Penjelasan Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga jual pabrik atau 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan ingin dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Ayat (2)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga jual pabrik atau 80% (delapan puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial ingin dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan misalnya barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 80% (delapan puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan misalnya barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Ayat (3)
Perubahan tarif cukai yang dimaksud dalam ayat ini dapat berupa perubahan dari persentase harga dasar (advalorum) menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai (spesifik) atau sebaliknya. Demikian pula dapat berupa gabungan dari kedua sistem tersebut.
Perubahan tarif ini mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk kepentingan penerimaan negara, untuk pembatasan konsumsi barang kena cukai, dan untuk memudahkan pemungutan atau pengawasan barang kena cukai.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "DPR RI" adalah komisi yang membidangi keuangan.
Yang dimaksud dengan "alternatif kebijakan" adalah kebijakan besaran tarif cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.
Persetujuan DPR RI pada ayat ini antara lain sebagai upaya perlindungan dan keberpihakan terhadap industri hasil tembakau yang padat karya terutama yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin.
Ayat (5)
Cukup jelas.