Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-86329/PP/M.VIA/99/2017Jenis Pajak | : | Gugatan Pajak | ||||||||||
Tahun Pajak | : | 2016 | ||||||||||
Pokok Sengketa | : | bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan Surat Tergugat Nomor SP-01164/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 tentang Surat Paksa atas Surat Tagihan Pajak Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015, yang tidak disetujui oleh Pengugat; | ||||||||||
Menurut Tergugat | : | bahwa
gugatan
Penggugat ini terkait pelaksanaan Surat Paksa Nomor
SP-01164/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 yang disampaikan
KPP Pratama Jakarta Gambir Tiga melalui Berita Acara Pemberitahuan
Surat Paksa tanggal 26 Januari 2017 atas Surat Tagihan Pajak Nomor
00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015; bahwa atas Surat Tagihan Pajak Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 telah diterbitkan Surat Teguran Nomor ST-00647/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 10 Mei 2016 dan telah dikirimkan melalui jasa ekspedisi tertanggal 18 Mei 2016 sesuai alamat Penggugat yang terdaftar dalam masterfile SIDJP, yaitu Jl. XXX bahwa berdasarkan data administrasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Tiga diketahui bahwa tidak terdapat upaya hukum atas STP Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk objek keberatan dan/atau banding sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sehingga pengajuan keberatan dan/atau banding atas SKPKB Nomor 00026/207/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak serta merta menangguhkan jatuh tempo pembayaran STP Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015; bahwa menurut Tergugat Surat Paksa yang diterbitkan atas STP sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan, karena ketika STP diterbitkan maka sudah menjadi utang pajak sehingga Tergugat sudah melakukan penagihan aktif mulai dari diterbitkannya Surat Teguran sampai dengan penerbitan Surat Paksa, namun dokumen tersebut belum Tergugat dapatkan dari KPP terkait; bahwa menurut Tergugat, STP terkait dengan SKP yang diatur dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tidak dapat dilakukan upaya Pasal 36 ayat (1) huruf C Undang-Undang KUP, tetapi bukan berarti tidak dapat melakukan upaya Pasal 36 ayat (1) huruf A Undang-Undang KUP; bahwa sesuai dengan Undang-Undang KUP, untuk utang pajak di SKP, jika Wajib Pajak mengajukan keberatan maka utang pajak tertangguh satu bulan setelah keputusan keberatan dan jika mengajukan banding maka akan tertangguh lagi satu bulan setelah putusan banding. Namun, hal ini tidak berlaku apabila STP karena STP bukan merupakan objek keberatan. Upaya yang dapat dilakukan atas STP adalah Pasal 36 Undang-Undang KUP. Dalam Pasal 36 tidak mengatur apakah jika Wajib Pajak mengajukan upaya administratif Pasal 36 Undang-Undang KUP, maka utang pajak menjadi tertanggguh. Artinya, hal ini berbeda dengan SKP dimana ketika STP diterbitkan maka utang pajak harus dilunasi; bahwa Pasal 27 ayat (5a) Undang-Undang KUP adalah terkait dengan pengajuan keberatan atas SKPKB, dimana mengatur sebagai berikut “Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding”; bahwa Pasal 27 ayat (5b) mengatur “Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a)”; bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (5a) adalah terkait dengan pengajuan keberatan atas SKPKB; bahwa menurut Tergugat poin dalam Pasal 27 ayat (5a) adalah pada kalimat “.....jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan...”. “jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan adalah jumlah pajak yang belum disetujui oleh Wajib Pajak dan jumlah pada yang tidak disetujui memang bukan menjadi utang pajak sesuai dengan peraturan Pasal 25 ayat (8); bahwa tanggapan Tergugat terkait dengan frasa “dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)...”. Nilai pajak yang dimaksud adalah yang tercantum di STP, SKP,dan SKPKBT; bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; |
||||||||||
Menurut Penggugat | : | bahwa
STP PPN
Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 Masa Pajak Maret
2012 adalah sanksi denda yang timbul dari hasil penerbitan SKPKB PPN
Nomor 00026/207/12/029/15 tanggal 28 September 2015 Masa Pajak Maret
2012; bahwa atas Surat Keputusan Keberatan Nomor KEP-00417/KEB/WPJ.06/2016 tanggal 20 Desember 2016 berkenaan dengan keberatan Penggugat atas SKPKB PPN Nomor 00026/207/12/029/15 tanggal 28 September 2015 Masa Pajak Maret 2012 telah Penggugat ajukan banding pada Pengadilan Pajak, yang diterima oleh Pengadilan Pajak pada tanggal 10 Januari 2017; bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, atas STP PPN Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015, jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Banding; bahwa Penggugat menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor 21/Penjelasan Gugatan/VII/2017 tanggal 18 Juli 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut: bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak sebagai berikut: Pasal 2 : Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat: Huruf c : mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau Bagian Keempat : Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar; Pasal 17 ayat (1) : Surat Tagihan Pajak yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:
