.

bahwa selanjutnya menurut Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 ;

“Jenis jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi: a.Jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), serta anjak piutang”.

bahwa menurut Majelis, berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, dalam hal kegiatan penjualan agunan untuk kepentingan pemenuhan kewajiban (pelunasan kredit macet) tersebut dianggap sebagai bagian dari kegiatan usaha bank umum, maka kegiatan tersebut merupakan jasa perbankan sehingga dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini sesuai dengan Pasal 4a Ayat 3(d) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo. Oleh karena itu Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dipungut atas kegiatan penjualan agunan debitur yang mempunyai kredit macet tersebut, karena hal tersebut adalah untuk kepentingan pelunasan kredit dimaksud.

bahwa dalam hal kegiatan penjualan agunan untuk kepentingan pelunasan kredit macet tersebut dianggap sebagai bukan merupakan bagian dari kegiatan usaha perbankan, maka berdasarkan Pasal 4 huruf (a) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai beserta penjelasannya, tidak ada Pajak Pertambahan Nilai yang harus dikenakan karena penyerahan dilakukan tidak dalam rangka kegiatan usaha Pemohon Banding. Pemohon Banding bukanlah Pengusaha Kena Pajak dengan kegiatan usaha jual beli suatu barang kena pajak.

bahwa selanjutnya di dalam Pasal 4 huruf a Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo menyebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
  1. Penyerahan Barang Kena Pajak dari dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha,

bahwa di dalam memori penjelasan Pasal 4 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo juga dinyatakan bahwa : Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : d) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

bahwa selain itu, Pasal 1A ayat (2) huruf b Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo menyebutkan “Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah: b. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang”.

bahwa menurut S-869/PJ.313/2005 sebagaimana tersebut di atas, Pengambil alihan aktiva milik debitur oleh Bank Kreditur atau BPPN bukan termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan hutang piutang yang tidak dikenakan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1A ayat (2) huruf b UU PPN, namun merupakan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Pasal 16D Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Dalam penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan hutang piutang, hak atas Barang Kena Pajak masih berada pada debitur, sedangkan dalam pengambilalihan aktiva milik debitur karena kredit macet, hak atas aktiva telah diserahkan kepada Bank Kreditur atau BPPN.

bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa penjualan aktiva yang berupa jaminan kredit dari debitur a quo adalah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan bukan merupakan kegiatan usaha jual beli suatu barang kena pajak.

bahwa Terbanding berpendapat bahwa QQ dengan nilai perolehan sebesar Rp286.230.000,00 merupakan milik Pemohon Banding; Dengan demikian penjualan QQ merupakan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

bahwa menurut Majelis, oleh karena QQ adalah jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit, sehingga termasuk penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang, maka dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

bahwa menurut Majelis, penyelesaian QQ yang dilakukan oleh Bank adalah dalam upaya untuk mengamankan pinjaman yang diberikan kepada debitur dalam hal debitur cidera janji atau tidak dapat membayar hutangnya.

bahwa terkait dengan hal tersebut Pemohon Banding harus tunduk dengan Peraturan Perbankan yang secara eksplisit menyatakan bahwa Bank tidak diperbolehkan memiliki QQ sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 12A ayat (1) Undang-Undang Perbankan dan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 (PBI). Hal ini dikuatkan dengan Pasal 12 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 yang membatalkan Bank sebagai Pemegang Hak Tanggungan jika Bank serta merta memiliki QQ dalam hal debitur cidera janji.

bahwa apabila Terbanding menganggap QQ tersebut dimiliki secara penuh (dianggap sebagai Aktiva Tetap) oleh Bank, maka seharusnya dasar hukum yang berlaku adalah Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai walaupun tidak ada Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang saat penjualan QQ karena tidak terdapat Pajak Pertambahan Nilai yang dapat dikreditkan pada saat pengambil alihan QQ; Namun demikian oleh karena QQ tidak boleh dimiliki oleh Bank sesuai amanah Pasal 12A Undang-Undang Perbankan, maka Pasal 16D sekalipun juga tidak tepat apabila dikenakan kepada Pemohon Banding.

bahwa menurut Pemohon Banding, terkait dengan sengketa yang sama yaitu penjualan QQ, Mahkamah Agung pernah menolak permohonan Peninjauan Kembali Direktur Jenderal Pajak. atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Putusan 14003/PP/M.VI/2008 tanggal 9 Mei 2008; yaitu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 58/B/PK/PJK/2009 tanggal 2 November 2010.

bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim".

bahwa pada memori penjelasan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan".

