DEPARTEMEN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT
JENDERAL PAJAK
PETUNJUK
PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK
PENGHASILAN BADAN
PETUNJUK
UMUM
Berdasarkan
ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah
sebagai berikut:
1. |
Setiap Wajib Pajak wajib
mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan
menandatanganinya. |
2. |
SPT Tahunan ditandatangani oleh
pengurus, direksi, atau orang lain bukan Wajib Pajak sepanjang dilampiri
dengan surat kuasa khusus. |
3. |
SPT Tahunan dianggap tidak
disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri
keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-214/PJ./2001. |
4. |
Wajib Pajak harus mengambil
sendiri formulir SPT Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah akhir Tahun Pajak. |
5. |
Penyampaian SPT Tahunan
dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan
jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2001. |
6. |
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan
SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima)
bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan
setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan. |
7. |
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang
terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak (Bank
Persepsi). |
8. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat
memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan (PPh
Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus diajukan secara
tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan
formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal tersebut. |
9. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak
dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6 (enam)
bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan
mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1 (satu) tahun
pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut penghitungan
sementara tersebut. Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu
yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan,
dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus
ribu rupiah). |
10. |
Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan
SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah
pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT
Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. |
PETUNJUK
PENGISIAN FORMULIR
LAMPIRAN
- I (FORMULIR 1771 -I dan FORMULIR 1771 - I/$)
- PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO FISKAL
1. |
PENGHASILAN NETO KOMERSIAL |
Yang
dimaksud dengan penghasilan neto komersial adalah semua penghasilan yang
sebenarnya diterima dan atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar
kegiatan usaha termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak
termasuk Objek Pajak, dikurangi dengan pengeluaran/biaya-biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan berdasarkan sistem dan metode
pembukuan komersial yang dianut secara taat azas seperti yang tercemin dalam
laporan keuangan komersial, sebelum dilakukan penyesuaian-penyesuaian fiskal
berdasarkan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya.
a. |
Diisi dengan jumlah
penerimaan/perolehan bruto dari kegiatan usaha. |
b. |
Diisi dengan jumlah biaya
langsung dan biaya tidak langsung yang berkaitan dengan produksi/pembelian
dan pemasaran barang atau jasa yang dihasilkan dan dijual atau yang
diperdagangkan, kecuali biaya-biaya umum dan administrasi. Bagi perusahaan
yang kegiatan usahanya tidak menghasilkan/memperdagangkan produk barang atau
jasa (seperti : holding company, dana pensiun, reksa dana, KIK-EBA, dan modal
ventura), pada dasarnya tidak ada biaya-biaya yang termasuk dalam kategori
harga pokok penjualan, sehingga seluruh biaya perusahaan dapat dimasukkan ke
dalam kategori biaya umum dan administrasi. |
c. |
Diisi dengan biaya-biaya
umum dan administrasi dari kegiatan usaha. |
d. |
Cukup jelas. |
e. |
Diisi dengan jumlah
penghasilan neto (setelah dikurangi biaya-biaya yang terkait) yang
diterima/diperoleh selain dari kegiatan usaha tersebut pada huruf a, seperti :
penghasilan dari modal, penghasilan dari penjualan/pengalihan/persewaan
harta, serta penghasilan lainnya yang bukan merupakan penghasilan dari
kegiatan usaha atau tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha. |
2. |
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN FINAL DAN YANG TIDAK
TERMASUK OBJEK PAJAK |
Untuk
menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
ketentuan umum, penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak
termasuk sebagai Objek Pajak harus dikeluarkan. Diisi dengan jumlah penghasilan
neto komersialnya dan dalam hal mengalami kerugian komersial, diisi sesuai
dengan jumlah kerugian komersial tersebut, sehingga hasil pengurangan pada
jumlah penghasilan neto fiskalnya menjadi nihil.