Pasal 18 ayat (1) : Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dengan menyampaikan surat permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar kepada Direktur Jenderal Pajak; Pasal 18 ayat (2) : Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
bahwa menurut Penggugat, STP PPN No. 00088/107/12/029/15 Masa Maret 2012 sebesar Rp36.098.691,00 yang terkait dengan koreksi denda administrasi karena Penggugat tidak melaporkan SPT Masa PPN dan DPP PPN pada SKPKB a quo maka tidak dapat diajukan upaya hukum atas Kuasa Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP dikarenakan SKPKB a quo diajukan keberatan; bahwa oleh karena TIDAK ADA DASAR HUKUM yang memperbolehkan Penggugat untuk melakukan upaya hukum untuk membatalkan STP yang tidak benar yang timbul sebagai akibat (terkait) dengan penerbitan SKPKB yang diajukan keberatan maka tidak seharusnya Tergugat menerbitkan Surat Paksa No. SP-01164/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 terkait penagihan utang pajak yang tertuang dalam Surat Tagihan Pajak PPN No. 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 Masa Pajak Maret 2012; bahwa status Penggugat adalah Non-PKP karena omset Penggugat masih berada di bawah Rp600.000.000,00 sehingga dalam pemenuhan kewajiban perpajakan PPN Penggugat tidak mempunyai kewajiban untuk melaporkan SPT Masa PPN, membuat faktur pajak, dan kewajiban lainnya. Penggugat dilakukan koreksi karena dianggap sudah termasuk dalam PKP. Timbulnya STP karena adanya pemeriksaan terhadap Penggugat dalam rangka uji kepatuhan. Terdapat perbedaan pada beberapa masa pajak, dimana alasannya adalah Penggugat dikenakan Pasal 14 ayat (7) yang mana Penggugat dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN dan Pasal 14 ayat (4), temuan koreksi atas DPP PPN atas penyerahan BKP Penggugat; bahwa pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan SKP atau STP pada bagian 4 disebutkan “pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar” dan karena Penggugat mengajukan upaya hukum atas induk dari STP tersebut maka STP tersebut menjadi tidak benar. Dalam Pasal 17 ayat (1) disebutkan “STP yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi: a. STP yang tidak benar yang terkait dengan penerbitan SKP”; bahwa pada Bagian Keempat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 khusus mengatur Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, Penggugat dan Tergugat seharusnya mengacu kepada bagian tersebut karena yang menjadi sengketa adalah STP atas SKPKB yang sampai dengan saat ini masih diajukan upaya hukum sehingga menurut Penggugat, STP Tergugat adalah produk hukum yang tidak benar; bahwa menurut Penggugat STP mengikuti ketentuan Pasal 27 ayat (5a) Undang-Undang KUP dimana dalam ketentuan tersebut juga mengacu pada Pasal 9 ayat (3). Dalam Pasal 9 ayat (3) sudah jelas menyebutkan STP, SKPKB, dan seterusnya. Artinya STP sebagai anak dari SKP yang masih disengketakan seharusnya menunggu putusan atas induk dari STP tersebut. Apabila permohonan banding dari Penggugat dikabulkan maka Tergugat secara jabatan harus membatalkan STP tersebut; bahwa dalam Pasal 9 ayat (3) sudah jelas dinyatakan bahwa apabila suatu upaya hukum sampai pada keberatan maupun banding maka pelunasan pajak terdiri dari pokok pajak dan sanksi-sanksi yang timbul. Ketika Penggugat sudah mengajukan keberatan atas SKPKB, dan atas sanksi-sanksi administrasi yang ada, Penggugat tidak diperkenankan untuk mengajukan permintaan penghapusan sanksi sesuai Pasal 36 ayar (1) huruf a. Artinya, proses ini meliputi keseluruhan dari putusan banding agar inkrah; |
||||||||||
Menurut Majelis | : | bahwa
dari
hasil penelitian atas data yang terdapat dalam berkas gugatan,
keterangan dan bukti-bukti yang disampaikan para pihak yang bersengketa
dalam persidangan, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut: bahwa terhadap Penggugat telah diterbitkan Surat Paksa Nomor SP-01164/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 terkait Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 yang telah jatuh tempo pembayarannya telah terlewati dan belum dilakukan pembayarannya oleh Penggugat; bahwa Penggugat menyatakan Surat Paksa atas STP yang terkait dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN yang sudah diajukan keberatan dan ditolak oleh Tergugat, dan saat ini sedang dalam proses sengketa banding, sehingga sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (5) UU KUP, tidak seharusnya diterbitkan surat paksa; bahwa Penggugat juga menyatakan bahwa Surat Paksa a quo diterbitkan tanpa didahului dengan penerbitan Surat Teguran sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; bahwa Penggugat berpendapat sesuai ketentuan yang ada, utang pajak yang tercantum di STP tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding; bahwa Penggugat juga menyatakan bahwa atas STP yang terkait atas SKP (SKP Induk) sedang diajukan upaya sengketa pajak, maka STP tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum, hal ini sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 Tanggal 02 Januari 2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat tagihan Pajak; bahwa menurut Tergugat, yang dimaksud dengan pengertian utang pajak yang masih harus dibayar tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5) UU KUP adalah utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak yang dapat dan sedang diajukan upaya banding sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan STP tidak dapat diajukan banding dengan demikian utang pajak yang