Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1635/B/PK/PJK/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH
AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
PT. XXX, diwakili oleh AAA, jabatan Direktur
PT. XXX, tempat kedudukan di SS Office
Tower Lantai D, Jalan AA Nomor Y, Gelora, Jakarta Pusat, 10xxx;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada Drs. BBB, Kuasa
Hukum, beralamat di PT. YYY, Gedung FF Lantai D,
Jalan BB Kav. G Nomor Y, Jakarta, 12xxx,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 020/BOD/CW/2012 tanggal 19 Juli
2012;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Penggugat;
melawan:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
- ABC, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat
Jenderal Pajak;
- BCD, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
- CDE, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub
Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan
Banding;
- DEF, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan
Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan
Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus Nomor SKU-1524/PJ./2012 tanggal 2 Oktober 2012;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan permohonan
peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.37526/PP/M.II/99/2012 tanggal 3 April 2012 yang telah berkekuatan
hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali
dahulu sebagai Tergugat, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa pada tanggal 1 Agustus 2011, Penggugat telah menerima Keputusan
Tergugat Nomor KEP-1842/WPJ.07/2011 tertanggal 29 Juli 2011 tentang
Penolakan atas Permohonan Pengurangan atau Pembatalan atas STP PPh 26
Masa Pajak November 2009 Nomor 00005/104/09/058/10 tertanggal 10
Agustus 2010;
Bahwa Penggugat tidak setuju atas keputusan tersebut dan sesuai dengan
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), dengan ini Penggugat
mengajukan gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor KEP-1842/WPJ.07/2011
tertanggal 29 Juli 2011;
Bahwa berikut ini Penggugat sampaikan kronologis atas permohonan
gugatan Penggugat;
- Aspek Formal;
Bahwa Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1842/WPJ.07/2011 ditetapkan
pada tanggal 29 Juli 1011 dan diterima oleh Penggugat pada tanggal 1
Agustus 2011, sehingga surat gugatan yang Penggugat ajukan memenuhi
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
- Latar Belakang dan Alasan Gugatan;
- Penerbitan STP PPh Pasal 26 Nomor 00005/104/09/058/10;
Bahwa Tergugat menerbitkan STP PPh Pasal 26 Nomor 00005/104/09/058/10
sebesar Rp. 461.892.589,00 berdasarkan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 26
masa pajak November 2009 dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak
yang haus dibayar akibat pembetulan SPT Masa |
Rp
3.849.104.909 |
Telah
dibayar |
Rp
461.892.589 |
Bahwa STP PPh Pasal 26 tersebut telab dilunasi melalui Surat Setoran
Pajak tanggal 11 Oktober 2010;
- Latar Belakang Penggugat;
Bahwa Penggugat tidak setuju dengan keputusan Tergugat tersebut dengan
alasan sebagai berikut:
Fakta:
Bahwa Penggugat menandatangani perubahan Perjanjian Distribusi
("Distribution Agreement") dengan Oracle Capac Services Limited ("OCAP
AC") - wajib pajak negara Irlandia - yang ditandatangani pada bulan
Juni 2010;
Bahwa walaupun Distribution Agreement tersebut ditandatangani pada
bulan Juni 2010, namun penerapannya berlaku efektif sejak tanggal 1
Oktober 2009;
Bahwa Penggugat tidak mengakui biaya tersebut terlebih dahulu (accrue)
atau membuat cadangan atas biaya tersebut (provision) sejak 1 Oktober
2009 sampai dengan Mei 2010. Sehingga, tidak ada biaya yang diakui