3. |
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF |
Yang
dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap
penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan
yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak
berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah
penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.
a. |
Penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh, pengeluaran perusahaan untuk
pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan
pribadi/keluarga, biaya premi asuransi pribadi/keluarga, dan pengeluaran
lainnya untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan. |
|
b. |
Penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, pembentukan atau pemupukan dana cadangan
secara fiskal tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis
usaha tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk
menutup beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal
diperkenankan, yang terbatas pada : piutang tak tertagih untuk usaha bank dan
sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), cadangan klaim dan
cadangan kerugian untuk usaha asuransi, serta cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan. Lihat: Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 80/KMK.04/1995 s.t.d.t.d. Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 204/KMK.04/2000. |
|
c. |
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3)
huruf d UU PPh, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in-kind)
bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu
sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun pemberian natura berupa penyediaan
makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian
natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan
keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau
karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti : pakaian dan
peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan,
antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal), dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan. Lihat: Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 466/KMK.04/2000. |
|
d. |
Penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan
lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang
saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang
jumlahnya tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang
berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang
melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba. |
|
e. |
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3)
huruf a UU PPh, bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan
penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai
dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9
ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan
harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Zakat atas penghasilan yang
dibayar oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama
Islam dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak, dengan syarat: |
|
|
- |
Penghasilan yang dikenakan
zakat merupakan Objek Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan; |
|
- |
Pembayaran zakat dilakukan kepada
Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau
disahkan pembentukannya oleh Pemerintah Pusat/Daerah; Dengan demikian zakat atas
harta selain penghasilan dan zakat atas penghasilan yang tidak memenuhi
persyaratan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan(perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan). |
f. |
Penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh, Pajak Penghasilan badan serta kredit pajak
bukan merupakan biaya perusahaan. |
|
g. |
Berdasarkan pasal 4 ayat (3)
huruf i UU PPh, bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh
karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian
berdasarkan Pasal 9 ayat 1) huruf j UU PPh, bagi perseroan tersebut
pembayaran gaji kepada para anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan. |
|
h. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal
9 ayat (1) huruf k UU PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan. |
|
i. |
Cukup jelas (lihat lampiran
Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal). |
|
j. |
Cukup jelas (lihat lampiran
Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal). |
|
k. |
Penyesuaian
berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat
ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak
tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. Lihat: |
|
|
- |
Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep-184/PJ./2002; |
|
- |
Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002. |
l. |
Penyesuaian berdasarkan
ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya,
dalam hal: |
|
|
- |
terdapat penghasilan yang tidak
diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan tidak bersifat final; |
|
- |
terdapat biaya-biaya
perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi
tidak dapat diakui secara fiskal. |
4. |
PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF |
Yang
dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap
penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan
yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak
berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi
penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.
a. |
Cukup jelas (lihat lampiran
Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal). |
|
b. |
Cukup jelas (lihat lampiran
Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal). |
|
c. |
Penyesuaian berdasarkan
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan
bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. Lihat: |
|
|
- |
Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep-141/PJ./1999; |
|
- |
Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep-563/PJ./2001; |
|
- |
Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep-184/PJ./2002; |
|
- |
Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002. |
d. |
Penyesuaian berdasarkan ketentuan
umum Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat
biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara
komersial akan tetapi dapat diakui secara fiskal. |
5. |
FASILITAS PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN NETO |
Diisi
dari Daftar Fasilitas Penanaman Modal angka 5 (lampiran khusus SPT).
6. |
PENGHASILAN NETO FISKAL |
Cukup
Jelas.
LAMPIRAN
II (FORMULIR 1771 - II dan FORMULIR 1771 - II/$)
- KREDIT PAJAK DALAM NEGERI
Diisi
dengan rincian bukti pungut PPh Pasal 22 dan bukti potong PPh Pasal 23 yang
telah dibayar melalui pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain, atas
penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final yang diterima/diperoleh
dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak ini.
