pen Pasal 28
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup jetas.
Ayat (5)
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode
pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba
atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam
penerapan:
- stelsel pengakuan penghasilan;
- tahun buku;
- metode penilaian persediaan; atau
- metode penyusutan dan amortisasi.
Stelsel akrual adalah
suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan
diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi,
tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu
dibayar secara tunai.
Termasuk dalam pengertian stetsel akrual adalah pengakuan penghasilan
berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang
umumnya dipakai daiam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai
dalam bidang usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT)
dan real estat.
Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas
penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
Menurut stelsei kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan
apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode
tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar
telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu.
Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau
perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang
tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya
tidak berlangsung lama. Dalam stetsel kas murni, penghasilan dari
penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari
pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa,
dan biaya operasi lain dibayar.
Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan
yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari
tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan
pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan
dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara
lain sebagai berikut:
1) |
Penghitungan
jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan,
baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok
penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan. |
2) |
Dalam
memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak- hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi. |
3) |
Pemakaian
stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten). |
Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat
juga dinamakan stelsel campuran.
Ayat (6)
Pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus
sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya
dalam hal penggunaan metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas
atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, dan metode penilaian
persediaan. Namun, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan
syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada Direktur Jenderal
Pajak sebelum dimuiainya tahun buku yang bersangkutan dengan
menyampaikan alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat yang
mungkin timbul dari perubahan tersebut.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam
prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari
kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode
pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri, misalnya dalam
metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan aktiva tetap
dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.
Contoh:
Wajib Pajak da!am tahun 2008 menggunakan metode penyusutan "garis lurus
atau straight line method. Jika da!am tahun 2009 Wajib Pajak bermaksud
mengubah metode penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan
saldo menurun atau declining balance method, Wajib Pajak harus minta
persetujuan terlebih dahulu kepada Direktur jenderai Pajak yang
diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2009 dengan menyebutkan alasan
dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan
tersebut.
Selain itu, perubahan periode tahun buku Juga berakibat berubahnya
jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak. Oleh karena itu,
perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal
Pajak.
Tahun Pajak adalah sama dengan tahun kalender kecuali Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Apabila
Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender, penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun
yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih.
Contoh:
a. Tahun buku 1 Juli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009 adalah
Tahun Pajak 2008.
b. Tahun buku 1 Oktober 2008 sampai dengan 30 September 2009
adalah Tahun Pajak 2009.
Ayat (7)
Pengertian pembukuan teiah diatur dalam Pasai 1 angka 29. Pengaturan
dalam ayat ini dimaksudkan agar berdasarkan pembukuan tersebut dapat
dihitung besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya
Pajak Penghasilan, pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari
pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat
juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau
nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang
Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan
yang tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau
sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undang perpajakan
menentukan lain.
Ayat (8)
Cukup jeias.
Ayat (9)
Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatanusaha
dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan
penerimaan penghasilan lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata
menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan
bebas, pencatatannya hanya mengenai penghasitan bruto, pengurang, dan
penghasilan neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Di samping
itu, pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Ayat (10)
Dihapus.
Ayat (11)
Buku, catatan, dan dokumen termasuk yang diselenggarakan secara program
aplikasi on-line dan hasil pengolahan data elektronik yang menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh)
tahun di Indonesia. Hal itu diimaksudkan agar apabila Direktur Jenderal
Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau
pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan.
Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan buku, Catatan, dan
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus
dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan
kewajaran penyimpanan.
Ayat (12)
Cukup jelas.