Penggugat didalam periode tersebut;
Bahwa atas perubahan Distribution Agreement yang ditandatangani pada
bulan Juni 2010 tersebut, Penggugat mengakui peningkatan biaya royalty
pada bulan Mei 2010 sebesar Rp. 19.245.524.545,00. Alas tambahan biaya
royalty ini, Penggugat membayar PPh Pasal 26 pada bulan Juni 2010
sebesar RpJ.849.104.909,00 untuk periode Oktober 2009 sampai dengan
November 2009;
Bahwa Penggugat melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 26 masa
November 2009 untuk mencerminkan biaya yang sesungguhnya (periode
Oktober 2009 sampai dengan November 2009), sesuai dengan perubahan
Distribution Agreement tersebut;
Bahwa Penggugat mendapatkan STP PPh Pasal 26 Nomor 00005/104/09/058/10
dari Tergugat pada bulan Agustus 2010 sebesar Rp. 461.892.589,00;
Bahwa detail perhitungan PPh Pasal 26 tersebut adalah sebagai berikut:
Periode |
Revisi
Biaya
Royalty
(Rp) |
PPh
Pasal 26 – Tarif 20%
(Rp) |
Sanksi
(Rp) |
Perhitungan
Sanksi |
Oktober
2009 – November
2009 |
19.245.524.545 |
3.849.104.909 |
461/892/589 |
3.849.104.909
x 2% x 6 bulan |
Total
|
19.245.524.545 |
3.849.104.909 |
461/892/589 |
|
Dasar Hukum:
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 36/2008 (UU PPh) tentang Pajak Penghasilan:
"Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari
jumlah bruto ... ;”
Alasan Penggugat:
Bahwa alasan Penggugat adalah sebagai berikut:
Bahwa secara hukum, sanksi atas PPh Pasal 26 masa November 2009
tersebut tidak memenuhi syarat sebagaimana disebutkan didalam Pasal 26
UU PPh;
Bahwa menurut pengertian Penggugat atas Pasal 26 UU PPh, PPh
Pasal 26 akan terutang pada saat:
- Pembayaran;
- Disediakan untuk dibayar;
- telah jatuh tempo pembayarannya.
Bahwa menurut Penggugat, sehubungan dengan perubahan Distribution
Agreement;
- Tidak ada pembayaran atas perubahan biaya royalty
(untuk
periode Oktober sampai dengan November 2009) sampai dengan bulan Juni
2010. Hal ini ditunjukkan oleh pembayaran PPh Pasal 26 yang baru
Penggugat lakukan pada bulan Juni 2010;
- Tidak ada pengakuan atau pencadangan biaya atas
perubahan
biaya royalty (untuk periode Oktober sampai dengan November 2009)
sampai dengan bulan Mei 2010. Hal ini ditunjukkan oleh pengakuan biaya
dalam pembukuan Penggugat pada bulan Mei 2010;
- Tidak ada jatuh tempo pembayaran untuk periode
Oktober
sampai dengan November 2009. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan
Distribution Agreement yang ditandatangani pada buIan Juni 2010. Bahwa
walaupun Penggugat mengacu kepada Undang-Undang PPh yang sebelumnya
(PPh Pasal 26 UU Nomor 17/2000, UU Nomor 10/1994, dan UU Nomor 7/1983),
secara hukum menurut Penggugat tidak ada kondisi yang menentukan PPh
Pasal 26 terutang terhadap perubahan Distribution Agreement;
Bahwa menurut Penggugat, bahkan didalam UU PPh sebelumnya, tidak ada
kondisi yang menjadi dasar pengenaan biaya bunga atas keterlambatan PPh
Pasal 26 tersebut. UU PPh sebelumnya mengatur sebagai berikut:
"Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah,
Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar
20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto ... ;”
Bahwa didalam kasus Penggugat, walaupun pihak pajak mengacu pada
Undang-Undang PPh sebelumnya (PPh Pasal 26 UU Nomor 17/2000, UU Nomor
10/1994, dan UU Nomor 7/1983), kewajiban pemotongan Pasal 26 masa
November 2009 tersebut tetap tidak terhutang karena:
- Tidak ada pengakuan biaya atas perubahan biaya
royalty sampai dengan bulan Mei 2010;
- Tidak pembayaran biaya royalty untuk periode untuk
periode Oktober sampai dengan November 2009 sebelum Juni 2010;
Bahwa UU Nomor 36/2008 mendekati pengertian sebagaimana disebutkan
didalam Organization of Economic Co-operation and Development (OECD).