LAMPIRAN
III (FORMULIR 1771 - III dan FORMULIR 1771 - III/$)
- KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
Diisi
dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang di
luar negeri atas penghasilan yang diterima/diperoleh dari negara tersebut, yang
dikenakan Pajak Penghasilan di Indonesia tidak bersifat final dan dilaporkan
dalam SPT Tahunan tahun pajak ini.
Pengkreditan
Pajak Penghasilan yang terutang/dibayar di luar negeri terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang di Indonesia (kolom (7)) tidak boleh melebihi jumlah
tertentu yang dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:
Jumlah Penghasilan Dari LN |
X
Total PPh Terutang |
Penghasilan
Kena Pajak |
atau sama
dengan total PPh terutang, mana yang lebih kecil
Dalam
hal penghasilan yang diterima/diperoleh di luar negeri berasal dari beberapa
negara, maka penghitungan kredit pajak berdasarkan formula tersebut dilakukan
untuk masing-masing negara (ordinary credit per country basis).
Lihat:
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002.
LAMPIRAN
IV (FORMULIR 1771 - IV DAN FORMULIR 1771 - IV/$)
- PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL
- PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK
PAJAK
Diisi dengan penghasilan-penghasilan tertentu yang
dikenakan PPh final baik melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan
menyetor sendiri serta penghasilan-penghasilan tertentu yang tidak termasuk
sebagai Objek Pajak yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak ini, sesuai
dengan jumlah bruto atau nilai transaksinya. Wajib Pajak wajib memperlihatkan
serta membuat daftar rincian bukti-bukti pemotongan/pembayaran pajaknya apabila
diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban pajak.
LAMPIRAN
V (FORMULIR 1771 - V dan FORMULIR 1771 - V/$)
- DAFTAR PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL
- DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS
- |
Wajib Pajak yayasan dan
badan-badan lain yang tidak dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta KIK
Reksa Dana dan KIK - EBA, cukup mengisi Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal
dengan pernyataan : "TIDAK ADA", pada kolom (2). |
- |
Wajib Pajak perusahaan masuk
bursa, pemegang saham publik tidak perlu dirinci per nama (dapat dinyatakan secara
kumulatif) kecuali apabila kepemilikan sahamnya berjumlah 5% atau lebih dari
jumlah modal disetor. |
- |
Daftar Susunan Pengurus Dan
Komisaris diisi lengkap tetapi tidak termasuk tingkat manajer. |
LAMPIRAN
VI (FORMULIR 1771 - VI dan FORMULIR 1771 - VI/$)
- DAFTAR PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN
AFILIASI
- DAFTAR PINJAMAN DARI/KEPADA PEMEGANG
SAHAM DAN
ATAU
PERUSAHAAN AFILIASI
- |
Kedua daftar diisi dengan
angka saldo akhir tahun berdasarkan laporan keuangan komersial yang
dilampirkan pada SPT Tahunan. |
- |
Penyertaan modal yang
dicantumkan adalah penyertaan modal yang memenuhi kriteria hubungan istimewa
baik langsung maupun tidak langsung. |
- |
Pinjaman yang dicantumkan adalah
pinjaman dari/kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa baik
langsung maupun tidak langsung. |
- |
Wajib Pajak yang tidak
mempunyai penyertaan modal atau penyertaan modalnya tidak memenuhi kriteria
hubungan istimewa, demikian pula Wajib Pajak yang tidak mempunyai pinjaman
dari/kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, cukup mengisi
daftar dengan pernyataan : "TIDAK ADA", pada kolom (2). |
SPT
INDUK (FORMULIR 1771 dan FORMULIR 1771/$)
TAHUN PAJAK:
Isilah kotak
yang tersedia dengan angka tahun buku dan periode tahun buku perusahaan.
Contoh: |
Tahun buku 2002 |
|
|||||||||||||
|
Periode Januari-Desember |
||||||||||||||
|
|
NPWP:
Diisi sesuai
dengan NPWP yang tercantum dalam Kartu NPWP.
NAMA WAJIB PAJAK:
Diisi
sesuai dengan nama yang tercantum dalam Kartu NPWP.
