1   2   3   4   5   6

 

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

YANG TIDAK MELAKUKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS

(FORMULIR 1770S)

 

PETUNJUK UMUM

 

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

1.

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan menandatanganinya.

2.

SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang lain bukan Wajib Pajak sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.

3.

SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001.

4.

Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan dan Menyampaikannya paling lambat 3(tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

5.

Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa atau jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2001.

6.

Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

7.

Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).

8.

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wjib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal tersebut.

9.

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6 (enam) bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut penghitungan sementara tersebut.

 

Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

10.

Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

 

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

 


PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR

LAMPIRAN I (FORMULIR 1770 S)

RINCIAN PENGHASILAN NETO & DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN

OLEH PIHAK LAIN SERTA PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

 

A.

PENGHASILAN NETO SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

 

Bagian ini diisi dengan penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21 serta dari pemberi kerja yang bukan subjek pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 kecuali:

1.

Penghasilan isteri dari satu pemberi kerja;

2.

Anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa.

Pengertian Wajib Pajak di sini termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, karyawan BUMN/D, para penerima pensiun/Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua, Warga Negara Indonesia yang bekerja pada kedutaan besar negara asing, perwakilan negara asing dan Perwakilan Organisasi internasional.Bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, dan pensiunan yang menerima penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang telah dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, penghasilan tersebut tidak dimasukkan dalam bagian ini.

 

Catatan:

Lampirkan Formulir 1721-A1, 1721-A2 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari setiap pemberi kerja Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

B.

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA (TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PPh BERSIFAT FINAL)

 

Bagian ini digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri lainnya seperti    bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah, keuntungan dari penjualan/pengalihan harta dan penghasilan lain-lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Penghasilan tersebut tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

 

C.

DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

 

Bagian ini merupakan rincian angsuran PPh berupa pemotongan/ pemungutan oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung Pemerintah yang diperhitungkan sebagai kredit pajak.


 

LAMPIRAN II (FORMULIR 1770 S)

DAFTAR HARTA DAN KEWAJIBAN

 

Formulir ini digunakan untuk melaporkan setiap harta dan kewajiban/utang pada akhir tahun pajak yang dimiliki Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, kecuali harta dan kewajiban yang dimiliki:

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;

           

yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh lsteri sendiri.

 

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyelenggarakan pembukuan, formulir ini digunakan untuk melaporkan setiap harta dan kewajiban/utang pada akhir tahun pajak yang dimiliki Wajib pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, yang belum dilaporkan dalam laporan keuangan.

 

Contoh Pengisian Daftar Harta :

 

No.

Jenis Harta

Tahun Perolehan

Harta Perolehan (Rp)

Keterangan

1.

Rumah

Jl. Veteran No. 6, Solo

1995

80.000.000

 

2.

Rumah

Jl. Casablanca 20, Jakarta

1998

100.000.000

 

3.

Mobil (Toyota, 1990)

1999

60.000.000

 

4.

Mobil (BMW, 2000)

2000

250.000.000

 

5.

Deposito (Bank Bali)

1998

50.000.000

 

6.

Deposito (BNI)

1998

50.000.000

 

 


SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI

YANG TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS

(FORMULIR 1770 S)

 

TAHUN PAJAK

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2001, 2002, dan seterusnya.

Contoh:

2

0

0

2

 

NPWP

Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

NAMA WAJIB PAJAK

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

ALAMAT TEMPAT TINGGAL

Diisi sesuai dengan alamat lengkap yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

KOTA/KODE POS

Diisi sesuai dengan nama kota yang tercantum pada Kartu NPWP dan kode pos yang bersangkutan pada kotak yang tersedia.

 

CATATAN

-

Dalam hal Kartu NPWP belum diperoleh, NPWP diisi sesuai dengan yang tercantum pada Bukti Pendaftaran Wajib Pajak

-

Dalam hal terjadi perubahan identitas, Wajib Pajak harus melaporkan identitas yang baru ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak tersebut terdaftar

           

 

PEKERJAAN

Diisi sesuai dengan pekerjaan dan nomor klasifikasi lapangan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara lengkap.

 

NOMOR TELEPON/FAX

Diisi sesuai dengan Nomor telepon/Nomor fax tempat tinggal dan tempat bekerja/Kantor.

 

A.

PENGHASILAN NETO

 

1.

Cukup Jelas

 

2.

Cukup Jelas

 

3.

Cukup Jelas

 

4.

Cukup Jelas

 

B.

PENGHASILAN KENA PAJAK

5.

Diisi jumlah zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai dengan bukti setoran yang sah.