Jika Penggugat mengacu kepada OECD, secara hukum, tidak ada kondisi
yang menentukan PPh Pasal 26 terutang;
Bahwa Penggugat berpendapat Tergugat membuat pengertian sebagaimana
disebutkan didalam UU Nomor 36/2008 agar mendekati pengertian peraturan
pajak internasional yang disebutkan didalam OECD commentary karena
istilah yang digunakan kurang lebih sama;
Bahwa OECD Model Pasal 12 paragraf 2 (8) menyebutkan;
"The term "paid" has a very wide meaning, since the concept of payment
means the fulfillment of the obligations to put funds at the disposal
of the creditor in the manner required by contract or by custom".
Bahwa Penggugat menganggap bahwa pemenuhan kewajiban untuk menempatkan
dana pada kreditur harus berdasarkan atas perjanjian. Perjanjian
tersebut baru ditandatangani pada bulan Juni 2010 dan seharusnya biaya
royalty tersebut juga terhutang pada bulan Juni 2010.
Hal ini berarti bahwa OCAPAC, sebagai kreditur, baru akan mendapatkan
pendapatan royalty pada bulan Juni 2010;
Bahwa Tergugat perIu untuk menyeimbangkan pandangan jika Tergugat
berada di negara penerima pendapatan royalty;
Bahwa menurut Penggugat, Tergugat harus menyeimbangkan pandangannya
terhadap implikasi perpajakan di negara penerima pendapatan royalty
(OCAP AC), dimana terdapat kemungkinan Pengenaan pajak dua kali jika
transaksi tersebut dianggap terutang pada bulan Oktober - November 2009;
Bahwa hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: jika OCAPAC mencatat
pendapatan royalty untuk masa Oktober sampai dengan November 2009 dan
harus membayar pajak pada Tahun 2009, sementara kredit pajak baru
tersedia pada bulan Juni 2010 (saat PPh Pasal 26 dibayar oleh Penggugat
pada bulan Juni 2010). Hal ini jelas menunjukkan pengenaan pajak dua
kali atas transaksi yang sama. Penggugat berpendapat bahwa jika
Tergugat memberlakukan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor
164/KMK.03/2002 kepada OCAPAC, maka Tergugat hanya akan mengharuskan
OCAPAC untuk menyatakan pendapatan royalty pada bulan Juni 2010, dan
kredit pajak PPh Pasal 26 juga diakui pada bulan Juni 2010;
Bahwa unsur keadilan yaitu apakah adil Tergugat mengenakan penalty atas
transaksi yang jumlahnya pun belum Penggugat ketahui;
Bahwa
seperti yang sudah Penggugat jelaskan dalam point mengenai fakta:
sebelum kontrak ditandatangani (yaitu dibulan Juni 2010) Penggugat
belum mengetahui bahwa akan ada peningkatan biaya royalty. Lebih jauh
lagi, Penggugat pun belum mengetahui berapa jumlahnya. Dengan demikian,
jelas Penggugat tidak mungkin melakukan baik pengakuan, pencadangan
apalagi pembayaran. Sehingga adalah tidak adil jika Penggugat dikenakan
sanksi keterlambatan atas transaksi yang belum Penggugat ketahui
apalagi jumlahnya sekalipun. Sehingga jika Tergugat beranggapan bahwa
Penggugat tetap harus membayar keterlambatan maka ini akan menjadi
preseden buruk karena Penggugat dikenakan denda atas transaksi yang
belum Penggugat ketahui baik transaksinya maupun jumlahnya sebelum
perjanjian atas transaksi tersebut ditandatangani (yaitu dibulan Juni
2010);
Bahwa niat baik, seharusnya tidak mengakibatkan dikenakan STP
keterlambatan;
Bahwa
dengan niat baik Penggugat melaporkan adanya peningkatan obyek PPh
Pasal 26 atas royalty dan melakukan pembayaran atas pajak yang
terhutang pada waktunya. Namun niat baik Penggugat ini mengakibatkan
Penggugat dikenakan STP atas denda keterlambatan walaupun sebenarnya
Penggugat membayar pajak yang terhutang tepat pada waktunya. Jika
posisi ini dibenarkan maka ini akan menjadi preseden buruk dimana wajib
pajak akan lebih memilih untuk melaporkan dan membayar obyek PPh Pasal
26 dengan menggunakan informasi yang tidak benar;
- Kesimpulan;
Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, menurut Penggugat,
STP Nomor 00005/104/09/058/10 tertanggal 10 Agustus 2010 seharusnya
dibatalkan dan perhitungan pajak terutang adalah sebagai berikut:
Bunga
Pasal 8 (2a) KUP |
Nihil |
Jumlah
yang masih harus dibayar |
Nihil |
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.37526/PP/M.II/99/2012 tanggal 3 April 2012 yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menolak permohonon gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-1842/WPJ.07/2011 tanggal 29 Juli 2011, tentang
Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas
Surat Tagihan Pajk (STP) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak November