ALAMAT:
Diisi
sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Kartu NPWP. Kode pos dan nomor telpon
apabila tidak tercantum dalam Kartu NPWP tetap wajib diisi.
NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (KHUSUS BUT):
Diisi
sesuai dengan nama negara domisili fiskal kantor pusat BUT di luar negeri
sesuai ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku,
atau dalam hal belum ada P3B, berdasarkan ketentuan Undang-undang Perpajakan
Indonesia.
JENIS USAHA:
Diisi
sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang dilakukan. Apabila jenis kegiatan usaha
lebih dari satu, maka yang dipilih adalah jenis kegiatan usaha yang utama/inti.
Pengisian Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) dilakukan oleh KPP tempat Wajib
Pajak terdaftar.
PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN:
Dalam
hal menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, sebutkan
Nomor dan Tanggal Surat Persetujuan Direktur Jenderal Pajak, serta Tahun
dimulainya. Nyatakan apakah pembukuan/laporan keuangan perusahaan untuk tahun
buku ini "Diaudit" atau "Tidak Diaudit" oleh Akuntan
Publik, dengan mengisi kotak yang sesuai dengan "X". Dalam hal
diaudit, isilah Opini Akuntan dalam kotak yang tersedia dengan kode angka
sebagai berikut:
1. |
- |
untuk opini |
: |
Wajar Tanpa Syarat; |
2. |
- |
untuk opini |
: |
Wajar Dengan Syarat; |
3. |
- |
untuk opini |
: |
Tidak Wajar; |
4. |
- |
untuk |
: |
Tidak Ada Opini. |
NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK:
Diisi
apabila pembukuan/laporan keuangan perusahaan oleh Akuntan Publik.
NPWP :
Cukup
jelas.
NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK :
Diisi
apabila dalam rangka melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya Wajib Pajak
menggunakan jasa Konsultan Pajak.
NPWP:
Cukup
jelas.
A. |
PENGHASILAN KENA PAJAK: |
1. |
Cukup jelas. |
2. |
Kompensasi kerugian fiskal
dari tahun-tahun pajak yang lalu berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh atau karena
memperoleh fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang
lebih lama. Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom
Tahun Pajak ini (lampiran khusus SPT). |
3. |
Apabila hasil pengurangan angka
1 dengan angka 2 menunjukkan jumlah negatif, maka angka 3 diisi dengan nilai
"0" (nol). |
B. |
PAJAK PENGHASILAN TERUTANG: |
4. |
Diisi dengan jumlah hasil
penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak pada angka 3, sebagai
berikut: |
|
|
Lapisan Penghasilan Kena Pajak |
Tarif Pajak |
|
S.d. Rp
50.000.000,- |
10% |
|
Di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,- |
15% |
|
Di atas Rp100.000.000,- |
30% |
Catatan:
Untuk keperluan
penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam
ribuan rupiah penuh.