 

Contoh :

Sdr. Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp 1.000.000,-/ bulan. Disamping itu dia mempunyai usaha dengan omzet setahun sebesar Rp 7.000.000,- dengan mempekerjakan dua orang pegawai, dan digaji masing-masing Rp 250.000,-/bulan dan membayar biaya listrik sebesar Rp 25.000,-/bulan.

 

Penghitungan zakat atas penghasilan:

 

Sebagai Pegawai

Sebagai Pengusaha

Jumlah

Penghasilan Bruto

12.000.000,-

7.000.000,-

19.000.000,-

Biaya Jabatan/Biaya Usaha

600.000,-

6.300.000,-*)

6.900.000,-

Penghasilan Neto

11.400.000,-

       700.000,-

12.100.000,-

Zakat atas Penghasilan 2,5%

285.000,-

17.500,-

302.500,-

*) Biaya Usaha sebesar Rp 6.300.000,- terdiri dari Gaji Pegawai Rp 6.000.000,-

(12 x 2 x Rp 250.000,-) dan Biaya listrik Rp 300.000,- (12 x Rp 25.000,-)

 

 

6.

Bagian ini diisi dengan penghasilan tidak kena pajak yang besarnya adalah sebagai berikut:

 

a.

Rp 2.880.000,00 untuk Wajib Pajak;

 

b.

Rp 1.440.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

 

c.

Rp 2.880.000,00 tambahan untuk seorang isteri (hanya seorang isteri), yang diberikan apabila ada penghasilan isteri yang digabungkan dengan penghasilan suami, dalam hal isteri:

 

 

c.1.

bukan karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak yang belum dewasa;

 

 

c.2.

bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai Pemotong Pajak Walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas;

 

 

c.3.

bekerja sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja.

 

d.

Rp. 1440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misal ayah, ibu atau anak kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga. Saat yang menentukan untuk menghitung besarnya penghasilan tidak kena pajak adalah awal Tahun Pajak atau saat mulainya menjadi subjek pajak dalam negeri dalam Tahun Pajak;

 

e.

Warisan yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak tidak memperoleh pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak;

 

f.

PTKP bagi Wajib Pajak masing-masing suami isteri yang telah hidup berpisah untuk diri masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti Wajib Pajak Tidak Kawin sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang

diperkenankan.

Bagi Wajib Pajak yang kawin pisah harta dan penghasilan baik suami maupun isteri Angka 8 ini diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final diisi dengan tanda strip (-)

Catatan:

Berikan tanda X pada kotak yang sesuai mengenai status, yaitu:

 

(TK/……)

adalah WP tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

(K/………)

adalah WP kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

(K/I/……)

adalah WP kawin, isteri mempunyai penghasilan sesuai dengan ketentuan huruf c, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

(PH)

adalah Wajib Pajak Kawin yang pisah harta dan penghasilan.

 

(HB/……)

adalah Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

Contoh:

 

 

 

K/-       

adalah kawin tanpa tanggungan

 

K/2

adalah kawin + 2 orang tanggungan

 

K/I/3

adalah kawin + isteri mempunyai penghasilan sesuai ketentuan huruf c, ditambah dengan tanggungan 3 orang.

7.

Cukup jelas

8.

Cukup jelas

                       

C.

PPh TERUTANG

9.

Diisi dengan hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak yang tercantum pada Angka 8.

 

Tarif PPh adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 25.000.000,00

5%

Di atas 25.000.000,00 s.d Rp 50.000.000,00      

10%

Di atas 50.000.000,00 s.d Rp 100.000.000,00                

15%

Di atas 100.000.000,00 s.d Rp 200.000.000,00         

25%

Di atas 200.000.000,00                                                    

35%

 

                       

Catatan:

 

Dalam penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah.

 

Contoh untuk WP yang melakukan perjanjian pisah harta dan penghasilan :

 

Seorang Wajib Pajak dalam tahun 2001 menerima atau memperoleh penghasilan neto sebesar Rp 204.608.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin pisah harta dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya menerima atau memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp 106.912.000,00.

 

Penerapan tarif untuk masing-masing suami dan isteri adalah sebagai berikut:

Penghasilan Neto Suami

Rp 204.608.000,00

 

Penghasilan Neto isteri

Rp 106.912.000,00

+/+

Penghasilan Neto gabungan

Rp 311.520.000,00

 

PTKP : K/I/3

Rp   11.520.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp        300.000,00

 

PPh terutang gabungan (suami dan isteri):

 

 

5% x Rp     25.000.000,00

=

Rp   1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp   25.000.000,00

 

Rp   2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp   50.000.000,00

=

Rp   7.500.000,00

 

 

 

25% x Rp 100.000.000,00

=

Rp  25.000.000,00

 

 

 

35% x Rp 100.000.000,00

=

Rp 35.000.000,00

+/+

 

 

 

 

Rp 71.250.000,00

 

 

 

 

a.

