Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.58489/PP/M.IA/16/2014

Jenis Pajak : PPN
Tahun Pajak : 2010
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Pengenaan Sanksi Administrasi Pasal 13 ayat (3) Undang-undang KUP berupa kenaikan 100%;
Menurut Terbanding : bahwa Terbanding berpendapat bahwa pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari PPN yang kurang dibayar telah sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3) UU KUP karena berdasarkan hasil pemeriksaan disimpulkan bahwa pada Masa Pajak Desember 2010 terdapat jumlah yang seharusnya tidak dikompensasikan ke masa pajak berikutnya sebagai akibat adanya koreksi positif penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri dan koreksi positif pajak masukan yang dapat dikreditkan;
Menurut Pemohon Banding : bahwa selain mengajukan banding atas reklasifikasi penyerahan sebagaimana tersebut di atas, Pemohon Banding juga menyatakan tidak setuju atas penggunaan Pasal 13 ayat (3) huruf c UU Nomor 28 Tahun 2008 tentang KUP berupa pengenaan sanksi kenaikan 100%;
Menurut Majelis : bahwa yang menjadi sengketa adalah penerapan sanksi kenaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Ayat (3) huruf c Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU KUP);

bahwa Menurut Terbanding, sanksi Pasal 13 Ayat (3) huruf c UU KUP diterapkan pada Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) pada setiap Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun pajak, sedangkan menurut Pemohon Banding seharusnya diterapkan hanya pada Masa Akhir Tahun Pajak;

bahwa Terbanding menerapkan ketentuan Pasal 13 Ayat (3) huruf c UU KUP untuk Masa Desember 2010, dikarenakan berdasarkan hasil pemeriksaannya terdapat kompensasi kelebihan pembayaran pajak sejumlah Rp23.399.242.695,00 yang seharusnya tidak dikompensasikan, dengan perhitungan sebagai berikut:

Uraian Menurut SPT
(Rp)
Menurut Terbanding
(Rp)
Koreksi
(Rp)
PPN Keluaran 5.390.257.859,00 7.133.148.778,00 1.742.890.919,00
PPN dapat dikreditkan 28.789.500.554,00 28.785.353.754,00 4.146.800,00
PPN Kurang (Lebih) Bayar (23.399.242.695,00) (21.652.204.976,00) 1.747.037.719,00
Kompensasi ke Masa Januari 2011 23.399.242.695,00 23.399.242.695,00 0,00
PPN kurang bayar 0,00 1.747.037.719,00 1.747.037.719,00
Sanksi Pasal 13 ayat (3) UU KUP 0,00 1.747.037.719,00 1.747.037.719,00
PPN yang masih harus dibayar 0,00 3.494.075.438,00 3.494.075.438,00

bahwa menurut Pemohon Banding, pengenaan sanksi Pasal 13 Ayat (3) huruf c UU KUP oleh Terbanding adalah tidak tepat, dikarenakan kompensasi dari Masa Pajak Nopember 2010 tidak digunakan untuk membayar utang PPN Masa Desember 2010, karena untuk PPN Masa Desember 2010 juga terdapat kelebihan pembayaran pajak;

bahwa Pemohon Banding menerapakan tahun buku meliputi periode 1 April 2010 sd 31 Maret 2011, sehingga kelebihan pembayaran pajak yang terjadi pada suatu Masa Pajak dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya, dan karena menurut perhitungan Pemohon Banding pada masa Maret 2011 terdapat kelebihan pemabayaran pajak maka Pemohon Banding hanya mengajukan restitusi PPN untuk Masa Pajak Maret 2011;

bahwa beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang-undang KUP dan Undang-undang PPN yang terkait dengan sengketa ini antara lain adalah sebagai berikut:

bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas barang Mewah sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 (selanjutnya disebut UU PPN), antara lain diatur sebagai berikut:

Pasal 9 Ayat (2) :
“ Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama”;

Pasal 9 Ayat (3) :
“ Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak”;

Pasal 9 Ayat (4) :
“ Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya “;

Memory Penjelasan:
“ Dalam suatu Masa pajak dapat terjadi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran. Kelebihan Pajak Masukan tersebut tidak dapat diminya kembali pada masa Pajak yang bersangkutan, tetapi dikompensasikan ke masa Pajak berikutnya”;

Contoh:
Masa Pajak Mei 2010
- Pajak keluaran
- Pajak masukan
- Pajak Lebih Bayar
: Rp 2.000.000.000,00
: Rp 4.500.000.000,00
: Rp 2.500.000.000,00
Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2010;

Masa Pajak Juni 2010:
- Pajak keluaran
- Pajak masukan
- Pajak Kurang Dibayar
- Kompensasi dari masa Mei 2010
- Pajak Lebih Bayar masa Juni 2010
: Rp 3.000.000.000,00
: Rp 2.000.000.000,00
: Rp 1.000.000.000,00
: Rp 2.500.000.000,00
: Rp 1.500.000.000,00
Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juli 2010;

