Putusan Nomor : Put.80535/PP/M.VIIIA/99/2017

Jenis Pajak : Gugatan


Tahun Pajak : 2015


Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa gugatan ini adalah Penerbitan Keputusan Tergugat Nomor KEP-02541/NKEB/WPJ.19/2016 tanggal 29 Juni 2016 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2015 Nomor 00051/106/15/091/15 tanggal 24 Agustus 2015 berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena Permohonan Wajib Pajak, yang tidak disetujui oleh Penggugat;






Menurut Tergugat : bahwa Tergugat menerbitkan STP PPh Pasal 25/29 (STP Angsuran PPh Badan) berdasarkan pertimbangan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 33A ayat (4) UU PPh jo. Pasal 13 Angka 3 huruf (i) Kontrak Karya antara Penggugat (sebelumnya PT Danau Toba Mining) dengan Pemerintah Republik Indonesia jo. SE-44/PJ/2014, Penggugat kurang menyetorkan Angsuran PPh Badan untuk Masa Pajak April s.d. Juli 2015 tersebut;



Menurut Pengguga : bahwa Penggugat tidak setuju dengan pendapat Tergugat pada butir B.1. huruf a di atas, dimana Tergugat berpendapat bahwa STP sebagaimana tersebut di atas sudah benar karena terdapat kesesuaian antara frasa yang tercantum dalam ketentuan Pasal 13 angka (3) huruf (i) Kontrak Karya dan frasa yang tercantum dalam Pasal 17 UU PPh Nomor 10 Tahun 1994, yaitu bahwa perubahan tarif PPh tertinggi yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak hanya dapat diturunkan dengan Peraturan Pemerintah dan bukan ketentuan perpajakan yang lain.



Menurut majelis : bahwa Tergugat menerbitkan Keputusan Tergugat Masa Pajak Juni 2015 Nomor KEP-02541/NKEB/WPJ.19/2016 tanggal 29 Juni 2016 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Nomor 00051/106/15/091/15 tanggal 24 Agustus 2015, berdasarkan Laporan Penelitian Pengurangan dan Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar karena Permohonan Wajib Pajak, yang menolak permohonan kedua pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2015 Nomor 00051/106/15/091/15 pada tanggal 24 Agustus 2015 melalui Surat Nomor PTAR-0453/IV-16/TAX tanggal 26 April 2016 yang diajukan Penggugat;

bahwa Penggugat mengajukan gugatan atas Keputusan ex Pasal 36 ayat (1) huruf c – Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2015 Nomor 00051/106/15/091/15 pada tanggal 24 Agustus 2015 yang menurut Penggugat tidak benar dan Penggugat telah dengan benar menghitung tarif PPh Badan sebesar 25% sesuai dengan Pasal 13 angka 3 huruf (i) Kontrak Karya;

Kronologis:

bahwa Penggugat menghitung PPh Pasal 25-nya dengan tarif adalah = PKP x 25%, sedangkan menurut Tergugat seharusnya PPh Pasal 25-nya dihitung dengan tarif = PKP x 30% dan atas kekurangan perhitungan PPh Pasal 25 (angsuran bulanan) tersebut oleh Tergugat diterbitkan STP Pajak Penghasilan untuk Masa Pajak Juni 2015, STP Pajak Penghasilan Nomor 00051/106/15/091/15 pada tanggal 24 Agustus 2015;

bahwa atas penerbitan STP tersebut (terhadap PPh Pasal 25) oleh Penggugat tidak setuju karena menurut Penggugat sesuai PPh Pasal 17 ayat (2) UU PPh jo. Pasal 13 ayat (3) (i)-Kontrak Karya, tarifnya adalah = PKP x 25%, sehingga oleh Penggugat diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dengan Surat Nomor PTAR-683/IX-15/TAX tanggal 18 September 2015;

bahwa terhadap permohonan Penggugat tersebut oleh Tergugat telah dijawab dengan penolakan dengan Keputusan Tergugat Nomor KEP-00462/NKEB/WPJ.19/2016 tanggal 11 Maret 2016 dengan alasan bahwa sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) UU PPh jo. Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya tarifnya belum ada perubahan dengan peraturan pemerintah (government regulation) yang merubah menjadi 25% sehingga tarifnya tetap adalah PKP x 30%;