Untuk SPT suami

PPh terutang diisi =

204.608.000,00

X Rp. 71.250.000,00 = Rp. 46.797.380,58

311.520.000,00

b.

Untuk SPT isteri

PPh terutang diisi =

106.912.000,00

X Rp. 71.250.000,00 = Rp. 24.452.619,42

311.520.000,00

 

10.

Diisi dengan selisih antara besarnya pajak yang telah dikreditkan dengan besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia setelah adanya pengembalian/pengurangan pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang diluar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) UU PPh, yang diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan sepanjang pengembalian/pengurangan bukan disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan.

11.

Cukup jelas

 

D.

KREDIT PAJAK

12.

Cukup jelas

13.

Cukup jelas

14.

Cukup jelas

 

 

E.

PPh KURANG/LEBIH DIBAYAR

15.

Cukup jelas

 

F.

PERMOHONAN

Hanya diisi apabila terdapat jumlah PPh yang lebih bayar pada angka 15. Wajib Pajak harus memberi tanda silang (X) dalam kotak yang tersedia. Permohonan tidak berlaku apabila kelebihan bayar berasal dari PPh yang ditanggung pemerintah.

 

G.

ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA

Beri tanda X dalam kotak yang sesuai:

a.

Diisi dengan jumlah angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun Pajak berikutnya yang dihitung 1/12 dari jumlah PPh yang harus dibayar sendiri pada angka 13.

b.

Lampirkan penghitungan jika PPh Pasal 25 dihitung tersendiri jika dalam tahun berjalan terdapat SKP untuk tahun lalu, terdapat penghasilan tidak teratur, terdapat pembayaran zakat atas penghasilan.

 

1.

Dalam Tahun Pajak Berjalan diterbitkan Ketetapan Pajak untuk Tahun yang Lalu Apabila angsuran bulanan PPh Pasal 25 menurut surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu lebih besar, sama atau lebih kecil dari SPT PPh Tahun Pajak yang bersangkutan, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar jumlah PPh terutang menurut surat ketetapan pajak tersebut:

Contoh:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

PKP

Rp 100.000.000,00

PPh terutang (jumlah pada Angka 12)

Rp   21.250.000,00

PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24

Rp    3.250.000,00

 

Menurut surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu (2002):

PKP

Rp 200.000.000,00

PPh terutang  

Rp   51.250.000,00

 

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003:

 

 

a.

Berdasarkan SPT PPh Tahun Pajak 2002:

 

 

 

PKP

Rp 100.000.000,00

PPh terutang :

 

5% x Rp     25.000.000,00

=

Rp   1.250.000,00

 

 

10% x Rp   25.000.000,00

=

Rp   2.500.000,00

 

 

15% x Rp   50.000.000,00

=

Rp   7.500.000,00

+/+

 

 

 

Rp 11.250.000,00

 

 

Jumlah PPh Pasal 21, 22,

23, dan 24

 

 

Rp   3.250.000,00

 

-/-

 

 

 

Rp   8.000.000,00

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 : 1/12 x Rp 8.000.000,00

Rp 666.666,67

 

 

b.

Berdasarkan surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu (2002):

 

 

 

PKP menurut surat ketetapan pajak tahun 2002       

Rp 200.000.000,00

PPh terutang menurut surat ketetapan pajak 2002

 

5% x Rp     25.000.000,00

=

Rp   1.250.000,00

 

 

10% x Rp   25.000.000,00

=

Rp   2.500.000,00

 

 

15% x Rp   50.000.000,00

=

Rp   7.500.000,00

 

 

25% x Rp 100.000.000,00

=

Rp  25.000.000,00

+/+

 

 

 

Rp  36.250.000,00

 

 

PPh Pasal 21, 22,23, dan

24 menurut SPT Tahunan

PPh tahun Pajak  2002

 

 

 

Rp   3.250.000,00

 

 

-/-

 

 

 

Rp  33.000.000,00

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2003:

 

1/12 x Rp 33.000.000,00

= Rp 2.750.000,00

 

 

 

Jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2002 lebih besar dari SPT PPh tahun 2002, maka angsuran PPh Pasal 25 tahun 2003 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2002. Demikian pula apabila angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2002 sama atau lebih kecil dari SPT PPh Tahun Pajak 2002, angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2002.

 

2.

Terdapat Penghasilan tidak Teratur

 

 

Penghasilan tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur) adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (equital gain), serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.

 

 

Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya penghasilan dari kontrak 2 (dua) mobil, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003 dihitung berdasarkan penghasilan neto seluruhnya dikurangi dengan penghasilan tidak teratur tersebut.