5. |
Dalam hal memperoleh pengurangan
atau pengembalian pajak atas penghasilan yang terutang/dibayar di luar negeri
(PPh Pasal 24), yang sebelumnya telah diperhitungkan sebagai kredit PPh yang
terutang pada tahun pajak yang lalu, diisi sebesar jumlah pengurangan atau
pengembalian pajak tersebut. Lihat: Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 164/KMK.03/2002. |
|||||||||||||||
6. |
Cukup Jelas. |
|||||||||||||||
C. |
KREDIT PAJAK: |
|||||||||||||||
7. |
Dalam hal memperoleh
fasilitas PPh ditanggung Pemerintah atas penghasilan dari pekerjaan jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan atau jasa pemasok dalam rangka proyek Pemerintah
yang dananya seluruhnya atau sebagian dibiayai dengan hibah dan atau pinjaman
luar negeri, diisi sebesar jumlah PPh yang tidak bersifat final yang dihitung
dengan formula sebagai berikut:
Lihat:
|
8. |
Cukup Jelas. |
9. |
Beri tanda "X"
dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada
angka 6 dengan jumlah pada angka 7 dan angka 8. |
10. |
Huruf a dan b cukup Jelas. Huruf
c diisi sebesar jumlah Fiskal Luar Negeri pegawai perusahaan yang ditanggung
oleh perusahaan dalam rangka perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan perusahaan,
sepanjang dapat dibuktikan pembayarannya oleh perusahaan dan sepanjang tidak
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Huruf d diisi sebesar jumlah
PPh atas penghasilan dari pengalihan tanah dan bangunan bagi perusahaan
selain pengembang/real estat dan yayasan atau organisasi sejenis, yang
dilaporkan dalam Formulir 1771-I angka 1 huruf e. |
D. |
PPh KURANG/LEBIH BAYAR: |
11. |
Beri tanda "X"
dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah
pada angka 9 dengan jumlah pada angka 10. |
E. |
PERMOHONAN: Beri
tanda "X" dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan
permohonan yang dimaksud. |
F. |
ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN: Penghitungan
besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun berjalan untuk semua Wajib
Pajak, atas penghasilan yang dikenakan PPh yang tidak bersifat final. |
a. |
Penghasilan yang menjadi
dasar penghitungan angsuran, bagi: |
|
|
- |
Wajib Pajak pada umumnya,
adalah berdasarkan penghasilan teratur menurut SPT Tahunan tahun pajak yang
lalu; |
|
- |
Wajib Pajak BUMN/BUMD,
adalah berdasarkan rencana pendapatan menurut RKAP tahun pajak berjalan yang telah
disetujui/disahkan oleh RUPS dan setelah dilakukan penyesuaian fiskal
berdasarkan ketentuan UU PPh. Apabila RKAP tahun pajak berjalan belum
disetujui/disahkan oleh RUPS, maka digunakan rencana pendapatan dari RKAP
tahun pajak yang lalu setelah dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan
ketentuan UU PPh; |
|
- |
Wajib Pajak bank dan
perusahaan pembiayaan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease),
adalah berdasarkan penghasilan neto menurut laporan keuangan triwulan
terakhir yang disetahunkan dan setelah dilakukan penyesuaian fiskal
berdasarkan ketentuan UU PPh. Lihat: Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000 s.t.d.t.d. Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 84/KMK.03/2002. |
b. |
Diisi dari Perhitungan Kompensasi
Kerugian Fiskal, jumlah kolom Tahun Berjalan (lampiran khusus SPT). |
|
c. |
Cukup jelas. |
|
d. |
Cukup jelas. |
|
e. |
Cukup jelas. |
|
f. |
Cukup jelas. |
|
g. |
Angsuran PPh Pasal 25, bagi: |
|
|
- |
Wajib Pajak pada umumnya, berlaku
mulai bulan ketiga tahun berjalan; |
|
- |
Wajib Pajak BUMN/BUMD,
berlaku sejak bulan pertama tahun berjalan; |
|
- |
Wajib Pajak bank, berlaku
untuk tiga bulan pertama tahun berjalan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap
tiga bulan dengan cara yang sama. |
G. |