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian Majelis atas bukti-bukti serta keterangan dari Pemohon Banding maupun Terbanding yang terungkap dalam persidangan, Majelis meyakini bahwa QQ adalah merupakan jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit, sehingga termasuk penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang, maka atas penyerahannya dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas penjualan Agunan Yang Diambil Alih sebesar Rp286.230.000,00 tidak dapat dipertahankan.

Koreksi Pemberian Hadiah Langsung ke Nasabah sebesar Rp.1.628.866.338,00



Menurut Terbanding :
bahwa atas pemberian hadiah langsung yang dilakukan Pemohon Banding merupakan pemberian cuma-cuma sesuai Pasal 1A huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian atas transaksi tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari jumlah pemberian hadiah langsung. Dengan demikian, koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai dari pemberian hadiah langsung sebesar Rp.1.628.866.338,00 tetap dipertahankan.



Menurut Pemohon :
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pernyataan Terbanding karena pemberian hadiah langsung bukan merupakan pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d sehingga bukan merupakan penyerahan barang kena pajak dan oleh karenanya tidak terhutang Pajak Pertambahan Nilai.



Menurut Majelis :
bahwa berdasarkan pemeriksaan atas dokumen dan bukti-bukti yang telah diserahkan dan penjelasan para pihak dalam persidangan dapat diketahui bahwa Koreksi Terbanding atas Pemberian Hadiah Langsung ke Nasabah sebesar Rp1.628.866.338,00 adalah karena pemberian hadiah langsung yang dilakukan Pemohon Banding kepada nasabahnya termasuk dalam pengertian pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1A huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan penjelasannya.

bahwa menurut Pemohon Banding, pemberian hadiah langsung adalah bukan merupakan pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud di dalam Pasal lA ayat (1) huruf d sehingga bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan oleh karenanya tidak terhutang Pajak Pertambahan Nilai.

bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding disamping melakukan jasa di bidang perbankan, Pemohon Banding juga melakukan kegiatan di luar jasa perbankan berupa penyerahan barang seperti penyerahan barang secara cuma-cuma atau pemberian hadiah.

bahwa menurut Majelis, kegiatan usaha utama Pemohon Banding adalah sebagai penyalur dana masyarakat.

bahwa berdasarkan Pasal 1 butir 14 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo disebutkan bahwa :“Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang , melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean”.

bahwa berdasarkan Pasal 1 butir 12 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo, “Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya”.

bahwa menurut Majelis, pemberian kepada Nasabah yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah terkait dengan hadiah yang diberikan kepada nasabah yang membuka rekening tabungan atau memiliki rekening tabungan, sedangkan Pemohon Banding dalam sengketa ini tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang , melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

bahwa oleh karena itu menurut Majelis, Pemohon Banding dalam kaitannya dengan pemberian hadiah kepada nasabah ini adalah bukan merupakan pengusaha yang melakukan kegiatan di luar jasa perbankan.

bahwa menurut Terbanding, hadiah langsung yang diberikan Pemohon Banding berupa sabun, odol, pembersih lantai, tas, kotak tissue, cover tissue, voucher belanja, merupakan Barang Kena Pajak karena barang-barang tersebut tidak termasuk dalam jenis barang yang tidak dikenakan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, sehingga termasuk dalam pengertian pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1A huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan penjelasannya.

bahwa terkait dengan dalil Terbanding tersebut menurut Majelis, berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo, “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha”.

bahwa dalam penjelasan Pasal a quo dinyatakan bahwa : Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  1. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak,
  2. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud,
  3. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
  4. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
bahwa menurut Majelis, Pemohon Banding (Bank) adalah bukan merupakan Pengusaha yang menghasilkan barang-barang berupa sabun, odol, pembersih lantai, tas, kotak tissue, cover tissue, voucher belanja, oleh karena itu menurut Majelis, pemberian hadiah atas barang-barang tersebut yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada para nasabahnya adalah bukan termasuk dalam pengertian “Penyerahan Barang Kena Pajak” sebagaimana dimaksud Pasal 4 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai a quo.

bahwa selanjutnya sesuai dengan Pasal 1A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menyatakan, “(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah : d. pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak”.