Contoh

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

 

 

Penghasilan Neto seluruhnya

Rp 508.640.000,00

Jumlah PPh Pasal 21, 22 dan 24

Rp   51.250.000,00

Jumlah PPh Pasal 23 (atas kontrak 2 buah

Mobil sebesar Rp 60.000.000,00)

Rp     3.600.000,00

 

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003:

Penghasilan Neto seluruhnya 

Rp 508.640.000,00

 

Penghasilan Neto tidak teratur

Rp   60.000.000,00

-/-

Penghasilan Neto teratur

Rp 448.640.000,00

 

PTKP K/3

Rp     8.640.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp 440.000.000,00

 

PPh Terutang:

 

 

5% x Rp     25.000.000,00

=

Rp   1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp   25.000.000,00

=

Rp   2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp   50.000.000,00

=

Rp   7.500.000,00

 

 

 

25% x Rp 100.000.000,00

=

Rp 25.000.000,00

 

 

 

35% x Rp 240.000.000,00

=

Rp 84.000.000,00

+/+

 

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, dan

24 Tahun Pajak 2002

 

 

Rp 120.250.000,00

 

 

 

(tidak termasuk PPh Pasal

23 atas kontrak mobil)

 

 

Rp   51.250.000,00

 

-/-

 

 

 

 

Rp   69.000.000,00

 

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2003

 

 

1/12 x Rp 69.000.000,00

= Rp     5.750.000,00

 

 

3.

Terdapat Pembayaran Zakat atas Penghasilan

Dalam hal terdapat zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, terdapat hal-hal tertentu (dalam tahun berjalan diterbitkan setoran pajak untuk tahun pajak yang lalu, dan terdapat penghasilan tidak teratur), maka penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 mengikuti pola penghitungan sebagaimana contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 sebelumnya dengan memperhitungkan zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan.

Contoh:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

Penghasilan Neto

Rp 111.425.000,00

 

Zakat atas Penghasilan          

Rp     2.785.000,00

 

Jumlah penghasilan neto setelah

Pengurangan zakat atas penghasilan

 

Rp 108.640.000,00

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak K/3

Rp     8.640.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak         

Rp 100.000.000,00

 

PPh Terutang:

 

 

5% x Rp     25.000.000,00

=

Rp   1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp   25.000.000,00

=

Rp   2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp   50.000.000,00

=

Rp   7.500.000,00

+/+

 

 

 

 

Rp 11.250.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23

an 24 Tahun 2002

 

 

Rp  3.250.000,00

 

-/-

 

 

 

 

Rp  8.000.000,00

 

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2003:

 

 

1/12 x Rp. 8.000.000,00

Rp   666.666,67,00

 

 

 

Perhatian:

 

 

1.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi atas dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan.

 

 

2.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dapat dibayar dimuka sekaligus berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.23/1989 tanggal 1 Maret 1989.

 

H.

 

PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL DAN DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI

 

Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan neto dalam negeri, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa dalam tahun pajak yang bersangkutan yang pajaknya dibayar/dipotong/dipungut oleh pihak lain dan bersifat final, dan yang dikenakan pajak tersendiri, kecuali penghasilan:

 

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

 

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri.

 

 

I.

PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa dalam tahun pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan:

 

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

 

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan,

yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri

 

J.

JUMLAH HARTA DAN JUMLAH KEWAJIBAN PADA AKHIR TAHUN

Cukup jelas

 

K.

LAMPIRAN

 

Selain formulir 1770 S harus dilampirkan pula:           

 

a.

Cukup jelas.

 

b.

Cukup jelas.

 

c.

Cukup jelas.

 

d.

Cukup jelas.

 

e.

Lampiran-lampiran lainnya yang dianggap perlu atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak, misalnya:

 

 

-

Asli Bukti Setoran Zakat

 

 

-

Asli Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN)

 

Catatan:

-

Berilah tanda X dalam kotak yang sesuai

-

Disebelah kanan atas dari setiap lampiran supaya ditulis LAMPIRAN ……(sesuai dengan urutan lampiran yang bersangkutan)

-

Apabila tempat yang tersedia untuk mengisi lampiran tidak mencukupi, maka dapat dibuat lampiran tambahan.

 

L.

PERNYATAAN

Pernyataan ini dibuat sehubungan dengan jaminan akan kebenaran dan kelengkapan pengisian SPT Tahunan. Apabila ternyata diisi dengan tidak benar atau tidak lengkap, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

Sehubungan dengan itu, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani dan membubuhkan nama lengkap serta mencantumkan tempat, tanggal, bulan dan tahun diisinya SPT pada tempat yang tersedia.

 

Beri tanda silang (X) dalam kotak yang sesuai.