Menurut
majelis |
: |
bahwa Tergugat
menerbitkan Keputusan Tergugat Masa Pajak Juni 2015 Nomor
KEP-02541/NKEB/WPJ.19/2016 tanggal 29 Juni 2016 tentang Pembatalan
Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Nomor
00051/106/15/091/15 tanggal 24 Agustus 2015, berdasarkan Laporan
Penelitian Pengurangan dan Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak
Benar karena Permohonan Wajib Pajak, yang menolak permohonan kedua
pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2015
Nomor 00051/106/15/091/15 pada tanggal 24 Agustus 2015 melalui Surat
Nomor PTAR-0453/IV-16/TAX tanggal 26 April 2016 yang diajukan Penggugat;
bahwa Penggugat mengajukan
gugatan atas Keputusan ex Pasal 36 ayat (1) huruf c – Surat
Tagihan
Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2015 Nomor 00051/106/15/091/15
pada tanggal 24 Agustus 2015 yang menurut Penggugat tidak benar dan
Penggugat telah dengan benar menghitung tarif PPh Badan sebesar 25%
sesuai dengan Pasal 13 angka 3 huruf (i) Kontrak Karya;
Kronologis:
bahwa Penggugat menghitung PPh
Pasal 25-nya dengan tarif adalah = PKP x 25%, sedangkan menurut
Tergugat seharusnya PPh Pasal 25-nya dihitung dengan tarif = PKP x 30%
dan atas kekurangan perhitungan PPh Pasal 25 (angsuran bulanan)
tersebut oleh Tergugat diterbitkan STP Pajak Penghasilan untuk Masa
Pajak Juni 2015, STP Pajak Penghasilan Nomor 00051/106/15/091/15 pada
tanggal 24 Agustus 2015;
bahwa atas penerbitan STP
tersebut (terhadap PPh Pasal 25) oleh Penggugat tidak setuju karena
menurut Penggugat sesuai PPh Pasal 17 ayat (2) UU PPh jo. Pasal 13 ayat
(3) (i)-Kontrak Karya, tarifnya adalah = PKP x 25%, sehingga oleh
Penggugat diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan Surat
Tagihan Pajak yang tidak benar dengan Surat Nomor PTAR-683/IX-15/TAX
tanggal 18 September 2015;
bahwa terhadap permohonan
Penggugat tersebut oleh Tergugat telah dijawab dengan penolakan dengan
Keputusan Tergugat Nomor KEP-00462/NKEB/WPJ.19/2016 tanggal 11 Maret
2016 dengan alasan bahwa sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) UU PPh jo.
Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya tarifnya belum ada perubahan dengan
peraturan pemerintah (government regulation) yang merubah menjadi 25%
sehingga tarifnya tetap adalah PKP x 30%;
bahwa atas Keputusan Tergugat
tersebut, Penggugat tetap tidak setuju sehingga mengajukan gugatan ke
Pengadilan Pajak dengan alasan-alasan sebagai berikut:
- Pasal 13
ayat (3) (i) Kontrak Karya, dalam frasa “government
regulations” harus
diterjemaahkan sesuai ketentuan dalam Pasal 32 ayat (1) Kontrak Karya
yaitu “Sesuai dengan hukum Republik Indonesia”
(Laws of Republic of
Indonesia) dan dihubungkan dengan Pasal 1 angka (19) Kontrak Karya yang
disebut “Pemerintah berarti-Pemerintah RI, Menteri,
Departemen, Badan,
Lembaga, Pemerintah Daerah, Kepala Daerah Tingkat I dan
II-nya”;
bahwa maka government regulations tersebut harus
ditafsirkan “sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di
Indonesia”;
- Pasal 1
angka (2) jo. Pasal 7 ayat (1), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa:
“peraturan
perundangan-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk
atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan dan
ditetapkan oleh ketetentuan perundang-undangan;
- bahwa sesuai
ketentuan tersebut maka “government regulations”
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya adalah peraturan
perundang-undangan yang meliputi undang-undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
bahwa sehingga menurut Penggugat
harus ditetapkan tarif PPh Pasal 25-nya berdasarkan Pasal 17 ayat (2a)
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 yaitu sebesar = PKP x 25%;
bahwa terhadap gugatan yang
diajukan Penggugat tersebut oleh Tergugat dalam Surat Tanggapannya
dinyatakan hal-hal sebagai berikut:
- bahwa sesuai
Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3) UU KUP (Nomor 16 Tahun 2009) terhadap
kekurangan pembayaran pajak yang terutang diterbitkan STP dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan;
- bahwa sesuai
Pasal 33A ayat (4) dan Pasal 17 Undang-Undang PPh (Nomor 30
Tahun
2008) jo. Pasal 13 angka (3) (i) Kontrak Karya jo. SE-44/PJ/2014
tentang penegasan tarif Pajak Penghasilan Badan bagi Wajib Pajak yang
menjalankan usaha di bidang pertambangan berdasarkan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara atau Kontrak Karya, jelas
“government
