1   2   3   4   5   6

 

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

 

PETUNJUK UMUM

 

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

1.

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan menandatanganinya.

2.

SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang lain bukan Wajib Pajak sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.

3.

SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor      Kep-214/PJ./2001.

4.

Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

5.

Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2001.

6.

Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

7.

Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).

8.

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal tersebut.

9.

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6 (enam) bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut penghitungan sementara tersebut.

Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

10.

Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

 


PETUNJUK KHUSUS

 

Dalam rangka membantu dan memudahkan pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.

Bagi Pemotong Pajak yang membayarkan upah kepada pegawai tidak tetap yang seluruh atau sebagian dari PPh Pasal 21 terutangnya ditanggung Pemerintah harus melampirkan suatu daftar         khusus yang memuat nama pegawai tidak tetap, jumlah penghasilan bruto, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), PPh Pasal 21 yang terutang, dan PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah.

2.

Yang wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 (Formulir 1721) adalah setiap Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terdiri dari:

a.

pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap termasuk juga badan atau organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai Pemotong Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;

b.

bendaharawan Pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga Pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;

c.

dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua;

d.

perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;

e.

perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri;

f.

yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi;

g.

perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;

h.

penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan) yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

 

Perusahaan dan badan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, e, dan g termasuk Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, perusahaan swasta dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan badan atau organisasi internasional dalam bentuk apapun yang tidak dikecualikan sebagai Pemotong Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.

 

3.

Bagi pemotong pajak yang tidak wajib memasukkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (1771) wajib menyampaikan daftar biaya.

 

4.

Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dapat menyampaikan lampiran 1721 A-1 dalam bentuk media elektronik (a.l. disket atau cartridge) dalam struktur data yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, sedangkan Induk SPT (Formulir 1721) tetap harus diisi dan ditandatangani oleh Pemotong Pajak dan disampaikan bersama lampirannya secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan atau dikirim melalui Kantor Pos secara tercatat atau dengan cara lain yang diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

 


PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR

LAMPIRAN I (FORMULIR 1721-A)

 

DAFTAR PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU

TUNJANGAN HARI TUA/TABUNGAN HARI TUA (THT)/

JAMINAN HARI TUA (JHT)

 

Formulir ini merupakan daftar nominatif pegawai tetap dan penerima pensiun atau THT/JHT dan PPh Pasal 21 yang dipotong dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

Dalam pengertian pegawai tetap termasuk komisaris dan anggota dewan pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap.

 

Yang dimaksud dengan Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua (THT)/Jaminan Hari Tua (JHT) adalah THT/JHT yangdibayarkan secara bulanan atau teratur.

 

TAHUN TAKWIM

Bagian ini diisi dengan tahun takwim yang bersangkutan dalam kotak yang berkenaan.

Contoh :

2

0

0

2

 

NPWP PEMOTONG PAJAK

Bagian ini diisi dengan NPWP Pemotong Pajak, sesuai dengan yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

NAMA PEMOTONG PAJAK

Bagian ini diisi dengan nama Pemotong Pajak, sesuai dengan yang tercantum pada Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (Kartu NPWP).

 

A.

DAFTAR PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT YANG PENGHASILAN NETONYA MELEBIHI PTKP

 

NOMOR URUT

Kolom (1)

 

Kolom ini diisi sesuai dengan nomor urut yang tercantum pada tiap lembar Formulir 1721-A1 atau Formulir 1721-A2.

 

NAMA

Kolom (2)

 

Kolom ini diisi dengan nama pegawai tetap dan penerima pensiun atau THT/JHT sesuai dengan yang tercantum pada tiap lembar Formulir 1721-A1 atau Formulir 1721-A2.

 

Bagi pegawai tetap dan penerima pensiun atau THT/JHT lainnya yang tidak dibuatkan Formulir 1721-A1 atau 1721-A2, namanya tidak perlu dicantumkan satu per satu.

 

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

Kolom (3)

 

Kolom ini diisi dengan NPWP pegawai tetap dan penerima pensiun atau THT/JHT sesuai dengan yang tercantum pada tiap lembar Formulir 1721-A1 atau Formulir 1721-A2.

 

PENGHASILAN BRUTO

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah pada Angka 9 dari Formulir 1721-A1, atau dengan jumlah pada Angka 10 dari Formulir 1721-A2.

