pen Pasal 25
Pasal 25
Ayat (1)
Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan
pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib
Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan
pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan
atau pemungutan pajak. Yang dimaksud dengan "suatu" pada ayat ini
adalah 1 (satu) keberatan harus diajukan terhadap 1 (satu) jenis pajak
dan 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak.
Contoh:
Keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2008 dan Tahun
Pajak 2009 harus diajukan masing-masing dalam 1 (satu) surat keberatan
tersendiri. Untuk 2 (dua) Tahun Pajak tersebut harus diajukan 2 (dua)
buah surat keberatan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "alasan-alasan yang menjadi dasar
penghitungan" adalah alasan-alasan yang jelas dan dilampiri dengan
fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan, atau bukti pemotongan.
Ayat (3)
Batas waktu pengajuan surat keberatan ditentukan dalam waktu 3 (tiga)
bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak
tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dengan maksud agar Wajib Pajak mempunyai waktu yang cukup memadai
untuk mempersiapkan surat keberatan beserta alasannya. Apabila ternyata
bahwa batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh
Wajib Pajak karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force
majeur), tenggang waktu selama 3 (tiga) bulan tersebut masih dapat
dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak.
Ayat (3a)
Ketentuan ini mengatur bahwa persyaratan pengajuan keberatan bagi Wajib
Pajak adalah harus melunasi terlebih dahulu sejumlah kewajiban
perpajakannya yang telah disetujui Wajib Pajak pada saat pembahasan
akhir hasil pemeriksaan. Pelunasan tersebut harus dilakukan sebelum
Wajib Pajak mengajukan keberatan.
Ayat (4)
Permohonan keberatan yang tidak memenuhi salah satu syarat sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan surat keberatan, sehingga
tidak dapat dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan
Keberatan.
Ayat (5)
Tanda penerimaan surat yang telah diberikan oleh pegawai Direktorat
Jenderal Pajak atau oleh pos berfungsi sebagai tanda terima surat
keberatan apabila surat tersebut memenuhi syarat sebagai surat
keberatan. Dengan demikian, batas waktu penyelesaian keberatan dihitung
sejak tanggal penerimaan surat dimaksud. Apabila surat Wajib Pajak
tidak memenuhi syarat sebagai surat keberatan dan Wajib Pajak
memperbaikinya dalam batas waktu penyampaian surat keberatan, batas
waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak diterima surat berikutnya
yang memenuhi syarat sebagai surat keberatan.
Ayat (6)
Agar Wajib Pajak dapat menyusun keberatan dengan alasan yang kuat,
Wajib Pajak diberi hak untuk meminta dasar pengenaan pajak,penghitungan
rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu, Direktur Jenderal Pajak berkewajiban untuk memenuhi
permintaan tersebut.
Ayat (7)
Ayat ini mengatur bahwa Jatuh tempo pembayaran yang tertera dalam surat
ketetapan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Keberatan. Penangguhan jangka waktu
pelunasan pajak menyebabkan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 tidak diberlakukan atas
jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding, jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan, dan
penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak
tidak melunasi utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh
persen).
Contoh:
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar
Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus
dibayar sebesar Rp 200.000.000.00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian
SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan
keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan
sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus
dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00. Dalam hal ini, Wajib Pajak
tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19,
tetapi dikenai sanksi sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x
(Rp750.000.000.00-Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.
Ayat (10)
Cukup jelas.