A. |
Umum
Dalam rangka penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi yang lebih baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka perlu memberikan petunjuk mengenai tata cara penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi (PBB Migas dan PBB Panas Bumi). |
B. |
Maksud dan Tujuan
Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan acuan dalam proses penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi yang dilakukan oleh KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan petunjuk mengenai hal-hal yang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 15/PMK.03/2012 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2012 masih bersifat umum dan memerlukan penegasan. |
C. |
Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Surat Edaran ini meliputi penjelasan mengenai:
- Objek Pajak, Subjek Pajak, dan Wajib Pajak.
- Penatausahaan dan Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi.
|
D. |
Dasar
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2012 tentang Penatausahaan dan Pemindahbukuan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi.
|
E. |
Pengertian
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi yang selanjutnya disebut SPOP adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi ke Direktorat Jenderal Pajak.
- Rekapitulasi SPOP adalah rekapitulasi data SPOP dan Lampiran SPOP untuk setiap subjek pajak atau Wajib Pajak.
- Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut KPP Pratama adalah KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak PBB Migas untuk areal onshore dan PBB Panas Bumi.
- Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang ditunjuk yang selanjutnya disebut KPP Pratama yang ditunjuk adalah KPP Pratama yang mengadministrasikan data objek pajak PBB Migas untuk areal onshore dan PBB Panas Bumi, dalam hal terdapat lebih dari satu KPP Pratama dalam satu kabupaten/kota.
- Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk yang selanjutnya disebut KPP yang ditunjuk adalah KPP yang mengadministrasikan data objek pajak PBB Migas untuk areal offshore dan tubuh bumi.
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kanwil DJP adalah Kanwil DJP yang membawahkan KPP Pratama, KPP Pratama yang ditunjuk, atau KPP yang ditunjuk.
- Formulir Data Masukan yang selanjutnya disingkat FDM adalah formulir yang digunakan sebagai sarana perekaman data ke dalam basis data PBB Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi.
- Rincian Perhitungan Nilai yang selanjutnya disingkat RPN adalah hasil keluaran dari aplikasi PBB Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, yang berisi informasi rinci perhitungan nilai bumi dan bangunan.
|
F. |
Objek Pajak, Subjek Pajak, dan Wajib Pajak
1. |
Objek pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah bumi dan/atau bangunan. |
2. |
Bumi sebagaimana dimaksud pada angka 1, terdiri dari:
a. |
Permukaan bumi, meliputi:
1) |
tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore) terdiri dari Areal Produktif, Areal Belum Produktif, Areal Tidak Produktif, Areal Emplasemen, dan Areal Pengamanan; |
2) |
perairan lepas pantai (offshore). |
|
b. |
Tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi. |
|
3. |
Bangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada areal onshore dan/atau areal offshore. |
4. |
Subjek pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah KKKS atau Pengusaha Panas Bumi yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas Bumi dalam Wilayah Kerja pertambangan atau yang sejenis dengan itu. |
5. |
Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4 yang dikenakan kewajiban membayar PBB Migas atau PBB Panas Bumi menjadi Wajib Pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi. |
|
G. |
Penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi</strong
1. |
Pendaftaran
- Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian menyampaikan SPOP dan Lampiran SPOP kepada subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajaknya.
- Subjek pajak atau Wajib Pajak mengisi SPOP dan Lampiran SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap.
- SPOP dan Lampiran SPOP sebagaimana dimaksud dalam huruf a diisi dan ditandatangani oleh subjek pajak atau Wajib Pajak, serta disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian.
- SPOP dan Lampiran SPOP sebagaimana dimaksud pada huruf b, terdiri dari SPOP dan Lampiran SPOP Onshore, SPOP dan Lampiran SPOP Offshore, SPOP Tubuh Bumi, dan Rekapitulasi SPOP.
|
2. |
Pengadministrasian SPOP dan Lampiran SPOP
- Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian menerima SPOP dan Lampiran SPOP serta melakukan penelitian atas pengisian dan kelengkapan SPOP dan Lampiran SPOP dimaksud.
- SPOP dan Lampiran SPOP Onshore untuk PBB Migas serta SPOP dan Lampiran SPOP untuk PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d diadministrasikan oleh Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian dan disampaikan ke KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk setelah berkoordinasi dengan Kanwil DJP.