 

PPh PASAL 21 TERUTANG

Kolom (5)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah pada Angka 21 dari Formulir 1721-A1, atau dengan jumlah pada Angka 18 dari Formulir 1721-A2.

 

PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH

Kolom (6)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah pada angka 22 dari Formulir 1721-A1.

 

JUMLAH

 

Bagian ini diisi dengan:

-

Jumlah pegawai tetap dan penerima pensiun atau THT/JHT, baik yang mempunyai NPWP maupun tidak;

-

Hasil penjumlahan penghasilan bruto pada Kolom (4); dan

-

Hasil penjumlahan PPh Pasal 21 terutang pada kolom (5).

-

Hasil penjumlahan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah pada Kolom (6).

 

B.

JUMLAH PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT YANG PENGHASILAN NETONYA TIDAK MELEBIHI PTKP

 

Bagian ini diisi dengan:

-

Jumlah pegawai tetap dan penerima pensiun atau THT/JHT yang penghasilan netonya tidak melebihi PTKP.

-

Jumlah penghasilan bruto pegawai tetap dan penerima pensiun atau THT/JHT yang penghasilan netonya tidak melebihi PTKP.

           

C.

JUMLAH A + B

 

Bagian ini diisi dengan:

 

-

Hasil penjumlahan jumlah orang pada bagian A dengan bagian B Selanjutnya pindahkan     hasil penjumlahan tersebut ke Formulir 1721 huruf A Angka 1 kolom (2);

-

Hasil penjumlahan penghasilan bruto pada bagian A dengan bagian B Selanjutnya pindahkan hasil penjumlahan tersebut ke Formulir 1721 huruf A Angka 1 Kolom (3).

-

Jumlah yang sesuai dengan jumlah Kolom (5) PPh Pasal 21 terutang pada bagian A. Selanjutnya pindahkan jumlah tersebut ke Formulir 1721 huruf A Angka 1 Kolom (4).

-

Jumlah yang sesuai dengan jumlah Kolom (6) PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah pada bagian A. Selanjutnya dilakukan penjumlahan dengan jumlah kolom (6) PPh Ditanggung Pemerintah Formulir 1721-B kemudian pindahkan hasil penjumlahan tersebut ke Formulir 1721 huruf A Angka 4.

 


LAMPIRAN I-A (FORMULIR 1721-A1)

 

PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 PEGAWAI TETAP

ATAU PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI TUA/

TABUNGAN HARI TUA (THT)/JAMINAN HARI TUA (JHT)

 

Formulir ini digunakan oleh Pemotong Pajak PPh Pasal 21 untuk menghitung besarnya penghasilan dan PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan dari setiap pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT yang jumlah penghasilan netonya melebihi PTKP, dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dapat menyampaikan Formulir 1721-A1 dengan menggunakan media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

 

Formulir ini tidak perlu diisi oleh Bendaharawan Pemerintah, PT Taspen atas pembayaran pensiun kepada penerima pensiun atau THT/JHT pegawai negeri dan pejabat negara, serta PT Asabri atas pembayaran pensiun kepada penerima pensiun atau THT/JHT pegawai negeri sipil dilingkungan TNI/POLRI.

 

Dalam pengertian pegawai tetap termasuk Komisaris atau anggota Dewan Pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap.

 

Yang dimaksud dengan Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua (THT)/Jaminan Hari Tua (JHT) adalah THT/JHT yang dibayarkan secara bulanan atau teratur.

 

TAHUN TAKWIM

Bagian ini diisi dengan tahun takwim yang bersangkutan dalam kotak yang berkenaan.

Contoh :

2

0

0

2

 

NOMOR URUT

Bagian ini diisi dengan nomor urut pengisian tiap lembar Formulir 1721-A1.

 

NPWP PEMOTONG PAJAK

Bagian ini diisi dengan NPWP Pemotong Pajak, sesuai dengan yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

NAMA PEMOTONG PAJAK

Bagian ini diisi dengan nama Pemotong Pajak, sesuai dengan yang tercantum pada Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (Kartu NPWP).

 

ALAMAT PEMOTONG PAJAK

Bagian ini diisi dengan alamat Pemotong Pajak, sesuai dengan yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

NAMA PEGAWAI ATAU PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT

Bagian ini diisi dengan nama pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT.

 

NPWP PEGAWAI ATAU PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT

Bagian ini diisi dengan NPWP pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT yang bersangkutan jika pegawai atau penerima pensiun atau THT/JHT tersebut telah mempunyai NPWP.