2009 Nomor 00005/104/09/058/10 tanggal 10 Agustus 2010 atas nama : PT.
XXX, NPWP : 01.071.037.xxxx, alamat : SS Office
Tower Lantai D, Jalan AA Nomor Y, Gelora, Jakarta Pusat, 10xxx;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.37526/PP/M.II/99/2012
tanggal 3 April 2012 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali
pada tanggal 26 April 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 19 Juli 2012 diajukan permohonan peninjauan kembali
secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 19 Juli
2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 19 Juli 2012;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 16 Agustus
2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 4
Oktober 2012;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan
alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Latar Belakang PK;
- Kronologi Peristiwa;
- Penerbitan Surat Tagihan Pajak
Direktur Jenderal Pajak (selanjutnya
disebut sebagai ”Termohon PK”), melalui Kantor
Pelayanan Pajak
Penanaman Modal Asing Lima telah menerbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak
Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak November 2009 Nomor:
00005/104/09/058/10 tanggal 10 Agustus 2010 (selanjutnya disebut
sebagai “STP 00005”).
- Permohonan Pembatalan;
Atas STP 00005 yang diterima, berdasarkan
Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16/2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (untuk selanjutnya disebut ”UU
KUP”).
Pemohon PK mengajukan Permohonan Pembatalan melalui Surat Permohonan
Pembatalan nomor 1092/FD/cw/2010 tertanggal 9 November 2010. Sebagai
jawaban atas Permohonan Pembatalan tersebut, Termohon PK menerbitkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1842/WPJ.07/2011 tanggal
29 Juli 2011 mengenai Permohonan Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak
Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak November 2009 Nomor:
00005/104/09/058/10 tanggal 10 Agustus 2010 (selanjutnya disebut
“KEP-1842”)
- Permohonan Gugatan;
Atas keputusan Termohon PK dalam KEP-1842,
berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pemohon PK mengajukan gugatan
melalui surat Nomor 250/MD/CW/2011 tertanggal 19 Agustus 2011. Surat
gugatan diterima oleh Pengadilan Pajak pada tanggal 19 Agustus 2011;
- Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-37526/PP/M.II/99/2012
Terhadap
Pemohon PK dimaksud Majelis II Pengadilan Pajak telah memutuskan dengan
amar Putusan a-quo sebagai berikut (terlampir sebagai Bukti Pemohon PK
– 1):
MEMUTUSKAN
Menolak
permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: KEP-1842/WPJ.07/2011 tanggal 29 Juli 2011 mengenai Pengurangan
atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan
Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak November 2009 Nomor:
00005/104/09/058/10 tanggal 10 Agustus 2010, atas nama: PT XXX, NPWP:
01.071.037.xxxx, Alamat: SS Office
Tower Lantai D, Jalan AA Nomor Y, Gelora, Jakarta Pusat, 10xxx.
