Putusan Nomor : 82805/PP/M.XVA/16/2017

Jenis Pajak : PPN


Masa Pajak : Februari 2011


Pokok Sengketa : bahwa sengketa yang terjadi adalah sengketa mengenai koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya Dipungut Sendiri Masa Pajak Februari 2011 dan Koreksi Negatif atas DPP PPN Ekspor dengan nilai sengketa yang sama yaitu sebesar Rp.828.003.204,00 dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berbeda yaitu untuk ekspor dengan tarif 0% dan untuk penyerahan yang PPN-nya Dipungut Sendiri dengan tarif 10%;






Menurut Terbanding : bahwa DPP Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan yang PPN nya Dipungut Sendiri dikoreksi positif sebesar Rp.828.003.204,00 karena penyerahan jasa Interkoneksi merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak yang PPN-nya harus dipungut sendiri oleh Pemohon Banding karena tidak termasuk ke dalam jenis jasa yang tidak dikenakan PPN sesuai Pasal 4A ayat (3) UU No. 42 Tahun 2009;



Menurut Pemohon Banding : bahwa pokok sengketa adalah penyerahan Transaksi Incoming Call Internasional yang dilaporkan Pemohon Banding sebagai penyerahan Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud terutang PPN dengan tarif 0% dimana menurut Pemeriksa (Terbanding) adalah Penyerahan Jasa Kena Pajak didalam daerah pabean terutang PPN dengan tarif 10%. Menurut penjelasan UU No. 42 Tahun 2009 (UU PPN) tentang Pajak Pertambahan Nilai Pasal 7 Ayat 2 huruf b maka tarif pajak yang diterapkan untuk transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah sebesar 0% (nol persen) karena dimanfaatkan diluar daerah pabean.



Menurut Majelis : Menimbang, bahwa sengketa a quo disebabkan karena Terbanding melakukan koreksi DPP Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan yang PPN nya Dipungut Sendiri karena penyerahan jasa Interkoneksi merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak yang PPN-nya harus dipungut sendiri sesuai Pasal 4A ayat (3) UU No. 42 Tahun 2009 dengan tarif 10% yang tidak disetujui Pemohon Banding dengan alasan Transaksi Incoming Call Internasional adalah penyerahan Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud terutang PPN dengan tarif 0%



Menimbang,
bahwa berdasarkan pemeriksaa di persidangan diperoleh fakta-fakta sebagai berikut:
  • bahwa transaksi jasa interkoneksi adalah transaksi antara Pemohon Banding dengan operator di Luar Negeri dengan menggunakan spektrum yang dimiliki Pemohon Banding;
  • bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan yang ruang lingkup usahanya adalah Telekomunikasi Tanpa Kabel, yang dalam kegiatannya antara lain melakukan jasa interkoneksi;
  • bahwa Pemohon Banding dan Terbanding sependapat bahwa penyerahan jasa interkoneksi terkait incoming call penyerahan terutang PPN;
  • Laporan keuangan audit tahun 2011 halaman 4 dengan mengakui pendapatan dari transaksi interkoneksi sebagai pendapatan jasa yaitu jasa interkoneksi;
  • Annual report tahun 2011 halaman 60 menyatakan dengan sangat jelas bahwa lisensi digunakan untuk menyelenggarakan tiap jasa telekomunikasinya. Sehingga transaksi Pemohon Banding kepada pihak lain adalah transaksi jasa;
  • bahwa berdasarkan International Telecommunications Service Agreement yang mengatur tentang penyediaan jasa (provide international telecommunicatitions services) dan invoice menunjukkan tagihan atas transaksi jasa;
  • bahwa letak titik interkoneksi ditetapkan berada pada lokasi milik Pemohon Banding sesuai bukti dokumen penawaran interkoneksi dan kontrak (berada dalam daerah pabean);





Menimbang bahwa peraturan perundang-undangan terkait sengketa aquo dapat Majelis uraikan sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 untuk selanjutnya disebut UU PPN :

Pasal 1 angka 5
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;

Pasal 1 angka 6
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini;

Pasal 1 angka 7
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak;

Pasal 1 angka 28
Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean.