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK
PAJAK |
a. |
Cukup jelas. |
b. |
Cukup jelas. |
H. |
LAMPIRAN: |
- |
Surat Setoran Pajak lembar ke-3
PPh Pasal 29: Wajib dilampirkan oleh semua
Wajib Pajak, kecuali apabila tidak ada setoran akhir (nihil). Dalam hal Wajib
Pajak melakukan pembayaran dengan media e-payment melalui bank-bank persepsi
tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang
sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3; |
- |
Laporan Keuangan (lengkap): Wajib dilampirkan oleh semua
Wajib Pajak tanpa kecuali. Dalam hal pembukuan/laporan keuangan diaudit oleh Akuntan
Publik, lampirkan laporan keuangan yang telah diaudit; |
- |
Daftar Penyusutan dan
Amortisasi Fiskal: Wajib dilampirkan oleh semua
Wajib Pajak sesuai bentuk formulir terlampir, kecuali apabila Wajib Pajak
tidak memiliki dan mempergunakan harta berwujud dan atau harta tak
berwujud/pengeluaran lainnya sebagai aktiva tetap yang pembebanannya harus
dilakukan melalui penyusutan/amortisasi; |
- |
Perhitungan Kompensasi
Kerugian Fiskal: Wajib dilampirkan oleh Wajib
Pajak yang mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun pajak
yang lalu, sesuai bentuk formulir terlampir; |
- |
Pernyataan
Transaksi Dalam Hubungan Istimewa: Wajib dilampirkan oleh Wajib
Pajak yang melakukan transaksi-transaksi tertentu dengan pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa atau perusahaan afiliasi (intra-group
transactions), sesuai bentuk formulir terlampir; |
- |
Daftar
Fasilitas Penanaman Modal: Wajib dilampirkan oleh Wajib
Pajak yang memperoleh fasilitas penanaman modal, sesuai bentuk formulir
terlampir; |
- |
Daftar
Cabang Utama Perusahaan: Wajib dilampirkan oleh Wajib
Pajak yang mempunyai kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di
berbagai lokasi, sesuai bentuk formulir terlampir; |
- |
Surat Setoran Pajak lembar
ke 3 PPh Pasal 26 Ayat (4): Wajib dilampirkan oleh semua
Wajib Pajak BUT (selain perusahaan pelayaran/penerbangan asing dan perwakilan
dagang asing), kecuali apabila pajak tidak terutang. Dalam hal Wajib Pajak
melakukan pembayaran dengan media e-payment melalui bank-bank persepsi
tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang
sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3; |
- |
Perhitungan
PPh Pasal 26 Ayat (4): Wajib dilampirkan oleh semua
Wajib Pajak BUT (meskipun pajak tidak terutang), sesuai bentuk formulir
terlampir; |
- |
Surat
Kuasa Khusus: Wajib dilampirkan oleh Wajib
Pajak yang pengisian SPT Tahunannya dikuasakan kepada pihak lain yang
berkompeten. |
I. |
PERNYATAAN: Diisi selengkapnya, tempat dan
tanggal pengisian SPT Tahunan serta identitas dan tanda tangan pengurus perusahaan yang berwenang. Dalam hal
SPT Tahunan diisi oleh kuasa Wajib Pajak, dalam kolom
"jabatan/kedudukan" diisi dengan keterangan "kuasa Wajib
Pajak". |
LAMPIRAN-LAMPIRAN
KHUSUS SPT TAHUNAN
1. |
DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL |
|||||||||||||||||||||||||
- |
Diisi per jenis harta
berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan yang
dapat disusutkan/diamortisasi. |
|||||||||||||||||||||||||
- |
Kolom CATATAN diisi dengan
informasi yang relevan (apabila ada) mengenai: |
|||||||||||||||||||||||||
|
- |
tahun-tahun revaluasi yang
pernah dilakukan; |
||||||||||||||||||||||||
|
- |
fasilitas penanaman modal
berupa penyusutan/amortisasi dipercepat; |
||||||||||||||||||||||||
- |
Kolom METODE
PENYUSUTAN/AMORTISASI diisi dengan kode: |
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
- |
Bagi Wajib Pajak yang
menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, perhatikan
ketentuan mengenai kurs konversi aktiva tetap sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 533/KMK.04/2000. Lihat: |
|||||||||||||||||||||||||
|
- |
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 520/KMK.04/2000 s.t.d.d. |
||||||||||||||||||||||||
|
- |
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 138/KMK.03/2002; |
||||||||||||||||||||||||
|
- |
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 521/KMK.04/2000; |
||||||||||||||||||||||||
|
- |
Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep-220/PJ./2002; |
||||||||||||||||||||||||
|
- |
Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep-316/PJ./2002; |
||||||||||||||||||||||||
|
- |
Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ.42/2002; |
||||||||||||||||||||||||
|
- |
Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/2002; |
2. |
PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL |
- |
Kolom
KERUGIAN DAN PENGHASILAN NETO FISKAL 5 TAHUN TERAKHIR diisi dengan data yang
bersumber dari Surat Ketetapan Pajak atau Keputusan Keberatan/Putusan
Banding, atau dalam hal tidak/belum ada keputusan tersebut, bersumber dari SPT Tahunan. |
- |
Kolom-kolom KOMPENSASI
KERUGIAN FISKAL diisi dengan distribusi besarnya kompensasi kerugian fiskal
untuk masing-masing tahun setelah tahun terjadinya kerugian fiskal. Dalam hal
memperolehFasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang
lebih dari 5 tahun (kerugian fiskal dari hasil penanaman modal sejak saat
mulai berproduksi komersial), jumlah tahun dan kolom dapat ditambah dengan
menggunakan lembar kedua. |
- |
Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan
pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan
mengenai kompensasi kerugian fiskal sebagaimana diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 533/KMK.04/2000. |
- |
Pindahkan jumlah pada kolom
TAHUN PAJAK INI ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771/$ (Huruf A Angka 2), dan
pindahkan jumlah pada kolom TAHUN BERJALAN ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR
1771/$ (Huruf F Butir b). |
3. |
PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA |
|
- |
Angka 1, angka 2, dan angka
3: Jenis-jenis transaksi yang
dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa diisi dalam
kotak-kotak yang tersedia dengan kode angka sebagai berikut: |
|
|
1. |
Transaksi pembelian barang. |
2. |
Transaksi penjualan barang. |
|
3. |
Transaksi
pembelian/penggunaan jasa. |
|
4. |
Transaksi
penjualan/penyediaan jasa. |
|
5. |
Transaksi persewaan harta
berwujud. |
|
6. |
Transaksi penggunaan harta
tak berwujud. |
|
7. |
Transaksi lainnya. |
|
- |
Angka 1 : Untuk masing-masing jenis transaksi
yang dilakukan, jelaskan pada sisi kotaknya dengan siapa transaksi dilakukan
dan besarnya nilai transaksi. |
|
- |
Angka 2 : Dalam hal ada perjanjian
dengan DJP mengenai penentuan harga transfer, sebutkan Nomor/Tanggal Perjanjian
dan periode berlakunya. Jelaskan untuk jenis-jenis transaksi yang mana
(dengan kode angka), yang dilakukan dengan siapa, serta sebutkan metode
penentuan harga transfer yang disepakati dalam perjanjian, pada sisi
kotaknya. |
|
- |
Angka
3 : Dalam hal tidak ada
perjanjian dengan DJP mengenai penentuan harga transfer, sebutkan untuk
masing-masing jenis transaksi, metode penentuan harga transfer yang
dipergunakan, pada sisi kotaknya. |
4. |
DAFTAR FASILITAS PENANAMAN
MODAL |
|
- |
Angka 1 : |
|
|
a. |
Diisi Nomor/Tanggal Surat
Persetujuan Ketua BKPM mengenai penanaman modal; |
|
b. |
Diisi Nomor/Tanggal Surat
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas penanaman modal. |
- |
Angka 2 : |
|
|
a. |
JUMLAH
PENANAMAN MODAL YANG DISETUJUI, diisi sesuai dengan jumlah
dalam mata uang yang tercantum berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM.