tercantum di STP tidak termasuk dalam kategori jatuh tempo pelunasan utang pajaknya menjadi tertangguh; bahwa berdasarkan keterangan para pihak dan bukti bukti yang disampaikan dalam persidangan serta ketentuan Peraturan Perpajakan yang berlaku, Majelis berpendapat sebagai berikut: bahwa yang menjadi pokok sengketa gugatan ini adalah penerbitan Surat Paksa Nomor SP-01164/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 terkait Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 yang menurut Penggugat tidak benar dan yang seharusnya tidak perlu diterbitkan; bahwa menurut Tergugat penerbitan Surat Paksa a quo sudah sesuai ketentuan, karena STP tersebut jatuh temponya sudah terlewati, dan utang pajak atas STP tersebut tidak tertangguh sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (5) UU KUP; bahwa berdasarkan keterangan dan bukti-bukti yang disampaikan oleh para pihak dalam persidangan serta ketentuan perpajakan yang berlaku Majelis berpendapat sebagai berikut : bahwa Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, mengatur sebagai berikut : “Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan”; bahwa Pasal 25 ayat (1) Undang-undang KUP a quo mengatur sebagai berikut : Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
“Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan”; bahwa Pasal 27 ayat (5a) Undang-Undang KUP a quo mengatur sebagai berikut : “Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding”; bahwa Pasal 27 ayat (5b) dan ayat (5c) Undang-Undang KUP a quo mengatur sebagai berikut : Ayat 5b : “Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a)”; Ayat 5c : “Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan”; bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa mengatur sebagai berikut:
Pasal 18 ayat (1) : Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dengan menyampaikan surat permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar kepada Direktur Jenderal Pajak; Pasal 18 ayat (2) : Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (5b) dan (5c), terkait dengan sengketa gugatan ini, Majelis berpendapat jumlah pajak yang tercantum dalam SKPKB yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding dan diajukan upaya keberatan/Banding belum termasuk utang pajak; bahwa STP yang terkait dengan pokok pajak yang tercantum dalam SKPKB yang sedang diajukan upaya banding, dikarenakan jumlah pajak yang tercantum dalam SKPKB tersebut belum merupakan utang pajak, Majelis berpendapat bahwa nilai sanksi yang tercantum dalam STP a quo juga belum termasuk dalam kategori utang pajak; bahwa berdasarkan PMK Nomor 8/PMK.03/2013 a quo, Pemohon Banding tidak mempunyai hak untuk melakukan upaya hukum berupa pengurangan atau pembatalan STP atas sejumlah sanksi yang dikenakan oleh Terbanding yang berkaitan dengan SKPKB yang diajukan keberatan/ banding; bahwa Pasal 25 ayat (7) Undang-undang KUP a quo tidak memberikan batasan pengertian bahwa dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan maka jatuh tempo pelunasan utang pajak yang tertangguh adalah hanya utang pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak saja; bahwa Pasal 27 ayat (5a) Undang-undang KUP a quo tidak memberikan batasan pengertian bahwa dalam hal wajib pajak mengajukan banding maka jatuh tempo pelunasan utang pajak yang tertangguh adalah hanya utang pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak yang diajukan banding saja; bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa mengatur sebagai berikut:
bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (3), Pasal 25 ayat (7) dan Pasal 27 ayat (5a), ayat (5b) dan ayat (5c) UU KUP a quo serta Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 a quo, Majelis berkesimpulan bahwa sanksi pajak yang tercantum dalam STP yang terkait dengan pokok pajak yang tercantum dalam SKPKB dan sedang diajukan upaya banding, belum merupakan utang pajak sehingga belum dapat diterbitkan Surat Paksa; bahwa Majelis berkeyakinan dan berkesimpulan bahwa Surat Paksa yang diterbitkan oleh Tergugat Nomor SP-01164/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 atas Surat Tagihan Pajak Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015, adalah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh karenanya Majelis mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat dan membatalkan Surat Paksa a quo; |
||||||||||
Menimbang | : |
bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan Gugatan Penggugat dan membatalkan Surat Paksa Nomor SP-01164/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 atas Surat Tagihan Pajak Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015; | ||||||||||
Mengingat | : |
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini; | ||||||||||
Memutuskan | : |
Mengabulkan
seluruhnya permohonan gugatan Penggugat dan membatalkan Surat Paksa
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Tiga Nomor
SP-01164/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016, atas Surat
Tagihan Pajak Nomor 00088/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015, atas
nama: PT XXX Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelpah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa tanggal 18 Juli 2017 oleh Majelis VIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal 29 Agustus 2017 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Tergugat dan dihadiri oleh Penggugat. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.