- SPOP dan Lampiran SPOP Offshore serta SPOP Tubuh Bumi untuk PBB Migas sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d diadministrasikan oleh Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian dan disampaikan ke KPP yang ditunjuk setelah berkoordinasi dengan Kanwil DJP.
|
3. |
Penilaian Objek Pajak Penilaian untuk objek PBB Migas dan PBB Panas Bumi dalam rangka penentuan besarnya nilai bumi per meter persegi dan/atau nilai bangunan per meter persegi adalah sebagai berikut:
a. |
Nilai bumi per meter persegi:
1) |
Areal onshore Nilai bumi per meter persegi untuk areal onshore merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal onshore. Total nilai bumi merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal. Untuk menentukan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) |
untuk areal belum produktif dan areal emplasemen, melalui tahapan:
(1) |
melakukan pengumpulan data pembanding berupa objek sejenis, dan dituangkan dalam formulir 1; |
(2) |
melakukan analisis terhadap data pembanding tersebut untuk menentukan nilai bumi per meter persegi dari masing-masing data pembanding, dengan menggunakan formulir 2; |
(3) |
menentukan nilai indikasi rata-rata bumi per meter persegi, dengan menggunakan formulir 3. |
Nilai indikasi rata-rata bumi per meter persegi untuk areal belum produktif dan areal emplasemen tersebut merupakan nilai bumi per meter persegi untuk areal belum produktif dan areal emplasemen. |
b) |
untuk areal produktif, areal tidak produktif, dan areal pengaman, ditentukan dengan cara melakukan penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi untuk areal belum produktif, dengan menggunakan formulir 4. |
|
2) |
Areal offshore Nilai bumi per meter persegi untuk areal offshore menggunakan nilai bumi per meter persegi yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
3) |
Tubuh bumi eksplorasi Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi menggunakan nilai bumi per meter persegi yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
4) |
Tubuh bumi eksploitasi Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi Eksploitasi merupakan hasil pembagian antara nilai bumi untuk tubuh bumi Eksploitasi dengan luas Wilayah Kerja. Nilai bumi untuk tubuh bumi Eksploitasi tersebut ditentukan berdasarkan hasil perkalian:
a) |
angka kapitalisasi, hasil produksi, dan harga produksi Minyak Bumi dan/atau harga produksi Gas Bumi, untuk PBB Migas; |
b) |
angka kapitalisasi, hasil produksi, dan harga produksi uap dan/atau harga produksi listrik, untuk PBB Panas Bumi yang pembangkit listriknya dikelola sendiri oleh Pengusaha Panas Bumi; |
c) |
angka kapitalisasi, hasil produksi, dan harga produksi uap, untuk PBB Panas Bumi yang pembangkit listriknya tidak dikelola sendiri oleh Pengusaha Panas Bumi. |
Harga produksi Minyak Bumi, harga produksi Gas Bumi, harga produksi uap, dan harga produksi listrik, menggunakan data yang disampaikan melalui surat Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak mengenai harga produksi. |
|
b. |
Nilai bangunan per meter persegi Nilai bangunan per meter persegi merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan. Total nilai bangunan merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan. Nilai bangunan masing-masing bangunan ditentukan sebesar biaya pembangunan baru setelah dikurangi penyusutan. |
|
4. |
Penetapan PBB Migas dan PBB Panas Bumi serta Pengadministrasian SPPT
a. |
Berdasarkan SPOP dan Lampiran SPOP Onshore, SPOP dan Lampiran SPOP Offshore, dan SPOP Tubuh Bumi, KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk melakukan:
1) |
perekaman SPOP dan Lampiran SPOP Onshore, SPOP dan Lampiran SPOP Offshore, dan SPOP Tubuh Bumi; |
2) |
penghitungan nilai indikasi objek pajak dan perekaman FDM; |
3) |
pengisian formulir usulan perhitungan nilai; |
4) |
penyampaian usulan penetapan NJOP yang dilampiri perhitungan nilai kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. |
|
b. |
Setelah menerima usulan perhitungan nilai sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak:
1) |
melakukan penelitian dan dapat melakukan koreksi atas usulan perhitungan nilai yang disampaikan KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk, dengan mempertimbangkan keseimbangan NJOP antar kabupaten/kota untuk setiap objek pajak; |
2) |
menyetujui usulan perhitungan nilai serta membuat rekapitulasi persetujuan nilai; |
3) |
menetapkan persetujuan sebagai Keputusan Menteri Keuangan mengenai Penetapan NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB; |
4) |
menyampaikan persetujuan nilai serta rekapitulasi persetujuan sebagaimana angka 2) dan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana angka 3) ke KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk. |
|
c. |
Setelah mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2), KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk:
1) |
merekam kembali FDM berdasarkan persetujuan perhitungan nilai dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terdapat koreksi; |
2) |
mencetak SPPT dan 4 (empat) rangkap salinan SPPT. |
|
d. |
KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk mengirimkan SPPT dan 4 (empat) rangkap salinan SPPT sebagai berikut:
1) |
SPPT dan 2 (dua) rangkap salinan SPPT dikirimkan ke Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian melalui Kanwil Direktorat Jenderal Pajak; |
2) |
Satu salinan SPPT untuk arsip di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak; |
3) |
Satu salinan SPPT untuk arsip KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk yang bersangkutan. |
|
e. |
KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk membuat rekapitulasi penerbitan SPPT dan menyampaikan ke Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian bersamaan dengan penyampaian SPPT sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1). |
f. |
Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian menatausahakan SPPT dan salinan SPPT yang diterima dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak dan membuat Daftar Ketetapan PBB Migas per KKKS per kabupaten/kota untuk areal Onshore dan salinan SPPT per KKKS untuk areal Offshore dan Tubuh Bumi dan Daftar Ketetapan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas Bumi per kabupaten/kota, dengan ketentuan:
1) |
SPPT disampaikan kepada Wajib Pajak; |
2) |
satu salinan SPPT disampaikan ke Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan disertai dengan Daftar Ketetapan PBB Migas dan PBB Panas Bumi paling lambat pada minggu pertama bulan Juni tahun pajak berjalan; |
3) |
satu salinan SPPT untuk arsip Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian. |
|
|
5. |
Permintaan Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan:
a. |
membuat konsep surat Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Anggaran mengenai permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi; |
b. |
menyampaikan surat Direktur Jenderal Pajak mengenai permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu kedua bulan Juni, dilampiri:
1) |
Daftar Ketetapan PBB Migas per KKKS beserta salinan SPPT per KKKS per kabupaten/kota untuk areal Onshore dan salinan SPPT per KKKS untuk areal Offshore dan Tubuh Bumi; |
2) |
Daftar Ketetapan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas Bumi beserta salinan SPPT per Pengusaha Panas Bumi per kabupaten/kota. |
|
|
|
H. |
Ketentuan Lain-Lain
1. |
Terkait penyampaian SPOP PBB Migas kepada subjek pajak atau Wajib Pajak, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian berkoordinasi dengan BP Migas. |
2. |
Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian melakukan pengawasan kepatuhan penyampaian SPOP dan Lampiran SPOP oleh Wajib Pajak, dengan ketentuan sebagai berikut:
- Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP dan Lampiran SPOP setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SPOP dan Lampiran SPOP, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian mengirimkan Surat Teguran pengembalian SPOP dan Lampiran SPOP kepada subjek pajak atau Wajib Pajak.
- Apabila setelah ditegur sebagaimana dimaksud pada huruf a, subjek pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP dan Lampiran SPOP sesuai jangka waktu yang ditentukan, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian mengirimkan surat pemberitahuan ke KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
|
3. |
Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian menyiapkan:
- konsep Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai nilai bumi per meter persegi untuk areal offshore, nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi, dan Angka Kapitalisasi;
- surat Direktur Jenderal Pajak mengenai harga produksi minyak bumi, harga produksi gas bumi, dan harga produksi uap dan listrik dari panas bumi untuk pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi.
|
4. |
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang seharusnya terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP dan Lampiran SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak, KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak PBB. |
5. |
Bentuk Formulir:
- Formulir 1 ditetapkan sebagaimana Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
- Formulir 2 ditetapkan sebagaimana Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
- Formulir 3 ditetapkan sebagaimana Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
- Formulir 4 ditetapkan sebagaimana Lampiran IV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
- Formulir Data Masukan ditetapkan sebagaimana Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
- Usulan Perhitungan Nilai ditetapkan sebagaimana Lampiran VI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
- Persetujuan Perhitungan Nilai ditetapkan sebagaimana Lampiran VII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
- Rekapitulasi Persetujuan Perhitungan Nilai ditetapkan sebagaimana Lampiran VIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
- Rincian Perhitungan Nilai PBB ditetapkan sebagaimana Lampiran IX Surat Edaran Direktur jenderal Pajak ini;
- Rekapitulasi SPPT ditetapkan sebagaimana Lampiran X Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
- Daftar Ketetapan PBB Migas dan PBB Panas Bumi ditetapkan sebagaimana Lampiran Xl Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
|
6. |
Alur Penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
7. |
Prosedur penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagai berikut:
a. |
Prosedur kerja yang dilaksanakan oleh KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk/KPP yang ditunjuk:
1) |
Prosedur Pembuatan Usulan Perhitungan Nilai Ketetapan PBB Migas dan PBB Panas Bumi serta Usulan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Klasifikasi NJOP Bumi dan Bangunan PBB Migas dan PBB Panas Bumi di KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk adalah sebagaimana Lampiran XIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
2) |
Prosedur Pembuatan Usulan Perhitungan Nilai Ketetapan PBB Migas dan Usulan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Klasifikasi NJOP Bumi dan Bangunan PBB Migas di KPP yang ditunjuk adalah sebagaimana Lampiran XIV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
3) |
Prosedur Penerbitan SPPT PBB Migas dan PBB Panas Bumi di KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk adalah sebagaimana Lampiran XV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
4) |
Prosedur Penerbitan SPPT PBB Migas di KPP yang ditunjuk adalah sebagaimana Lampiran XVI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
5) |
Prosedur Penerbitan Surat Ketetapan Pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi di KPP Pratama/KPP Pratama yang ditunjuk adalah sebagaimana Lampiran XVII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
6) |
Prosedur Penerbitan Surat Ketetapan Pajak PBB Migas di KPP yang ditunjuk adalah sebagaimana Lampiran XVIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini: |
7) |
Prosedur Penyelesaian Permohonan Pencetakan Rincian Perhitungan Nilai PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XIX Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
|
b. |
Prosedur kerja yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak:
1) |
Prosedur Persetujuan Usulan Perhitungan Nilai Ketetapan PBB Migas dan PBB Panas Bumi serta Usulan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Klasifikasi NJOP Bumi dan Bangunan PBB Migas dan PBB Panas Bumi di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagaimana Lampiran XX Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
2) |
Prosedur Persetujuan Usulan Perhitungan Nilai Ketetapan PBB Migas dan Usulan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Klasifikasi NJOP Bumi dan Bangunan PBB Migas di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus adalah sebagaimana Lampiran XXI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
3) |
Prosedur Penatausahaan SPPT PBB Migas dan PBB Panas Bumi di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagaimana Lampiran XXII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
4) |
Prosedur Penatausahaan SPPT PBB Migas di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus adalah sebagaimana Lampiran XXIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
|
c. |
Prosedur kerja yang dilaksanakan oleh Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian:
1) |
Prosedur Penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai Angka Kapitalisasi, Nilai Bumi Areal Offshore, dan Nilai Tubuh Bumi Eksplorasi PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XXIV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
2) |
Prosedur Penerbitan Surat Direktur Jenderal Pajak mengenai Harga Produksi Minyak Bumi, Harga Produksi Gas Bumi, dan Harga Produksi Uap dan Listrik dari Panas Bumi untuk Pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XXV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
3) |
Prosedur Pendaftaran Objek Pajak atau Pemutakhiran Data Objek Pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XXVI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
4) |
Prosedur Pengawasan Pengembalian SPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XXVII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
5) |
Prosedur Penatausahaan SPOP dan LSPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XXVIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
6) |
Prosedur Pemberian Nomor Objek Pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XXIX Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
7) |
Prosedur Penatausahaan SPPT, Surat Ketetapan Pajak PBB, dan Surat Permohonan Pencetakan RPN PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XXX Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini; |
8) |
Prosedur Uji Petik Penilaian Individu Objek PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XXXI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
|
d. |
Prosedur kerja yang dilaksanakan oleh Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Prosedur Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah sebagaimana Lampiran XXXII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
|
8. |
Pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku:
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-155/PJ./2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-71/PJ/2010 tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-25/PJ.6/1999 tentang Petunjuk Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
9. |
Dalam hal aplikasi basis data PBB Pertambangan belum tersedia pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi dilakukan secara manual. |
|