 

ALAMAT PEGAWAI ATAU PENERIMA PENSIUN/THT

Bagian ini diisi dengan alamat tempat tinggal pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT yang bersangkutan.

 

JABATAN

Bagian ini diisi dengan jabatan pegawai tetap yang bersangkutan.

 

STATUS, JENIS KELAMIN, DAN KARYAWAN ASING

Berilah tanda X dalam kotak yang sesuai dengan status, jenis kelamin dan status karyawan asing pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT.

 

Status tersebut ditentukan menurut keadaan pada tanggal 1 Januari tahun yang bersangkutan atau pada permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

JUMLAH TANGGUNGAN KELUARGA UNTUK PTKP

Isilah titik-titik yang tersedia dengan jumlah tanggungan keluarga yang berhak mendapatkan pengurangan PTKP, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap pegawai tetap termasuk komisaris dan anggota dewan pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap dan untuk setiap penerima pensiun atau THT/JHT.

 

Jumlah tanggungan keluarga tersebut ditentukan menurut keadaan pada tanggal 1 Januari tahun yang bersangkutan atau pada permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

Bagi karyawati dengan status kawin, PTKP yang dapat dikurangkan hanya untuk dirinya sendiri (TK/-) kecuali ada keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan dalam tahun takwim yang bersangkutan. Dalam hal demikian, maka PTKP yang dapat ikurangkan selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

 

Bagi karyawati status tidak kawin, PTKP yang dapat dikurangkan selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

 

Penjelasan:

K/-

berarti status kawin dan tidak mempunyai tanggungan keluarga;

TK/-         

berarti status tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan keluarga atau karyawati status kawinyang suaminya menerima atau memperoleh penghasilan dalam tahun takwim yang bersangkutan.

K/1

berarti status kawin dan mempunyai tanggungan keluarga sebanyak 1 (satu) orang;

TK/1

berarti status tidak kawin tetapi mempunyai tanggungan keluarga sebanyak 1 (satu) orang.

dan seterusnya.

 

MASA PEROLEHAN PENGHASILAN

Bagian ini diisi dengan masa perolehan penghasilan dalam tahun takwim yang bersangkutan (misalnya : Januari s.d. Desember 2002; Januari s.d. Mei 2002; Maret s.d. Desember 2002; dan sebagainya).

 

 

A.

RINCIAN PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21

 

PENGHASILAN BRUTO

 

Angka 1 sampai dengan Angka 9 diisi dengan jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT selama masa perolehan penghasilan tersebut.

 

 

Angka 1

GAJI/PENSIUN ATAU THT/JHT

 

Bagian ini diisi dengan jumlah gaji atau pensiun atau THT/JHT yang diterima atau diperoleh secara bulanan atau teratur oleh pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

 

Angka 2

TUNJANGAN PPh

 

Bagian ini diisi dengan jumlah tunjangan PPh yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

 

Angka 3

TUNJANGAN LAINNYA, UANG LEMBUR, DAN SEBAGAINYA

 

Bagian ini diisi dengan jumlah tunjangan, seperti tunjangan isteri dan atau tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpor, tunjangan pendidikan anak, dan tunjangan lainnya dengan nama apapun, termasuk uang penggantian, uang lembur, dan sebagainya, yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

 

Angka 4

HONORARIUM DAN IMBALAN LAIN SEJENISNYA

 

Bagian ini diisi dengan jumlah honorarium/imbalan lain, yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun/THT/JHT dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

 

Angka 5

PREMI ASURANSI YANG DIBAYAR PEMBERI KERJA

 

Bagian ini diisi dengan jumlah premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar pemberi kerja kepada perusahaan asuransi atau penyelenggara Jamsostek untuk pegawai tetap dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

 

Angka 6

PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN

LAINNYA YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21

 

Bagian ini diisi dengan jumlah yang sebenarnya dikeluarkan oleh pemberi kerja sehubungan dengan pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan kepada pegawai yang bersangkutan oleh pemberi kerja yang bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

 

 

Angka 7

JUMLAH (1 S.D. 6)

 

Bagian ini diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 1 sampai dengan jumlah pada Angka 6.