Pasal 9 Ayat (4a) :
“ Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku”;

Memory Penjelasan:
“ Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak sesuai dengan ketentuan pada ayat (4) dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. Namun, apabila kelebihan Pajak Masukan terjadi pada Masa Pajak akhir tahun buku, kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi)”;

“ Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah Masa Pajak saat Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar)”;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 Ayat (4) dan Ayat (4a) UU PPN, Majelis berpendapat sebagai berikut:
  1. bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat pajak yang lebih bayar, maka kelebihan pajak tersebut dikompensasikan ke Masa pajak berikutnya, dan tidak dapat dimintakan restitusi pada masa pajak yang bersangkutan;
  2. bahwa kompensasi kelebihan pajak dari Masa Pajak sebelumnya, diperhitungkan terhadap pajak yang terutang/kurang dibayar pada Masa Pajak berjalan, dan apabila masih terdapat pajak yang lebih bayar dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya;
  3. bahwa apabila kelebihan pajak yang dibayar terjadi pada Masa Pajak akhir tahun buku, maka dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi);

bahwa berdasarkan uraian tersebut, kelebihan pembayaran PPN pada Masa Pajak September 2010 tidak dapat dimintakan restitusi oleh Pemohon Banding, tetapi harus dikompensasikan ke Masa Pajak Oktober2010 untuk diperhitungkan terhadap PPN yang kurang dibayar pada Masa Pajak Mei 2010 (bila ada), dan selanjutnya apabila setelah diperhitungkan masih terdapat kelebihan pembayaran PPN maka harus dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2010;

bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor: 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU KUP), antara lain diatur sebagai berikut:

Pasal 13 Ayat (1) huruf c :
“ Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhimya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nllai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenal tarif 0% (nol persen)";

Pasal 13 Ayat (3) huruf c :
“ Jumlah Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar".

bahwa terhadap penerapan sanksi Pasal 13 Ayat (3) hueuf c UU KUP, Majelis berpendapat sebagai berikut:
1) bahwa untuk menentukan besarnya jumlah PPN yang kurang atau lebih dibayar pada suatu Masa Pajak, harus dihitung berdasarkan jumlah PPN Keluaran dan jumlah PPN Masukan yang dapat dikreditkan pada Masa Pajak yang bersangkutan (vide Pasal 9 Ayat (2) UU PPN);
2) bahwa apabila berdasarkan perhitungan tersebut pada angka 1 tersebut secara normatip diperoleh hasil : terdapat PPN yang kurang dibayar maka harus dibayar/dilunasi oleh Wajib Pajak (vide Pasal 9 Ayat (3), sedangkan apabila terdapat kelebihan pembayaran PPN maka harus dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya oleh Wajib Pajak (vide pasal 9 Ayat (4) UU PPN;

bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat pengenaan sanksi Pasal 13 Ayat (3) huruf c UU KUP dapat diterapkan apabila Wajib Pajak melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 13 Ayat (1) huruf c UU KUP, yang menyatakan: “Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen)";

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 Ayat (2), Ayat (3) dan Ayat (4) UU PPN, Majelis berpendapat bahwa prasa ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak harus dimaknai bahwa: “ tidak seharusnya dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya karena ternyata tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak pada Masa Pajak yang bersangkutan”;

bahwa dengan demikian sanksi pasal 13 Ayat (3) huruf c UU KUP hanya dapat dikenakan apabila dalam suatu Masa Pajak, Wajib Pajak telah melakukan kompensasi kelebihan pembayaran pajak ke Masa Pajak berikutnya, yang ternyata (berdasarkan hasil pemeriksaan) diketahui tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak pada masa pajak yang bersangkutan;

Penerapan Sanksi Pasal 13 Ayat (3) huruf c UU KUP

bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 9 Ayat (4) dan Ayat (4a) UU PPN, timbul pertanyaan apakah sanksi Pasal 13 Ayat (3) huruf c UU KUP harus diterapkan pada setiap Masa Pajak dalam satu tahun buku, atau hanya dikenakan pada Masa Pajak akhir tahun buku;

bahwa Majelis berpendapat, apabila dalam setiap Masa Pajak dalam tahun buku terdapat kelebihan pembayaran pajak, maka berdasarkan ketentuan Pasal 9 Ayat (4) UU PPN Wajib Pajak tidak dapat mengajukan restitusi pada setiap Masa Pajak tetapi harus menunggu sampai dengan Masa Pajak akhir tahun buku;

bahwa pelaksanaan ketentuan Pasal 9 Ayat (4) UU PPN dilakukan dengan cara pelaporan SPT Masa PPN untuk setiap Masa Pajak harus berkelanjutan/berkesinambungan dengan SPT Masa PPN Masa Pajak berikutnya, sehingga SPT Masa PPN untuk Masa Pajak akhir tahun buku merupakan akumulasi dari 12 (dua belas) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun buku;