Pasal 4 ayat (1) huruf c
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan;

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
  2. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
  3. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/Per/M.KOMINF/02/2006 tentang Interkoneksi (Permen 08/2006) :

Pasal 1 angka 1
Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;

Pasal 1 angka 3
Dokumen Penawaran Interkoneksi yang selanjutnya disebut DPI adalah dokumen yang memuat aspek teknis, aspek operasional dan aspek ekonomis dari penyediaan layanan interkoneksi yang ditawarkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi kepada penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa lainnya;

Pasal 1 angka 4
Pencari akses adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang mengajukan permohonan layanan interkoneksi dan akses terhadap fasilitas penting untuk interkoneksi kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya;

Pasal 1 angka 5
Penyedia akses adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi yang menyediakan layanan interkoneksi dan akses terhadap fasilitas penting untuk interkoneksi bagi penyelenggara jaringan atau penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya;

Pasal 4
Layanan dari interkoneksi dan ketersambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dapat terdiri dari:
  1. Layanan originasi;
  2. Layanan transit;
  3. Layanan terminasi.
Pasal 8 ayat (1)
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mencantumkan setiap jenis layanan interkoneksi yang disediakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam Dokumen Penawaran Interkoneksi;

Pasal 9 ayat (1)
Biaya Interkoneksi merupakan biaya yang timbul akibat penyediaan layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 3, angka 4 dan angka 5, Pasal 4, Pasal 8 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1), transaksi interkoneksi merupakan transaksi jasa sesuai dengan ketentuan Permen 08/2006 tentang interkoneksi yang menyebutkan bahwa interkoneksi merupakan sebuah layanan;

bahwa Majelis sependapat dengan Terbanding yang menyatakan layanan interkoneksi adalah perihal atau cara melayani keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda yang dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 Permen 08/2006 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.54/2000 Tentang Penegasan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Interkoneksi Antar Perusahaan Telekomunikasi (SE 01/2000) :

Angka 1.1.2
bahwa Jasa interkoneksi adalah jasa penyediaan interkoneksi oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang mengakibatkan tersedianya sarana untuk berkomunikasi bagi pelanggan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang satu dengan lainnya;

Angka 2.1.1
bahwa Penyerahan jasa interkoneksi adalah merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf g Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994. Dengan demikian, atas penyerahan jasa interkoneksi tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN);

Menimbang, bahwa berdasarkan fata-fakta dan peraturan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, Majelis berpendapat :
  • bahwa Pemohon Banding untuk terlaksanakan interkoneksi incoming call internasional telah membuat International Telecommunications Service Agreement dengan operator lain;
  • bahwa Jasa interkoneksi incoming call internasional menggunakan fasilitas dan peralatan telekomunikasi milik Pemohon Banding yang berkedudukan di dalam Daerah Pabean;
  • bahwa Pemohon Banding dalam melakukan kegiatan pelayanan interkoneksi incoming call internasional dilakukan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang (spektrum radio), fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai sehingga menurut Majelis interkoneksi incoming call internasional dapat dikualifikasikan sebaga jasa sebagaimana diatur Pasal 1 angka 5 UU PPN, Pasal 1 angka 3, angka 4 dan angka 5, Pasal 4, Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) Permen 08/2006;
  • bahwa Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud berdasarkan Pasal 1 angka 28 UU PPN dimaknai Majelis terjadi apabila letak titik interkoneksi berada diluar daerah pabean. Oleh karena letak letak titik interkoneksi masih berada di wilayah Pemohon Banding maka tidak terjadi ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
  • bahwa pendapat Pemohon Banding yang menyatakan Transaksi Incoming Call Internasional adalah penyerahan Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud terutang PPN dengan tarif 0% tidak dapat diterima Majelis karena secara nyata barang (spektrum radio), fasilitas dan kemudahan masih berada di dalam Daerah Pabean dan tidak ada spektrum radio yang berpindah ke luar daerah pabean hal ini sesuai ketentuan PP 52/2000 dan PP 53/2000 dimana tidak dimungkinkan terjadi penyerahan BKP tidak berwujud karena Pemohon Banding adalah pihak yang diberikan hak oleh pemerintah untuk menggunakan spektrum radio dalam rangka penyelenggaraan telekomunikasi dan hak tersebut tidak dapat dialihkan;
Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Majelis berkesimpulan bahwa Jasa interkoneksi incoming call internasional merupakan merupakan objek PPN Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, karena barang berupa peralatan telekomunikasi, fasilitas dan kemudahan, berada di Dalam Daerah Pabean sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU PPN. Oleh karena itu koreksi Terbanding telah sesuai dengan hukum dan tetap dipertahankan;