bahwa atas Keputusan Tergugat tersebut, Penggugat tetap tidak setuju sehingga mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dengan alasan-alasan sebagai berikut:
  1. Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya, dalam frasa “government regulations” harus diterjemaahkan sesuai ketentuan dalam Pasal 32 ayat (1) Kontrak Karya yaitu “Sesuai dengan hukum Republik Indonesia” (Laws of Republic of Indonesia) dan dihubungkan dengan Pasal 1 angka (19) Kontrak Karya yang disebut “Pemerintah berarti-Pemerintah RI, Menteri, Departemen, Badan, Lembaga, Pemerintah Daerah, Kepala Daerah Tingkat I dan II-nya”;
    bahwa maka government regulations tersebut harus ditafsirkan “sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia”;
  2. Pasal 1 angka (2) jo. Pasal 7 ayat (1), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa:
    “peraturan perundangan-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan dan ditetapkan oleh ketetentuan perundang-undangan;
  3. bahwa sesuai ketentuan tersebut maka “government regulations” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya adalah peraturan perundang-undangan yang meliputi undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
bahwa sehingga menurut Penggugat harus ditetapkan tarif PPh Pasal 25-nya berdasarkan Pasal 17 ayat (2a) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 yaitu sebesar = PKP x 25%;

bahwa terhadap gugatan yang diajukan Penggugat tersebut oleh Tergugat dalam Surat Tanggapannya dinyatakan hal-hal sebagai berikut:
  • bahwa sesuai Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3) UU KUP (Nomor 16 Tahun 2009) terhadap kekurangan pembayaran pajak yang terutang diterbitkan STP dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan;
  • bahwa sesuai Pasal 33A ayat (4) dan Pasal 17 Undang-Undang PPh (Nomor 30 Tahun 2008) jo. Pasal 13 angka (3) (i) Kontrak Karya jo. SE-44/PJ/2014 tentang penegasan tarif Pajak Penghasilan Badan bagi Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara atau Kontrak Karya, jelas “government regulations” harus diartikan sebagai “Peraturan Pemerintah” dan karena tidak ada “Peraturan Pemerintah” yang menetapkan tarif berdasarkan ketentuan dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang PPh ataupun dalam Pasal 13 angka (3) (i) Kontrak Karya menjadi 25% maka PPh terutang untuk angsuran PPh Pasal 25 adalah = PKP x 30%;
bahwa atas sengketa ini Majelis akan melihat dasar hukum yang bisa dipakai untuk mendudukkan masalah pokok dalam sengketa ini yaitu:
  1. Undang-Undang KUP Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:
Pasal 14 ayat (1) dan (3):
(1)
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
  1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
  2. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
  3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
  4. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
  5. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
    1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
    2. identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
  6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
  7. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.


(3)
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak”;
  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan:
Pasal 17 ayat (1) huruf a dan b, dan ayat (2a):
(1). Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:

  1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5%
(lima persen)
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 15%
(lima belas persen)
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 25%
(dua puluh lima persen)
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%
(tiga puluh persen)


  1. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).


(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2010;

Pasal 33A ayat (4):

“Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerja sama dimaksud”;

Penjelasan Pasal 33A ayat (4):

“Ketentuan pajak dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan tersebut. Walaupun Undang-undang ini sudah mulai berlaku, namun kewajiban pajak bagi Wajib Pajak yang terikat dengan kontrak bagi hasil, kontrak karya atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tetap dihitung berdasar kontrak atau perjanjian dimaksud;