regulations” harus diartikan sebagai “Peraturan
Pemerintah” dan karena
tidak ada “Peraturan Pemerintah” yang menetapkan
tarif berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang PPh ataupun dalam Pasal
13 angka (3) (i) Kontrak Karya menjadi 25% maka PPh terutang untuk
angsuran PPh Pasal 25 adalah = PKP x 30%;
bahwa atas sengketa ini Majelis
akan melihat dasar hukum yang bisa dipakai untuk mendudukkan masalah
pokok dalam sengketa ini yaitu:
- Undang-Undang KUP Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan:
- Pasal 14 ayat (1) dan (3):
(1)
|
Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
- Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar;
- dari hasil penelitian terdapat
kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah
hitung;
- Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda dan/atau bunga;
- pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau
membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
- pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara
lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
- identitas
pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
- identitas
pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena
Pajak pedagang eceran;
- Pengusaha Kena Pajak
melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak; atau
- Pengusaha Kena Pajak yang
gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
|
|
|
(3)
|
Jumlah
kekurangan pajak yang
terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Tagihan Pajak”; |
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan:
- Pasal 17 ayat (1) huruf a dan b, dan ayat (2a):
(1).
|
Tarif
pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena
Pajak bagi:
- Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak |
Tarif Pajak |
sampai
dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) |
5%
(lima persen) |
di
atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) |
15%
(lima belas persen) |
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak di atas Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) |
25%
(dua puluh lima persen) |
di
atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) |
30%
(tiga puluh persen) |
- Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk
usaha
tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).
|
|
|
(2a)
|
Tarif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai
berlaku sejak Tahun Pajak 2010;
Pasal 33A ayat (4):
“Wajib
Pajak yang menjalankan
usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum,
dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya,
atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku
pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan
ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian
kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya
kontrak atau perjanjian kerja sama dimaksud”;
Penjelasan Pasal 33A ayat (4):
“Ketentuan pajak dalam kontrak
bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerja sama pengusahaan
pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini,
dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak bagi hasil,
kontrak karya, atau perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan
tersebut. Walaupun Undang-undang ini sudah mulai berlaku, namun
kewajiban pajak bagi Wajib Pajak yang terikat dengan kontrak bagi
hasil, kontrak karya atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan
tetap dihitung berdasar kontrak atau perjanjian dimaksud;
Dengan demikian, ketentuan
Undang-undang ini baru diberlakukan untuk pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di bidang
pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusahaan
pertambangan umum lainnya yang dilakukan dalam bentuk kontrak karya,
kontrak bagi hasil, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan,
yang ditanda tangani setelah berlakunya Undang-undang ini”; |
- Surat Edaran
Nomor SE-44/PJ/2014 tentang Penegasan Perlakuan Tarif Pajak Penghasilan
Badan Bagi Wajip Pajak yang Menjalankan Usaha di Bidang Pertambangan
Berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara atau
Kontrak Karya:
- Umum
- Sehubungan dengan banyaknya
pertanyaan terkait penafsiran perlakuan tarif Pajak Penghasilan Badan
dalam naskah kontrak atau perjanjian bagi Wajib Pajak yang menjalankan
usaha di bidang pertambangan batubara berdasarkan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) atau di bidang pertambangan