 

 

Angka 8

TANTIEM, BONUS, GRATIFIKASI, JASA PRODUKSI, DAN THR

 

Bagian ini diisi dengan jumlah tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, Tunjangan Hari Raya (THR), dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya diberikan sekali dalam setahun yang diterima atau diperoleh pegawai tetap termasuk komisaris dan anggota dewan pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap dan penerima pensiun atau THT/JHT dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

 

Angka 9

JUMLAH PENGHASILAN BRUTO (7 + 8)

 

Bagian ini diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 7 dan jumlah Angka 8.

 

 

PENGURANGAN

Angka 10

BIAYA JABATAN/BIAYA PENSIUN ATAS

PENGHASILAN PADA ANGKA 7

 

a.

BAGI PEGAWAI TETAP

 

Bagian ini diisi dengan jumlah biaya jabatan yang diperbolehkan, yaitu sebesar 5% dari jumlah penghasilan pada Angka 7, dengan batasan paling tinggi Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) dalam sebulan, menurut banyaknya bulan perolehan.

b.

BAGI PENERIMA PENSIUN ATAU THT/JHT

 

Bagian ini diisi dengan jumlah biaya pensiun yang diperbolehkan, yaitu sebesar 5% dari jumlah penghasilan pada Angka 7, dengan batasan paling tinggi Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) dalam sebulan, menurut banyaknya bulan perolehan.

 

 

Angka 11

BIAYA JABATAN/BIAYA PENSIUN ATAS PENGHASILAN PADA ANGKA 8

 

Bagian ini diisi dengan jumlah biaya jabatan/biaya pensiun yang diperbolehkan, yaitu sebesar 5% dari tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR (jumlah pada Angka 8), sepanjang jumlah yang diisikan pada Angka 10 belum mencapai jumlah batasan paling tinggi yang diperbolehkan, yaitu     Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) setahun untuk pegawai tetap atau Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) setahun untuk penerima pensiun atau THT/JHT. Perlu diperhatikan bahwa hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 10 dengan jumlah pada Angka 11 ini tidak boleh melebihi jumlah batasan paling tinggi tersebut.

 

Beberapa contoh penghitungan biaya jabatan untuk pegawai tetap adalah sebagai berikut :

 

Contoh 1:

 

Misalnya masa perolehan penghasilan adalah Januari s.d. Desember 2002 (12 bulan).

 

Apabila diketahui bahwa jumlah pada Angka 7 adalah Rp 30.000.000,00 dan jumlah pada Angka 8 adalah Rp 0.000.000,00, maka jumlah biaya jabatan pada Angka 10 adalah Rp 1.296.000,00.

 

Jumlah pada Angka 10 tersebut diperoleh dari 5% x Rp 30.000.000,00 = Rp 1.500.000,00, namun yang diisikan pada Angka 10 adalah Rp 1.296.000,00 yaitu jumlah batasan paling tinggi yang diperbolehkan.

 

Dengan demikian pada Angka 11 ini diisi NIHIL karena jumlah yang diisikan pada Angka 10 telah mencapai jumlah batasan paling tinggi yang diperbolehkan.

 

Contoh 2:

 

Misalnya masa perolehan penghasilan adalah Januari s.d. Desember 2002 (12 bulan).

 

Apabila diketahui bahwa jumlah pada Angka 7 adalah Rp 20.000.000,00 dan jumlah pada Angka 8 adalah Rp 10.000.000,00, maka jumlah biaya jabatan yang diisikan pada Angka 10 adalah Rp 1.000.000,00 yaitu 5% x Rp 20.000.000,00.

 

Dengan demikian pada Angka 11 ini diisi Rp 296.000,00, yaitu meskipun 5% x Rp 10.000.000,00 adalah sebesar Rp 500.000,00, namun yang diisikan pada Angka 11 hanya sebesar Rp 296.000,00, karena jumlah pada Angka 10 (Rp 1.000.000,00) ditambah dengan jumlah pada Angka 11 tidak boleh melebihi jumlah batasan paling tinggi yang diperbolehkan yaitu Rp 1.296.000,00.

 

Cara penghitungan pada kedua contoh tersebut di atas, berlaku pula bagi penerima pensiun atau THT/JHT.

 

Angka 12

IURAN PENSIUN ATAU IURAN THT/JHT

 

Bagian ini diisi dengan jumlah iuran pensiun yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai   tetap kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau pembayaran iuran THT/JHT kepada badan penyelenggara THT/JHT yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

 

Angka 13

JUMLAH PENGURANGAN (10 + 11 + 12)

 

Bagian ini diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 10, Angka 11 dan jumlah pada Angka 12.