bahwa dalam penjelasan Pasal a quo dinyatakan bahwa : Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

bahwa menurut Keputusan Direktur jenderal Pajak Nomor Kep- 87/PJ./2002 Tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pemakaian Sendiri Dan Atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak Dan Atau Jasa Kena Pajak (Kep 87), dalam Pasal 1 angka :
  1. Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak adalah pemberian yang diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli,
  1. Barang Kena Pajak adalah meliputi produk utama, produk sampingan, dan limbah;
bahwa menurut Majelis berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, pengertian “pemberian cuma-cuma” yang terhutang Pajak Pertambahan Nilai adalah hanya berlaku untuk produsen dan pedagang.

bahwa disamping itu pengertian “pemberian cuma-cuma” dalam hal ini hendaknya ditafsirkan bahwa Barang Kena Pajak yang diberikan kepada nasabah tersebut di atas diproduksi/dihasilkan sendiri, selain untuk dijual, sebagian dipakai (dikonsumsi) sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan atau diberikan kepada anggota keluarganya, karyawannya atau dikirimkan secara cuma-cuma kepada para relasi, langganan dan pembeli dalam rangka promosi ataupun hubungan baik.

bahwa dengan kata lain Barang Kena Pajak tersebut adalah merupakan hasil produksi sendiri ataupun barang bukan produksi sendiri (barang dagangan), yang meliputi pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

bahwa menurut Majelis, hadiah yang diartikan oleh Terbanding sebagai pemberian cuma-cuma yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada para nasabahnya, adalah bukan merupakan barang dagangan baik yang diproduksi sendiri ataupun bukan diproduksi oleh Pemohon Banding.

bahwa selanjutnya menurut Pasal 4 Kep 87 a quo dinyatakan:

“(5) Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya PPN yang terhutang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor”.

bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai a quo dinyatakan bahwa : “Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak”.

bahwa menurut Majelis, berdasarkan ketentuan tersebut Pajak Pertambahan Nilai atas pemberian cuma-cuma hanya dapat dikenakan terhadap produsen dan pedagang yang bertindak atau berfungsi sebagai penjual, sedangkan Pemohon Banding adalah bergerak dalam bidang jasa perbankan, oleh karena itu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas pemberian Cuma-Cuma adalah tidak tepat.

bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim".

bahwa pada memori penjelasan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Keyakinan Hakim di dasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis meyakini bahwa pemberian hadiah langsung oleh Pemohon Banding kepada para nasabahnya adalah bukan merupakan pemberian cuma-cuma sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, karena Pasal tersebut hanya berlaku untuk produsen ataupun pedagang, sedangkan Pemohon Banding bergerak di bidang jasa perbankan.

bahwa oleh karena itu Majelis berpendapat bahwa Koreksi Terbanding atas Pemberian Hadiah Langsung ke Nasabah sebesar Rp1.628.866.338,00 tidak dapat dipertahankan.



Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga jumlah pajak Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2008 harus dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak menurut Terbanding
Rp 2.196.719.353,00
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan:
- Penjualan Agunan Yang Diambil Alih Rp 286.230.000,00
- Pemberian Hadian Langsung ke Nasabah Rp 1.628.866.338,00
Jumlah koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp 1.915.096.338,00
Dasar Pengenaan Pajak menurut Majelis Rp 281.623.015,00



Memperhatikan
:
Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan serta hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan.



Mengingat
:
1.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
2.
ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini.



Memutuskan :
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-294/PJ/2013 tanggal 02 Mei 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2008 Nomor: 00042/207/08/091/12 tanggal 16 Februari 2012, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2008 menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak:
Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri
Rp 281.623.015,00
Pajak Keluaran yang dipungut/dibayar sendiri
Rp 28.162.302,00
Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan Rp 10.489.389,00
PPN Yang Kurang/(Lebih) dibayar Rp 17.672.913,00
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke
Masa Pajakberikutnya
Rp 0,00
PPN Yang Kurang/(Lebih) dibayar Rp 17.672.913,00
Sanksi administrasi Bunga Pasal 13 Ayat (2) KUP Rp 8.482.998,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp 26.155.911,00

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis, tanggal 17 Juli 2014 oleh Hakim Majelis IIIB Pengadilan Pajak dengan susunan Hakim Majelis IIIB dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

AA, S.H., M.Kn. Sebagai Hakim Ketua,
BB, S.H., M.H., M.Si. Sebagai Hakim Anggota,
CC
Sebagai Hakim Anggota,
DD Sebagai Panitera Pengganti.

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Kamis, tanggal 09 Oktober 2014, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Terbanding, namun tidak dihadiri oleh Pemohon Banding

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA