Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) |
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah); |
(2) |
Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d, huruf e dan huruf f yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 1.000,- (seribu rupiah),dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tidak terutang Bea Meterai. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 April 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd S O E H A R T O |
ttd
MOERDIONOSalah satu cara dalam mewujudkan peran serta masyarakat tersebut, adalah dengan dokumen-dokumen tertentu.
Huruf a
Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya tersebut, dibebani kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat perjanjian atau surat-surat yang dipegangnya.
Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas
Huruf d, huruf e, dan huruf f
Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut dalam huruf d, huruf e dan huruf f ini juga meliputi jumlah uang ataupun harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing.
Untuk menentukan nilai rupiahnya, maka jumlah uang atau harga nominal tersebut dikalikan dengan nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang berlaku pada saat dokumen tersebut dibuat, sehingga dapat diketahui apakah dokumen tersebut dikenakan atau tidak dikenakan Bea Meterai.
Huruf g
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang semula tidak kena Bea Meterai, tetapi karena kemudian digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka lebih dahulu harus dilakukan pemeteraian kemudian.
Angka 1
Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf g angka 1 ini tidak untuk tujuan sesuatu pembuktian, misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan sebuah barang. Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila kemudian dipakai sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.
Surat-surat kerumah-tanggaan, misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan sebagaialat pembuktian, maka daftar harga barang ini terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.
Angka 2
Surat-surat yang dimaksud dalam huruf g angka 2 ini ialah surat-surat yang karena tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian diubah maka surat yang demikian itu dikenakan Bea Meterai. Misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan tujuan untuk keperluan intern organisasi tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih dahulu.
Pasal 2
Tarif sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) ini adalah tarif atas dokumen yang semula dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).
Ayat (2)
Tarif sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) ini adalah tarif atas dokumen yang semula dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah).
Pasal 3
Dalam Pasal ini ditetapkan penggunaan Bea Meterai dengan tarif tunggal atas cek dan bilyet giro sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).
Untuk meringankan nasabah bank guna memperlancar pelaksanaan kliring, maka pengenaan tarif Bea Meterai sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) tersebut dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal dari cek dan bilyet giro. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan kliring, bank cukup menyediakan 1 (satu) macam bentuk cek dan 1 (satu) macam bentuk buku bilyet giro. Semula atas cek dan bilyet giro ini dikenakan Bea Meterai sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah).
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Pelaksanaan teknis yang diatur oleh Menteri Keuangan antara lain bentuk, ukuran dan warna meterai tempel dan kertas bermeterai, tata cara pelunasan Bea Meterai, pengadaan dan penyaluran Benda Meterai dan lain-lain.
Pasal 6
Cukup jelas.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.