(1) |
Pembiayaan Utang Daerah terdiri atas:
a. |
Pinjaman Daerah |
b. |
Obligasi Daerah; dan |
c. |
Sukuk Daerah. |
|
(2) |
Pembiayaan Utang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. |
(3) |
Pemerintah tidak memberikan jaminan atas Pembiayaan Utang Daerah. |
(4) |
Pemerintah Daerah dilarang melakukan Pembiayaan langsung dari pihak luar negeri. |
(5) |
Nilai bersih maksimal Pembiayaan Utang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam 1 (satu) tahun anggaran terlebih dahulu mendapat persetujuan DPRD. |
(6) |
Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pada saat pembahasan APBD. |
(7) |
Dalam hal tertentu, Kepala Daerah dapat melakukan Pembiayaan melebihi nilai bersih maksimal yang telah disetujui DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan dilaporkan sebagai perubahan APBD tahun yang bersangkutan. |
(8) |
Pembiayaan Utang Daerah yang memenuhi persyaratan teknis dapat dilakukan melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah setelah mendapat pertimbangan dari Menteri, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. |