 

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21

Angka 14

JUMLAH PENGHASILAN NETO (9 - 13)

 

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 9 dengan jumlah pada Angka 13.

 

Angka 15

PENGHASILAN NETO MASA SEBELUMNYA

 

Bagian ini hanya diisi oleh Pemotong Pajak yang baru baik karena pegawai yang bersangkutan      adalah pindahan dari kantor pusat atau kantor cabang lainnya dari pemberi kerja yang sama             maupun karena pindah kerja ke pemberi kerja yang lain dalam tahun berjalan, atau oleh Dana Pensiun bagi peserta Dana Pensiun yang baru pensiun. Jumlah yang diisikan adalah sesuai dengan jumlah pada Angka 14 dari Formulir 1721-A1 yang dibuat oleh kantor pusat atau kantor cabang       lainnya tempat pegawai tersebut dikaryakan sebelumnya, atau pemberi kerja sebelumnya (untuk      pegawai yang pindah dari pemberi kerja lain) atau oleh pemberi kerja sebelum pegawai tersebut pensiun. Untuk keperluan ini, maka pegawai atau penerima penghasilan berkewajiban untuk menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 1721 A-1 (dibuat oleh Pemotong Pajak lama) kepada Pemotong Pajak yang baru.

 

Angka 16

JUMLAH PENGHASILAN NETO UNTUK PENGHITUNGAN PPh

PASAL 21 (SETAHUN/DISETAHUNKAN)

 

Bagian ini diisi dengan memperhatikan keadaan-keadaan sebagai berikut :

1.

Apabila masa perolehan penghasilan meliputi 1 (satu) tahun takwim, yaitu Januari s.d. Desember, bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada angka 14.

2.

Apabila masa perolehan penghasilan meliputi masa kurang dari 1 (satu) tahun takwim, maka:

 

a.

Dalam hal pegawai yang bersangkutan pada akhir masa perolehan penghasilan      yang dipindahkan ke kantor pusat atau cabang lainnya dari pemberi kerja yang sama, oleh Pemotong Pajak yang lama diisi dengan hasil perhitungan sebagai berikut:

 

b.

Jumlah pada Angka 7 dikurangi dengan jumlah pada Angka 10 dan Angka 12 kemudian disetahunkan dan selanjutnya ditambah dengan jumlah pada Angka 8 setelah dikurangi dengan jumlah pada Angka 11.

Contoh:

Misalnya masa perolehan penghasilan adalah Januari s.d. Mei 2002 (5 bulan).Apabila diketahui bahwa:

 

 

-

Jumlah pada Angka 7 adalah Rp 30.000.000,00

 

 

-

Jumlah iuran pensiun pada Angka 12 adalah Rp 100.000,00

 

 

-

Jumlah gratifikasi pada Angka 8 adalah Rp 10.000.000,00, maka:

 

 

-

Jumlah biaya jabatan pada Angka 10 adalah Rp 540.000,00 (meskipun 5% x Rp 30.000.000,00 = Rp 1.500.000,00, namun jumlah paling tinggi yang diperbolehkan adalah 5 x Rp 108.000,00 = Rp 540.000,00).

 

 

-

Jumlah biaya jabatan pada Angka 11 adalah Nihil, karena jumlah pada Angka 10 telah mencapai jumlah paling tinggi yang diperbolehkan.

 

 

-

Untuk mengisi angka 16 dihitung sebagai berikut:

(Jumlah pada Angka 7 dikurangi dengan jumlah pada Angka 10 dikurangi dengan jumlah pada Angka 12) yang disetahunkan adalah Rp. 70.464.000,00, yaitu 12/5 x (Rp 30.000.000,00 - Rp 540.000,00 - Rp. 100.000,00).

 

 

-

Jumlah pada Angka 8 dikurangi jumlah pada Angka 11 adalah Rp 10.000.000,00, yaitu Rp 10.000.000,00 dikurangi Nihil.

 

 

-

Dengan demikian jumlah yang diisikan pada Angka 16 ini adalah Rp 80.464.000,00, yaitu Rp. 70.464.000,00 + Rp. 10.000.000,00.

 

c.

Dalam hal pegawai yang bersangkutan pada akhir masa perolehan penghasilan:

1.

Berhenti menjadi pegawai, namun tidak meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau

2.

Berhenti menjadi pegawai karena pensiun atau pindah ke pemberi kerja lainnya di Indonesia.

maka Angka 16 ini oleh Pemotong Pajak yang lama diisi dengan jumlah sesuai dengan jumlah pada Angka 14.

 

 

d.

Dalam hal pegawai yang bersangkutan:

1.

Pada akhir masa perolehan penghasilan berhenti menjadi pegawai dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau

2.

Berhenti menjadi pegawai karena meninggal dunia, atau

3.

Pegawai dari luar negeri (expatriate) yang baru berada di Indonesia dalam tahun takwim yang bersangkutan.

 

 

maka Angka 16 ini diisi dengan jumlah pada Angka 7 dikurangi dengan jumlah pada Angka 10 dan Angka 12 kemudian disetahunkan dan selanjutnya ditambah dengan jumlah pada Angka 8 setelah dikurangi dengan jumlah pada Angka 11.

 

 

Contoh butir 1, 2 dan 3 adalah sesuai perhitungan sebagaimana dimaksud dalam   angka 2 huruf a diatas.

 

e.

Dalam hal pegawai yang bersangkutan adalah pegawai baru (benar-benar baru mulai bekerja), yang pada tanggal 1 Januari tahun yang bersangkutan telah berada atau bertempat tinggal di Indonesia, pada Angka 16 ini diisi dengan jumlah sesuai dengan jumlah pada Angka 14.

 

f.

Dalam hal pegawai yang bersangkutan adalah pindahan dari kantor pusat atau

cabang lainnya dari pemberi kerja yang sama atau pegawai baru karena pindahan dari pemberi kerja lain, atau baru pensiun, pada Angka 16 ini oleh Pemotong Pajak yang baru diisi dengan hasil penjumlahan jumlah pada Angka 14 dengan jumlah pada Angka 15.

                                                                       

Angka 17

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

 

Bagian ini diisi dengan jumlah PTKP setahun yang besarnya dihitung dengan memperhatikan jumlah tanggungan keluarga untuk PTKP dengan ketentuan sebagai berikut :

a.

Untuk diri pegawai tetap dan penerima pensiun        

Rp 2.880.000,00

b.

Tambahan untuk pegawai tetap dan penerima pensiun yang kawin

Rp 1.440.000,00

c.

Tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang

Rp 1.440.000,00

                                               

 

Angka 18

PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN (16 - 17)

 

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 16 dengan jumlah pada Angka 17.

           

 

Angka 19

PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN

 

Bagian ini diisi dengan hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas penghasilan kena pajak pada    Angka 18.

 

Angka 20

PPh PASAL 21 YANG TELAH DIPOTONG MASA SEBELUMNYA

 

Bagian ini hanya diisi oleh Pemotong Pajak yang baru baik karena pegawai yang bersangkutan adalah pindahan dari kantor pusat atau kantor cabang lainnya dari pemberi kerja yang sama maupun karena pindah kerja ke pemberi kerja yang lain dalam tahun berjalan, atau oleh Dana Pensiun bagi peserta Dana Pensiun yang baru pensiun. Jumlah yang diisikan adalah sesuai dengan jumlah pada Angka 21 dari Formulir 1721-A1 yang dibuat oleh kantor pusat atau kantor cabang lainnya tempat pegawai tersebut dikaryakan sebelumnya atau oleh pemberi kerja sebelumnya, atau oleh pemberi kerja sebelum pegawai tersebut pensiun.

 

 

Angka 21

PPh PASAL 21 TERUTANG

 

Bagian ini diisi dengan memperhatikan keadaan-keadaan sebagai berikut:

1.

Dalam hal penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 pada Angka 16 adalah jumlah yang tidak disetahunkan (lihat butir 1, butir 2 huruf b dan d petunjuk pengisian Angka 16), maka bagian ini diisi dengan jumlah sesuai dengan jumlah pada Angka 19.

2.

Dalam hal pegawai yang bersangkutan adalah pindahan dari kantor pusat atau kantor cabang lainnya dari pemberi kerja yang sama atau pegawai baru karena pindahan dari pemberi kerja lain, atau pegawai baru pensiun (lihat butir 2 huruf e petunjuk pengisian Angka 16), maka bagian ini diisi dengan jumlah hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 19 dengan jumlah pada Angka 20.

3.

Dalam hal jumlah penghasilan neto untuk penghitungan PPh Pasal 21 pada Angka 16 merupakan hasil penghitungan yang disetahunkan (lihat butir 2 huruf a dan c petunjuk pengisian Angka 16), maka bagian ini diisi dengan jumlah pajak yang sebanding, sesuai dengan banyaknya masa perolehan penghasilan, terhadap jumlah total pajak sebagai hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas penghasilan kena pajak pada Angka 18.

 

Contoh:

Masa perolehan penghasilan misalnya 6 bulan, yakni Januari s.d. Juni 2002 dan Penghasilan Kena Pajak pada Angka 18 adalah Rp 50.000.000,00.

                                           

Hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas penghasilan kena pajak pada Angka 18 adalah sebesar Rp 3.750.000,00, sebagai hasil dari penghitungan sebagai berikut :

5% x Rp 25.000.000,00

=

Rp 1.250.000,00

10% x Rp 25.000.000,00

=

Rp 2.500.000,00

 

 

Rp 3.750.000,00

 

Dengan demikian Angka 21 ini diisi dengan jumlah Rp 1.875.000,00, yaitu 6/12 x Rp 3.750.000,00.

                                                                       

Angka 22

PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH

 

Bagian ini diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah pada tahun takwin yang bersangkutan. Dalam hal hasil penghitungan PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah lebih besar dari PPh Pasal 21 terutang (angka 21) maka maksimum jumlah yang diisikan pada angka 22 adalah sebesar jumlah pada angka 21.

 

Angka 23

PPh PASAL 21 YANG HARUS DIPOTONG (21 - 22)

 

Bagian itu diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 21 dikurangi dengan jumlah pada Angka 22.

 

Angka 24

PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 26 YANG TELAH DIPOTONG DAN DILUNASI

 

Bagian ini diisi dengan jumlah PPh Pasal 21, dan PPh Pasal 26 (dalam hal pegawai Wajib Pajak luar negeri berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri), yang telah dipotong dan dilunasi oleh Pemotong Pajak untuk tahun takwim yang bersangkutan, dan kompensasi kelebihan tahun takwim sebelumnya.

 

Angka 25

JUMLAH PPh PASAL 21 YANG KURANG/LEBIH DIPOTONG

 

Bagian ini diisi dengan memperhatikan keadaan-keadaan sebagai berikut:

-

Dalam hal jumlah pada Angka 23 lebih besar dari jumlah pada Angka 24, maka bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 23 dengan jumlah pada Angka 24 dan isikan tanda X dalam kotak a. YANG KURANG DIPOTONG (23 - 24); atau

-

Dalam hal jumlah pada Angka 24 lebih besar dari jumlah pada Angka 23, maka bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 24 dengan jumlah pada Angka 23 dan isikan tanda X dalam kotak b. YANG LEBIH DIPOTONG (24 - 23); atau

-

Dalam hal jumlah pada Angka 23 sama besarnya dengan jumlah pada Angka 24, maka bagian ini diisi NIHIL.

                                                           

Angka 26

 

Bagian ini diisi dengan memperhatikan keadaan-keadaan sebagai berikut:

-

Dalam hal jumlah pada Angka 25 menunjukkan jumlah yang kurang dipotong, maka bagian ini diisi dengan jumlah kekurangan PPh Pasal 21 tahun takwim yang bersangkutan yang dipotong dari gaji bulan diisinya Formulir 1721-a1 serta isikan tanda X dan bulan yang bersangkutan dalam kotak a. DIPOTONG DARI PEMBAYARAN GAJI BULAN ………………… TAHUN …………………; atau

-

Dalam hal jumlah pada Angka 25 menunjukkan jumlah yang lebih dipotong, maka bagian ini diisi dengan jumlah kelebihan PPh Pasal 21 tahun takwim yang bersangkutan yang diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 bulan diisinya Formulir 1721-A1 serta isikan tanda x dan bulan yang bersangkutan dalam kotak b. DIPERHITUNGKAN DENGAN PPh PASAL 21 BULAN ………………… TAHUN ………………………

 

                       

B.

Bagian ini diisi dengan tanda X dalam kotak yang sesuai serta tanda tangan pimpinan sebagaimana dimaksud Formulir 1721 (atau yang ditunjuknya) atau kuasanya, nama lengkap yang membubuhkan tanda tangannya, serta tempat, tanggal, bulan, dan tahun diisinya Formulir 1721-A1 ini, pada tempat yang sudah tersedia.