Apabila mata uang tersebut berbeda dengan mata uang yang dipergunakan dalam
pembukuan perusahaan, cantumkan juga jumlah nilai ekuivalennya dalam mata
uang pembukuan dengan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat transfer dana ke
rekening perusahaan. Dalam hal dana belum ditransfer, jumlah nilai
ekuivalennya dapat menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada tanggal
Surat Persetujuan Ketua BKPM (berikan catatan kaki yang dipandang perlu); |
|
b. |
PENANAMAN MODAL, baru atau
perluasan, beri tanda silang dalam kotak yang sesuai berdasarkan Surat
Persetujuan Ketua BKPM; |
|
c. |
DI BIDANG, isi sesuai dengan
bidang usaha yang disetujui untuk penanaman modal berdasarkan Surat
Persetujuan Ketua BKPM; |
|
d. |
FASILITAS YANG DIBERIKAN,
beri tanda silang dalam kotak-kotak jenis fasilitas yang sesuai (dan angka 6 sampai
10 dalam kotak tahun) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan). |
- |
Angka 3 : REALISASI PENANAMAN MODAL: |
|
|
a. |
TAHUN INI, diisi dengan
jumlah realisasi penanaman modal dalam tahun pajak SPT Tahunan selama periode
sampai saat mulai berproduksi komersial, yang dinyatakan dalam mata uang
pembukuan berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan
Publik; |
|
b. |
S.D. TAHUN INI, diisi dengan
jumlah realisasi penanaman modal kumulatif sampai dengan tahun pajak SPT
Tahunan selama periode sampai saat mulai berproduksi komersial, berdasarkan
laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. |
- |
Angka
4: Diisi dengan tanggal saat mulai
berproduksi komersial berdasarkan laporan realisasi penanaman modal yang
telah diaudit oleh Akuntan Publik. |
|
- |
Angka
5: FASILITAS PENGURANGAN
PENGHASILAN NETO, isi dalam kotak tahun dengan angka 1 sampai 6 secara
berurut untuk setiap tahun pajak sejak tahun saat mulai berproduksi komersial
(SMBK), dan besarnya fasilitas pengurangan penghasilan neto untuk tahun pajak
tersebut yang dihitung sebesar 5% dari jumlah realisasi penanaman modal
tersebut pada angka 3 huruf b. Pindahkan jumlah hasil perhitungan angka 5 ke
FORMULIR 1771-I atau FORMULIR 1771-I/$ (Angka 4 Kolom (3)). Lihat: |
|
|
- |
Peraturan
Pemerintah Nomor 148 Tahun 2000; |
|
- |
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.04/2000. |
5. |
DAFTAR CABANG UTAMA |
- |
Diisi
dengan informasi alamat lengkap dan NPWP (apabila sudah terdaftar di KPP
lokasi) hanya untuk kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di
berbagai lokasi. Kantor-kantor cabang pembantu atau perwakilan yang berada di
bawahnya cukup disebutkan
jumlahnya saja. |
6. |
PERHITUNGAN PPh PASAL 26 AYAT (4) |
- |
Angka 1 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL,
diisi dari FORMULIR 1771-I atau FORMULIR 1771-I/$ (Jumlah Angka 1). |
- |
Angka 2 : PENYESUAIAN FISKAL POSITIF/NEGATIF,
diisi dari FORMULIR 1771-I atau FORMULIR 1771-I/$ (Jumlah Angka 2 dan Angka
3). Dalam hal Wajib Pajak/BUT dikenakan PPh badan yang bersifat final,
penyesuaian fiskal positif/negatif harus dihitung tersendiri sesuai ketentuan
yang berlaku berdasarkan pembukuan/laporan keuangan. |
- |
Angka 3 : PENGHASILAN NETO FISKAL,
apabila jumlahnya negatif maka pengisian selanjutnya tidak perlu dilakukan
karena tidak akan terutang PPh Pasal 26 ayat (4). |
- |
Angka
4 : PAJAK PENGHASILAN BADAN TERUTANG,
diisi dari FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771/$ (Huruf B Angka 6), atau dalam
hal dikenakan PPh final, diisi dari FORMULIR 1771-IV atau FORMULIR 1771-IV/$
(Bagian A Angka 7 atau 8). |
- |
Angka
5 : DASAR
PENGENAAN PPh PASAL 26 AYAT (4), apabila jumlahnya negatif maka pengisian selanjutnya tidak
perlu dilakukan karena tidak akan terutang PPh Pasal 26 ayat (4). |
- |
Angka
6 : PPh PASAL 26 AYAT (4),
apabila jumlahnya ada, beri tanda "X" dalam kotak yang sesuai dan lengkapi
dengan informasi yang diperlukan pada sisi kotak yang diberi tanda
"X". |