bahwa karena SPT Masa PPN dalam satu tahun buku merupakan satu rangkaian yang berkesinambungan, maka unsur kompensasi kelebihan pembayaran pajak pada suatu Masa Pajak merupakan faktor yang menentukan perhitungan pada Masa Pajak akhir tahun buku;

bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat apabila dalam suatu Masa Pajak dalam tahun buku Wajib Pajak melakukan kompensasi kelebihan pembayaran pajak yang ternyata tidak seharusnya dikompensasikan, maka tidak seharusnya kepada Wajib Pajak dikenakan sanksi Pasal 13 Ayat (3) huruf c UU KUP pada Masa Pajak yang bersangkutan, tetapi Wajib Pajak harus membayar/melunasi sejumlah kompensasi yang seharusnya tidak dilakukan tersebut guna menjaga kesinambungannya dengan Masa Pajak berikutnya (sebagaimana diuraikan sebelumnya);

bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-32/PJ.3/1988 tanggal 28 Juli 1988 tentang Petunjuk Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (Seri Pajak Pertambahan Nilai – 124), pada Romawi II angka 8 dinyatakan : “ Jika dalam penerapan SK Menteri Keuangan Nomor : 4651KMK.01/1987 telah diterbitkan SKP untuk beberapa Masa Pajak dan diantara Masa Pajak tersebut dalam SKP terdapat kelebihan yang seharusnya tidak dikompensasikan maka atas kelebihan pajak tersebut tidak dikenakan sanksi kenaikan Pasal 13 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983.

Tetapi kelebihan pajak yang terjadi dalam Masa Pajak terakhir dari Masa Pajak tersebut dalam SKP maka atas kelebihan pajak yang tidak seharusnya dikompensasikan tersebut dikenakan sanksi Pasal 13 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 ”;

bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis berpendapat karena tahun buku Pemohon Banding meliputi periode 1 April 2010 s/d 31 Maret 2011, maka pengenaan sanksi Pasal 13 Ayat (3) huruf c UU KUP untuk Masa Pajak Desember 2010 adalah tidak tepat, sehingga harus dibatalkan;
menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding, dan menghitung kembali Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember 2010 menjadi sebagai berikut :

Ekspor
Penyerahan PPN harus dipungut sendiri cfm Keputusan
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan
Penyerahan PPN harus dipungut sendiri cfm Majelis
Penyerahan PPN-nya tidak dipungut cfm Keputusan
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan
Penyerahan PPN-nya tidak dipungut cfm Majelis
Jumlah seluruh penyerahan cfm Majelis
Pajak Keluaran
Pajak Masukan
PPN yang kurang / (lebih) dibayar
Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak
PPN yang kurang dibayar
Sanksi Administrasi : Pasal 13 ayat (3) KUP
Jumlah PPN yang masih harus dibayar
Rp 352.829.066.047,00
Rp 71.331.487.781,00
Rp 5.638.946.975,00
Rp 65.692.540.806,00
Rp 379.434.334,00
Rp 5.638.946.975,00
Rp 6.018.381.309,00
Rp 424.539.988.162,00
Rp 6.569.254.080,00
Rp 28.785.353.754,00
(Rp 22.216.099.674,00)
Rp 23.399.242.695,00
Rp 1.183.143.021,00
Rp 0,00
Rp 1.183.143.021,00
mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
memutuskan : Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-2184/WPJ.07/2013 tanggal 22 Oktober 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2010 Nomor: 00939/207/10/055/12 tanggal 14 Agustus 2012, atas nama : PT. XXX, sehinggga jumlah yang masih harus dibayar adalah sebagai berikut:

Jumlah seluruh penyerahan
Pajak Keluaran
Pajak Masukan
PPN yang kurang / (lebih) dibayar
Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak
PPN yang kurang dibayar
Sanksi Administrasi : Pasal 13 ayat (3) KUP
Jumlah PPN yang masih harus dibayar
Rp 424.539.988.162,00
Rp 6.569.254.080,00
Rp 28.785.353.754,00
(Rp 22.216.099.674,00)
Rp 23.399.242.695,00
Rp 1.183.143.021,00
Rp 0,00
Rp 1.183.143.021,00.

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Senin tanggal 3 Nopember 2014, oleh Hakim Majelis I Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor: Pen.00650/PP/PM/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014, dengan susunan Hakim Majelis I dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

ABC
DEF
GHI
JKL
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Panitera Pengganti,

Dan Putusan Nomor : Put.58489/PP/M.IA/16/2014 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 15 Desember 2014, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

DEF
MNO
GHI
JKL
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Panitera Pengganti,

dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, dan dihadiri oleh Terbanding, namun tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA