Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.63103/PP/M.XIIIA/16/2015

Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai
Tahun Pajak : 2007
Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksi positif Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp22.046.918,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
Menurut Terbanding : bahwa tidak ada TBS yang dijual oleh Pemohon Banding. Pemohon Banding hanya menjual CPO dan PK maka berdasarkan SPT Masa PPN Pemohon Banding terdapat penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut dan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Berdasarkan hal tersebut maka Terbanding tetap mempertahankan koreksi Terbanding karena terbukti bahwa terdapat penyerahan barang atau jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN, yang tentu saja berdampak untuk Pajak Masukannya terkait hal tersebut tidak dapat dikreditkan;
Menurut Pemohon : bahwa Pemohon Banding memproduksi CPO yang merupakan BKP yang dikenakan PPN sebesar 10%. Dengan demikian maka semua Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding peroleh adalah berhubungan dengan penyerahan BKP yang Pemohon Banding hasilkan. Hal ini berarti bahwa Faktur Pajak Masukan atas aktivitas kebun Pemohon Banding sebagai contoh, atas pembelian pupuk untuk kebun merupakan Pajak Masukan yang terkait dengan industri penghasil CPO yang merupakan BKP dan objek PPN. Perlu Pemohon Banding tegaskan bahwa Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak/PPN-nya dibebaskan;
Menurut Majelis : bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan sebesar Rp22.046.918,00 karena merupakan Pajak Masukan atas Pupuk dan Sparepart Kendaraan yang berhubungan dengan proses menghasilkan BKP dalam hal ini Tandan Buah Segar Kelapa Sawit tidak dapat dikreditkan, dengan alasan :
a. Koreksi Terbanding (Pemeriksa) atas Faktur Pajak Masukan adalah terkait dengan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN (unit perkebunan kelapa sawit);
b. Tandan Buah Segar (TBS) merupakan hasil pertanian yang atas penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai dengan Pasal 16B UU PPN dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007;
c. Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 menjelaskan bahwa Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;
d. Terbanding melalui Surat Edaran Nomor SE-90/PJ/2011, menegaskan kembali bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan BKP yang tidak terutang PPN yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam PMK-78/PMK.03/2010 jo. KMK-575/KMK.04/2000;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp22.046.918,00 atas Pupuk dan Sparepart Kendaraan yang berhubungan dengan proses menghasilkan BKP dalam hal ini Tandan Buah Segar Kelapa Sawit dengan penjelasan yang substansinya adalah sebagai berikut :
1. Nature of Business Perusahaan Pemohon Banding adalah industri penghasil minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil - CPO) yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) sebagai bahan baku dari hasil kebun sendiri menjadi CPO sebagai hasil akhir pabrikasi. TBS hasil kebun sendiri yang Pemohon Banding hasilkan seluruhnya kemudian diolah lebih lanjut untuk menghasilkan CPO yang merupakan Barang Kena Pajak (BKP) yang pada saat penyerahannya kepada pihak pembeli dikenakan PPN;
2. bahwa Perusahaan Pemohon Banding adalah perusahaan yang:
a. Secara administratif operasional merupakan satu kesatuan;
b. Dalam pembukuan semua biaya dan penghasilan yang diperoleh kebun dan kegiatan pabrik dicatat sebagai satu kesatuan sehingga sama sekali tidak ada sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan kegiatan pemisahan antara kegiatan untuk menghasilkan bahan baku dengan kegiatan pengolahan bahan baku tersebut. Sebagai contoh, perusahaan Pemohon Banding menggabungkan pencatatan biaya dalam rangka menghasilkan TBS dan CPO sebagai satu kesatuan di dalam Harga Pokok Penjualan. Dengan demikian menurut pendapat Pemohon Banding adalah tidak tepat jika Perusahaan Pemohon Banding dikategorikan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang PPN dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN seperti yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000;
3. Pengertian integrasi adalah menyatukan atau satu kesatuan, dan seharusnya tidak dipisah-pisahkan dalam istilah unit atau kegiatan yang terpisah. Bahwa menurut Pemohon Banding, suatu kegiatan integrasi seharusnya bisa dilihat dari hasil akhir dari suatu barang yang dihasilkan yaitu dapat berupa barang yang terutang PPN dan atau barang yang tidak terutang PPN/dibebaskan dari PPN, sedangkan istilah unit atau kegiatan yang menghasilkan barang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 telah memisahkan barang berdasarkan hasil kegiatan, kemudian dianggap ada penyerahan dari unit perkebunan ke unit pabrikasi.

Bahwa berdasarkan Pasal 1A ayat (2) huruf c UU PPN yang mengatur bahwa :
Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f (penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang) dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang;

Memori penjelasannya adalah:
"Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat usaha, baik sebagai pusat maupun cabang-cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut telah memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jenderal Pajak, maka pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat usaha ke tempat usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya, atau antar cabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat-tempat pajak terutang".

Bahwa penegasan tentang penyerahan antar unit (intern) perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha terpadu telah ada sejak lama yaitu dalam Surat Edaran Nomor SE-03/PJ.3/1985 tertanggal 28 Januari 1985 tentang PPN dalam Perusahaan Terpadu yang Menghasilkan Baik BKP maupun Bukan BKP (Seri PPN-24) yang berbunyi:

"1. 2 Agraria-industri: Sebagai contoh, Perkebunan yang mengusahakan kelapa sawit (tidak diproses) dan pabrik/kilang minyak kelapa sawit melalui proses produksi, baik untuk dijual di dalam negeri maupun ekspor. Pada dasarnya penyerahan antar unit (intern) perusahaan, bukan merupakan Penyerahan Kena Pajak dan karenanya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, tergantung dari barang yang dihasilkan oleh unit-unit yang bersangkutan yaitu berupa Barang Kena Pajak atau bukan Barang Kena Pajak".

Dengan demikian penyerahan TBS dari kebun ke pabrik bukan merupakan penyerahan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1A UU PPN, tetapi merupakan penyerahan di dalam satu unit usaha yaitu penyerahan antar divisi untuk proses produksi selanjutnya karena usaha Pemohon Banding adalah kegiatan usaha yang terpadu (integrated);

bahwa terkait dengan alasan yang dikemukakan oleh Terbanding dalam rangka koreksi positif atas Pajak Masukan aquo dan mengingat peraturan perundang-undangan yang berlaku Majelis berpendapat:

1. bahwa Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai termasuk dalam kategori hukum publik dimana karakteristik materi yang diatur didalamnya bersifat material seperti pengaturan mengenai kondisi, keadaan, peristiwa hukum yang menimbulkan kewajiban hukum dibidang perpajakan yang biasa disebut dengan objek pajak,subjek pajak, tarif pajak dan sebagainya sehingga sering disebut sebagai Undang-Undang pajak material;
2. bahwa timbulnya kewajiban Pajak Pertambahan Nilai hanya dimungkinkan apabila terjadi suatu peristiwa sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang PPN yaitu:
- penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha di dalam Daerah Pabean;
- Impor Barang Kena Pajak;
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean;
- Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
3. bahwa terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah sebuah konsekwensi dari terjadinya perbuatan/peristiwa hukum (taatbestand) di bidang perpajakan (disebut sebagai objek pajak) yang menimbulkan kewajiban di bidang perpajakan berupa kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan;
4. bahwa ketentuan mengenai tidak dapat dikreditkannya Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 16B ayat (3) UU PPN haruslah difahami dengan memperhatikan ayat-ayat yang diatur sebelumnya dalam Pasal 16B tersebut;

bahwa Pasal 16B ayat (3) UU PPN tidaklah berdiri sendiri tetapi karena Pasal 16B terdiri dari 3 (tiga) ayat, maka untuk memahami kandungan yang terdapat dalam ayat (3) haruslah difahami bahwa materi yang terkandung dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) yang ada dalam Pasal 16B merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan;

bahwa ayat (1) Pasal 16B UU PPN mengatur mengenai penyerahan yang bagaimana yang mendapatkan fasilitas berupa tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN, ayat (2) mengatur mengenai perlakuan Pajak Masukan atas penyerahan yang mendapatkan fasilitas tidak dipungut PPN dan ayat (3) mengatur mengenai perlakuan Pajak Masukan atas penyerahan yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.

bahwa dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud Pasal 16B ayat (3) UU PPN haruslah berhubungan dengan adanya penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN atau dengan kata lain, pajak masukan tidak dapat dikreditkan apabila terjadi penyerahan BKP/JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN;

bahwa dengan demikian, pendapat Terbanding yang menyatakan bahwa seluruh Pajak Masukan yang dibayarkan atas perolehan BKP/JKP yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan dalam hal ini menghasilkan TBS, tidak dapat dikreditkan karena sesuai ketentuan Pasal 16B ayat (3) UU PPN adalah bertolak belakang atau bertentangan dengan makna Pasal 16B;
5. bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (5) dan (6), Pasal 16B Undang-Undang PPN juncto Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, dan fakta yang ada, dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut:
- bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
- bahwa Tandan Buah Segar adalah termasuk Barang Kena Pajak yang bersifat strategis;
- bahwa Pemohon Banding melakukan penyerahan Tandan Buah Segar;
- bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;
- bahwa yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud Pasal 16B;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan determinasi dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (terutang pajak) adalah adanya suatu peristiwa/objek pajak yang memiliki persyaratan sebagai berikut:
- adanya penyerahan, pemanfaatan, impor dan atau ekspor;
- atas Barang Kena Pajak berwujud maupun tidak berwujud;
- di dalam daerah Pabean;
- dilakukan Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak;

bahwa selain hal-hal sebagaimana dikemukakan di atas ditambahkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak menyatakan:

Pasal 1 angka 1:
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak adalah pemakaian untuk kepentingan Pengusaha sendiri, Pengurus, atau diberikan kepada anggota keluarganya atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, selain pemakaian Barang Kena Pajak untuk tujuan produktif.

Pasal 2 :
Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak ertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.;
b. bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 70 P/HUM/2013 pasalpasal yang menjadi objek dalam perkara hak uji materiil yang diajukan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia dinyatakan bahwa:
- Pasal 1 angka 1 huruf c, Pasal 1 angka 2 huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor &Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku untuk umum;
- Memerintahkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk mencabut Pasal 1 angka 1 huruf c. Pasal 1 angka 2 huruf a. , Pasal 2 angka 1 huruf f, dan Pasal 2 angka 2 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berpendapat secara hierarki persyaratan terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang menimbulkan kewajiban di bidang perpajakan selalu dimulai dari terjadinya suatu kegiatan atau peristiwa yang menyebabkan beralihnya hak atas suatu barang dan atau jasa dari dan atau kepada Subjek Pajak dalam hal ini adalah Pengusaha Kena Pajak atau Pengusaha;

bahwa dengan demikian pernyataan Terbanding “ tidak dapat dikreditkannya Pajak Masukan sehubungan untuk menghasilkan TBS dikarenakan kategori penyerahannya yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan bukan pada hubungan sebab akibat telah terjadi atau tidak terjadi penyerahan/penjualan TBS yang selanjutnya berdampak pada dapat atau tidak dapatnya Pajak Masukan dikreditkan ”justru bertolak belakang atau bertentangan dengan sifat yang menjadi ciri karakteristik pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat material yang mengedepankan adanya suatu peristiwa hukum yang kemudian menimbulkan kewajiban hukum dibidang perpajakan;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pernyataan Terbanding tidak dapat dikreditkannya Pajak Masukan sehubungan untuk menghasilkan TBS dikarenakan kategori penyerahannya yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan bukan pada hubungan sebab akibat telah terjadi atau tidak terjadi penyerahan/penjualan TBS yang selanjutnya berdampak pada dapat atau tidak dapatnya Pajak Masukan dikreditkan, tidak memiliki dasar pijakan hukum yang kuat;

bahwa dengan demikain Majelis berketetapan untuk tidak mempertahankan Koreksi positif Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp22.046.918,00 yang dilakukan Terbanding.
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dihitung kembali menjadi sebagai berikut :

Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Terbanding................................ Rp1.797.273.726,00
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan ................... Rp 22.046.918,00
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Majelis....................................... Rp1.819.320.644,00
Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundangundangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan : Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-377/WPJ.06/2014 tanggal 10 Maret 2014, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2007 Nomor 00018/207/07/073/13 tanggal 22 Maret 2013, atas nama: XXX, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak :
- Ekspor ............................................................. Rp 18.415.236.492,00
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri .... Rp 5.056.407.147,00
- Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN ................................................... Rp -
- Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut ............... Rp 15.355.670.480,00
- Penyerahan Barang dan Jasa yang dibebaskan ........................................................ Rp 1.577.678.604,00
Jumlah seluruh penyerahan ....................................... Rp 40.404.992.723,00
Perhitungan PPN Kurang Bayar :
- Pajak keluaran yang dipungut/dibayar sendiri ........... Rp 505.640.715,00
- Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan ............... Rp 1.819.320.644,00
Jumlah perhitungan PPN kurang bayar ......................... Rp ( 1.313.679.929,00)
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan Ke Masa Pajak.................(karena pembetulan) Rp 1.313.679.929,00
PPN yang kurang dibayar ......................................... Rp -
Sanksi administrasi: Kenaikan Pasal 13 (3) UU KUP....... Rp -
Jumlah PPN yang masih harus dibayar......................... Rp -

Demikian diputus di Jakarta pada hari Selasa tanggal 19 Mei 2015 berdasarkan musyawarah Majelis XIIIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

Drs. AAA ............................................. sebagai Hakim Ketua,
BBB, S.H., M.M. ................................... sebagai Hakim Anggota,
Drs. CCC, S.H., M.PKN. ......................... sebagai Hakim Anggota,
yang dibantu oleh:
Dra. DDD, M.M. ................................... sebagai Panitera Pengganti,

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal 11 Agustus 2015 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

BBB, S.H., M.M. ................................... sebagai Hakim Ketua,
Drs. CCC, S.H., M.PKN. ......................... sebagai Hakim Anggota,
FFF, Ak., M.M, C.A. .............................. sebagai Hakim Anggota,
yang dibantu oleh:
Dra. DDD, M.M. ................................... sebagai Panitera Pengganti,

dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA