DEPARTEMEN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT
JENDERAL PAJAK
PETUNJUK
PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK
PENGHASILAN ORANG PRIBADI
PETUNJUK
UMUM
Berdasarkan
ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah
sebagai berikut:
1. |
Setiap Wajib Pajak wajib
mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan
menandatanganinya. |
2. |
SPT Tahunan ditandatangani
oleh pengurus, direksi, atau orang lain bukan Wajib Pajak sepanjang dilampiri
dengan surat kuasa khusus. |
3. |
SPT Tahunan dianggap tidak
disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri
keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-214/PJ./2001. |
4. |
Wajib Pajak harus mengambil
sendiri formulir SPT Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah akhir Tahun Pajak. |
5. |
Penyampaian SPT Tahunan dapat
dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa
ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-518/PJ./2001. |
6. |
Kekurangan pembayaran pajak
yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat
tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir.
Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari
saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. |
7. |
Wajib Pajak wajib membayar
atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro
atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima
pembayaran pajak (Bank Persepsi). |
8. |
Direktur Jenderal Pajak atas
permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT
Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus
diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
dengan menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur
Jenderal tersebut. |
9. |
Direktur Jenderal pajak atas
permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan paling lama 6 (enam) bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis
disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara besarnya pajak
terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran
pajak menurut penghitungan sementara tersebut. Apabila SPT Tahunan tidak
disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah). |
10. |
Setiap orang yang karena
kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar, sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah
pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT
Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. |
PETUNJUK
PENGISIAN FORMULIR
LAMPIRAN
I (FORMULIR 1770-I)
PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI
A. |
PENGHASILAN NETO
DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG
MENGGUNAKAN PEMBUKUAN |
Bagian ini
digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri dari usaha
dan atau pekerjaan bebas bagi Wajib
Pajak yang menggunakan pembukuan, meliputi jumlah penghasilan berdasarkan
laporan keuangan komersial, jumlah setelah penyesuaian fiskal positif, jumlah
setelah penyesuaian fiskal negatif, dan penghasilan neto dalam negeri setelah
penyesuaian fiskal yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan
anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Penghasilan
tersebut tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final
dan dikenakan pajak tersendiri serta penghasilan yang tidak termasuk objek
pajak.
Bagi
Wajib Pajak yang laporan keuangannya telah di Audit oleh Kantor Akuntan Publik,
agar dicantumkan nama, NPWP Kantor Akuntan Publik tersebut dan kolom Opini
diisi sesuai dengan kode opini sebagai berikut :
|
Wajar Tanpa Syarat |
|
|
Wajar Dengan Syarat |
|
|
Tidak Wajar |
|
|
Tidak Ada Opini |
Bagi yang
menggunakan jasa konsultan pajak, agar dicantumkan nama dan NPWP Kantor
Konsultan Pajak.
1. |
PENGHASILAN BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL Diisi dengan jumlah
penghasilan berdasarkan Laporan Keuangan Komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan
baik yang belum di Audit maupun yang telah di Audit oleh Kantor Akuntan
Publik yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
|||||
|
a. |
Diisi dengan jumlah
penerimaan/perolehan bruto dari kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas; |
||||
|
b. |
Diisi sesuai dengan jumlah
Harga Pokok Penjualan menurut pembukuan; |
||||
|
c. |
Diisi sesuai hasil dari
pengurangan antara Peredaran Usaha dengan Harga Pokok Penjualan selama tahun
pajak yang bersangkutan; |
||||
|
d. |
Diisi dengan biaya-biaya
umum dan administrasi dari kegiatan usaha; |
||||
|
e. |
Diisi dengan jumlah
penghasilan neto dari usaha sebagai hasil pengurangan antara Laba/Rugi bruto
Usaha dengan Biaya-biaya; |
||||
2. |
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF penyesuaian
fiskal positif adalah penyesuaian yang bersifat menambah atau
memperbesar terhadap penghasilan
berdasarkan laporan keuangan komersial, karena adanya biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak
berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan beserta
peraturan pelaksanaannya, karena adanya perbedaan saat pengakuan biaya dan
penghasilan atau karena penghitungan biaya menurut metode fiskal lebih rendah
dari penghitungan menurut metode akuntansi komersial, serta karena adanya
penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak termasuk dalam penghasilan
komersial, yaitu sebagai berikut: |
|||||
|
a. |
Diisi dengan penyesuaian
berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf i UU PPh, yaitu misalnya pengeluaran
perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya
perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi pribadi/keluarga, dan
pengeluaran lainnya untuk kepentingan pribadi wajib Pajak atau orang yang
menjadi tanggungannya; |
||||
|
b. |
Diisi
dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh, yaitu premi
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak. Pada saat Wajib Pajak menerima penggantian atau santunan
asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan objek pajak; |
||||
|
c. |
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3)
huruf d UU PPh, penggantian atau imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit
in-kind) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh
karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian
berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja
tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun pemberian natura
berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai,
demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau
kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai
sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya
(seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian
seragam petugas keamanan, antar jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak
kapal), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Lihat : Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 466/KMK.04/2000 |
||||
|
d. |
Penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan
lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU
PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak
melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum
untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas
selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba |
||||
|
e. |
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3)
huruf a UU PPh, bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan
sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai
dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9
ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut
tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan |
||||
|
f. |
Penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh, Pajak penghasilan badan serta kredit pajak
bukan merupakan biaya perusahaan |
||||
|
g. |
Diisi dengan penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, yaitu pembayaran gaji kepada pemilik atau
orang yang menjadi tanggungannya tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan |
||||
|
h. |
Penyesuaian
berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, sanksi administrasi berupa
bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan
dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya
perusahaan |
||||
|
i. |
Cukup jelas (daftar rincian
perhitungan penyusutan fiskal lampirkan pada SPT) |
||||
|
j. |
Cukup jelas (daftar rincian
perhitungan amortisasi fiskal lampirkan pada SPT) |
||||
|
k. |
Penyesuaian berdasarkan ketentuan
umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal:
|
||||
3. |
PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF Yang dimaksud dengan
penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung Penghasilan
Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat
mengurangi penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial. |
|||||
|
a. |
Cukup jelas |
||||
|
b. |
Cukup jelas (daftar rincian
perhitungan penyusutan fiskal lampirkan pada SPT) |
||||
|
c. |
Cukup jelas (daftar rincian
perhitungan amortisasi fiskal lampirkan pada SPT) |
||||
|
d. |
Cukup jelas |
||||
|
e. |
Cukup jelas |
||||
4. |
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SETELAH PENYESUAIAN FISKAL Diisi sesuai dengan
penjumlahan antara Penghasilan Berdasarkan Laporan Keuangan Komersial dengan
Penyesuaian Fiskal Positif dikurangi dengan Penyesuaian Fiskal Negatif. |
B. |
PENGHASILAN NETO
DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG
MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO |
Bagian
ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan dalam negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang
belum dewasa dari usaha dan atau pekerjaan bebas yang melakukan pencatatan dan
memilih menggunakan Norma Penghitungan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Yang
berhak menggunakan Norma Penghitungan adalah Wajib Pajak yang peredaran
usahanya atau penerimaan brutonya kurang dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah) setahun dan telah memberitahukan untuk menggunakan Norma
Penghitungan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak dengan
status kawin pisah harta, jumlah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)
tersebut merupakan gunggungan peredaran usaha atau penerimaan bruto dari usaha
suami, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.
Penghasilan
tersebut tidak termasuk Penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan
Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
C. |
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN |
Bagian
ini diisi dengan penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang
belum dewasa, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemberi
kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21 serta dari pemberi kerja yang
bukan subjek pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21
kecuali:
1. |
Penghasilan isteri dari satu
pemberi kerja; |
2. |
Anak/anak angkat yang belum
dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya
dengan usahanya orang yang mempunyai hubungan istimewa. |
Pengertian Wajib Pajak di sini
termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, karyawan
BUMN/D, para penerima pensiun/Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua, Warga
Negara Indonesia yang bekerja pada kedutaan besar negara asing, perwakilan
negara asing dan Perwakilan Organisasi Internasional.
Bagi pejabat negara, pegawai
negeri sipil, anggota TNI/POLRI, dan pensiunan yang menerima penghasilan berupa
honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang telah dipotong PPh Pasal 21
bersifat final, penghasilan tersebut tidak dimasukkan dalam bagian ini.
Catatan: |
Lampiran Formulir 1721-A,
1721-A2 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari setiap pemberi kerja Tahun Pajak yang bersangkutan |
D. |
PENGHASILAN NETO
DALAM NEGERI LAINNYA (TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PPh
BERSIFAT FINAL) |
Bagian ini
digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri lainnya
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah, keuntungan dari
penjualan/pengalihan harta dan penghasilan lain-lain yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Penghasilan tersebut tidak termasuk penghasilan
yang telah dikenakan pajak bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta
penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
LAMPIRAN
II (FORMULIR 1770-II)
DAFTAR
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG
DITANGGUNG
PEMERINTAH, PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS
PENGHASILAN
YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG
DI LUAR
NEGERI
Diisi
dengan rincian kredit PPh yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk yang
bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta rincian penghasilan neto
dari luar negeri yang diterima Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat
yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali istri yang telah
hidup berpisah atau yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
A. |
DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh YANG
DITANGGUNG PEMERINTAH |
Bagian
ini merupakan rincian angsuran PPh berupa pemotongan/pemungutan oleh pihak lain
dan PPh yang ditanggung Pemerintah yang diperhitungkan sebagai kredit pajak.
B. |
PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG
DI LUAR NEGERI |
Bagian ini
dipergunakan untuk:
1. |
Melaporkan rincian
penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan penghitungan
kredit pajak luar negeri dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak
angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali
penghasilan: |
|
|
a. |
isteri yang telah hidup
berpisah; |
|
b. |
isteri yang mengadakan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
2. |
Mengajukan permohonan kredit
pajak luar negeri. |
LAMPIRAN
III (FORMULIR 1770-III)
PENGHASILAN
YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL,
DIKENAKAN
PAJAK TERSENDIRI, PENGHASILAN PENGUSAHA
TERTENTU,
DAN PENGHASILAN YANG TIDAK
TERMASUK
OBYEK PAJAK
Formulir
ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan neto dalam negeri dari
usaha dan dari luar usaha, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri,
isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa dalam tahun pajak yang bersangkutan
yang pajaknya dibayar/dipotong/dipungut oleh pihak lain dan bersifat final,
yang dikenakan pajak tersendiri, dan penghasilan pengusaha tertentu serta
penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak, kecuali penghasilan:
1. |
Isteri yang telah hidup
berpisah; |
2. |
istri yang melakukan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh istri sendiri. |
LAMPIRAN
IV (FORMULIR 1770-IV
DAFTAR
HARTA DAN KEWAJIBAN PADA AKHIR TAHUN
Formulir ini digunakan untuk melaporkan setiap harta dan
kewajiban/utang pada akir tahun pajak yang dimiliki Wajib Pajak sendiri, isteri,
anak/anak angkat yang belum dewasa, kecuali harta dan kewajiban yang dimilik i:
1. |
Isteri yang telah hidup
berpisah; |
2. |
Isteri yang melakukan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
yang harus
dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri.
Bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyelenggarakan pembukuan, formulir ini
digunakan untuk melaporkan setiap harta dan kewajiban/utang pada akhir tahun
pajak yang dimiliki Wajib pajak sendiri, isteri anak/anak angkat yang belum
dewasa, yang belum dilaporkan dalam laporan keuangan.
Contoh
Pengisian Daftar Harta:
No. |
Jenis Harta |
Tahun Perolehan |
Harta Perolehan (Rp) |
Keterangan |
1. |
Rumah
Jl.
Veteran No. 6, Solo |
1995 |
80.000.000 |
|
2. |
Rumah Jl.
Casablanca 20, Jakarta |
1998 |
100.000.000 |
|
3. |
Mobil
(Toyota, 1990) |
1999 |
60.000.000 |
|
4. |
Mobil
(BMW, 2000) |
2000 |
250.000.000 |
|
5. |
Deposito
(Bank Bali) |
1998 |
50.000.000 |
|
6. |
Deposito
(BNI) |
1998 |
50.000.000 |
|