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak (untuk selanjutnya
disebut ”Majelis PP”) yang menjadi dasar Putusan
a-quo tersebut seperti
yang dinyatakan di halaman 19 sampai dengan 20 dari Putusan PP yang
berkaitan dengan Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas
Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp
461.892.589 adalah sebagai berikut:
- Bahwa menurut Termohon PK, berdasarkan penelitian
terhadap kewajiban
PPh Pasal 26 Masa Pajak November 2009 terdapat keterlambatan pembayaran
PPh Pasal 26 yang harus dibayar sesuai dengan SPT Masa Pembetulan PPh
Pasal 26 masa November 2009;
- Bahwa atas keterlambatan pembayaran pajak tersebut
dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a)
UU KUP;
- Bahwa Termohon PK berpendapat bahwa pengenaan sanksi
administrasi
berupa bunga Pasal 8 (2a) telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam Pasal 8(4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138
Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dam Pelunasan
Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan ditegaskan bahwa pemotongan
Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, terutang pada
akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu;
- Bahwa karena Pemohon PK mengakui bahwa Obyek PPh Pasal
26 tersebut
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk masa periode Oktober 2009 sampai
dengan November 2009 dengan dilaporkannya PPh Pasal 26 yang telah
dipotong pada SPT Masa PPh Pasal 26 Masa Pajak November 2009, meskipun
Pemohon PK melakukan pembayaran pada tanggal 10 Juni 2010 dikarenakan
adanya perubahan Distribution Agreement yang dibuat pada tanggal 9 Juni
2010 yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 2009;
- Bahwa Pemohon PK tidak setuju bahwa adanya tambahan
Objek PPh Pasal 26
berupa royalty tersebut merupakan biaya yang dikeluarkan untuk periode
Oktober 2009 sampai dengan November 2009 dengan dilaporkannya PPh Pasal
26 yang telah dipotong pada SPT Masa PPh Pasal 26 Masa Pajak November
2009. Perlu Pemohon PK jelaskan bahwa pembetulan yang dibuat terhadap
SPT Masa PPh Pasal 26 untuk masa Pajak November 2009 tersebut
semata-mata hanyalah untuk keperluan penyajian sehingga jumlah objek
PPh Pasal 26 dilaporkan didalam masa yang sebenarnya (meskipun
faktanya, Pemohon PK baru mengakui tambahan biaya tersebut pada bulan
Mei 2010, melakukan pembayaran pada tanggal 10 Juni 2010 dikarenakan
adanya perubahan Distribution Agreement yang ditandatangani pada bulan
Juni 2010 yang berlaku efektif sejak 1 Oktober 2009);
- Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap
Amandemen Nomor 1 The
Amended and Restated Distributor Agreement (Indonesia) tanggal 9 Juni
2010 diketahui bahwa Pemohon PK menandatangani perubahan Perjanjian
Distribusi (“Distribution Agreement”) dengan Oracle
Capac Services
Limited (“OCAPAC”);
- Bahwa perubahan Perjanjian Distribusi
(“Distribution Agreement”)
tersebut, penerapannya berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 2009;
- Bahwa kemudian Pemohon PK melakukan pembetulan SPT Masa
PPh Pasal 26
Masa November 2009 dikarenakan adanya perubahan Distribution Agreement
(sesuai dengan Amandemen Nomor 1 to the Amended and Restated
Distribution Agreement (Indonesia) tanggal 9 Juni 2010 yang berlaku
efektif sejak tanggal 1 Oktober 2009;
- Bahwa bedasarkan bukti SPT Masa PPh Pasal 26
(Pembetulan) dan Surat
Setoran Pajak PPh Pasal 26 diketahui bahwa atas tambahan biaya royalti
ini, Pemohon PK membayar PPh Pasal 26 pada bulan Juni 2010 sebesar Rp.
3.849.104.909 pada tanggal 10 Juni 2010 untuk Masa Pajak November 2009;
- Bahwa Pasal 8 ayat (2a) KUP disebutkan:
“Dalam hal Wajib Pajak
membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang
pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang
dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.”
- Bahwa karena Pemohon PK telah membetulkan sendiri SPT
PPh Pasal 26 Masa
November 2009, maka Majelis berpendapat bahwa penerbitan STP PPN atas
sanksi administrasi bunga Pasal 8 ayat (2a) KUP sebesar Rp 461.892.589
yang dilakukan oleh Termohon PK telah sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku, dengan demikian STP PPh Pasal 26 Masa Pajak
November 2009 Nomor 00005/104/09/058/10 tanggal 10 Agustus 2010
tersebut tetap dipertahankan.
- Alasan Permohonan PK;
- Pemohon PK tidak setuju dengan Putusan PP yang menolak
permohonan
gugatan kami terhadap Keputusan Termohon PK tentang Pengurangan atau
Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan
Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak November 2009 karena
Putusan PP mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya Berikut adalah alasan dan penjelasan
Pemohon PK:
- UU Nomor 36/2008 mendekati pengertian sebagaimana
disebutkan di dalam
Organization of Economic Co-operation and Development (OECD). Jika kami
mengacu kepada OECD, secara hukum, tidak ada kondisi yang menentukan
PPh Pasal 26 terutang.
Kami berpendapat bahwa Termohon PK membuat
pengertian sebagaimana disebutkan di dalam UU Nomor 36/2008 agar
mendekati pengertian peraturan pajak internasional yang disebutkan di
dalam OECD commentary karena istilah yang digunakan kurang lebih sama.
OECD Model Pasal 12 paragraf 2 (8) menyebutkan:
“The
term “paid" has a very wide meaning, since the concept of
payment means
the fulfillment of the obligations to put funds at the disposal of the
creditor in the manner required by contract or by custom".
Kami
menganggap bahwa pemenuhan kewajiban untuk menempatkan dana pada
kreditur harus berdasarkan atas perjanjian. Perjanjian tersebut baru
ditandatangani pada bulan Juni 2010 dan seharusnya biaya royalty
tersebut juga terhutang pada bulan Juni 2010. Hal ini berarti bahwa
OCAPAC, sebagai kreditur, baru akan mendapatkan pendapatan royalty pada
bulan Juni 2010.
- Unsur keadilan yaitu apakah adil Termohon PK mengenakan
penalti atas transaksi yang jumlahnyapun belum Pemohon PK ketahui;
Kami
belum mengetahui bahwa akan ada peningkatan biaya royalty. Lebih jauh
lagi, kami pun belum mengetahui berapa jumlahnya. Dengan demikian,
jelas kami tidak mungkin melakukan baik pengakuan, pencadangan apalagi
pembayaran. Sehingga adalah tidak adil jika kami dikenakan sanksi
keterlambatan atas transaksi yang belum kami ketahui apalagi jumlahnya
sekalipun. Sehingga jika Termohon PK beranggapan bahwa kami tetap harus
membayar keterlambatan maka ini akan menjadi preseden buruk karena kami
dikenakan denda atas transaksi yang belum kami ketahui baik
transaksinya maupun jumlahnya sebelum perjanjian atas transaksi
tersebut ditanda tangani (yaitu di bulan Juni 2010).
- Selain itu, Pemohon PK berpendapat bahwa Putusan PP
nyata-nyata
diputuskan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku
Berikut adalah alasan dan penjelasan Pemohon PK:
- Pemohon PK menilai bahwa Termohon PK pada dasarnya
tidak bisa
membuktikan bahwa PPh Pasal 26 atas kenaikan biaya royalti tersebut
adalah benar terutang pada masa Pajak November 2009 sebagaimana diatur
di dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
- Secara hukum sanksi administrasi berupa bunga Pasal 8
ayat (2a)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2000
sebagaimana tercantum dalam STP PPh Pasal 26 Nomor 00005/104/09/058/10
tanggal 10 Agustus 2010 tidak memenuhi syarat sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 26 UU PPh. Menurut pengertian Pemohon PK atas PPh Pasal 26
UU PPh, PPh Pasal 26 akan terhutang saat:
- Waktu pembayaran;
- Disediakan untuk dibayar;
- Telah jatuh tempo pembayarannya.
Menurut Pemohon PK sehubungan dengan adanya perubahan Distribution
Agreement:
- Tidak ada pembayaran atas perubahan biaya royalti
(untuk periode
Oktober 2009 sampai dengan November 2009) sampai dengan bulan Juni
2010. Hal ini ditunjukan oleh pembayaran PPh Pasal 26 yang baru Pemohon
PK lakukan pada bulan Juni 2010.
- Tidak ada pengakuan atau
pencadangan biaya atas perubahan biaya royalti (untuk periode Oktober
2009 sampai dengan November 2009) sampai dengan bulan Mei 2010. Hal ini
ditunjukan dengan pengakuan biaya dalam pembukuan Pemohon PK pada bulan
Mei 2010.
- Tidak ada jatuh tempo pembayaran untuk periode
Oktober
2009 sampai dengan November 2009. Hal ini ditunjukan oleh perubahan
Distribution Agreement yang ditandatangani pada bulan Juni 2010.
- Transaksi pembayaran atas biaya royalti akibat adanya
perubahan
Distribution Agreement yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober
2009 dilakukan berdasarkan dokumen yang legal di negara penerima
pendapatan royaltI (OCAPAC). Walaupun perubahan Distribution Agreement
tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan biaya royaltI yang
berlaku efektif sejak tanggal 10 Oktober 2009 tetapi tidak terdapat
penalti yang dikenakan terhadap Penggugat di Negara Penerima Pendapatan
royalti. Hal ini dikarenakan transaksi tersebut memang dilakukan
berdasarkan atas dokumen yang legal di Negara Penerima Pendapatan
royalti. Sehingga menurut penggugat, tidak seharusnya STP diterbitkkan
oleh Tergugat dengan berdasarkan pada dokumen legal yang memiliki dasar
hukum yang kuat di negara penerima pendapatan royalti.
- Walaupun kami mengacu kepada Undang-Undang PPh yang
sebelumnya (PPh
Pasal 26 UU Nomor 17/2000, UU Nomor 10/1994, dan UU Nomor 7/1983),
secara hukum menurut kami tidak ada kondisi yang menentukan PPh Pasal
26 terutang terhadap perubahan Distribution Agreement.
Menurut kami,
bahkan di dalam UU PPh sebelumnya, tidak ada kondisi yang menjadi dasar
pengenaan biaya bunga atas keterlambatan PPh Pasal 26 tersebut. UU PPh
sebelumnya mengatur sebagai berikut:
“Atas penghasilan tersebut di
bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau
yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari
jumlah bruto…”
Didalam kasus kami, walaupun pihak pajak mengacu pada
Undang-Undang PPh sebelumnya (PPh Pasal 26 UU Nomor 17/2000, UU Nomor
10/1994, dan UU Nomor 7/1983), kewajiban pemotongan Pasal 26 masa
November 2009 tersebut tetap tidak terhutang karena:
- Tidak ada pengakuan biaya atas perubahan biaya
royalty sampai dengan bulan Mei 2010.
- Tidak pembayaran biaya royalty untuk periode untuk
periode Oktober 2009 sampai dengan November 2009 sebelum Juni 2010.
- Pemohon PK tidak setuju bahwa adanya tambahan Objek PPh
Pasal 26 berupa
royalty tersebut merupakan biaya yang dikeluarkan untuk periode Oktober
2009 sampai dengan November 2009 dengan dilaporkannya PPh Pasal 26 yang
telah dipotong pada SPT Masa PPh Pasal 26 Masa Pajak November 2009.
Perlu Pemohon PK jelaskan bahwa pembetulan yang dibuat terhadap SPT
Masa PPh Pasal 26 untuk masa pajak November 2009 tersebut semata-mata
hanyalah untuk keperluan penyajian sehingga jumlah objek PPh Pasal 26
dilaporkan di dalam masa yang sebenarnya (meskipun faktanya, Wajib
Pajak baru mengakui tambahan biaya tersebut pada bulan Mei 2010
melakukan pembayaran pada tanggal 10 Juni 2010 dikarenakan adanya
perubahan Distribution Agreement yang ditandatangani pada bulan Juni
2010 yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 2009).
- Dengan niat baik, Pemohon PK telah melaporkan adanya
peningkatan objek
PPh Pasal 26 atas royalty dan melakukan pembayaran atas pajak yang
terhutang pada waktunya. Namun niat baik Pemohon PK ini mengakibatkan
Pemohon PK dikenakan STP atas keterlambatan walaupun sebenarnya Pemohon
PK membayar pajak yang terhutang tepat pada waktunya. Jika posisi ini
dibenarkan maka ini akan menjadi preseden buruk dimana Pemohon PK akan
lebih memilih untuk melaporkan dan membayar objek PPh Pasal 26 dengan
menggunakan informasi yang tidak benar.
- Kesimpulan Permohonan PK;
Dari butir-butir di atas dapat terbukti bahwa:
- Putusan PP mengenai suatu bagian dari tuntutan belum
diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
- Berdasarkan Putusan PP, Majelis PP telah nyata-nyata
diputus tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Berdasarkan
hal dimaksud, dan sebagaimana telah kami sampaikan dalam permohonan
banding kami, Putusan Majelis amar Pengadilan Pajak adalah sebagai
berikut:
- Menolak permohonan gugatan Pemohon PK terhadap
Keputusan
Termohon PK Nomor: KEP-1842/WPJ.07/2011 tanggal 29 Juli 2011 mengenai
Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atas
Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak
November 2009 Nomor: 00005/104/09/058/10 tanggal 10 Agustus 2010, atas
nama: PT XXX, NPWP: 01.071.037.xxxx, Alamat: SS Office
Tower Lantai D, Jalan AA Nomor Y, Gelora, Jakarta Pusat, 10xxx;
Amar putusan tersebut di atas adalah amar putusan yang nyata-nyata
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak
permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor
KEP-1842/WPJ.07/2011 tanggal 29 Juli 2011 mengenai Pengurangan atau
Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan
Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak November 2009 Nomor:
00005/104/09/058/10 tanggal 10 Agustus 2010, atas nama Penggugat, NPWP
: 01.071.037.4-058.000, sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan :
- Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam
perkara
a quo yaitu Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan
Pasal 26 Masa Pajak November 2009 Nomor: 00005/104/09/058/10 tanggal 10
Agustus 2010 tidak dapat dibenarkan, karena dalil-dalil yang diajukan
dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali
dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat
menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap
dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak,
karena dalam perkara a quo Penggugat mengakui tambahan biaya sebagai
tindak lanjut dari perubahan Perjanjian Distributor yang penerapannya
berlaku efektif 1 Oktober 2009 dan oleh karenanya koreksi Tergugat
(sekarang Termohon Peninjauan Kembali) mengenai perkara a quo tetap
dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat
(2a) dan Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 26 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Pajak Penghasilan jo. Pasal 8 ayat (4) Peraturan
Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000;
- Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan
Pajak
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: PT. XXX tersebut tidak beralasan,
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali
ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali:
PT. XXX tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Senin, tanggal 19 Desember 2016 oleh H. FFF, S.H., M.H., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
Dr. H. CCC, S.H., M.S. dan DDD, S.H., M.H.,
Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta
Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh GGG,
S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis :
ttd.
Dr. H. CCC, S.H., M.S.
ttd.
DDD, S.H., M.H.
|
|
Ketua
Majelis,
ttd.
Dr. H. FFF, S.H., M.H.
|
|
|
|
Biaya -
biaya :
1. Meterai...................... Rp
6.000,00
2. Redaksi .................... Rp
5.000,00
3. Administrasi ............. Rp
2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp
2.500.000,00 |
|
Panitera
Pengganti,
ttd.
GGG, S.H., M.H. |
Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.