Dengan demikian, ketentuan Undang-undang ini baru diberlakukan untuk pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di bidang pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusahaan pertambangan umum lainnya yang dilakukan dalam bentuk kontrak karya, kontrak bagi hasil, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, yang ditanda tangani setelah berlakunya Undang-undang ini”;
  1. Surat Edaran Nomor SE-44/PJ/2014 tentang Penegasan Perlakuan Tarif Pajak Penghasilan Badan Bagi Wajip Pajak yang Menjalankan Usaha di Bidang Pertambangan Berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara atau Kontrak Karya:
    1. Umum
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan terkait penafsiran perlakuan tarif Pajak Penghasilan Badan dalam naskah kontrak atau perjanjian bagi Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan batubara berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) atau di bidang pertambangan mineral berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang disebabkan oleh perbedaan penafsiran atas frasa Government Regulations/Government regulations dalam naskah bahasa Inggris PKP2B atau KK, maka diperlukan penegasan mengenai penafsiran atas frasa Government Regulations/Government regulations dan perlakuan tarif Pajak Penghasilan Badan dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak;
    1. Maksud dan Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini disusun untuk memberikan acuan dan keseragaman dalam penafsiran atas frasa Government Regulations/Government regulations dan penerapan tarif Pajak Penghasilan badan di bidang pertambangan mineral dan batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
    1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini meliputi Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan batubara berdasarkan PKP2B atau bidang pertambangan mineral berdasarkan KK yang kontrak atau perjanjiannya ditandatangani pada Tahun 1997 sampai dengan Tahun 2000 dan pokok-pokok pengaturan tarif Pajak Penghasilan badan dalam naskah kontrak atau perjanjiannya adalah sebagai berikut:
  1. Naskah PKP2B dalam bahasa Indonesia
Kontraktor harus membayar Pajak Penghasilan atas penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Kontraktor, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk tetapi tidak terbatas kepada laba bruto atas usaha, dividen, bunga, dan royalti dengan tarif pajak yang akan dikenakan selama jangka waktu Perjanjian ini adalah sebagai berikut:
  1. 10% (sepuluh persen) untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);
  2. 15% (lima belas persen) untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  3. 30% (tiga puluh persen) atau tarif yang lebih kecil yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
      Apabila lapisan penghasilan kena pajak diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan, maka tarif tersebut pada huruf a, b, dan c diterapkan terhadap lapisan kena pajak yang telah diubah tersebut. Untuk menghitung penghasilan kena pajak berlaku tata cara perhitungan Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran "F" yang merupakan bagian dari Perjanjian ini. Kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian ini, berlaku ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1994 dan peraturan pelaksanaannya;
      1. Naskah PKP2B dalam bahasa Inggris
The Contractor must pay Income Tax on taxable income, that is any increase in economic ability received or accrued by the Contractor, whether originating from within or outside Indonesia, in whatever name and form, including but not limited to gross profit from business, dividends, interest and royalties and the tax rates to be charged for the duration of this Agreement shall be as follows:
  1. Ten per cent (10%) for taxable income up to twenty five million Rupiah (Rp25,000,000)
  2. Fifteen per cent (15%) for taxable income exceeding twenty five million Rupiah (Rp25,000,000) up to fifty million Rupiah (Rp50,000,000);
  3. Thirty per cent (30%) or lower rate as set forth by the Government Regulations for taxable income exceeding fifty million Rupiah (Rp50,000,000);
      Should the income brackets be amended by the Minister of Finance, then the tax rates mentioned in a, b, and c will be applied to the amended income brackets. To calculate the taxable income, the rules for computation of income tax as provided for in Annex "F" attached to and made part of this Agreement shall apply. Except as otherwise stipulated in this Agreement, the rules as provided in Income Tax Law 1994 and its implementing regulations shall apply;
      1. Naskah KK dalam bahasa Indonesia
      Perusahaan harus membayar Pajak Penghasilan atas penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Perusahaan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk tetapi tidak terbatas kepada laba bruto atas usaha, dividen, bunga, dan royalti dengan tarif pajak yang akan dikenakan selama jangka waktu Persetujuan ini adalah sebagai berikut:
  1. 10% (sepuluh persen) untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);
  2. 15% (lima belas persen) untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
  3. 30% (tiga puluh persen) atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) sesuai dengan tarif tertinggi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
      Apabila Lapisan Penghasilan Kena Pajak diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan, maka tarif tersebut pada huruf a, b, dan c diterapkan terhadap Lapisan Kena Pajak yang telah diubah tersebut. Untuk menghitung penghasilan kena pajak berlaku tata cara perhitungan Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran "H" yang merupakan bagian dari Persetujuan ini. Kecuali ditetapkan lain dalam Persetujuan ini berlaku ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1994 dan Peraturan Pelaksanaannya;