mineral berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang disebabkan oleh perbedaan
penafsiran atas frasa Government Regulations/Government regulations
dalam naskah bahasa Inggris PKP2B atau KK, maka diperlukan penegasan
mengenai penafsiran atas frasa Government Regulations/Government
regulations dan perlakuan tarif Pajak Penghasilan Badan dimaksud dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak;
- Maksud dan Tujuan
- Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak ini disusun untuk memberikan acuan dan keseragaman dalam
penafsiran atas frasa Government Regulations/Government regulations dan
penerapan tarif Pajak Penghasilan badan di bidang pertambangan mineral
dan batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku;
- Ruang Lingkup
- Ruang lingkup Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak ini meliputi Wajib Pajak yang menjalankan usaha
di bidang pertambangan batubara berdasarkan PKP2B atau bidang
pertambangan mineral berdasarkan KK yang kontrak atau perjanjiannya
ditandatangani pada Tahun 1997 sampai dengan Tahun 2000 dan pokok-pokok
pengaturan tarif Pajak Penghasilan badan dalam naskah kontrak atau
perjanjiannya adalah sebagai berikut:
- Naskah PKP2B dalam bahasa Indonesia
- Kontraktor harus membayar Pajak
Penghasilan atas penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Kontraktor, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk tetapi tidak terbatas kepada laba bruto atas usaha,
dividen, bunga, dan royalti dengan tarif pajak yang akan dikenakan
selama jangka waktu Perjanjian ini adalah sebagai berikut:
- 10% (sepuluh
persen) untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah);
- 15% (lima
belas persen) untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah);
- 30% (tiga
puluh persen) atau tarif yang lebih kecil yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah untuk penghasilan kena pajak lebih dari
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
- Apabila lapisan penghasilan kena
pajak diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan, maka tarif tersebut
pada huruf a, b, dan c diterapkan terhadap lapisan kena pajak yang
telah diubah tersebut. Untuk menghitung penghasilan kena pajak berlaku
tata cara perhitungan Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran "F" yang merupakan bagian dari Perjanjian ini. Kecuali
ditetapkan lain dalam Perjanjian ini, berlaku ketentuan sebagaimana
dinyatakan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1994 dan peraturan
pelaksanaannya;
- Naskah PKP2B dalam bahasa Inggris
- The Contractor must pay Income
Tax on taxable income, that is any increase in economic ability
received or accrued by the Contractor, whether originating from within
or outside Indonesia, in whatever name and form, including but not
limited to gross profit from business, dividends, interest and
royalties and the tax rates to be charged for the duration of this
Agreement shall be as follows:
- Ten per cent
(10%) for taxable income up to twenty five million Rupiah (Rp25,000,000)
- Fifteen per
cent (15%) for taxable income exceeding twenty five million Rupiah
(Rp25,000,000) up to fifty million Rupiah (Rp50,000,000);
- Thirty per
cent (30%) or lower rate as set forth by the Government Regulations for
taxable income exceeding fifty million Rupiah (Rp50,000,000);
- Should the income brackets be
amended by the Minister of Finance, then the tax rates mentioned in a,
b, and c will be applied to the amended income brackets. To calculate
the taxable income, the rules for computation of income tax as provided
for in Annex "F" attached to and made part of this Agreement shall
apply. Except as otherwise stipulated in this Agreement, the rules as
provided in Income Tax Law 1994 and its implementing regulations shall
apply;
- Naskah KK dalam bahasa Indonesia
- Perusahaan harus membayar Pajak
Penghasilan atas penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Perusahaan, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk tetapi tidak terbatas kepada laba bruto atas usaha,
dividen, bunga, dan royalti dengan tarif pajak yang akan dikenakan
selama jangka waktu Persetujuan ini adalah sebagai berikut:
- 10% (sepuluh
persen) untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah);
- 15% (lima
belas persen) untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah)
- 30% (tiga
puluh persen) atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) sesuai
dengan tarif tertinggi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah);
- Apabila Lapisan Penghasilan Kena
Pajak diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan, maka tarif tersebut
pada huruf a, b, dan c diterapkan terhadap Lapisan Kena Pajak yang
telah diubah tersebut. Untuk menghitung penghasilan kena pajak berlaku
tata cara perhitungan Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran "H" yang merupakan bagian dari Persetujuan ini. Kecuali
ditetapkan lain dalam Persetujuan ini berlaku ketentuan sebagaimana
dinyatakan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1994 dan Peraturan
Pelaksanaannya;
- Naskah KK dalam bahasa Inggris
- The Company shall pay Income Tax
on Income, that is any increase in economic ability received or accrued
by the Company, whether originating from within or outside Indonesia,
in whatever name and form, including but not limited to gross profit
from business, dividends, interest and royalties and the tax rates to
be charged for the duration of this Agreement shall be as follows:
- Ten percent
(10%) for taxable income up to twenty five million Rupiah
(Rp25,000,000);
- Fifteen
percent (15%) for taxable income exceeding twenty five million Rupiah
(Rp25,000,000) up to fifty million Rupiah (Rp50,000,000);
- Thirty
percent (30%) or lower rate as set forth by the Government regulations
for taxable income exceeding fifty million Rupiah (Rp50,000,000);
- Should the income brackets be
amended by the Minister of Finance, then the tax rates mentioned in a,
b, and c will be applied to the amended income brackets. To calculate
the taxable income, the rules for computation of Income Tax as provided
for in Annex "H" attached to and made part of this Agreement shall
apply. Except as otherwise stipulated in this Agreement, the rules as
provided in Income Tax Law 1994, and its implementing regulations,
shall apply;
- Dasar
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 (Undang-Undang Pajak Penghasilan);
- Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966 tentang
Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan
Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia;
- Materi:
- Sesuai
ketentuan dalam Pasal 33A ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan,
mengatur bahwa Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang
pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan
lainnya berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian
kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat
berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan
dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama
pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak
atau perjanjian kerjasama dimaksud;
- Berdasarkan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966
tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia,
mengatur antara lain:
- Romawi II huruf A angka 1,
Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Dasar 1945 ialah sebagai berikut:
- Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945;
- Ketetapan
MPR;
- Undang-Undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan
Pemerintah;
- Keputusan
Presiden;
- Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya seperti:
- Peraturan
Menteri;
- Instruksi
Menteri;
- Romawi II huruf B angka 4,
Peraturan Pemerintah adalah memuat aturan-aturan umum untuk
melaksanakan Undang-Undang;
- Frasa
Government Regulations/Government regulations dalam naskah bahasa
Inggris PKP2B atau KK dan frasa Peraturan Pemerintah dalam naskah
bahasa Indonesia PKP2B atau KK adalah Peraturan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf b;
- Tarif Pajak
Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam huruf C untuk lapisan
tarif tertinggi sebesar 30% dapat ditetapkan menjadi tarif yang lebih
kecil dengan Peraturan Pemerintah;
- Lapisan
Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf C dapat diubah
dengan Keputusan Menteri Keuangan;
- Dengan
demikian, tarif Pajak Penghasilan badan dan lapisan Penghasilan Kena
Pajak yang berlaku adalah:
- 10% (sepuluh persen) untuk
Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah);
- 15% (lima belas persen) untuk
Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
- 30% (tiga puluh persen) untuk
Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah);
- sampai dengan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan/atau
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 5;
- Lain-lainnya.
- bahwa dengan diterbitkannya Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, diminta agar seluruh unit terkait
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan sosialisasi,
penggalian potensi penerimaan, dan pengawasan terkait dengan
pelaksanaannya”;
- Kontrak
Karya Pemerintah RI dengan PT Danau Toba Mining (sekarang Penggugat):
- Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya:
- Naskah dalam Bahasa Inggris
(i)
|
The
Company
shall pay Income Tax on income, that is any increase in economic
ability received or accrued by the Company, whether originating from
within or outside Indonesia, in whatever name and form, including but
not limited to gross profit from business, dividends, interest and
royalties and the tax rates to be charged for the duration of this
Agreement shall be as follows:
- Ten percent (10%) for taxable
income up to twenty five million Rupiah (Rp25.000.000,00);
- Fifteen percent (15%) for
taxable income exceeding twenty five million Rupiah (Rp25.000.000,00)
up to fifty million Rupiah (Rp50.000.000,00);
- Thirty percent (30%) or lower
rate as set forth by the Government regulations for taxable income
exceeding fifty million Rupiah (Rp50.000.000,00);
Should the Income brackets be amended by the
Minister of Finance, then the tax rates mentioned in a), b,), c) will
be applied to the amended income brackets; |
- Naskah dalam Bahasa Indonesia
(i)
|
Perusahaan
harus membayar Pajak Penghasilan atas penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Perusahaan,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dengan
nama dan dalam bentuk apapun, termasuk, tetapi tidak terbatas kepada
laba bruto atas usaha, dividen, bunga dan royalti, dan tarif pajak yang
akan dikenakan selama jangka waktu Persetujuan ini adalah sebagai
berikut:
- 10% (sepuluh persen) untuk
penghasilan kena pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah);
- 15% (lima belas persen) untuk
penghasilan kena pajak lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
- 30% (tiga puluh persen) atau
lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) sesuai dengan tarif tertinggi
yang diterapkan dengan Peraturan Pemerintah untuk penghasilan kena
pajak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
Apabila Lapisan Penghasilan Kena Pajak diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan, maka tarif tersebut pada huruf (a), (b) dan
(c) diterapkan terhadap Lapisan Kena Pajak yang telah diubah tersebut; |
bahwa dari
ketentuan-ketentuan tersebut Majelis memandang sengketanya tidak hanya
penafsiran “government regulations” saja yang
berbeda antara Penggugat
dan Tergugat, tetapi Majelis juga akan melihat lebih teliti apakah
dalam Kontrak Karya yang ada tersebut ada pengaturan yang lebih khusus
untuk penerapan tarif PPh Badan tersebut;
bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1), (2), dan (2a) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh, Majelis memahaminya sesuai yang diatur
dalam pasal tersebut adalah:
- tarif yang diterapkan atas PKP untuk wajib pajak
dalam negeri dengan lapisan PKP dan tarif pajaknya dan untuk wajib
pajak dalam negeri dalam bentuk BUT;
- tarif tertinggi untuk wajib pajak dalam negeri
dapat diturunkan paling rendah sebesar 25% yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
- tarif untuk wajib pajak dalam negeri dalam bentuk
BUT menjadi sebesar 25% yang mulai berlaku sejak Tahun 2010;
bahwa dengan demikian, menurut
Majelis yang diatur dalam pasal dan ayat-ayat tersebut adalah besarnya
tarif yang diterapkan untuk PKP bagi wajib pajak dalam negeri dan wajib
pajak dalam negeri dalam bentuk BUT;
bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat
(3) (i) Kontrak Karya antara Pemerintah RI dan Penggugat (sesuai
persetujuan Presiden Republik Indonesia Nomor B.143/PRES/3/1997 tanggal
17 Maret 1997), Majelis memahaminya sesuai yang diatur dalam pasal
tersebut adalah:
- Penggugat
harus membayar PPh atas penghasilan (juga PPh atas PBDR) dan untuk PPh
Badan dengan tarif pajak yang akan dikenakan selama jangka waktu
persetujuan sebesar 10%, 15%, dan 30% untuk lapisan PKP yang sudah
ditentukan;
bahwa tetapi lapisan PKP yang terutang dengan tarif
sebesar 30% dapat dikenakan dengan tariff yang lebih kecil dari 30%
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
- Apabila
lapisan PKP tersebut diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan, maka
tarifnya sebesar 10%, 15%, dan 30% tersebut diterapkan terhadap
penghasilan kena pajak yang berubah tersebut;
bahwa atas ketentuan
Undang-Undang PPh dan Kontrak Karya tentang tarif dan Lapisan PKP
tersebut, menurut Majelis adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang PPh jelas bahwa untuk wajib pajak dalam
negeri
(Penggugat) tarif tertingginya dapat diturunkan paling rendah adalah
sebesar 25% yang harus diatur dengan Peraturan Pemerintah;
- Dalam
Kontrak Karya jelas disebutkan PPh Badan yang dikenakan pada Penggugat
adalah dengan tarif pajak sebesar 10%, 15%, dan 30% akan dikenakan
selama jangka waktu persetujuan (untuk lapisan PKP yang sudah
ditentukan);
- Lapisan PKP
yang sudah ditentukan tersebut dapat diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan, tetapi tarif sebesar 10%, 15%, dan 30% tetap tidak berubah;
- Tetapi
lapisan teratas yang terutang atas PKP dengan tarif sebesar 30% dapat
dikenakan tarif lebih kecil dari 30% yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
bahwa dari ketentuan tersebut di atas Majelis menyimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
- bahwa
lapisan PKP dan lapisan tarif dalam Kontrak Karya tersebut dikenakan
selama jangka waktu persetujuan Kontrak Karya;
- bahwa
perubahan tarif dalam Undang-Undang PPh maupun Kontrak Karya harus
dimaknai sama dan tidak boleh berbeda, yaitu harus diatur dengan
Peraturan Pemerintah (karena Undang-Undang PPh mempedomani Kontrak
Karya yang bersangkutan);
- bahwa
sehingga penafsiran frasa “government regulations”
tidak dapat
diartikan dengan penafsiran-penafsiran ketentuan-ketentuan lain selain
Undang-Undang PPh itu sendiri yang mempedomani adanya ketentuan dalam
Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya yang serupa dengan ketentuan Pasal
17 ayat (1), (2), dan (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan;
bahwa berdasarkan fakta-fakta
yang terungkap di dalam persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai
berikut:
- bahwa tidak
pernah ada Peraturan Pemerintah yang mengatur perubahan tarif PPh badan
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang PPh atau
Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya;
- bahwa tidak
pernah ada perubahan lapisan PKP yang diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
- bahwa yang
ada adalah perubahan Lapisan PKP dan perubahan tarif PPh atas Lapisan
PKP tersebut yang diatur dengan Undang-Undang Perpajakan;
bahwa dengan demikian Majelis
berpendapat terhadap sengketa penerapan tarif PPh atas angsuran PPh
Pasal 25 adalah sebagai berikut:
- bahwa frasa
“Government regulations” harus dimaknai yang sama
seperti yang dimaksud
dengan Undang-Undang PPh yaitu “Peraturan
Pemerintah” dengan
alasan-alasan sebagai berikut:
- bahwa Pasal 13 ayat (3) (i)
Kontrak Karya adalah dipedomani sesuai Pasal 17 ayat (2) UU PPh;
- bahwa kalau frasa “Government
Regulations” ditafsirkan sebagai Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah
Pengganti Undang-Undang maka seharusnya ditulis dengan frasa
“Tax Law”
bukan frasa “Government Regulations”;
- bahwa untuk agar tidak timbul
kerancuan dalam menafsirkannya maka Direktorat Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-44/PJ/2014 untuk menegaskan tarif PPh
Badan bagi wajib pajak dalam negeri (termasuk BUT) yang menjalankan
usaha di bidang pertambangan berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan atau Kontrak Karya, dan menurut Majelis Surat Edaran
Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-44/PJ/2014 tersebut sah dan bahkan
membantu bagi wajib pajak dalam negeri tersebut dalam melaksanakan
kewajibannya;
- bahwa dengan
demikian karena jelas dalam Kontrak Karya tersebut tarif adalah sebesar
10%, 15%, dan 30% yang dikenakan kepada Penggugat selama jangka waktu
persetujuan dan karena tidak ada Peraturan Pemerintah yang melakukan
perubahan tarif menjadi sebesar 25% maka tarif bagi PPh angsuran Pasal
25 Penggugat adalah tetap sebesar = PKP x 30%;
bahwa sehingga Majelis
berpendapat bahwa penerbitan STP PPh Pasal 25/29 (STP Angsuran PPh
Badan) untuk Masa Pajak Juni 2015 sudah tepat sehingga koreksi Tergugat
tetap dipertahankan; |