Menimbang :
bahwa dalam sengketa banding ini juga terdapat sengketa mengenai Pajak Masukan PPN Masa Februari 2011;

bahwa Majelis telah menghimpun data untuk menganalisa perkembangan nilai sengketa mengenai besarnya objek pajak, sebagai berikut :

bahwa menurut pendapat Majelis, Terbanding menentukan nilai Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp18.432.355.437,00 sebagai dasar untuk menerbitkan ketetapan semula, sedangkan Pemohon Banding melaporkan dalam SPT besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan adalah sebesar Rp21.476.964.812,00, sehingga nilai sengketa sebelum keberatan adalah sebesar Rp3.044.609.375,00;

bahwa menurut pendapat Majelis, atas ketetapan Terbanding yang menyatakan besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp18.432.355.437,00, Pemohon Banding mengajukan keberatan dengan menyebutkan secara implisit besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut perhitungan Pemohon Banding yaitu sebesar Rp21.468.964.812,00 sehingga nilai sengketa sampai dengan keberatan adalah sebesar Rp.3.036.609.375,00;

bahwa menurut pendapat Majelis, atas keberatan Pemohon Banding yang menyatakan besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp21.468.964.812,00, Terbanding menyatakan nilai Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp18.432.355.437,00 sebagai dasar untuk menerbitkan keputusan atas keberatan Pemohon Banding, sehingga nilai sengketa sebelum banding adalah sebesar Rp.3.036.609.375,00;

bahwa menurut pendapat Majelis, atas keputusan Terbanding yang menyatakan besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp18.432.355.437,00, Pemohon Banding mengajukan banding dengan menyebutkan secara implisit besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut perhitungan Pemohon Banding yaitu Rp21.468.964.812,00, sehingga nilai sengketa sampai dengan Surat Banding adalah sebesar Rp.3.036.609.375,00;

bahwa menurut pendapat Majelis, atas banding Pemohon Banding yang menyatakan besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp21.468.964.812,00, Terbanding dalam Surat Uraian Banding berpendapat bahwa besarnya besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp18.432.355.437,00, sehingga nilai sengketa sampai dengan Surat Uraian Banding adalah sebesar Rp.3.036.609.375,00;

bahwa menurut pendapat Majelis, atas pendapat Terbanding dalam Surat Uraian Banding yang menyatakan bahwa besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp18.432.355.437,00, Pemohon Banding membuat bantahan dengan menyebutkan secara implisit besarnya Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp21.468.964.812,00 sehingga nilai sengketa sampai dengan Surat Bantahan adalah sebesar Rp.3.036.609.375,00;



Menimbang :
bahwa yang menjadi nilai sengketa dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.3.036.609.375,00, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;



Menurut Terbanding :
bahwa Pajak Masukan sebesar Rp.3.036.609.375,00 dikoreksi Terbanding karena faktur pajak tidak sesuai dengan ketentuan formal sebagaimana UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, Pasal 13 ayat (5) huruf g dimana spesimen tanda tangan tidak sesuai antara satu faktur dengan faktur Iainnya;



Menurut Pemohon Banding
:
bahwa terkait bukti kebenaran transaksi sudah diberikan dan terkait speciment tanda tangan diluar kemampuan Pemohon Banding;



Menurut Majelis :
Menimbang, bahwa berdasarkan pokok sengketa a quo sebagaimana diuraikan dalam duduk sengketa, Majelis akan mempertimbangkan pokok permasalahan sebagai berikut:

Menimbang, bahwa berdasarkan berkas banding, bukti dan keterangan dari para pihak yang di sampaikan pada saat persidangan, sengketa a quo pada pokoknya adalah sengketa atas kredit pajak berupa Pajak Masukan sebesar Rp.3.036.609.375,00 yang menurut Terbanding tidak dapat dikreditkan namun menurut Pemohon Banding dapat dikreditkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan pemeriksaa di persidangan diperoleh fakta-fakta sebagai berikut:
  • bahwa menurut Terbanding Faktur Pajak yang digunakan untuk mengkreditkan Pajak asukan tidak memenuhi Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 entang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
  • bahwa Pemohon Banding dalam surat pengungkapan ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan nomor 0849/EST-05/Finance/IV/2015 tanggal 19 Januari 2015, nomor 3446/EST-05/Finance/II/2015 tanggal 27 Februari 2015 dan nomor 6478/EST-05/Finance/IV/2015 tanggal 14 April 2015 mengakui ketidakbenaran transaksi dengan pihak penjual sehingga faktur pajak-nya tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dan adanya surat pemberitahuan kesanggupan untuk menyampaikan SPT Pembetulan sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP;
  • bahwa untuk membuktikan dalil Terbanding yang menyatakan keberadaan Pihak penerbit faktur pajak tidak ditemukan keberadaannya, dalam persidangan Majelis meminta Pemohon Banding untuk memberikan bukti-bukti terkait keberadaan penerbit, akan tetapi sampai berakhirnya pemeriksaaan di persidangan bukti tersebut tidak disampaikan;
  • bahwa Pemohon Banding memperbaiki pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai tahun 2012 dan tahun 2013 dari semula mengkreditkan Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang sedang dilakukan penyidikan menjadi tidak mengkreditkan Faktur Pajak;
  • bahwa Pemohon Banding memberikan data berupa fotokopi payment order, faktur pajak, kuitansi, rekening koran dan invoice;
  • bahwa menurut Pemohon Banding, terkait pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak berikutnya Pemohon Banding melakukan perbaikan atas transaksi-transaksi yang menurut Terbanding bukan sebenarnya, bukan karena transaksinya fiktif tetapi karena pilihan Pemohon Banding sedikit;
  • bahwa Pemohon Banding memberikan keterangan bahwa terkait speciment tanda tangan diluar kemampuan Pemohon Banding;
Menimbang, bahwa peraturan perundang-undangan terkait sengketa aquo dapat Majelis uraikan sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) :

Pasal 13 ayat (5)
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
  1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Penjelasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f;

Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;

Penjelasan Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6);

bahwa Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, Ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

bahwa dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material;

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang untuk selanjutnya disebut UU KUP menyatakan bahwa :

Pasal 8 ayat 3 UU KUP :
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

bahwa pengertian self assessment system menurut QQ dan AA dalam bukunya Perpajakan Indonesia adalah sebagai berikut:

“Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar ”

Menimbang, bahwa berdasarkan fata-fakta dan peraturan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, Majelis berpendapat :
  • bahwa dalil Terbanding yang menyatakan Faktur Pajak yang digunakan untuk mengkreditkan Pajak Masukan tidak memenuhi Pasal 13 ayat (5) huruf g, tidak dapat diterima secara hukum karena speciment tanda tangan diluar kemampuan Pemohon Banding dan tidak ada peraturan perpajakan yang mewajibkan Pemomohon Banding untuk meneliti speciment tanda tangan, sehingga faktur Pajak telah memenuhi syarat formal sebagaimana diatur Pasal 13 ayat (5) huruf g. UU PPN
  • bahwa Pemohon Banding dengan kemauan sendiri telah mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya berdasarkan Pasal 8 ayat (3) UU KUP sehingga telah sesuai dengan prinsip Self Assessment dimana Wajib Pajak diberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar;
  • bahwa berdasarkan Rekening Koran yang disampaikan Pemohon Banding, Majelis tidak dapat meyakini kebenaran pembayaran yang ditunjukkan karena nilai yang ditunjukkan berbeda dengan nilai faktur pajak yang dikoreksi sehingga tidak dapat dilakukan penelusuran lebih lanjut;
  • bahwa dalil Pemohon Banding yang menyatakan bahwa terkait pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak berikutnya Pemohon Banding melakukan perbaikan atas transaksi-transaksi yang menurut Terbanding bukan sebenarnya, bukan karena transaksinya fiktif tetapi karena pilihan Pemohon Banding sedikit, secara hukum tidak dapat diterima karena Pemohon banding dengan kemauan sendiri (Self Assessment System) mengungkapkan ketidak benaran transaksi dan harus bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari pengungkapannya tersebut sehingga faktur Pajak tidak memenuhi syarat material karena Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, sebagaimana diatur Pasal 13 ayat (9) dan penjelasannya UU PPN;
Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Majelis berkesimpulan bahwafaktur pajak sejumlah Rp.3.036.609.375,00 tidak dapat dikreditkan karena tidak memenuhi syarat material. Oleh karena itu koreksi Terbanding telah sesuai dengan hukum dan tetap dipertahankan.



Menimbang :
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;



Menimbang :
bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding;



Mengingat :
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;



Memutuskan
:
Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-1082/WPJ.19/ 2014 tanggal 26 Mei 2014 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Februari 2011 Nomor 00231/207/11/092/13 tanggal 26 April 2013, atas nama : XXX;

Demikian diputus di Jakarta, berdasarkan musyawarah Majelis XVA Pengadilan Pajak setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Senin, tanggal 15 Juni 2015, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. AA, Ak. M.Sc.
BB, S.H., L.L.M.
Dr. CC, S.E., Ak., M.M., M.Hum.
DD
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Panitera Pengganti,

Putusan Nomor : Put-82805/PP/M.XVA/16/2017 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis XVA, pada hari Senin tanggal 17 April 2017 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

Drs. AD, Ak.
Dr. CC, S.E., Ak., M.M., M.Hum.
DE, S.E., MAFIS.
Dra. FF, M.M.
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Panitera Pengganti,

dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Terbanding dan juga tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA