1   2   3   4   5   6

 

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP ORANG PRIBADI

(FORMULIR 1770)

 

 

TAHUN PAJAK

Diisi pada kotak yang tersedia dengan angka tahun buku dan periode tahun buku.

 

Contoh:

Tahun buku 2002

2

0

0

2

 

Periode Januari-Desember

 

0

1

 

0

2

 

s.d.

 

1

2

 

0

2

 

NPWP

Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

NAMA WAJIB PAJAK

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

ALAMAT TEMPAT TINGGAL

Diisi sesuai dengan alamat lengkap yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

KOTA/KODE POS

Diisi sesuai dengan nama kota yang tercantum pada Kartu NPWP dan Kode pos yang bersangkutan pada

kotak yang tersedia.

 

CATATAN

-

Dalam hal Kartu belum diperoleh, NPWP diisi sesuai dengan yang tercantum pada Bukti Pendaftaran Wajib Pajak

-

Dalam hal terjadi perubahan identitas, Wajib Pajak harus melaporkan identitas yang baru ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak tersebut terdaftar

 

JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS

Diisi sesuai dengan jenis usaha dan atau pekerjaan bebas dan nomor klasifikasi lapangan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara lengkap. Apabila jenis usaha dan atau pekerjaan bebas lebih dari satu, maka yang dipilih adalah jenis kegiatan usaha atau pekerjaan bebas inti/utama.

 

MEREK USAHA

Diisi sesuai dengan merek usaha yang digunakan untuk usaha/pekerjaan bebas yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

 

Contoh :

-

Toko Buku "Berita Pajak"

 

ALAMAT USAHA/PEKERJAAN BEBAS

Diisi sesuai dengan alamat sebenarnya dari tempat usaha/pekerjaan bebas/pekerjaan yang dilakukan.

 

NOMOR TELEPON/FAX

Diisi sesuai dengan Nomor telepon/Nomor fax tempat tinggal dan tempat usaha/Kantor.

 

A.

CARA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

Beri tanda X dalam kotak yang tersedia, sesuai dengan cara penghitungan penghasilan neto yang             digunakan.

 

B.

PENGHASILAN NETO

 

1.

Cukup jelas

 

2.

Cukup jelas

 

3.

Cukup jelas

 

4.

Cukup jelas

 

5.

Cukup jelas

           

C.

PENGHASILAN KENA PAJAK

 

6.

Diisi jumlah zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai dengan bukti setoran yang sah.

 

Contoh:

Sdr. Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp 1.000.000,-/bulan. Disamping itu dia mempunyai usaha dengan omzet setahun sebesar Rp 7.000.000,- dengan mempekerjakan dua orang pegawai, dan digaji masing-masing Rp 250.000,-/bulan dan membayar biaya listrik sebesar Rp 25.000,-/bulan.

 

Penghitungan zakat atas penghasilan:

 

Sebagai Pegawai

Sebagai Pengusaha

Jumlah

Penghasilan Bruto

12.000.000,-

7.000.000,-

19.000.000,-

Biaya Jabatan/Biaya Usaha

600.000,-

6.300.000,-

6.900.000,-

Penghasilan Neto

11.400.000,-

700.000,-

12.100.000,-

Zakat atas Penghasilan 2,5%

     285.000,-

  17.500,-

     302.500,-

 

*) Biaya Usaha sebesar Rp 6.300.000,- terdiri dari Gaji Pegawai Rp 6.000.000,-

(12 x 2 x Rp 250.000,-) dan Biaya listrik Rp 300.000,- (12 x Rp 25.000,-)

 

7.

Cukup jelas

8.

Hanya diisi oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan.

 

Diisikan disini jumlah kerugian fiskal yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Tahun Pajak 5 (lima) tahun sebelumnya yang belum habis dikompensasikan. Dalam hal kerugian fiskal tersebut belum ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, diisi dengan kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh

 

Contoh:

Tuan Budiman dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya menggunakan pembukuan dalam tahun 1997 menderita kerugian fiskal sebesar Rp. 1.200.000.000,00. dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal Tuan Budiman sebagai berikut :

Tahun 1998, laba fiskal

=

Rp 200.000.000,00

Tahun 1999, rugi fiskal

=

(Rp 300.000.000,00)

Tahun 2000, laba fiskal

=

NIHIL

Tahun 2001, laba fiska

=

Rp 100.000.000,00

Tahun 2002, laba fiskal

=

Rp 800.000.000,00

 

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut:

Rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp 1.200.000.000,00)

 

Laba fiskal tahun 1998

=

Rp     200.000.000,00

+

Sisa rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp 1.000.000.000,00)

 

Rugi fiskal tahun 1999

=

Rp     300.000.000,00

+

Sisa rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp 1.000.000.000,00)

 

Laba fiskal tahun 2000

=

NIHIL

 

Sisa rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp 1.000.000.000,00)

 

Laba fiskal tahun 2001

=

Rp      100.000.000,00

+

Sisa rugi fiskal tahun 1997

 

(Rp    900.000.000,00)

 

Laba fiskal tahun 2002

=

Rp      800.000.000,00

+

Sisa rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp    100.000.000,00)

 

 

Rugi fiskal tahun 1997 sebesar Rp 100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir tahun 2002 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2003, sedangkan rugi fiskal tahun 1999 sebesar Rp 300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2003 dan 2004, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2000 berakhir pada akhir tahun 2004.

 

Apabila jumlah kerugian yang dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan berasal dari sisa kerugian beberapa tahun lalu supaya dibuatkan rincian dalam lampiran tersendiri.

 

PERHATIAN:

-

Apabila jumlah seluruh penghasilan neto pada Angka 5 menunjukkan jumlah nihil atau negatif (minus), maka Angka 6 ini diisi dengan NIHIL, Walaupun sampai dengan Tahun Pajak sebelumnya masih terdapat sisa kerugian tahun-tahun lalu yang masih dapat dikompensasi dalam tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Apabila kerugian fiskal tahun-tahun yang masih dapat dikompensasi dalam tahun Pajak yang bersangkutan jumlahnya lebih besar dari jumlah penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan, yang diisikan pada Angka 6 paling banyak adalah sebesar penghasilan neto pada Angka 5.

 

Kerugian yang berasal dari penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, serta kerugian usaha/modal di luar negeri tidak boleh dikompensasikan.

 

9.

Cukup jelas

 

10.

Bagian ini diisi dengan penghasilan tidak kena pajak yang besarnya adalah sebagai berikut:

a.

Rp 2.880.000,00 untuk Wajib Pajak.

b.

Rp 1.440.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

c.

Rp 2.880.000,00 tambahan untuk seorang isteri (hanya seorang isteri). yang diberikan apabila ada penghasilan isteri yang digabungkan dengan penghasilan suami, dalam hal isteri:

 

c.1.

bukan karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan        bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

c.2.

bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai Pemotong Pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas.

 

c.3.

bekerja sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja.

d.

Rp. 1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misal ayah, ibu atau anak kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga. Saat yang menentukan untuk menghitung besarnya penghasilan tidak kena pajak adalah awal Tahun Pajak atau saat mulainya menjadi subjek pajak dalam negeri dalam Tahun Pajak.

e.

Warisan yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak tidak memperoleh pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

f.

PTKP bagi Wajib Pajak masing-masing suami isteri yang telah hidup berpisah untuk diri masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti Wajib Pajak Tidak Kawin sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang

diperkenankan.

 

Bagi Wajib Pajak yang kawin pisah harta dan penghasilan baik suami maupun isteri Angka 8 ini diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri.

 

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final diisi dengan tanda strip (-)

 

Catatan:

Berikan tanda X pada kotak yang sesuai mengenai status, yaitu:

(TK/…)

adalah WP tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

(K/……)

adalah WP kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan yang endapat pengurangan PTKP.

(K/I/……)

adalah WP kawin, isteri mempunyai penghasilan sesuai ketentuan huruf c, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

(PH)

adalah Wajib Pajak kawin yang pisah harta dan penghasilan.

(HB/……)           

adalah Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

Contoh:

K/-

adalah kawin tanpa tanggungan

K/2

adalah kawin + 2 orang tanggungan

K/I/3

adalah kawin + isteri mempunyai penghasilan sesuai ketentuan huruf c, ditambah dengan tanggungan 3 orang.

11.

Cukup Jelas

           

D.

PPh TERUTANG

                       

12.

Diisi dengan hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena pajak yang tercantum pada Angka 11.

 

Tarif PPh adalah sebagai berikut:

 

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 25.000.000,00

5%

Di atas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00

10%

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00     

15%

Di atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00   

25%

Di atas Rp 200.000.000,00

35%

 

Catatan:

Dalam penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.

 

Contoh untuk WP yang melakukan perjanjian pisah harta dan penghasilan:

 

Seorang Wajib Pajak dalam tahun 2001 menerima atau memperoleh penghasilan neto sebesar Rp204.608.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin pisah harta dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya menerima atau memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp 106.912.000,00.

 

Penerapan tarif untuk masing-masing suami dan isteri adalah sebagai berikut :

Penghasilan Neto suami

Rp 204.608.000,00

 

Penghasilan Neto isteri

Rp 106.912.000,00

+/+

Penghasilan Neto gabungan

Rp 311.520.000,00

 

PTKP : K/I/3

Rp   11.520.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp 300.000.000,00

 

PPh terutang gabungan (suami dan isteri) :

 

 

5% x Rp 25.000.000,00

=

Rp   1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp 25.000.000,00

=

Rp   2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp 50.000.000,00

=

Rp   7.500.000,00

 

 

 

25% x Rp 100.000.000,00

=

Rp 25.000.000,00

 

 

 

35% x Rp 100.000.000,00

=

Rp 35.000.000,00

+/+

 

 

 

 

Rp 71.250.000,00

 

 

 

 

a.

Untuk SPT suami

PPh terutang diisi =

204.608.000,00

X Rp. 71.250.000,00 = Rp. 46.797.380,58

311.520.000,00

b.

Untuk SPT isteri

PPh terutang diisi =

106.912.000,00

X Rp. 71.250.000,00 = Rp. 24.452.619,42

311.520.000,00

 

13.

Diisi dengan selisih antara besarnya pajak yang telah dikreditkan dengan besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia setelah adanya pengembalian/pengurangan pajak             penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam        Pasal 24 ayat (5) UU PPh, yang diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan sepanjang pengembalian/pengurangan bukan disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan;

14.

Diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 12 dengan jumlah angka 13.

 

E.

KREDIT PAJAK

15.

Cukup jelas

16.

Cukup jelas

17.

Cukup jelas

 

F.

PPh KURANG/LEBIH BAYAR

19.

Cukup jelas

 

G.

PERMOHONAN

Hanya diisi apabila terdapat jumlah PPh yang lebih bayar pada Angka 18b. Wajib Pajak harus memberi tanda X dalam kotak yang tersedia.

 

Permohonan ini tidak berlaku apabila kelebihan pembayaran berasal dari PPh yang ditanggung pemerintah.

 


 

H.

ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA

Beri tanda X dalam kotak yang sesuai:

a.

Diisi dengan jumlah angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya yang dihitung 1/12 dari jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri pada Angka 16 huruf a dikurangi dengan pengembalian/pengurangan PPh Pasal 24 pada angka 13, kecuali apabila terdapat hal-hal tertentu sebagaimana tersebut pada huruf b berikut ini:

b.

Penghitungan dalam lampiran tersendiri apabila:

 

1.

Terdapat sisa kerugian tahun sebelumnya yang dikompensasikan

 

 

1.1.

Apabila jumlah sisa kerugian habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan atau Tahun Pajak yang bersangkutan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi kerugian, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dan tanpa memperhitungkan kompensasi kerugian.

Contoh:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

 

 

 

Penghasilan Neto

(jumlah pada Angka 5)

 

Rp. 108.640.000,00

 

Kompensasi atas kerugian 2001

(jumlah pada Angka 8)

 

Rp.   20.000.000,00

 

-/-

Penghasilan Neto setelah

Kompensasi (jumlah pada Angka 9)

 

Rp.   88.640.000,00

 

PTKP-K/3 (jumlah pada Angka 10)

Rp.     8.640.000,00

-/-

penghasilan Kena Pajak

(jumlah pada Angka 11)

 

Rp.   80.000.000,00

 

atau:

 

 

penghasilan Neto

(jumlah pada Angka 5)

 

Rp. 108.640.000,00

 

Kerugian tahun 1997

Rp. 158.640.000,00

 

Dikompensasi(jumlah pada Angka 9)

Rp. 108.640.000,00

-/-

Penghasilan Neto setelah kompensasi

(jumlah pada Angka 9)           

 

NIHIL

 

 

 

 

catatan:

Sisa kerugian Tahun Pajak 1997 sebesar Rp. 50.000.000,00

 (Rp. 158.640.000,00 - Rp. 108.640.000,00) tidak dapat dikompensasi lagi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2003 karena sudah lewat waktu 5  (lima) tahun.

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23 dan 24 untuk Tahun Pajak 2002 = Rp. 3.250.000,00

 

Penghitungan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003:

 

Berdasarkan contoh di atas, dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25  untuk tahun Pajak 2003 adalah penghasilan neto tahun Pajak 2002 tanpa memperhitungkan kompensasi kerugian, sebagai berikut:

 

 

 

Penghasilan Neto Tahun Pajak 2002

Rp.     8.640.000,00

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp. 108.640.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak         

Rp. 100.000.000,00

 

PPh terutang:

 

 

5% x Rp.25.000.000,00

=

Rp. 1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp.25.000.000,00

=

Rp. 2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp.50.000.000,00

=

Rp.  7.500.000,00

+/+

 

 

 

 

Rp. 11.250.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22,

23 dan 24

 

=

 

Rp.   3.250.000,00

 

-/-

 

 

 

 

Rp.   8.000.000,00

 

 

 

Angsuran bulanan PPh Ps. 25 Tahun Pajak 2003:

 

 

= 1/12 x Rp. 800.000,00

= Rp. 666.666,67

 

 

 

1.2.

Apabila jumlah sisa kerugian tidak habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dan Tahun Pajak yang bersangkutan tidak merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi, sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya.

 

Apabila penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan lebih kecil dari sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya adalah NIHIL.

 

 

 

Contoh A :

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

 

 

 

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp. 108.640.000,00

 

Kerugian Tahun Pajak 2001 Rp. 158.640.000,00

Dikompensasi (jumlah pada Angka 8)

 

Rp. 108.640.000,00

 

-/-

Penghasilan Neto setelah kompensasi

(jumlah pada Angka 9)           

 

NIHIL

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23 dan 24

Rp.     3.250.000,00

 

 

 

 

 

 

 

Catatan:

Sisa kerugian Tahun Pajak 2001 yang belum dikompensasi sebesar Rp. 50.000.000,00 dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2003.

Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2003:

 

 

 

Penghasilan Neto Tahun Pajak 2002

Rp. 108.640.000,00

 

Sisa kerugian Tahun Pajak 2001 yang

Masih dapat dikompensasi dengan penghasilan

Neto Tahun Pajak 2003

 

 

Rp.   50.000.000,00

 

 

-/-

Penghasilan Neto setelah kompensasi

(jumlah pada Angka 9)

 

Rp.    58.640.000,00

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp.      8.640.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp.    50.000.000,00

 

PPh terutang:

 

 

5% x Rp. 25.000.000,00

=

Rp. 1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp. 25.000.000,00

=

Rp. 2.500.000,00

+/+

 

 

 

 

Rp. 3.750.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22,

23 dan 24

 

=

 

Rp. 3.250.000,00

 

-/-

 

 

 

 

Rp.    500.000,00

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Angsuran bulanan PPh Ps. 25 Tahun Pajak 2003:

 

 

= 1/12 x Rp. 500.000,00

= Rp.      41.666.67

 

 

 

 

Contoh B:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

 

 

 

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp. 108.640.000,00

 

Kerugian Tahun Pajak 2001

Rp. 225.640.000,00

 

Dikompensasi

(jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

 

Rp. 108.640.000,00

 

-/-

Penghasilan Neto setelah kompensasi

(jumlah pada Angka 9)

NIHIL

 

 

 

 

Penghitungan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003:

 

 

 

Penghasilan Neto Tahun Pajak 2002

Rp. 108.640.000,00

Sisa kerugian Tahun Pajak 2001 yang masih

dapat dikompensasi dengan penghasilan neto

Tahun Pajak 2003

Rp. 117.000.000,00

 

 

 

Karena sisa kerugian dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2003 lebih besar dari penghasilan neto Tahun Pajak 2002, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2003 adalah NIHIL.

 

2.

Dalam tahun berjalan diterbitkan ketetapan untuk tahun yang lalu Apabila angsuran bulanan PPh Pasal 25 menurut surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu lebih besar, sama atau lebih kecil dari SPT PPh Tahun Pajak yang bersangkutan, maka angsuran bulan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar jumlah PPh terutang menurut surat ketetapan pajak tersebut dengan memperhatikan ada atau tidaknya unsur kompensasi kerugian.

 

 

2.1.

Jika di dalam SPT PPh Tahun Pajak yang bersangkutan tidak terdapat unsur kompensasi kerugian

 

Contoh :

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

PKP

Rp. 100.000.000,00

PPh terutang (jumlah pada Angka 12)

Rp.   21.250.000,00

PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24

Rp.     3.250 000,00

 

Menurut surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu (2002):

PKP

Rp. 200.000.000,00

PPh terutang

Rp.   51.250.000,00

 

Penghitungan angsuran PPH Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003:

 

 

 

a.

Berdasarkan SPT PPh Tahun Pajak 2002 :

PKP

Rp. 100.000.000,00

PPh terutang (jumlah pada angka 12):

 

5% x Rp. 25.000.000,00

Rp.  1.250.000,00

 

 

10% x Rp. 25.000.000,00

Rp.  2.500.000,00

 

 

15% x Rp. 25.000.000,00

Rp.  7.500.000,00

+/+

 

 

Rp.11.250.000,00

 

 

Jumlah PPh Pasal 21,

22, 23, dan 24

 

Rp.  3.250 000,00

 

-/-

 

 

Rp.  8.000 000,00

 

 

Angsuran PPh Pasal 25:

1/12 x Rp.  8.000 000,00

 

Rp.     666.666,67

 

 

 

b.

Berdasarkan surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu (2002):

 

 

 

 

PKP menurut surat ketetapan pajak Tahun 2002

Rp. 200.000.000,00

PPh terutang menurut surat ketetapan Pajak 2002.

 

5%  x Rp. 25.000.000,00

Rp.  1.250.000,00

 

 

10% x Rp. 25.000.000,00

Rp.  2.500.000,00

 

 

15% x Rp. 50.000.000,00

Rp.  7.500.000,00

 

 

25% x Rp. 100.000.000,00

Rp. 25.000.000,00

+/+

 

 

Rp.36.250.000,00

 

 

PPh Pasal 21, 22, 23, dan

24 menurut SPT Tahunan

PPh Tahun Pajak 2002

 

 

Rp.  3.250.000,00

 

 

-/-

 

PPh yang harus dibayar sendiri

Rp. 33.000.000,00

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2003

1/12 x Rp.33.000.000,00

 

= Rp.2.750.000,00

 

 

 

Jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2002 lebih  besar dari SPT PPh tahun 2002, maka angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2003 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2002. mikian pula apabila angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan ajak tahun 2002 sama atau lebih kecil dari SPT PPh Tahun 2002, maka angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2002.

 

 

2.2.

Jika di dalam SPT PPh Tahun Pajak yang bersangkutan terdapat unsur kompensasi kerugian, maka dalam menghitung angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 

 

 

2.2.1.

apabila terdapat surat ketetapan Pajak Tahun Pajak yang lalu, maka yang diperhatikan adalah ketetapan pajak tersebut tanpa memperhatikan penghasilan netonya apakah sama atau lebih kecil penghasilan neto menurut SPT PPh tahun Pajak yang bersangkutan sebelum adanya kompensasi kerugian.

 

 

 

2.2.2.

dalam hal jumlah kerugian habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002 sehingga tidak ada lagi sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar PPh terutang menurut surat ketetapan pajak terakhir (Tahun Pajak yang lalu).

 

Menurut SPT Tahunan Pajak 2002 :

 

Contoh:

 

 

 

 

Penghasilan Neto (jumlah pada angka 5)       

Rp. 108.640.000,00

Kompensasi kerugian Tahun Pajak 2001

(jumlah pada angka 8)

Rp. 20.000.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp.  8.640.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

Rp.  3.250.000,00

 

Menurut surat ketetapan pajak Tahun Pajak 2002:

Penghasilan Neto

Rp. 128.640.000,00

 

 

 

 

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003:

 

 

 

 

a.

Berdasarkan SPT PPh tahun 2002

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto

Rp. 108.640.000,00

 

Penghasilan Tidak Kena

Pajak (K/3)

Rp      8.640.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp. 100.000.000,00

 

PPh terutang:

 

 

5%  x Rp. 25.000.000,00

Rp.  1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp. 25.000.000,00

Rp.  2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp. 50.000.000,00

Rp.  7.500.000,00

+/+

 

 

 

Rp. 11.250.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Ps 21, 22,

23, dan 24

 

Rp.  3.250 000,00

 

-/-

 

 

 

Rp.  8.000 000,00

 

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun 2003:

1/12 x Rp.  8.000 000,00

 

Rp.     666.666,67

 

 

 

 

 

 

 

 

b.

Berdasarkan surat ketetapan Pajak Tahun Pajak 2001:

 

 

 

 

 

penghasilan Neto

Rp. 128.640.000,00

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Rp.     8.640.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp. 120.000.000,00

 

Besarnya PPh atas Penghasilan Kena Pajak

menurut surat ketetapan pajak tahun 2002:

 

 

5%  x Rp. 25.000.000,00

=

Rp.  1.250.000,00

 

 

10% x Rp. 25.000.000,00

=

Rp.  2.500.000,00

 

 

15% x Rp. 50.000.000,00

=

Rp.  7.500.000,00

 

 

25% x Rp. 20.000.000,00       

=

Rp.  5.000.000,00

+/+

 

 

 

Rp. 16.250.000,00

 

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

Menurut SPT Tahunan PPh Tahun

Pajak 2002

 

 

=

 

 

Rp.  3.250 000,00

 

 

-/-

 

PPh yang harus dibayar sendiri

=

Rp.  13.000 000,00

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun 2003:

 

 

= 1/12 x Rp. 13.000 000,00

Rp. 1.083.333,33

 

 

 

 

 

 

Apabila jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan pajak tahun    2002 lebih besar dari SPT PPh tahun 2002, maka angsuran PPh Pasal 25 tahun 2003 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2002. Demikian pula apabila angsuran bulanan PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2002 sama atau lebih kecil dari SPT PPh tahun 2002, maka angsuran PPh Pasal 25 tahun 2003 tetap dihitung berdasarkan surat Ketetapan Pajak tahun 2002.

 

 

 

2.2.3.

Jika jumlah kerugian tidak habis dikompensasi dalam tahun Pajak yang bersangkutan, sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung berdasarkan besarnya PPh terutang atas penghasilan neto menurut surat ketetapan pajak terakhir (tahun pajak yang lalu atau tahun sebelum tahun pajak yang lalu) setelah memperhitungkan sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto tahun pajak berikutnya.

 

 

 

 

Contoh:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

Penghasilan Neto (jumlah pada angka 5)

Rp. 108.640.000,00

Kerugian tahun 2001

Rp. 255.640.000,00

Dikompensasi (jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

Rp. 108.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp. 8.640.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

Rp 6.250.000,00

 

 

 

 

Catatan:

Sisa kerugian Tahun Pajak 2001 sebesar

Rp. 147.000.000,00

(Rp. 255.640.000,00 - Rp. 108.640.000,00) dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2003.

 

Menurut surat ketetapan pajak tahun 2002:

Penghasilan Neto

Rp. 235.640.000,00

Kerugian tahun 2001

Rp. 255.640.000,00

Dikompensasi (jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

Rp 235.640.000,00

 

Catatan:

Sisa kerugian Tahun Pajak 2001 sebesar

Rp. 20.000.000,00

 

(Rp. 255.640.000,00 - Rp 235.640.000,00) dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2003.

 

 

 

 

b.

Berdasarkan surat ketetapan Pajak tahun 2002:

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto menurut SKP                     

Rp. 235.640.000,00

 

Sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan

penghasilan neto tahun 2003

 

Rp.  20.000.000,00

 

-/-

Penghasilan Neto setelah Kompensasi

Rp. 215.640.000,00

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp.     8.640.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp. 207.000.000,00

 

Pajak Penghasilan terutang :

 

 

5%  x Rp.  25.000.000,00

=

Rp.  1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp.  25.000.000,00

=

Rp.  2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp.  50.000.000,00

=

Rp.  7.500.000,00

 

 

 

25% x Rp. 100.000.000,00

=

Rp. 25.000.000,00

 

 

 

35% x Rp.     7.000.000,00

=

Rp.  2.450.000,00

+/+

 

 

 

 

Rp. 38.700.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Ps 21, 22, 23,

dan 24 Menurut SPT Tahunan

PPh Tahun Pajak 2002

 

 

=

 

 

Rp.  6.250 000,00

 

 

-/-

 

 

 

 

Rp. 32.450.000,00

 

 

 

 

 

 

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak 2003:1/12 X Rp. 32.450.000,00 = Rp. 2.704.166.66

 

 

 

 

 

Jika jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Tahun 2002 lebih besar, sama atau lebih kecil dari SPT PPh tahun 2002, maka angsuran PPh Pasal 25 tahun 2003 dihitung berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tahun 2002.

 

Dalam hal sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2003 lebih besar dari penghasilan neto menurut surat ketetapan pajak tahun 2002, maka angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun Pajak 2003 adalah NIHIL.

 

 

 

 

 

Contoh:

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

Penghasilan Neto (jumlah Angka 5)

Rp. 108.640.000,00

Kerugian tahun 2001

Rp. 255.640.000,00

Dikompensasi jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

Rp. 108.640.000,00

 

Catatan:

 

Sisa kerugian Tahun Pajak 2001 sebesar Rp. 147.000.000,00

(Rp. 255.640.000,00 - Rp. 108.640.000,00) dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2003.

 

Menurut surat ketetapan pajak tahun 2002:

Penghasilan Neto

Rp. 110.000.000,00

 

Penghasilan angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2003:

Karena sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2003 (Rp. 147.000.000,00) lebih besar dari penghasilan neto menurut SKP tahun 2002 (Rp. 110.000.000,00), maka angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2003 adalah NIHIL.

 

 

3.

Terdapat penghasilan tidak teratur

 

Penghasilan tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur) adalah keuntungan   selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (equital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.

 

Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya penghasilan dari kontrak 2 (dua) mobil, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003 dihitung berdasarkan penghasilan neto seluruhnya dikurangi dengan penghasilan tidak teratur tersebut.

 

Contoh:

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

 

 

Penghasilan Neto seluruhnya 

Rp. 508.640.000,00

Jumlah PPh Pasal 21, 22, dan 24

Jumlah PPh Pasal 23 (atas kontrak 2 buah

 

Rp.   51.250.000,00

Mobil sebesar Rp. 60.000.000,00)

Rp.      3.600.000,00

 

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003:

Penghasilan Neto seluruhnya (jumlah pada angka 5)

Rp. 508.640.000,00

 

Penghasilan Neto tidak teratur

Rp.    60.000.000,00

-/-

Penghasilan Neto teratur

Rp. 448.640.000,00

 

PTKP K/3

Rp.     8.640.000,00

-/-

Penghasilan Kena Pajak         

Rp. 440.000.000,00

 

PPh Terutang:

 

 

5%  x Rp.  25.000.000,00

=

Rp.  1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp.  25.000.000,00

=

Rp.  2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp.  50.000.000,00

=

Rp.  7.500.000,00

 

 

 

25% x Rp. 100.000.000,00

=

Rp. 25.000.000,00

 

 

 

35% x Rp. 240.000.000,00

=

Rp.  84.000.000,00

+/+

 

 

 

 

 

 

Rp.120.250.000,00

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, dan 24 Tahun Pajak 2002

(tidak termasuk PPh Pasal 23 atas kontrak mobil)

Rp.  51.250.000,00

-/-

Angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak 2003

Rp. 69.000.000,00

 

= 1/12 X Rp. 69.000.000,00

Rp. 5.750.000,00

 

 

4.

Terdapat Pembayaran Zakat atas Penghasilan

Dalam hal terdapat zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, terdapat hal-hal tertentu (terdapat sisa kerugian tahun sebelumnya yang dikompensasikan, dalam tahun berjalan diterbitkan setoran pajak untuk tahun pajak yang lalu, dan terdapat penghasilan tidak teratur), maka penghitungan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 mengikuti pola penghitungan sebagaimana contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 sebelumnya (angka 20 huruf b angka 1 s/d 3) dengan memperhitungkan zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan.

 

Contoh:

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2002:

Penghasilan Neto (jumlah pada angka 5)       

Rp. 111.425.000,00

Zakat atas Penghasilan (jumlah pada angka 6)         

Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan

Rp.     2.785.000,00

Zakat atas penghasilan (jumlah pada angka 7)

Rp. 108.640.000,00

Kompensasi kerugian (jumlah pada angka 8)

Rp.   20.000.000,00

Penghasilan Neto setelah kompensasi kerugian

(jumlah pada angka 9)

 

Rp. 88.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak K/3 (jumlah pada 10)

Rp. 8.640.000,00

Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada angka 11)

Rp. 80.000.000,00

 

Atau:

 

Penghasilan neto (jumlah pada angka 5)

Rp. 111.425.000,00

Kerugian tahun 1997 :

Rp. 161.425.000,00

Dikompensasi (jumlah pada angka 8)

Rp. 111.425.000,00

Penghasilan Neto setelah kompensasi kerugian

(jumlah pada angka 9)

Rp.       NIHIL

 

Catatan:

 

kerugian tahun pajak 1997 setelah dikompensasi sebesar Rp. 50.000.000,00 (Rp. 161.425.000,00 - Rp. 111.425.000,00) tidak dapat lagi dikompensasi dengan penghasilan neto tahun pajak 2003 karena sudah lewat waktu 5 (lima) tahun.

 

Penghasilan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003:

Penghasilan neto (jumlah pada angka 5)

Rp. 111.425.000,00

Zakat atas Penghasilan (jumlah pada angka 6)

Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan

 

Rp.     2.785.000,00

zakat atas penghasilan (jumlah pada angka 7)

Rp. 108.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak K/3 (Jumlah pada angka 10)

Rp.     8.640.000,00

penghasilan Kena Pajak (jumlah pada angka 11)

Rp. 100.000.000,00

PPh Terutang:

 

5%  x Rp.  25.000.000,00

=

Rp.  1.250.000,00

 

 

10% x Rp.  25.000.000,00

=

Rp.  2.500.000,00

 

 

15% x Rp.  50.000.000,00

=

Rp.  7.500.000,00

+/+

 

 

 

Rp.11.250.000,00

 

 

Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23 dan 24 Tahun 2002

 

Rp. 3.250.000,00

-/-

 

 

 

Rp. 8.000.000,00

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2003:

 

1/12 X Rp.8.000.000,00

Rp. 666.666,67

 

 

 

 

Perhatian:

 

 

1.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi atas dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan.

 

 

2.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dapat dibayar di muka sekaligus berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.23/1989 tanggal 1 Maret 1989.

 

 

I.

Cukup Jelas

J.

JUMLAH HARTA DAN JUMLAH KEWAJIBAN PADA AKHIR TAHUN

Cukup jelas

K.

LAMPIRAN

 

a.

Cukup jelas

 

b.

Cukup jelas

 

c.

Cukup jelas

 

d.

Cukup jelas

 

e.

Cukup jelas

 

f.

Cukup jelas

 

g.

Cukup jelas

 

h.

Cukup jelas

 

i.

Lampiran-lampiran lainnya yang dianggap perlu atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak, misalnya:

 

 

-

Asli Bukti Setoran Zakat;

 

 

-

Asli Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN);

 

 

-

Fotocopy Ijin Kerja Tenaga Asing (IKATA) yang masih berlaku untuk WP orang asing.

 

 

-

Asli Surat Keterangan Penghasilan (Certificate of Income) dari perusahaan induk untuk WP asing.

 

L.

PERNYATAAN

 

Pernyataan ini dibuat sehubungan dengan jaminan akan kebenaran dan kelengkapan pengisian SPT Tahunan. Apabila ternyata diisi dengan tidak benar dan atau tidak lengkap, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan itu, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani dan membubuhkan nama lengkap serta mencantumkan tempat, tanggal, bulan dan tahun diisinya SPT pada tempat yang tersedia. Beri

tanda (X) dalam kotak yang sesuai.