      1. Naskah KK dalam bahasa Inggris
The Company shall pay Income Tax on Income, that is any increase in economic ability received or accrued by the Company, whether originating from within or outside Indonesia, in whatever name and form, including but not limited to gross profit from business, dividends, interest and royalties and the tax rates to be charged for the duration of this Agreement shall be as follows:
  1. Ten percent (10%) for taxable income up to twenty five million Rupiah (Rp25,000,000);
  2. Fifteen percent (15%) for taxable income exceeding twenty five million Rupiah (Rp25,000,000) up to fifty million Rupiah (Rp50,000,000);
  3. Thirty percent (30%) or lower rate as set forth by the Government regulations for taxable income exceeding fifty million Rupiah (Rp50,000,000);
      Should the income brackets be amended by the Minister of Finance, then the tax rates mentioned in a, b, and c will be applied to the amended income brackets. To calculate the taxable income, the rules for computation of Income Tax as provided for in Annex "H" attached to and made part of this Agreement shall apply. Except as otherwise stipulated in this Agreement, the rules as provided in Income Tax Law 1994, and its implementing regulations, shall apply;
    1. Dasar
  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang Pajak Penghasilan);
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia;
    1. Materi:
  1. Sesuai ketentuan dalam Pasal 33A ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan, mengatur bahwa Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud;
  2. Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia, mengatur antara lain:
        1. Romawi II huruf A angka 1, Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 ialah sebagai berikut:
  • Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
  • Ketetapan MPR;
  • Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  • Peraturan Pemerintah;
  • Keputusan Presiden;
  • Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya seperti:
  • Peraturan Menteri;
  • Instruksi Menteri;
        1. Romawi II huruf B angka 4, Peraturan Pemerintah adalah memuat aturan-aturan umum untuk melaksanakan Undang-Undang;
  1. Frasa Government Regulations/Government regulations dalam naskah bahasa Inggris PKP2B atau KK dan frasa Peraturan Pemerintah dalam naskah bahasa Indonesia PKP2B atau KK adalah Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b;
  2. Tarif Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam huruf C untuk lapisan tarif tertinggi sebesar 30% dapat ditetapkan menjadi tarif yang lebih kecil dengan Peraturan Pemerintah;
  3. Lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf C dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan;
  4. Dengan demikian, tarif Pajak Penghasilan badan dan lapisan Penghasilan Kena Pajak yang berlaku adalah:
  1. 10% (sepuluh persen) untuk Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);
  2. 15% (lima belas persen) untuk Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  3. 30% (tiga puluh persen) untuk Penghasilan Kena Pajak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan/atau Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 5;
    1. Lain-lainnya.
    bahwa dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, diminta agar seluruh unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan sosialisasi, penggalian potensi penerimaan, dan pengawasan terkait dengan pelaksanaannya”;
  1. Kontrak Karya Pemerintah RI dengan PT Danau Toba Mining (sekarang Penggugat):
Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya:
Naskah dalam Bahasa Inggris
(i) The Company shall pay Income Tax on income, that is any increase in economic ability received or accrued by the Company, whether originating from within or outside Indonesia, in whatever name and form, including but not limited to gross profit from business, dividends, interest and royalties and the tax rates to be charged for the duration of this Agreement shall be as follows:
  1. Ten percent (10%) for taxable income up to twenty five million Rupiah (Rp25.000.000,00);
  2. Fifteen percent (15%) for taxable income exceeding twenty five million Rupiah (Rp25.000.000,00) up to fifty million Rupiah (Rp50.000.000,00);
  3. Thirty percent (30%) or lower rate as set forth by the Government regulations for taxable income exceeding fifty million Rupiah (Rp50.000.000,00);
Should the Income brackets be amended by the Minister of Finance, then the tax rates mentioned in a), b,), c) will be applied to the amended income brackets;
Naskah dalam Bahasa Indonesia
(i) Perusahaan harus membayar Pajak Penghasilan atas penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Perusahaan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk, tetapi tidak terbatas kepada laba bruto atas usaha, dividen, bunga dan royalti, dan tarif pajak yang akan dikenakan selama jangka waktu Persetujuan ini adalah sebagai berikut:
  1. 10% (sepuluh persen) untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);
  2. 15% (lima belas persen) untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  3. 30% (tiga puluh persen) atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) sesuai dengan tarif tertinggi yang diterapkan dengan Peraturan Pemerintah untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

Apabila Lapisan Penghasilan Kena Pajak diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan, maka tarif tersebut pada huruf (a), (b) dan (c) diterapkan terhadap Lapisan Kena Pajak yang telah diubah tersebut;
bahwa dari ketentuan-ketentuan tersebut Majelis memandang sengketanya tidak hanya penafsiran “government regulations” saja yang berbeda antara Penggugat dan Tergugat, tetapi Majelis juga akan melihat lebih teliti apakah dalam Kontrak Karya yang ada tersebut ada pengaturan yang lebih khusus untuk penerapan tarif PPh Badan tersebut;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1), (2), dan (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh, Majelis memahaminya sesuai yang diatur dalam pasal tersebut adalah:
  1. tarif yang diterapkan atas PKP untuk wajib pajak dalam negeri dengan lapisan PKP dan tarif pajaknya dan untuk wajib pajak dalam negeri dalam bentuk BUT;
  2. tarif tertinggi untuk wajib pajak dalam negeri dapat diturunkan paling rendah sebesar 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  3. tarif untuk wajib pajak dalam negeri dalam bentuk BUT menjadi sebesar 25% yang mulai berlaku sejak Tahun 2010;
bahwa dengan demikian, menurut Majelis yang diatur dalam pasal dan ayat-ayat tersebut adalah besarnya tarif yang diterapkan untuk PKP bagi wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak dalam negeri dalam bentuk BUT;

bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya antara Pemerintah RI dan Penggugat (sesuai persetujuan Presiden Republik Indonesia Nomor B.143/PRES/3/1997 tanggal 17 Maret 1997), Majelis memahaminya sesuai yang diatur dalam pasal tersebut adalah:
  1. Penggugat harus membayar PPh atas penghasilan (juga PPh atas PBDR) dan untuk PPh Badan dengan tarif pajak yang akan dikenakan selama jangka waktu persetujuan sebesar 10%, 15%, dan 30% untuk lapisan PKP yang sudah ditentukan;
    bahwa tetapi lapisan PKP yang terutang dengan tarif sebesar 30% dapat dikenakan dengan tariff yang lebih kecil dari 30% yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
  2. Apabila lapisan PKP tersebut diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan, maka tarifnya sebesar 10%, 15%, dan 30% tersebut diterapkan terhadap penghasilan kena pajak yang berubah tersebut;
bahwa atas ketentuan Undang-Undang PPh dan Kontrak Karya tentang tarif dan Lapisan PKP tersebut, menurut Majelis adalah sebagai berikut:
  1. Undang-Undang PPh jelas bahwa untuk wajib pajak dalam negeri (Penggugat) tarif tertingginya dapat diturunkan paling rendah adalah sebesar 25% yang harus diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  2. Dalam Kontrak Karya jelas disebutkan PPh Badan yang dikenakan pada Penggugat adalah dengan tarif pajak sebesar 10%, 15%, dan 30% akan dikenakan selama jangka waktu persetujuan (untuk lapisan PKP yang sudah ditentukan);
  3. Lapisan PKP yang sudah ditentukan tersebut dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan, tetapi tarif sebesar 10%, 15%, dan 30% tetap tidak berubah;
  4. Tetapi lapisan teratas yang terutang atas PKP dengan tarif sebesar 30% dapat dikenakan tarif lebih kecil dari 30% yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
bahwa dari ketentuan tersebut di atas Majelis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
  1. bahwa lapisan PKP dan lapisan tarif dalam Kontrak Karya tersebut dikenakan selama jangka waktu persetujuan Kontrak Karya;
  2. bahwa perubahan tarif dalam Undang-Undang PPh maupun Kontrak Karya harus dimaknai sama dan tidak boleh berbeda, yaitu harus diatur dengan Peraturan Pemerintah (karena Undang-Undang PPh mempedomani Kontrak Karya yang bersangkutan);
  3. bahwa sehingga penafsiran frasa “government regulations” tidak dapat diartikan dengan penafsiran-penafsiran ketentuan-ketentuan lain selain Undang-Undang PPh itu sendiri yang mempedomani adanya ketentuan dalam Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya yang serupa dengan ketentuan Pasal 17 ayat (1), (2), dan (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
  • bahwa tidak pernah ada Peraturan Pemerintah yang mengatur perubahan tarif PPh badan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang PPh atau Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya;
  • bahwa tidak pernah ada perubahan lapisan PKP yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan;
  • bahwa yang ada adalah perubahan Lapisan PKP dan perubahan tarif PPh atas Lapisan PKP tersebut yang diatur dengan Undang-Undang Perpajakan;
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat terhadap sengketa penerapan tarif PPh atas angsuran PPh Pasal 25 adalah sebagai berikut:
  1. bahwa frasa “Government regulations” harus dimaknai yang sama seperti yang dimaksud dengan Undang-Undang PPh yaitu “Peraturan Pemerintah” dengan alasan-alasan sebagai berikut:
    1. bahwa Pasal 13 ayat (3) (i) Kontrak Karya adalah dipedomani sesuai Pasal 17 ayat (2) UU PPh;
    2. bahwa kalau frasa “Government Regulations” ditafsirkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang maka seharusnya ditulis dengan frasa “Tax Law” bukan frasa “Government Regulations”;
    3. bahwa untuk agar tidak timbul kerancuan dalam menafsirkannya maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-44/PJ/2014 untuk menegaskan tarif PPh Badan bagi wajib pajak dalam negeri (termasuk BUT) yang menjalankan usaha di bidang pertambangan berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan atau Kontrak Karya, dan menurut Majelis Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-44/PJ/2014 tersebut sah dan bahkan membantu bagi wajib pajak dalam negeri tersebut dalam melaksanakan kewajibannya;
  2. bahwa dengan demikian karena jelas dalam Kontrak Karya tersebut tarif adalah sebesar 10%, 15%, dan 30% yang dikenakan kepada Penggugat selama jangka waktu persetujuan dan karena tidak ada Peraturan Pemerintah yang melakukan perubahan tarif menjadi sebesar 25% maka tarif bagi PPh angsuran Pasal 25 Penggugat adalah tetap sebesar = PKP x 30%;
bahwa sehingga Majelis berpendapat bahwa penerbitan STP PPh Pasal 25/29 (STP Angsuran PPh Badan) untuk Masa Pajak Juni 2015 sudah tepat sehingga koreksi Tergugat tetap dipertahankan;



Mengingat :
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini.



Memutuskan :
Menolak permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-02541/NKEB/WPJ.19/2016 tanggal 29 Juni 2016 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2015 Nomor 00051/106/15/091/15 tanggal 24 Agustus 2015 berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena Permohonan Wajib Pajak atas nama Penggugat;

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Senin tanggal 28 November 2016 oleh Hakim Majelis VIII A Pengadilan Pajak dengan susunan sebagai berikut:

Drs. BB, Ak. Sebagai Hakim Ketua,
CC, S.H., M.Si.
Sebagai Hakim Anggota,
DD, Ak.
Sebagai Hakim Anggota,
dengan dibantu oleh
FF S.E., Ak., M.M.
Sebagai Panitera Pengganti.

Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 30 Januari 2017 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, dan Panitera Pengganti, namun tidak dihadiri oleh Tergugat maupun oleh Penggugat.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA